Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KASUS

Hamil 29 – 30 Minggu dengan Preterm Premature Rupture Of Membrane


dengan Persalinan Preterm

Pembimbing:
dr. Nandi Nurhandi, SpOG

Disusun:
Mochamad Deya Najmuddin
1102015137

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI FAKULTAS


KEDOKTERAN
UNIVERITAS YARSI RSUD KABUPATEN BEKASI
09 November 2020 – 19 Desember 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
limpahan kenikmatan kesehatan baik jasmani maupun rohani sehingga pada
kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas presentasi kasus yang
berjudul “G1P0A0 Preterm H 29 – 30 Minggu dengan Preterm Premature
Rupture Of Membrane (PPROM) dengan Persalinan Preterm”. Penulis
menyadari bahwa presentasi kasus ini masih jauh dari kata sempurna, namun
sekiranya apa yang penulis lampirkan pada presentasi kasus ini adalah sebagaimana
adanya.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis sedikit banyak menemukan
kesulitan. Namun berkat dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya
laporan kasus ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. dr. Nandi Nurhandi,Sp.OG, selaku ketua dan dokter pembimbing saya dalam
SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, terima kasih atas kesempatan
saya menimba ilmu, bimbingan dan juga arahannya hingga laporan kasus ini telah
dibuat.
2. dr. Djoni Nurung, Sp.OG (K), dr. Ronny, Sp.OG dan dr. Yedi, Sp.OG selaku
Ketua dan konsulen SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD Kabupaten bekasi,
konsulen dan dokter pembimbing kami, terimakasih atas kesempatan yang
diberikan kepada saya menimba ilmu, bimbingan dan juga arahannya.
3. Semua teman coass, staff, perawat dan bidan bagian SMF Ilmu Obstetri dan
Ginekologi RSUD Kabupaten bekasi, terima kasih atas bimbingan dan arahannya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini, oleh
karena itu, penulis mengharapkan berbagai kritik dan saran dalam laporan kasus ini.
Akhir kata semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pihak-pihak yang membutuhkan umumnya.
Akhir kata, penulis berharap semoga presentasi kasus ini dapat menjadi rujukan
sumber pustaka serta bermanfaat bagi kita semua.
Cibitung, 25 November 2020
Mochamad Deya N
2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................5
PENDAHULUAN.........................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................6
2.1 Ketuban Pecah Dini........................................................................................6
2.1.1 Definisi....................................................................................................6
2.1.2 Epidemiologi...........................................................................................6
2.1.3 Etiologi....................................................................................................6
2.1.4 Patofisiologi.............................................................................................8
2.1.5 Klasifikasi..............................................................................................10
2.1.6 Manifestasi Klinis..................................................................................11
2.1.7 Diagnosis...............................................................................................11
2.1.8 Tatalaksana............................................................................................13
2.1.9 Komplikasi.............................................................................................18
2.1.10 Prognosis...............................................................................................20
2.1.11 Pencegahan............................................................................................20
2.2 Persalinan Premature....................................................................................21
2.2.1 Definisi..................................................................................................21
2.2.2 Epidemiologi.........................................................................................21
2.2.3 Etiologi dan Patofisiologi......................................................................22
2.2.4 Klasifikasi..............................................................................................27
2.2.5 Diagnosis...............................................................................................28
2.2.6 Tatalaksana............................................................................................31

3
2.2.7 Pencegahan............................................................................................34
BAB III........................................................................................................................35
LAPORAN KASUS....................................................................................................35
3.1 IDENTITAS PASIEN...................................................................................35
3.2 ANAMNESIS...............................................................................................35
3.3 PEMERIKSAAN FISIK...............................................................................38
3.4 DIAGNOSIS KERJA....................................................................................40
3.5 RENCANA PENATALAKSANAAN..........................................................40
3.6 Follow Up Pasien..........................................................................................41
3.7 Prognosis.......................................................................................................45
BAB IV........................................................................................................................46
ANALISIS KASUS.....................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................49

4
BAB I

PENDAHULUAN

Preterem Premature rupture of membranes (PPROM) adalah keadaan


pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya. Ketuban pecah dini preterm adalah
pecah ketuban yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau
IGFBP-1 (+) pada usia <37 minggu sebelum onset persalinan. Kejadian PPROM
terjadi pada terjadi pada sekitar 1% kehamilan, sedangkan PROM terjadi dalam
8% angka kehamilan.
Sampai saat ini penyebab PPROM belum diketahui secara pasti, tetapi
ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan seperti infeksi, trauma, usia
ibu, kelainan letak lintang, overdistensi uterus, malnutrisi, dan lain lain.
Menegakkan diagnosis PPROM dari anamnesis perlu diketahui waktu dan
kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat
PPROM sebelumnya, dan faktor risikonya juga pada pemeriksaan inspekulo dan
lab ditemukan tes pooling, nitrazin dan ferning. Terdapat dua manajemen dalam
penatalaksanaan PPROM, yaitu manajemen aktif dan ekspektatif.
Persalinan Preterm didefinisikan sebagai persalinan pada usia kehamilan
kurang dari 37 minggu setelah dianggap viable. WHO mengatakan persalinan
preterm adalah bayi yang lahir sebelum 37 minggu kehamilan atau 259 hari dari
hari terakhir menstruasi. Secara global di dunia tiap tahun diperkirakan sekitar 15
juta kasus persalinan terjadi preterm. Berdasarkan data WHO kasus persalinan
preterm mencapai 9,5% dari total kelahiran yang ada.
Persalinan preterm merupakan komplikasi atau lanjutan tersering dari
pecahnya ketuban dini atau PPROM, sehingga keduanya sangat erat kaitannya,
untuk itu diperlukan telaah yang lebih dalam untuk 2 kasus tersebut agar
pengetahuan dan penatalaksaan kasus-kasus tersebut dapat lebih baik lagi.
5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketuban Pecah Dini


2.1.1 Definisi
Ketuban pecah dini (Prelabor Rupture Of Membrane) didefinisikan sebagai
pasien hamil diatas usia kehamilan 37 minggu yang mengalami pecah selaput
ketuban. Ketuban pecah dini preterm adalah pecah ketuban yang terbukti dengan
vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia <37 minggu
sebelum onset persalinan.1,2
Bila pasien mengalami pecah ketuban sebelum usia gestasi 37 minggu
disebut KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM),
bila pecahnya ketuban terjadi secara tiba-tiba sebelum onset persalinan dengan
usia sebelum usia 37 minggu disebut Spontaneus PROM (SPROM) dan bila terjadi
lebih dari 24 jam maka disebut prolonged PROM.1
2.1.2 Epidemiologi
Kejadian PPROM di dunia terjadi pada sekitar 1% kehamilan dan insidens
PROM terjadi pada terjadi pada sekitar 8% dari semua angka kelahiran. 2 PPROM
merupakan komplikasi pada sekitar 1/3 dari semua kelahiran prematur, yang telah
meningkat sebanyak 38% sejak tahun 1981. Insidensi PROM di Indonesia sendiri
berkisar antara 4,5% sampai 7,6% dari seluruh kehamilan. Pada tahun 2013-2015
terdapat 1812 persalinan di RSUP Dr. Hasan Sadikin, 248 dari persalinan tersebut
mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan ≥37 minggu, yaitu berjumlah
13,9% dari seluruh persalinan.2,3,4,5
2.1.3 Etiologi
Kejadian PPROM berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan
mortalitas maternal maupun perinatal, seperti3:
1. Infeksi saat kehamilan
6
Infeksi yang terjadi dapat berasal langsung dari dalam cairan amnion yang
ada di membran maupun secara ascenden dari vagina atau serviks
2. Macrosomia adalah berat badan neonatus > 4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi
dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan
selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan
kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban
mudah pecah. Kehamilan dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35
tahun
3. PROM dan PPROM pada kehamilan sebelumnya
4. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
maupun amniosintesis menyebabkan terdinya PPROM karena biasanya
disertai infeksi.
5. Usia ibu <20 tahun dan >35 tahun lebih beresiko, dikarenakan fungsi uterus,
ibu muda beresiko dikarenakan fungsi uterus yang belum matang, sedangkan
pada ibu tua, fungsi uterus sudah tidak seefektif ibu usia produktif.22
6. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat mengahalangi tekanan
terhadap membrane bagian bawah.
7. Malnutrisi termasuk zat besi dan asam asorbik
8. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)
misalnya tumor, hidromnion, gemelli
9. Perdarahan pada vagina pada trimester 2 atau 3.3,4,6

7
2.1.4 Patofisiologi

Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan


menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak
8
mikrorganisme servikovaginal menghasilkan fosfolipid A2 dan fosfolipid C yang
dapat meningkatkan konsentrasi secara lokal asam arakidonat, dan lebih lanjut
menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan kontraksi
miometrium Pada infeksi juga dihasilkan produk sekresi akibat aktivasi
monosit/makrofag, yaitu sitokin, interleukin-1, faktor nekrosis tumor dan interleukin-
6. Platelet activating factor yang diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janin
yang ditemukan dalam cairan amnion, secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan
sitokin. Endotoksin yang masuk ke dalam cairan amnion juga akan merangsang sel-
sel desidua untuk memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang
menyebabkan dimulainya persalinan
Di sisi lain, kelemahan lokal atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme
lain terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi. Enzim bakterial dan
atau produk penjamu (host) yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat
menyebabkan kelemahan dan ruptur kulit ketuban. Banyak flora servikovaginal
komensal dan patogenik mempunyai kemampuan memproduksi protease dan
kolagenase yang menurunkan kekuatan tegangan kulit ketuban. Elastase leukosit
polimorfonuklear secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III pada manusia,
membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena
kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan
menyebabkan ketuban pecah dini
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan
jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan
aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks
metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah
komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput
ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen
fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga

9
memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat
metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat
aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2.
TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease
yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.4,6,7
2.1.5 Klasifikasi
Menurut POGI (2016), Ketuba Pecah dini diklasifikasikan menjadi 2 kelompok,
yaitu, KPD preterm (PPROM) dan KPD aterm (PROM)3:
1. PPROM
PPROM adalah pecahnya ketuban yang terbukti dengan vaginal pooling, tes
nitrazin dan tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia <37 minggu sebelum onset
persalinan. KPD sangat preterm adalah pecahnya ketuban saat umur kehamilan Ibu
antara 24 sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan KPD preterm saat umur
kehamilan Ibu antara 34 sampai kurang dari 37 minggu.
2. PROM
Ketuban pecah dini aterm adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti
dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+) pada usia
kehamilan ≥ 37 minggu.

10
2.1.6 Manifestasi Klinis
 Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, cairan vagina berbau amis
dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau
menetes
 Janin mudah diraba.
 Tidak adanya his dalam satu jam
 Nyeri uterus, denyut jantung janin yang semakin cepat serta perdarahan
pervaginam sedikit (jarang terjadi)
2.1.7 Diagnosis
Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan PPROM harus
meliputi 3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan presentasi
janin, dan penilaian kesejahteraan maternal dan fetal.
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik (termasuk pemeriksaan spekulum)
PPROM didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi
adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis perlu diketahui
waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan,
riwayat PROM dan PPROM sebelumnya, dan faktor risikonya. Pemeriksaan
digital vagina yang terlalu sering dan tanpa indikasi sebaiknya dihindari karena
hal ini akan meningkatkan risiko infeksi neonatus.
Pemeriksaan inspekulo dilihat adanya cairan ketuban yang keluar dari kavum
uteri, menilai dilatasi dan pendataran serviks, mendapatkan sampel dan
mendiagnosis PPROM secara visual. Dilatasi serviks dan ada atau tidaknya
prolaps tali pusat harus diperhatikan dengan baik. Jika terdapat kecurigaan
adanya sepsis, ambil dua swab dari serviks (satu sediaan dikeringkan untuk
diwarnai dengan pewarnaan gram, bahan lainnya diletakkan di medium transport
untuk dikultur.

11
Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan lagi
pemeriksaan lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika diagnosis tidak dapat
dikonfirmasi, lakukan tes pH dari forniks posterior vagina (pH cairan amnion
biasanya ~ 7.1-7.3 sedangkan sekret vagina ~ 4.5 - 6) dan cari arborization of
fluid dari forniks posterior vagina. Jika tidak terlihat adanya aliran cairan
amnion, pasien tersebut dapat dipulangkan dari rumah sakit, kecuali jika terdapat
kecurigaan yang kuat ketuban pecah dini. Semua presentasi bukan kepala yang
datang dengan PROM harus dilakukan pemeriksaan digital vagina untuk
menyingkirkan kemungkinaan adanya prolaps tali pusat.
 Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk menilai
indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks cairan
amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak adanya
pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka kecurigaan akan ketuban pecah
sangatlah besar, walaupun normalnya volume cairan ketuban tidak
menyingkirkan diagnosis. Selain itu USG dapat digunakan untuk menilai taksiran
berat janin, usia gestasi dan presentasi janin, dan kelainan kongenital janin.
 Pemeriksaan laboratorium
Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar dapat dilakukan pemeriksaan
mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior. Cairan diswab dan
dikeringkan diatas gelas objek dan dilihat dengan mikroskop. Gambaran
“ferning” menandakan cairan amnion

12
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :
1. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.
2. Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.
3. Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek glass
dan didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan gambaran seperti
daun pakis
2.1.8 Tatalaksana
Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan PPROM, yaitu manajemen
aktif dan ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah penanganan dengan pendekatan
tanpa intervensi, sementara manajemen aktif melibatkan klinisi untuk lebih aktif
mengintervensi persalinan. Berikut ini adalah tatalaksana yang dilakukan pada
ketuban pecah berdasarkan masing-masing kelompok usia kehamilan.
Berikut ini adalah tatalaksana yang dilakukan pada Ketuban Pecah Dini
berdasarkan masing-masing kelompok usia gestasi.
A. PPROM usia kehamilan <24 minggu
Pada usia kehamilan dari 24 minggu dengan PPROM didapatkan bahwa
morbiditas minor neonatus seperti hiperbilirubinemia dan takipnea transien lebih
besar apabila ibu melahirkan pada usia tersebut dibandingkan pada kelompok
usia 36 minggu. Morbiditas mayor seperti sindrom distress pernapasan dan
perdarahan interventrikular tidak secara signifikan berbeda (level of evidence III).
B. PROM usia kehamilan 34 – 38 minggu
Pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, memperthankan kehamilan akan
menningkatkan risiko korioamnionitis dan sepsis. Tidak ada perbedaan signifikan
terhadap kejadian respiratory distress syndrome. Pada saat ini, penelitian
menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan lebih buruk dibandingkan
melakukan persalinan.8

13
C. Prolonged PROM
Antibiotik profilaksis disarankan pada kejadian PPROM. Pada sebuah penelitian
yang kesimpulan nya berupa, administrasi antibiotik mengurangi morbiditas
maternal dan neonatal dengan menunda kelahiran yang akan memberi cukup
waktu untuk profilaksis dengan kortikosteroid perinatal. Pemberian co-amoxiclav
pada prenatal dapat menyebabkan neonatal necrotizing enterocolitis sehingga
antibiotik ini tidak di sarankan. Pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan
digunakan bila Prolonged PROM (>24 jam).

Tabel 2. Antibiotik yang digunakan pada Prolonged PROM


MEDIKAMENTOS D R FREKUENSI
A
benzilpenisilin 1.2 gram IV Setiap 4 jam
klindamisin 600 mg IV Setiap 8 jam
(jika sensitif
penisilin)
Jika pasien datang dengan Prolonged PROM, pasien sebaiknya tetap dalam
perawatan sampai berada dalam fase aktif. Penggunaan antibiotik IV dengan
tabel di atas.
1. Konservatif 10
a) Rawat di rumah sakit.
b) Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin 4 X 250 mg
selama 10 hari bila tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500
mg selama 7 hari). Atau dapat diberikan berupa kombinasi antara
ampisilin dengan eritromisin setiap 6 jam sealama 48 jam, yang diikutin
dengan pemberian amoksisilin oral dengan eritromisin setiap 6 jam selama
5 hari.
c) Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
14
d) Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busa negatif: beri kortikosteroid betametason/deksametason, observasi
tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37
minggu.
e) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (MgSO4 atau salbutamol), deksametason dan induksi
sesudah 24 jam. MgSO4 selain sebagai tokolitik juga dapat menjadi
neuroprotektor
f) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
g) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
h) Pada usia kehamilan 32-37 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal

2. Aktif
a) Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan
seksio sesarea. Meskipun demikian, jika pasien memilih manajemen
ekspektatif harus dihargai. Induksi persalinan dengan prostaglandin
pervaginam berhubungan dengan peningkatan risiko korioamnionitis dan
infeksi neonatal bila dibandingkan dengan induksi oksitosin. Dapat pula
diberikan misoprostol 50μg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.8
b) Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri jika:
i. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.

15
ii. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.

Gambar 5. Algoritma penatalaksanaan PROM


16
Tabel 3. Medikamentosa yang digunakan pada PROM

17
2.1.9 Komplikasi
1. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24
jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan anatara 28-34 minggu persalinan
dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang 26 minggu persalinan terjadi dalam 1
minggu.
2. Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu
terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah
dini prematur, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara umum insiden infeksi
sekunder pada ketuban pecah dini menongkat sebanding dengan lamanya periode
laten.
a) Komplikasi ibu
i. Endometritis
ii. Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
iii. Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskulasi sangat
banyak)
iv. Syok septik sampai kematian ibu
b) Komplikasi janin
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah persalinan
lebih awal. Periode laten, yang merupakan masa dari pecahnya selaput
amnion sampai persalinan secara umum bersifat proporsional secara
terbalik dengan usia gestasi pada saat PPROM terjadi. Sebagai contoh,
pada sebuah studi besar pada pasien aterm menunjukkan bahwa 95%
pasien akan mengalami persalinan dalam 1 hari sesudah kejadian.

18
Sedangkan analisis terhadap studi yang mengevaluasi pasien dengan
preterm 1 minggu, dengan sebanyak 22 persen memiliki periode laten 4
minggu. Bila PPROM terjadi sangat cepat, neonatus yang lahir hidup
dapat mengalami sekuele seperti malpresentasi, kompresi tali pusat,
oligohidramnion, necrotizing enterocolitis, gangguan neurologi,
perdarahan intraventrikel, dan sindrom distress pernapasan.8

Gambar 5. Infeksi intrauterin progresif pasca PROM/PPROM pada


kehamilan prematur

3. Hipoksia dan asfiksia


Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidromnion yang menekan tali
pusat sehingga dapat terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan
antara terjadinya gawat janin dan oligohidromnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.
4. Sindrom deformitas janin

19
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, kelianan disebabkan oleh kompresi wajah dan anggota
badan janin serta hipoplasi pulmonary.
2.1.10 Prognosis
Prognosis pada ketuban dini sangat bervariatif, tergantung pada:
1. Usia kehamilan
2. Adanya infeksi atau sepsis
3. Faktor risiko/ penyebab
4. Ketepatan diagnosis awal dan penatalaksanaan
Prognosis dari PROM/PPROM tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat
kehamilan, lebih sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi
yang lahir antara 34 dan 37 minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari
kelahiran premature. Sehingga dapat dikatakan bahwa PPROM memiliki prognosis
yang lebih buruk dari PROM

2.1.11 Pencegahan
Belum ada cara pasti untuk mencegah kebocoran kantung ketuban. Namun, yang bisa
dilakukan untuk menurunkan risikonya:
1. Mengurangi aktivitas pada trimester II dan awal trimester III
2. Tidak melakukan kegiatan yang membahayakan kandungan selama kehamilan.
3. Berhenti merokok dan menghindari lingkungan perokok agar tak menjadi
perokok pasif

20
2.2 Persalinan Premature
2.2.1 Definisi
Persalinan Preterm didefinisikan sebagai persalinan pada usia kehamilan
kurang dari 37 minggu setelah dianggap viable. Himpunan Kedokteran Fetomaternal
POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm adalah
persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu. WHO mengatakan
persalinan preterm adalah bayi yang lahir sebelum 37 minggu kehamilan atau 259
hari dari hari terakhir menstruasi.11,13,15
2.2.2 Epidemiologi
Secara global di dunia tiap tahun diperkirakan sekitar 15 juta kasus persalinan
terjadi preterm. Berdasarkan data WHO kasus persalinan preterm mencapai 9,5% dari
total kelahiran yang ada.16
Di Amerika, insiden meningkat dari 9,5% pada tahun 1981 menjadi 12,7%
pada tahun 2005. Sementara itu di Indonesia, angka persalinan preterm berkisar pada
15,5% pada tahun 2010. Di RSCM yang merupakan rumah sakit rujukan pusat
insidens kehamilan preterm sebesar 38,5% pada tahun 2013.
Wanita dengan usia <24 tahun dan >35 tahun memiliki resiko yang lebih besar
terjadinya kelahiran prematur dibandingkan dengan kelompok usia diantaranya,
wanita usia >40 tahun dimana angka kejadian mencapai 7,8%, sedangkan wanita
dibawah 24 tahun beresiko mengalami kelahiran premature sebanyak 6,8% dari
seluruh kelahiran.21
Penelitian lain menunjukkan bahwa umur kehamilan dan berat bayi lahir
saling berkaitan dengan risiko kematian perinatal. Pada kehamilan umur 32 minggu
dengan berat bayi > 1500gr keberhasilan hidup sebesar 85%. Sementara bayi yang <
1500gr keberhasilan hidup sebesar 80%. Pada umur < 32 mingu dengan berat lahir <
1.500gr angka keberhasilan hidup hanya sekitar 52%. Hal ini menunjukkan

21
keberhasilan persalinan preterm tidak hanya dari usia kehamilan melainkan berat bayi
lahir juga.12,15
Untuk di Indonesia sendiri, angka persalinan preterm masih cukup tinggi.
Berdasarkan data WHO, Indonesia termasuk dalam 10 negara tertinggi kasus
persalinan preterm pada tahun 2015 yaitu mencapai 675.700 kasus dengan kelahiran
bayi preterm mencapai 15,5 kasus per 100 kelahiran hidup.
2.2.3 Etiologi dan Patofisiologi
Penyebab persalinan preterm untuk semua kasus adalah berbeda – beda.
Persalinan preterm, merupakan kelainan proses yang multifaktorial. Kombinasi
keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik memiliki pengaruh terhadap
terjadinya persalinan preterm. Kadang hanya resiko tunggal dijumpai seperti distensi
berlebih uterus, ketuban pecah dini atau trauma. Faktor lain berupa11,12,13:
 Idiopatik
 Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu
maupun janin, akibat dari stres pada ibu atau janin
 Infeksi ascendens dari tractus genitourinaria atau infeksi sistemik
 Perdarahan desidua
 Kelainan pada uterus atau serviks.
Kondisi janin dan plasenta:
 Perdarahan trimester awal
 PROM/PPROM
 Perdarahan antepartum
 Polihidramion
 Gemelli

Kondisi Ibu:
 DM/Hipertensi
22
 Infeksi saluran kemih/ genital/ intrauterine
 Infeksi dengan demam
 Stres psikologik/ trauma/ abortus berulang
Persalinan preterm dapat disebabkan dari faktor maternal, janin, paternal, lingkungan
dan genetik15:

Gambar.3 Faktor – faktor persalinan preterm

23
Mekanisme persalinan preterm tidak berbeda dengan persalinan aterm, yaitu
kontraktilitas uterus, pematangan serviks, dan ruptur membran. Perbedaan
fundamental ialah bahwa proses aktivasi pada persalinan aterm merupakan bagian
dari aktivasi fisiologis, sedangkan pada persalinan preterm bersifat patologis. Sebagai
contoh aktivasi membran akan menyebabkan PPROM, aktivasi serviks menyebabkan
insufisiensi serviks, dan aktivasi miometrium menyebabkan kontraksi uterus preterm.
 PPROM
Didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum persalinan dan
sebelum usia kehamilan 37 minggu, ketuban pecah dini prematur dapat
disebabkan oleh beragam mekanisme patologis termasuk infeksi intraamnion.
Faktor lain yang terlibat adalah indeks massa tubuh yang rendah kurang dari
19,8, kurang gizi, dan merokok. Wanita dengan riwayat ketuban pecah dini
preterm sebelumnya memiliki resiko yang tinggi terjadinya rekurensi pada
kehamilan berikutnya. Namun kebanyakan kasus ketuban pecah preterm
terjadi tanpa faktor resiko
 Persalinan Kurang Bulan Spontan
Persalinan kurang bulan spontan dikaitkan dengan beberapa hal, yaitu
withdrawal progesteron, inisiasi oksitosin, dan aktivitas desidua. Teori
withdrawal progesteron menjelaskan bahwa semakin mendekati proses
persalinan sumbu adrenal janin menjadi lebih sensitif terhadap
adrenokortikotropik sehingga meningkatkan sekeresi kortisol. Kortisol janin
merangsang aktivitas 17-α hidroksidase plasenta sehingga mengurangi sekresi
progesteron dan meningkatkan produksi estrogen. Kondisi ini menyebabkan
peningkatan pembentukan prostaglandin yang memicu persalinan preterm.
Sebuah jalur penting menyebabkan inisiasi persalinan melibatkan
aktivasi inflamasi desidua. Pada kasus persalinan preterm, aktivasi desidua
tampaknya muncul pada kauss perdarahan intrauterin atau infeksi intrauteri.

24
 Infeksi Intra Uterin
Infeksi intra uterin merupakan salah satu penyebab terjadinya
persalinan preterm. Infeksi bakterial dalam uterus dapat terjadi antara jaringan
maternal dan fetal membran (dalam koriodesidual space), dalam fetal
membran (amnion dan korion), dalam placenta, dalam cairan amnion, dalam
tali pusat. Infeksi pada fetal membran disebut korioamnionitis, infeksi pada
tali pusat disebut funisitis, infeksi pada cairan amnion disebut amnionitis.
Infeksi jarang terjadi pada kehamilan prematur akhir (34-36 minggu), dan
lebih sering terjadi pada usia kehamilan kurang dari 30 minggu.

Gambar 1. Tempat potensial terjadinya infeksi bakteri intrauterin


Ada beberapa jalur yang dapat menyebabkan masuknya bakteri ke dalam
uterus. Bakteri dapat berasal dari migrasi dari kavum abdomen melalui tubafallopi,

25
infeksi dari jarum amnionsintesis yang terkontaminasi, secara hematogen melalui
plasenta, atau melalui serviks dari vagina. Pada persalinan preterm dengan membran
yang utuh bakteri yang paling banyak ditemukan adalah Ureaplasma urealitycum,
Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis, peptostretococcus, dan spesies
bakterioides. Organisme yang sering berhubungan dengan infeksi saluran genital
pada wanita tidak hamil Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis, jarang
ditemukan dalam uterus sebelum pecah ketuban, sedangkan bakteri yang sangat
sering berhubungan dengan korioamnionitis dan infeksi janin setelah pecah ketubah,
group B streptococci dan Escherichia coli, hanya ditemukan kadang-kadang. Jarang,
organisme saluran non genital, seperti organisme di mulut genus capnocitophaga,
ditemukan di dalam uterus yang berhubungan dengan persalinan prematur dan
korioamnionitis.
Organisme ini mencapai uterus dapat melalui plasenta dari sirkulasi atau
mungkin dengan kontak oral genital. Meskipun demikian, kebanyakan bakteria yang
ditemukan dalam uterus dalam hubungannya dengan persalinan prematur berasal dari
vagina. Bakteri dari vagina menyebar secara ascendens pertama kali ke dalam ruang
koriodesidua. Pada beberapa wanita, organisme ini melewati membran korioamniotik
yang intak ke dalam cairan amnion, dan beberapa fetus akhirnya menjadi terinfeksi.
Bukti infeksi melalui rute ini berasal dari penelitian 609 wanita yang fetusnya
dilahirkan dengan seksio sesar sebelum pecah ketubah. Setengah dari 121 wanita
dengan kultur membran positif juga memiliki organisme dalam cairan amnion.
Sebagian kecil fetus memiliki kultur darah atau cairan serebrospinal yang positif saat
persalinan. Wanita dengan kultur membran positif memiliki respon peradangan yang
aktif, seperti diinfikasikan oleh temuan leukosit histologis pada membran dan adanya
konsentrasi interleukin 6 yang tinggi dalam cairan amnion. Temuan ini mungkin
menjelaskan kenapa wanita dengan kultur cairan amnion negatif tetapi dengan
konsentrasi sitokin yang tinggi dalam cairan amnion resisten terhadap obat tokolitik.

26
Tampaknya, wanita ini sering memiliki infeksi dalam korioamnion, suatu tempat
yang tidak boleh dikultur sebelum persalinan.11,13
Gambar. Alur kolonisasi bakteri koriodesidua yang menyebabkan persalinan
prematur

2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi WHO menurut usia kehamilan dibagi menjadi tiga:11,12,15
 Sangat – sangat preterm: usia kehamilan kurang dari 28 minggu (5%)
 Sangat preterm: usia kehamilan antara 28 – 31 minggu
 Preterm sedang: usia kehamilan 32 – 37 minggu
Menurut kejadiannya dibagi menjadi dua:
 Idiopatik/spontan
Sekitar 50% penyebab persalinan preterm tidak diketahui, oleh karena
itu digolongkan pada kelompok idiopatik, sebagian besar didahului oleh
Ketuban Pecah karena faktor infeksi

27
 Iatrogenik/elektif
Persalinan preterm buatan/iatrogenic disebut sebagai elective preterm
Menurut berat badan bayi:
 Berat badan lahir rendah: Berat badan bayi 1500 — 2500 gram
 Berat badan lahir sangat rendah: Berat badan bayi 1000 — 1500
gram
 Berat badan lahir ekstrim rendah: Berat badan bayi
2.2.5 Diagnosis
Menegakkan diagnosa persalinan prematur mengancam terlalu cepat atau
lambat mempunyai risiko meningkatkan mobiditas dan mortalitas neonatus. Tanda
utama dari persalinan prematur adalah adanya kontraksi, kontraksi ini harus
dibedakah antara kontraksi sebenarnya atau palsu, kontraksi yang sebenarnya selalu
disertai dengan adanya pembukaan dan penipisan serviks, dan terjadi pada usia
kehamilan < 37 minggu.11,12,13,15
Beberapa kriteria yang dapat dipakai sebagai diagnosa persalinan prematur
mengancam adalah:
a. Kontrakasi yang berulang sedikitnya 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam
10 menit
b. Andanya nyeri pada punggung sebelah bawah
c. Perdarahan bercak
d. Perasaan menekan pada daerah serviks
e. Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan 2cm
f. Penipisan 50 – 80 %
g. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina ischiadika
h.Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan
(kontraksi) atau sebaliknya
i. Terjadi pada usia kehamilan 22 - < 37 minggu.

28
j. Merasakan gejala seperti kaku di perut, menyerupai rasa kaku seperti
menstruasi, rasa tekanan intrapelvik, nyeri punggung bawah (low back
pain).
k. Mengeluarkan lendir bercampu darah pervaginam.
l. Pemeriksaan dalam menunjukkan serviks telah mendatar 50-80%, atau
telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm.
Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan
The American College of Obstreticians and Gynecologists, adalah
sebagai berikut :
a. Kontraksi yang terjadi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60
menit dan perubahan progresif pada serviks.
b. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm.
c. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.

Cara utama untuk mengurangi terjadinya risiko persalinan prematur


mengancam dapat dilakukan secara awal, sebelum tanda-tanda persalinan
muncul. Dimulai dari dengan pengenalan pasien yang berisiko untuk diberi
penjelasan dan dilakukan penilaian klinik terhadap persalinan prematur
mengancam serta mengenal kontraksi sedini mungkin sehingga tindakan
pencegahan dapat segera dilakukan. Beberapa indikator yang dijadikan
sebagai acuan terjadinya persalinan prematur mengancam sebagai berikut:
a. Perubahan serviks
 Dilatasi serviks
Dilatasi serviks asimtomatik setelah pertengahan masa kehamilan diduga
sebagai fator resiko persalinan preterm.11
 Panjang serviks
Serviks memegang peranan ganda pada kehamilan. Serviks mempertahankan
isi uterus terhadap pengaruh gravitasi dan tekanan intrauterin sampai
29
persalinan, dan serviks akan berdilatasi untuk memungkinkan isi uterus
untuk melewatinya selama proses persalinan. Kompetensi serviks tergantung
pada kesatuan antara anatomi dan komposisi biokimia dari serviks. Salah
satu indikator dini dari inkompetensia serviks adalah terjadinya pemendekan
dari serviks. Berdasarkan hasil penelitian dengan ultrasounografi sebagai
prediktor persalinan preterm menentukan bahwa panjang serviks kurang dari
25 mm pada usia kehamilan 24-28 minggu dapat meningkatkan resiko
persalinan preterm.
 Inkompetensia Serviks
Inkompetensia serviks adalah diagnosis klinis yang ditandai dengan dilatasi
serviks berulang, tanpa rasa sakit, dan kejadian kelahiran spontan pada
midtrimester tanpa adanya pecah ketuban spontan, peradarahan, ataupun
infeksi. Dilatasi serviks ini dapat diiikuti prolaps dan menggembungnya
membran janin ke dalam vagina, dan akhirnya ekspulsi janin imatur.
Penyebab inkompetensia serviks ini belum jelas, namun terkait dengan
riwayat trauma pada serviks seperti dilatasi, kuretase, kauterisasi.
b. Indikator laboratorium
Indikator laboratorik yang bermakna yaitu jumlah leokosit dalam air
ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP (> 0,7 mg/dl), pemeriksaan
leukosit dalam serum ibu ( > 13.000 / ml).
1) Fibroneksti janin: peningkatan kadar fibronekti janin 50 mg/dl
atau lebih pada usia kehamilan > 24 minggu.
2) Peningkatan corticotrophin releasing hormone (CRH) pada
trimester 2.
3) Sitokin inflamasi: IL-1β, IL-6, L8 dan TNF-α sebagai indikator
yang mungkin berperan dalam sintesa prostaglandin.
4) Isoferin plasenta: pada keadaan tidak hamil isoferitin sebesar

30
10 U/ml dan akan meningkat selama kehamilan, mencapai puncak
pada trimester akhir yaitu 54,8 ± 53 U/ml. Jika terjadi penurunan akan
berisiko terjadinya persalinan prematur mengancam bahkan persalinan
prematur. Feritin yang rendah merupakan indikator kekurangan zat
besi.11,12,13,15
2.2.6 Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan kehamilan prematur mengancam adalah menunda
persalinan dan mempersiapkan organ janin, terutama paru-paru janin, sehingga janin
dapat lahir pada usia kehamilan dengan mendekati cukup bulan sehingga morbiditas
dan mortalitas janin dapat menurun. Penatalaksanaan kehamilan prematur
mengancam pada beberapa faktor dimana persalinan tidak dapat dihambat bila
kondisi selaput ketuban pecah, pembukaan servik yang lebih dari 4 cm, usia
kehamilan dengan tafsiran berat janin > 2.000 gr atau kehamilan > 34 minggu, terjadi
penyulit / komplikasi persalinan prematur, terutama kurangnya fasilitas neonatal
intensive care oleh karena itu perlu dilakukan mencegahan persalinan prematur
dengan pemberian tokolitik, pematangan surfaktan pada paru janin yaitu
kortikosteroid serta mencegah terjadinya infeksi.
Ada 2 prinsip penatalaksanaan persalinan prematur yaitu penundaan persalinan
dengan menghentikan kontraksi uterus atau persalinan berjalan terus dan siap
penanganan selanjutnya.11-15.
a. Tirah Baring
Kepentingan istirahat rebah disesuaikan kebutuhan ibu, namun secara
statistik tidak terbukti dapat mengurangi kejadian persalinan prematur.
b. Hidrasi dan sedasi
Hidrasi oral maupun intravena sering dilakukan untuk mencegah
persalinan preterm, karena sering terjadi hipovalemik pada ibu dengan
kontraksi prematur, walaupun mekanisme biologisnya belum jelas.

31
Preparat morfin dapat digunakan untuk mendapatkan efek sedasi
(tenang /mengurangi ketegangan)
c. Pemberian tokolitik
Adapun tokolitik yang digunakan pada kasus dengan persalinan prematur
adalah: Indeks tokolitik > 8 menunjukkan kontraindikasi pemberian
tokolitik
0 1 2 3 4
Kontraksi Tidak ada Irregular Regular - -
Ketuban pecah Tidak ada - Tinggi/tidak jelas - Rendah/pecah
Perdarahan Tidak ada Spotting Perdarahan - -
Pembukaan Tidak ada 1 cm 2 cm 3 cm 4 cm

i. Nifedipin 10 mg diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam.


Umumnya hanya diperlukan 20 mg dan dosis perawatan 3 x 10
mg.
ii. Golongan beta-mimetik
iii. Salbutamol Perinfus : 20-50 µg/menit Per oral : 4 mg, 2-4
kali/hari (maintenance) atau :
iv. Terbutalin Per infuse : 10-15 µg/menit, Subkutan: 250 µg setiap
6 jam. Per oral : 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance)
v. Efek samping : Hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi,
takikardia, iskemi miokardial, edema paru
d. Pematangan fungsi paru
Terapi glukokortikoid, misalnya dengan betamethasone 12
mg im. 2 x selang 24 jam. Atau dexamethasone 5 mg tiap 12 jam (im)
sampai 4 dosis. Thyrotropin releasing hormone 400 ug iv, akan
meningkatkan kadar tri-iodothyronine yang dapat meningkatkan
produksi surfaktan. Suplemen inositol juga merupakan pilihan karena

32
inositol merupakan komponen membran fosfolipid yang berperan
dalam pembentukan surfaktan.
e. Pemberian antibiotik
Antibiotik hanya diberikan bila mana kehamilan mengandung risiko
terjadinya infeksi. Obat yang diberikan eritromisin 3 x 500 mg selama
3 hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari,
atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin.17-20
Rekomendasi ACOG:
1. Koritkosteroid dosis tunggal untuk wanita 24-34 minggu dengan
risiko persalinan dalam 7 hari
2. MgSO4 dapat menurunkan risiko serebral palsi pada bayi ketika
dilahirkan sebelum usia 32 minggu
3. Tokolitik lini pertama dengna terapi agonis beta adrenergic, calcium
channel blocker, NSAID untuk pemanjangan kehamilan hingga 48
jam (pemberian steroid antenatal)
4. Terapi maintenance dengan tokolitik untuk mencegah persalinan
preterm dan meningkatkan luaran neonates tidak direkomendasikan
5. Pada wanita dengan rupture membrane atau kehamilan multiple yang
berisiko akan lahir dalam 7 hari, pemberian kortikosteroid dosis
tunggal direkomendasikan pada kehamilan 24-34 minggu
6. Kortikosteroid dosis tunggal dapat dipertimbangkan sejak usia
kehamilan 23 minggu pada wanita hamil dengan risiko persalinan
preterm yang akan lahir dalam 7 hari tanpa mempertimbangkan status
membrane
7. Pemberian ulang kortikosteroid tunggal pada wanita dengan
kehamilan kurang dari 34 minggu yang berisiko lahir dalam 7 hari ke

33
depan dan telah mendapat korikosteroid lebih dari 14 hari
sebelumnya.
8. Tirah baring dan hidrasi tidak efektif mencegah persalinan preterm
dan tidak secara rutin direkomendasikan20,21.
2.2.7 Pencegahan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan prematur
mengancam adalah:
1. Hindari kehamilan pada ibu usi terlalu muda > 17 tahun
2. Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
3. Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan
antenatal yang baik
4. Anjurkan tidak merokok maupun mengkonsumsi obat terlarang
5. Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
6. Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan prematur mengancam
7. Kenali dan obati infeksi genetal atau saluran kencing deteksi dan pengamanan
faktor risiko terhadap persalinan prematur mengancam.18,19

BAB III

LAPORAN KASUS

34
3.1 IDENTITAS PASIEN
Istri Suami
Nama : Ny. Y Nama : Tn. G
Umur : 15 th Umur : 18 th
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMK
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam Agama : Islam
Golongan darah : B / Rh (+)

Alamat : Kp. Lubang Buaya RT003/006


No.RM : 194333
Tanggal Masuk : 18 November 2020

3.2 ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamnesis pada pasien tanggal 18 November 2020 jam 07.20 WIB

a. Keluhan Utama:
Keluar air-air dari jalan lahir sejak 12 jam SMRS

b. Keluhan Tambahan:
Mules – mules.

c. Riwayat penyakit sekarang:


Pasien G1P0A0 datang ke ruang IGD Kebidanan RSUD Kab. Bekasi jam 07.20.
Pasien merupakan rujukan dari Bidan dengan hamil usia 29 – 30 minggu,
mengeluhkan keluar air-air dari vagina sejak 12 jam SMRS. Air bewarna bening,

35
Pasien menyangkal adanya bau, dan darah segar yang keluar. Saat keluar cairan
jernih, pasien baru bangun tidur. Pasien memiliki keluhan serupa saat kehamilan
sebelumnya
Pasien juga merasakan mules yang sering sejak 12 jam SMRS, awalnya pasien
mengeluh mulesnya hilang timbul tetapi semakin lama mules yang dirasakan semakin
sering dan terasa sedikit nyeri. Rasa mules dirasakan bersamaan keluar air-air
pervagina. Keluhan seperti pusing dan demam disangkal oleh pasien. BAK dan BAB
juga tidak ada keluhan. Gerakan janin masih dirasakan aktif. Pasien mengaku telah
memeriksakan kehamilannya tiga kali ke puskesmas. Pasien mengatakan telah
melakukan hubungan badan dengan suaminya 3 hari sebelum keluar air-air. Tetapi
pasien menyangkal adanya trauma seperti terjatuh sebelumnya.

d. Riwayat penyakit dahulu:


 Pasien hamil pertama, dan tidak memiliki Riwayat abortus.
 Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi.
 Riwayat diabetes disangkal
 Riwayat asma disangkal
 Riwayat alergi disangkal

e. Riwayat penyakit keluarga:


 Ibu pasien memiliki Riwayat hipertensi
 Riwayat diabetes disangkal
 Riwayat asma disangkal
 Riwayat alergi disangkal

f. Riwayat menstruasi:
Menarche : 10 tahun
36
Siklus : 28 hari, Teratur, tiap 1 bulan sekali
Lama : 7 hari
Keluhan saat Haid : Tidak ada
Jumlah : 1-2 pembalut/hari (30 cc/24 jam)
g. Riwayat KB:
Tidak memakai KB
h. Riwayat Obstetri:
Paritas : G1P0A0
HPHT : 19 April 2020
HPL : 26 Januari 2021
Usia kehamilan : 29-30 minggu

Tgl/Th Tempat Umur Jenis Anak Keadaan


No Penolong Penyulit Nifas
Partus Partus Kehamilan Persalinan Anak
JK BB PB

i. Catatan penting selama asuhan antenatal:


Pasien rutin kontrol ke puskesmas secara rutin yaitu:
1. Trimester 1: 1 kali kontrol
2. Trimester 2: 2 kali kontrol
3. Trimester 3: 1 kali kontrol

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


1. Status Generalis

37
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 122/80 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Suhu : 36,7 oC
Pernafasan : 20 x/menit
TB : 162 cm
BB : 59 kg
SpO2 : 99%
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)
Paru : Suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru, suara tambahan
(-), Rhonki -/-. Wheezing -/-
Jantung : BJ I/BJ II reguler murni, suara BJ tambahan (-)
Abdomen : Pembesaran perut (+) simetris, bising usus (+), striae
gravidarum (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

2. Status Obstetri
a. Pemeriksaan luar
TFU : 27 cm
TBJ klinis : (27 – 13) x 155 = 2.170 gram
Leopold I : Teraba bagian lunak, tidak melenting, asimetris, kesan
bokong
Leopold II : Teraba bagian keras memanjang di sebelah kanan, kesan
punggung di kanan dan bagian kecil-kecil menonjol di
sebelah kiri, kesan ekstremitas di kiri

38
Leopold III : Teraba bagian keras, bulat, simetris, melenting, kesan
kepala
Leopold IV : Bagian terbawah janin belum memasuki PAP
His : 2X 10’ X 20”
DJJ : 130 x/menit
b. Pemeriksaan dalam:
V/V : T.a.k
Portio : teraba tebal kaku
∅ : 3 cm
Ketuban : rembes
c. Pemeriksaan Penunjang

18-11-2020 19-11-2020 21-11-2020

(07.31) (07.49) (08.04)

Hemoglobin 9,9 gr/dL L 10,2 gr/dL L 10,2 gr/dL L


Hematokrit 29% L 31% L 31% L
Eritrosit 3,70 x 106 / mcL L 3,88 x 106 / mcL L 3,86 x 106 / mcL L
Trombosit 456 x 103 /mcL H 394 x 103 /mcL 453 x 103 /mcL H
Leukosit 23,4 x 103 /mcL H 30,6 x 103 /mcL H 16,3 x 103 /mcL H
MCV 79 fL L
MCH 27 pg/mL L
MCHC 34 gr/dL

Basofil 0%
Eosinofil 0%
Neutrofil 88%

39
Limfosit 7%
NLR 12,57
Monosit 5%
LED 50 mm/jam
Golongan Darah
B / Positif
Serologi
HIV reagen 1 Non reaktif
HBsAg Non reaktif

3.4 DIAGNOSIS KERJA


Ibu : G1P0A0 Gravida 29-30 Minggu PPROM Premature Contraction
Janin : Janin tunggal hidup intra uterin, presentasi kepala, DJJ: 130 x/menit.

3.5 RENCANA PENATALAKSANAAN


- Observasi TTV ibu
- Observasi DJJ janin
- Edukasi terkait penyakit ibu
- Observasi tanda tanda infeksi
- Infus RL 500 cc
- Pertahankan kehamilan bila memungkinkan
- Dexamethason 2x 6mg untuk pematangan fungsi paru
- Ceftriaxon 3x1gr
- Asam Mefenamat 3x 500mg
- Motivasi KB

3.6 Follow Up Pasien


Tanggal, Temuan Klinis dan Penatalaksanaan
40
Jam
Pemeriksaan
S : Os datang kiriman bidan diantar mengeluh keluar air – air disertai
mules sejak kemarin. Os sedang hamil anak pertama. Belum
pernah hamil sebelumnya. HPHT 19 April 2020

O : KU baik Kesadaran : Composmentis

TD : 122/80 mmHg Nadi : 110x/menit RR : 20x/menit


Suhu : 36,3⁰C

TFU : 27 cm His : 2X10’X20” DJJ : 130 x/menit

18-11-2020 Pemeriksaan dalam

07.20 V/V : T.a.k portio : teraba tebal lunak ∅ 3 cm

Ketuban : rembes

A : G1P0A0 Inpartu H 29-30 Minggu dengan PPROM dan Prematur


Kontraksi

P : - infus RL 500cc

- Ceftriaxon 3x1 gr
- Dexamethason 2x 6mg
- Evaluasi tanda – tanda Infeksi dan perdarahan
18-11-2020 S : Pasien mengatakan sakit di luka bekas persalinan

09.30 O : KU baik Kesadaran : composmentis

TD : 125/82 mmHg R : 19x/menit N : 102x/menit

S : 36,4⁰C

41
Post partum lahir spontan pada 18/11/2020 pukul 9.30 jenis
kelamin ♀

PB: 42 cm
BBL: 2090 gr
APGAR Score: 4/6 (Asfiksia)
LK: 35 cm
LD: 29 cm
LP: 27 cm
Pro NICU

Luka perineum rupture perineum Grade I, dilakukan hecting,


Perdarahan ±100 cc

S : Pasien mengatakan masih sakit di luka bekas persalinan

O : KU baik Kesadaran : composmentis

TD : 111/75 mmHg R : 19x/menit N : 77x/menit

S : 36,4⁰C
19-11-2020
Lochia rubra, perdarahan ±20cc luka perineum (+) tidak ada tanda
10.15
infeksi

A : P1A0 Post Partum dengan PPROM, Prematur Kontraksi

P : - Infus RL 500 ml

- Ceftriaxon 2 x1gr

42
- Asam mefenamat 3x500 mg
- SF 2x60mg
- B Complex 2x1 tab
S : Nyeri berkurang

O : KU baik Kesadaran : composmentis

TD : 102/70 mmHg R : 21x/menit N : 86x/menit

S : 36,2⁰C

Bayi sudah relative stabil, dirawat bersama ibunya di ruangan


Camelia

Lochia rubra, perdarahan ±20cc luka perineum (+) tidak ada tanda
20-11-2020
infeksi
10.15
A : P1A0 Post Partum dengan Ketuban Pecah Dini, Prematur
Kontraksi

P : Bed Rest

- RL 20 tpm
- Ceftriaxon 2 x1gr
- Asam mefenamat 3x500 mg
- SF 2x60mg
- B Complex 2x1 tab
21-11-2020 S : Pasien mengatakan tidak ada keluhan

08.00 O : KU baik Kesadaran : composmentis

TD : 118/70 mmHg R : 21x/menit N : 78x/menit

S : 36,4⁰C
43
Lochia rubra, perdarahan ±20cc luka perineum (+) tidak ada tanda
infeksi

A : P1A0 Post Partum dengan Ketuban Pecah Dini, Prematur


Kontraksi

P : - RL 20 tpm

- Ceftriaxon 2 x1gr
- Asam mefenamat 3x500 mg
- SF 2x60mg
- B Complex 2x1 tab

BLPL

3.7 Prognosis
- Quo ad Vitam : Dubia Ad Bonam

- Quo ad Functionam : Dubia Ad Bonam

- Quo ad Sanactionam : Dubia

44
BAB IV

ANALISIS KASUS

A. Bagaimana Penegakkan Diagnosis Pada Kasus Ini?


G1P0A0 Gravida 29-30 Minggu dengan Ketuban Pecah Dini & Premature
Kontraksi
 G1P0A0 Gravida 29-30 minggu:
Anamnesis: Pasien mengaku hamil anak pertama tanpa riwayat abortus
sebelumnya. Pasien mengaku HPHT tanggal 19 April 2020 bila menghitung
dari tanggal tersebut maka didapatkan HPL pasien 26 Januari 2020. Pada
saat pasien datang ke RS tanggal 18 November 2020 sehingga usia
kehamilan 29-40 minggu.
 PPROM:
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama pasien adalah keluar air – air dari
jalan lahir sejak 12 jam SMRS, cairan jernih tidak berbau, tidak disertai
darah segar. Keluhan disertai dengan perut yang mules. Dari pemeriksaan
dalam didapatkan ketuban rembes.
45
 Premature Kontraksi
Pasien mengaki memiliki keluhan berupa mules yang sering sejak 12 jam
SMRS, awalnya pasien mengeluh mulesnya hilang timbul tetapi mules yang
dirasakan semakin sering dan terasa sedikit nyeri. Rasa mules dirasakan
bersamaan dengan keluarnya air – air dari jalan lahir. Pada pemeriksaan luar
teraba adanya his 2x dalam 10 menit sealama 20 detik. Pada pasien ini
didapatkan portio tebal kaku dan ada pembukaan 3 cm.

B. Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat?


 Pada pasien ini dilakukan observasi tanda – tanda vital yang bertujuan
untuk melihat apakah ada penurunan tekanan darah setelah diberikan
pengobatan
 Observasi DJJ pada janin dilakukan untuk mencegah terjadinya IUFD
 Observasi tanda tanda infeksi dan perdarahan agar tidak terjadi perburukan
pada pasien dengan memantau gejala dan pemeriksaan fisik.
 Diberikan Dexamethason 2 x 6 mg bertujuan untuk pematangan paru pada
janin
 Diberikan antibiotic Ceftriaxon 3 x 1 gr bertujuan untuk mencegah infeksi
akibat dari pecahnya ketuban.
 Diberikan asam mefenamat 3 x 500 mg sebagai NSAID penghilang rasa
nyeri
 Pertahankan kehamilan bila memungkinkan, dikarenakan beresiko untuk
janin yang lahir dengan premature dan fungsi paru yang belum matang,
serta beresiko untuk ibu dikarenakan organ reproduksi ibu yang belum
matang.

46
 Dilakukan pematangan paru, karena pasien sudah memiliki keluhan mules-
mules sebelumnya, pembukaan 3 cm dan keluar lendir darah yang mana
sudah merupakan tanda kelahiran
 Motivasi KB untuk menghindari jarak kehamilan yang dekat karena dapat
memicu timbulnya penyakit yang sama pada saat hamil, KB juga bertujuan
untuk mematangkan reproduksi ibu, dikarenakan ibu masih dalam usia
muda.

C. Apakah penyebab pecahnya ketuban pada pasien ini?


 Berdasarkan Teori, penyebab terutama pecahnya ketuban pada pasien ini
adalah trauma, disebabkan pasien memiliki Riwayat pasien yang
melakukan hubungan dengan suaminya sehari SMRS, pasien juga mengaku
sering melakukan hubungan dengan suaminya sebelumnya selama
kehamilan
 Usia pasien yang masih muda yaitu 15 tahun merupakan factor resiko
berdasarkan penelitian bahwa wanita berusia <24 tahun memiliki rasio
6,8% mengalami pecah ketuban dari semua angka kehamilan usia itu

D. Apakah PPROM pada pasien ini dapat dihindari?


 Menghindari factor resiko yang dapat dimodifikasi merupakan hal yang
penting untuk mencegah PPROM, disamping infeksi dan malnutrisi, factor
resiko pasien ini yaitu menghindari trauma dan usia ibu yang terlalu muda

47
dapat dicegah dengan edukasi pada pasien dan keluarga, sehingga kejadian
PPROM pada pasien dapat dihindari

DAFTAR PUSTAKA

1. Jazayeri A. 2018. Premature Rupture of Membrane. Medscape. Diakses pada


tgl 25 November 2020 https://emedicine.medscape.com/article/261137-
overview
2. Dayal S, Hong PL. Premature Rupture Of Membranes. [Updated 2020 Nov
20]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2020 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532888/
diakses pada 26 November 2020
3. POGI (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia). 2016. “Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Ketuban Pecah Dini”. Hal 1-23.
4. Maryuni, Kurniasih. D. Risk Factors of Premature Rupture of Membrane.
2017. National Public Health Journal; 11 (3): 133-137

48
5. Dayal S, Hong Peter L. 2019. Premature Rupture od Membranes.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532888/ diakses pada 22 juli 2020
6. Abrar M, Handono B, Rukmana T. 2017. Karakteristik Luaran Kehamilan
dengan Ketuban Pecah Dini di RSUP Dr. Hasan Sadikin Periode Tahun 2013-
2015. JSK VOL 2 NO 4
7. Cunningham, Leveno, Bloom et al. Preterm Birth Chapter 42. William
Obstetric 25th Edition. 2018.
8. Assefa NE, Berhe Hailemariam, et al. 2016. Risk factors of premature rupture
of membranes in public hospitals at Mekele city, Tigray, a case control study.
Ethiopia: BMC Pregnancy and Chilbirth
9. Situmorang. HT, et al. 2016. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Hamil Di Poli KIA RSU Anutapura Palu.
Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 2 No. 1, Januari 2016: 1- 75.
10. Pribadi, A., Mose, J.C., Anwar, A.D. 2015. Kehamilan Risiko Tinggi. Jakarta:
CV Sagung Seto.
11. 17 Cunningham G. F., Kenneth J., Leveno Steven L,. Hauth C John,. III
Gilstrap
Larry,. Wenstrom D Katharine. William Obstetrics 25th edition. USA:
McGraw-Hill. 2018, hal 2-854.
12. Johanes C,et all. Panduan Pengelolaan Persalinan Preterm Nasional Bandung.
POGI, 2011.
13. Saifuddin A, Rcahimhadhi, T. et al. 2016. Persalinan Preterm. Ilmu
Kebidanan Sarwono Edisi Keempat. Jakarta
14. Simhan, N. 2016. Practice Bulletin Summary Management of Preterm Labor.
The American College of Obstercians and Gynecologist. Vol 128 no 4.
15. Surya, R. Pudyastuti, S. 2019. Persalinan Preterm. CDK Edisi Suplemen-1/
Vol 46

49
16. Luther EE. Statpearls (internet) Preterm Labor. 2019. Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536939/ diakses pada 27 November
2020
17. World Health Organization. Preterm Birth. 2018. Available from :
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/preterm-birth diakses pada
27 November 2020
18. 22 Kementrian Kesehatan. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017.
Jakarta: BKKBN 2018. hal 151-152.
19. Manuaba.I.B.G. Kapita Selekta Penatalaksanaan Obstetri Ginekologi dan KB,
EGC, Edisi 4. Jakarta, 2016, hal: 221 – 225.
20. Banita Sephtia. 2015. Hubungan Antara Peran Keluarga Terhadap Kecemasan
Ibu Hamil Di Poli Kandungan RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Skripsi
FK. Universitah Syah Kuala Darrusalam Banda Aceh.
21. Fuchs, F., Monet, B., Ducruet, T., Chaillet, N., & Audibert, F. (2018). Effect
of maternal age on the risk of preterm birth: A large cohort study. PloS one,
13(1), e0191002. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0191002
22. Maryuni et al. Kesmas: National Public Health Journal. 2017; 11 (3): 133-137
DOI:10.21109/kesmas.v11i3.1153

50

Anda mungkin juga menyukai