TUGAS UJIAN
Disusun oleh :
Pembimbing:
dr. Dini Adriani Sp.S
Gambar 1. ARAS
Struktur anatomi di otak yang berperan dalam mengatur kesadaran meliputi ascending reticular
activating system (ARAS), talamus, dan korteks hemisfer serebri bilateral. Struktur ARAS
merupakan kumpulan serabut saraf yang berasal dari formasio retikularis di batang otak, terutama
tegmentum paramedian mesensefalon dan pons bagian atas. Serabut-serabut ini menerima input
dari jaras-jaras sensorik umum (raba, nyeri, suhu, posisi) dan khusus (penginderaan), untuk
selanjutnya berproyeksi ke inti-inti di talamus, kemudian ke seluruh korteks serebri.
Korteks hemisfer serebri yang telah teraktivasi ini akan memproses semua informasi sensorik
termasuk informasi dari lingkungan eksternal, menganalisis satu persatu input yang sampai,
sehingga pada akhirnya tersusun suatu kesadaran yang penuh.
Peran korteks serebri sebagai prosesor informasi ini berkaitan dengan fungsi yang diembannya
dalam hal fungsi luhur manusia, misalnya memori, bahasa, dan visuospasial, serta penginderaan.
Twaits Score
Analisa LCS berdasarkan etilogi penyakit
Stadium Meningitis TB
Meningitis tuberkulosa biasanya diawali dengan gejala yang tidak jelas ditandai dengan
anak terlihat sakit, iritabilitas dan apatis (stadium I). Pada anak yang lebih kecil, demam, batuk
dan penurunan kesadaran, fontanel anterior yang membonjol, dan kejang umum tonik-klonik
adalah gejala yang sering ditemukan. Pada anak yang lebih besar, demam yang tidak terlalu tinggi,
mual, muntah, sakit kepala, sakit yang menyerupai flu sering muncul, sehingga riwayat kontak
serumah dengan penderita TB aktif dan persistensi dari keluhan merupakan petunjuk yang sangat
penting. Kaku kuduk bukan merupakan gejala yang paling menonjol. Pada stadium II, gangguan
saraf unilateral atau bilateral terjadi akibat meningitis basiler. Perubahan neuro-optalmologis,
termasuk neuritis retrobulbar, gangguan pandangan, dan lesi dari korioretina sering ditemukan.
Saat penyakit berkembang ke stadium III, pada pasien terjadi penurunan kesadaran, kejang,
papiledema, dan defisit neurologis yang luas. Tuberkulosis berpengaruh terhadap sumsum tulang
belakang secara langsung, melalui penekanan dari abses vertebra, dan produksi dari arachnoiditis.
Banyak pasien dengan gejala hiponatremia, Syndrome Inappropriate Anti Diuretic Hormone
(SIADH), dan yang jarang adalah dengan cerebral salt-wasting syndrome (CSW).
Penatalaksanaan Meningitis
a. Neonatus-1 bulan
1) Usia 0-7 hari, Ampicillin 50 mg/kgBB IV/ 8 jam atau dengan tambahan
gentamicin 2.5 mg/kgBB IV/ 12 jam.
2) Usia 8-30 hari, 50-100 mg/kgBB IV/ 6 jam atau dengan tambahan gentamicin
2.5 mg/kgBB IV/ 12 jam.
b. Bayi usia 1-3 bulan
1) Cefotaxim (50 mg/kgBB IV/ 6 jam)
2) Ceftriaxone (induksi 75 mg/kg, lalu 50 mg/kgBB/ 12 jam)
Ditambah ampicillin (50-100 mg/kgBB IV/ 6 jam)
Alternatif lain diberikan Kloramfenikol (25 mg/kgBB oral atau IV/ 12 jam)
ditambah gentamicin (2.5 mg/kgBB IV or IM / 8 hours).
2) Dosis dewasa
Cefotaxime – 2 g IV/ 4 jam
Bagan 2. Algoritma Tatalaksana Meningitis Suspek Bakteri pada Orang Dewasa Meningitis
Sifilitika
Terapi pilihan pada meningitis sifilitika adalah penisilin G kristal aqua dengan dosis 2-4
juta unit/hari setiap 4 jam selama 10-14 hari, sering pula diikuti pemberian penisilin G benzatin
IM dengan dosis 2.4 juta unit. Pilihan alternatif adalah penisilin G prokain dosis 2.4 juta unit/hari
IM dan probenesid dosis 500 mg oral setiap 6 jam selama 14 hari, diikuti pemberian penisilin G
benzatin IM dengan dosis 2.4 juta unit. Pasien dengan meningitis sifilitika disertai HIV dapat
diberikan yang serupa. Oleh karena penisilin G merupakan obat pilihan, pasien dengan alergi
penisilin harus menjalani penisilin desensitisasi. Setelah dilakukan pengobatan, pemeriksaan
cairan serebrospinal harus dilakukan secara teratur setiap 6 bulan sekali, hal ini penting dilakukan
untuk melihat keberhasilan terapi.
3. Meningitis Fungal
Pada meningitis akibat kandida dapat diberikan terapi inisial amphotericin B (0.7 mg/kgBB/hari),
biasanya ditambahkan Flucytosine (25 mg/kgBB/ 6 jam) untuk mempertahankan kadar dalam
serum (40-60 µg/ml) selama 4 minggu. Setelah terjadi resolusi, sebaiknya terapi dilanjutkan
selama minimal 4 minggu. Dapat pula diberikan sebagai follow-up golongan azol seperti
flukonazol dan itrakonazol.
4. Meningitis Tuberkulosa
Pengobatan meningitis tuberkulosa dengan obat anti tuberkulosis sama dengan tuberkulosis paru-
paru. Dosis pemberian adalah sebagai berikut :
a. Isoniazid 300 mg/hari
b. Rifampin 600 mg/hari
c. Pyrazinamide 15-30 mg/kgBB/hari
d. Ethambutol 15-25 mg/kgBB/hari
e. Streptomycin 7.5 mg/kgBB/ 12 jam
5. Meningitis Parasitik
Meningitis karena cacing ditatalaksana dengan terapi suportif seperti analgesia yang adekuat,
terapi aspirasi cairan serebrospinal dan antiinflamasi seperti kortikosteroid. Pemberian obat
antihelmintic dapat menjadi kontraindikasi karena dapat memperparah gejala klinis dan bahkan
menyebabkan kematian sebagai akibat dari peradangan hebat yang merupakan respon terhadap
proses penghancuran cacing.
Meningitis amuba yang diakibatkan oleh Naegleria fowleri adalah fatal. Diagnosis dini dan
pemberian dosis tinggi IV amfoterisin B atau mikonazol dan rifampisin dapat memberikan manfaat
terapi.