Anda di halaman 1dari 5

Islam Adalah Agama Yang Sempurna

Minggu, 4 Februari 2007 10:54:52 WIB


Kategori : Kitab : Dasar Islam
Kesepuluh
ISLAM ADALAH AGAMA YANG SEMPURNA

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Agama Islam sudah sempurna, tidak boleh ditambah dan dikurangi.


Kewajiban umat Islam adalah ittiba’.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

ِ ْ ‫ضيتُ لَكُ ُم‬


‫اْلس ََْل َم دِينًا‬ َ ُ‫ْاليَ ْو َم أ َ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم دِينَ ُك ْم َوأَتْ َم ْمت‬
ِ ‫علَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر‬

“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama
bagimu ...” [Al-Maa-idah: 3]

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah (wafat th. 774 H) menjelaskan, “Ini


merupakan nikmat Allah Azza wa Jalla terbesar yang diberikan kepada umat
ini, tatkala Allah menyempurnakan agama mereka. Sehingga, mereka tidak
memerlukan agama lain dan tidak pula Nabi lain selain Nabi mereka, yaitu
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu, Allah Azza wa
Jalla menjadikan beliau sebagai penutup para Nabi dan mengutusnya kepada
seluruh manusia dan jin. Sehingga, tidak ada yang halal kecuali yang beliau
halalkan, tidak ada yang haram kecuali yang diharamkannya, dan tidak ada
agama kecuali yang disyari’atkannya. Semua yang dikabarkannya adalah
haq, benar, dan tidak ada kebohongan, serta tidak ada pertentangan sama
sekali. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :

‫عد ًْل‬
َ ‫صدْقًا َو‬ ْ ‫َوت َ َّم‬
ِ َ‫ت َك ِل َمتُ َربِِّك‬

“Dan telah sempurna kalimat Rabb-mu (Al-Qur-an), (sebagai kalimat) yang


benar dan adil ...” [Al-An’aam: 115]

Maksudnya benar dalam kabar yang disampaikan, dan adil dalam seluruh
perintah dan larangan. Setelah agama disempurnakan bagi mereka, maka
sempurnalah nikmat yang diberikan kepada mereka. Oleh karena itu, Allah
Azza wa Jalla berfirman:

ِ ْ ‫ضيتُ لَكُ ُم‬


‫اْلس ََْل َم دِينًا‬ َ ُ‫ْاليَ ْو َم أ َ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم دِينَ ُك ْم َوأَتْ َم ْمت‬
ِ ‫علَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر‬

“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama
bagimu ...” [Al-Maa-idah: 3]

Maka ridhailah Islam untuk diri kalian, karena ia merupakan agama yang
dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla. Karenanya Allah mengutus Rasul
yang paling utama dan karenanya pula Allah menurunkan Kitab yang paling
mulia (Al-Qur-an).
Mengenai firman-Nya : ‫“ ا َ ْليَ ْو َم أ َ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم دِينَ ُك ْم‬Pada hari ini telah Ku-sempurnakan
untukmu agamamu.” ‘Ali bin Abi Thalhah berkata, dari Ibnu ‘Abbas
Radhiyallahu anhuma, “Maksudnya adalah Islam. Allah telah mengabarkan
Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang yang beriman bahwa
Allah telah menyempurnakan keimanan kepada mereka, sehingga mereka
tidak membutuhkan penambahan sama sekali. Dan Allah Azza wa Jalla telah
menyempurnakan Islam sehingga Allah tidak akan pernah menguranginya,
bahkan Allah telah meridhainya, sehingga Allah tidak akan memurkainya,
selamanya.”

Asbath mengatakan, dari as-Suddi, “Ayat ini turun pada hari ‘Arafah, dan
setelah itu tidak ada lagi ayat yang turun, yang menyangkut halal dan haram.
Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kembali dan setelah itu
beliau wafat.”

Ibnu Jarir dan beberapa ulama lainnya mengatakan, “Rasulullah Shallallahu


'alaihi wa sallam meninggal dunia setelah hari ‘Arafah, yaitu setelah 81 hari.”
Keduanya telah diriwayatkan Ibnu Jarir. Selanjutnya ia menceritakan, Sufyan
bin Waki’ menceritakan kepada kami, Ibnu Fudhail menceritakan kepada
kami, dari Harun bin Antarah, dari ayahnya, ia berkata, “Ketika turun ayat:
‫“ ا َ ْليَ ْو َم أ َ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم دِينَ ُك ْم‬Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu.” Yaitu
pada haji akbar (besar), maka ‘Umar Radhiyallahu anhu menangis, lalu Nabi
Shalalllahu 'alaihi wa salalm bertanya, “Apa yang menyebabkan engkau
menangis?” ‘Umar Radhiyallahu anhu menjawab, “Aku menangis disebabkan
selama ini kita berada dalam penambahan agama kita. Tetapi jika telah
sempurna, maka tidak ada sesuatu yang sempurna melainkan akan
berkurang.” Kemudian beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Engkau
benar.”

Pengertian tersebut diperkuat oleh sebuah hadits yang menegaskan sabda


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :

ِ‫طوبَى ل ِْلغُ َربَاء‬


ُ َ‫ ف‬،‫سيَع ُ ْود ُ َك َما بَدَأ َ غ َِر ْيبًا‬
َ ‫ َو‬،‫بَدَأ َ اْ ِْل ْسَلَ ُم غ َِر ْيبًا‬.

“Sesungguhnya Islam bermula dalam keadaan asing dan akan kembali


menjadi asing sebagaimana permulaannya, maka berbahagialah orang-orang
yang asing.” [1]

Dari Thariq bin Syihab, ia berkata, “Ada seorang Yahudi yang datang kepada
‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu, lalu berkata, ‘Wahai Amirul
Mukminin, sesungguhnya kalian membaca sebuah ayat dalam kitab kalian.
Jika ayat tersebut diturunkan kepada kami, orang-orang Yahudi, niscaya kami
akan menjadikan hari itu (hari turunnya ayat itu) sebagai Hari Raya.’ ‘Ayat
yang mana?’ tanya ‘Umar Radhiyallahu anhu. Orang Yahudi itu berkata, ‘Yaitu
firman-Nya:

ِ ْ ‫ضيتُ لَكُ ُم‬


‫اْلس ََْل َم دِينًا‬ َ ُ‫ْاليَ ْو َم أ َ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم دِينَ ُك ْم َوأَتْ َم ْمت‬
ِ ‫علَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر‬

‘… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama
bagimu ...’ [Al-Maa-idah: 3]

Maka ‘Umar Radhiyallahu anhu berkata, ‘Sesungguhnya aku telah mengetahui


hari dan tempat ketika ayat itu turun kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam. Diturunkannya ayat itu kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam, yaitu di ‘Arafah pada hari Jum’at.’”[2]

Demikianlah akhir dari penjelasan Imam Ibnu Katsir.[3]

A. Allah Azza wa Jalla Telah Menjelaskan Ushul dan Furu’ Agama Dalam al-
Qur-an [4]
Anda tentu tahu bahwa Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan dalam Al-Qur-
an tentang ushul (pokok-pokok) dan furu’ (cabang-cabang) agama Islam.
Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan tentang tauhid dengan segala macam-
macamnya, sampai tentang bergaul dengan sesama manusia seperti adab
(tata krama) pertemuan, tata cara minta izin dan lain sebagainya.
Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :

‫َّللاُ لَكُ ْم‬ َ ‫س ُحوا فِي ْال َم َجال ِِس فَا ْف‬
َ ‫س ُحوا يَ ْف‬
َّ ِ‫سح‬ َّ َ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا إِذَا قِي َل لَ ُك ْم تَف‬

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, ‘Berlapang-


lapanglah dalam majelis,’ maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu...” [Al-Mujaadilah: 11]

Dan firman-Nya :

‫علَ ٰى أ َ ْه ِل َها ۚ ٰذَ ِل ُك ْم َخ ْي ٌر لَّ ُك ْم لَعَلَّ ُك ْم تَذَ َّك ُرونَ فَإِن لَّ ْم ت َِجد ُوا فِي َها‬
َ ‫س ِلِّ ُموا‬
َ ُ ‫سوا َوت‬ُ ِ‫غي َْر بُيُوتِ ُك ْم َحت َّ ٰى ت َ ْست َأْن‬
َ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا َل ت َ ْد ُخلُوا بُيُوتًا‬
َّ ‫ار ِجعُوا ۖ ه َُو أ َ ْزك َٰى لَكُ ْم ۚ َو‬
َ َ‫َّللا ُ ِب َما ت َ ْع َملُون‬
‫علِي ٌم‬ ْ َ‫ار ِجعُوا ف‬ ْ ‫أ َ َحدًا فَ ََل تَدْ ُخلُوهَا َحت َّ ٰى يُؤْ ذَنَ لَكُ ْم ۖ َو ِإن قِي َل لَكُ ُم‬

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang


bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada
penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.
Dan jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya, maka janganlah
kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu,
‘’Kembalilah !’ Maka (hendaklah) kamu kembali. Itu lebih suci bagimu, dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [An-Nuur: 27-28]

Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan pula kepada kita dalam Al-Qur-an
tentang kewajiban wanita muslimah untuk memakai jilbab (busana
muslimah) yang sesuai dengan syari’at.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

‫ورا‬ً ُ‫غف‬ َّ َ‫علَ ْي ِه َّن مِ ن َج ََلبِيبِ ِه َّن ۚ ٰذَلِكَ أ َ ْدن َٰى أَن يُ ْع َر ْفنَ فَ ََل يُؤْ ذَيْنَ ۗ َو َكان‬
َ ُ‫َّللا‬ َ َ‫ساءِ ْال ُمؤْ مِ نِينَ يُ ْدنِين‬
َ ِ‫اجكَ َوبَنَاتِكَ َون‬ ُّ ِ‫يَا أَيُّ َها النَّب‬
ِ ‫ي قُل ِِِّل َ ْز َو‬
‫َّرحِ ي ًما‬

“Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu,


dan isteri-isteri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk
dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” [Al-Ahzaab: 59]

Juga firman-Nya:

‫َو َل يَض ِْربْنَ بِأ َ ْر ُج ِل ِه َّن ِليُ ْعلَ َم َما ي ُْخفِينَ مِن ِزينَتِ ِه َّن‬

“… Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan


yang mereka sembunyikan ...” [An-Nuur : 31]
Allah juga telah menjelaskan kepada kita tentang adab masuk rumah,
sebagaimana firman-Nya:

‫ورهَا َو ٰلَك َِّن ْالبِ َّر َم ِن اتَّقَ ٰى ۗ َوأْتُوا ْالبُيُوتَ مِ ْن أَب َْوابِ َها‬ ُ ‫ْس ْالبِ ُّر بِأَن ت َأْتُوا ْالبُيُوتَ مِ ن‬
ِ ‫ظ ُه‬ َ ‫ۗۗ َولَي‬

“… Dan bukanlah suatu kebajikan itu memasuki rumah-rumah dari


belakangnya, akan tetapi kebajikan itu adalah (kebajikan) orang yang
bertakwa, dan masukilah rumah-rumah itu dari pintu-pintunya ...” [Al-
Baqarah: 189]

Dan masih banyak lagi ayat seperti ini. Dengan demikian jelaslah bahwa
Islam adalah agama yang sempurna, mencakup segala aspek kehidupan,
tidak boleh ditambahi dan tidak boleh dikurangi. Sebagaimana firman Allah
Azza wa Jalla tentang al-Qur-an:

َ ‫علَيْكَ ْال ِكت‬


ْ ‫َاب تِ ْبيَانًا ِلِّ ُك ِِّل ش‬
‫َيء‬ َ ‫َون ََّز ْلنَا‬

“… Dan Kami turunkan kepadamu kitab (Al-Qur-an) untuk menjelaskan


segala sesuatu ...” [An-Nahl: 89]

Dengan demikian, tidak ada sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia baik yang
menyangkut masalah kehidupan di akhirat maupun masalah kehidupan di
dunia, kecuali telah dijelaskan Allah Azza wa Jalla di dalam Al-Qur-an secara
tegas atau dengan isyarat, secara tersurat maupun tersirat.

Adapun firman Allah Azza wa Jalla :

َ‫َيء ۚ ث ُ َّم إِلَ ٰى َربِِّ ِه ْم يُحْ ش َُرون‬


ْ ‫ب مِ ن ش‬ ْ ‫ير بِ َجنَا َح ْي ِه إِ َّل أ ُ َم ٌم أ َ ْمثَالُ ُكم ۚ َّما فَ َّر‬
ِ ‫طنَا فِي ْال ِكت َا‬ ِ ‫َو َما مِ ن دَابَّة فِي ْاِل َ ْر‬
َ ‫ض َو َل‬
ُ ِ‫طائِر يَط‬

“Dan tidak ada seekor binatangpun yang ada di bumi dan burung-burung
yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan
umat-umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan
di dalam Al-Kitab. Kemudian kepada Rabb-lah mereka dikumpulkan.” [Al-
An’aam: 38]

Ada yang menafsirkan “Al-Kitab” di sini adalah Al-Qur-an, padahal


sebenarnya yang dimaksud yaitu “Lauh Mahfuzh”. Karena apa yang
dinyatakan oleh Allah Azza wa Jalla tentang al-Qur-an dalam firman-Nya:
“Dan Kami turunkan kepadamu kitab (Al-Qur-an) untuk menjelaskan segala
sesuatu,” lebih tegas daripada yang dinyatakan dalam firman-Nya: “Tidaklah
Kami alpakan sesuatu pun di dalam al-Kitab”.

Mungkin ada orang yang bertanya: “Adakah ayat di dalam Al-Qur-an yang
menjelaskan jumlah shalat lima waktu berikut bilangan raka’at tiap-tiap
shalat? Bagaimanakah dengan firman Allah Azza wa jalla yang menjelaskan
bahwa Al-Qur-an diturunkan untuk menerangkan segala sesuatu, padahal
kita tidak menemukan ayat yang menjelaskan bilangan raka’at tiap-tiap
shalat ?”

Jawabnya: Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan di dalam Al-Qur-an


bahwasanya kita diwajibkan mengambil dan mengikuti segala apa yang telah
disabdakan dan dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal
ini berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla:
َّ ‫ع‬
َ‫َّللا‬ َ َ ‫سو َل فَقَ ْد أ‬
َ ‫طا‬ ُ ‫الر‬
َّ ‫َّمن يُطِ ِع‬

“Barangsiapa yang mentaati Rasul (Muhammad) maka sesungguhnya ia telah


mentaati Allah…” [An-Nisaa’: 80]

Juga firman-Nya:

َ ‫سو ُل فَ ُخذُوهُ َو َما نَ َهاكُ ْم‬


‫ع ْنهُ فَانت َ ُهوا‬ َّ ‫َو َما آت َا ُك ُم‬
ُ ‫الر‬

“… Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah ...” [Al-Hasyr: 7]

Maka segala sesuatu yang telah dijelaskan oleh Sunnah Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam, sesungguhnya al-Qur-an telah menunjukkannya pula.
Karena Sunnah termasuk juga wahyu yang diturunkan dan diajarkan oleh
Allah Azza wa Jalla kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

َ‫َاب َو ْالحِ ْك َمة‬


َ ‫علَيْكَ ْال ِكت‬ َّ ‫َوأَنزَ َل‬
َ ُ‫َّللا‬

“… Dan (juga karena) Allah telah menurunkan al-Kitab (Al-Qur-an) dan al-
Hikmah (as-Sunnah) kepadamu ...” [An-Nisaa’: 113]

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

َ ‫أَلَ إِنِِّي أ ُ ْو ِتيْتُ ْال ِكت‬...


ُ‫َاب َومِ ثْلَهُ َمعَه‬

“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan Al-Kitab (Al-Qur-an) dan yang


sepertinya (yaitu As-Sunnah) bersamanya.” [5]

Dengan demikian, apa yang disebutkan dalam Sunnah, maka sebenarnya


telah disebutkan pula dalam Al-Qur-an.

[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang
Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Po
Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 3]
_______
Footnote
[1]. HR. Muslim dalam Kitabul Iman (no. 145 (232)) dari Shahabat Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu.
[2]. HR. Al-Bukhari (no. 45, 4407, 4606, 7268) dan Muslim (no. 3017 (5)),
dari Thariq bin Shihab Radhiyallahu anhu.
[3]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir (II/15-16), cet I, Maktabah Daarus Salam th.
1413 H.
[4]. Sub bahasan ini dinukil dari kutaib al-Ibdaa’ fi Kamaalisy Syar’i wa
Khatharil Ibtidaa’ oleh Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin
rahimahullah.
[5]. HR. Abu Dawud (no. 4604) dan Ahmad (IV/131), dari Shahabat al-
Miqdam bin Ma’dikarib.

Anda mungkin juga menyukai