Disusun oleh:
NPM 1102015163
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana
Kedokteran
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
BAB I
PENDAHULUAN
Tuna wicara adalah suatu kelainan dalam berbicara normal yang meliputi
kelainan pengucapan ( artikulasi ) maupun suara, sehingga menyebabkan
kesulitan dalam melakukan komunikasi.Salah satu penyebab tuna wicara adalah
gangguan saraf tetapi paling banyak terjadi karena gangguan
pendengaran(Harvey et al, 1995;Muljono dan Sudjadi, 1994).Oleh sebab itu
sampel yang kami ambil adalah penderita tuna wicara dikarenakan penderita tuna
wicara mengalami kelainan yang berkaitan dengan bibir.
Seperti yang telah dijelaskan diatas sidik bibir mempunyai banyak sekali
kelebihan untuk mengidentifikasi suatu individu.Namun penggunan sidik bibir
sebagai alat identifikasi masih jarang digunakan dan jarang diketahui di indonesia.
Padahal sidik bibir merupakan cara yang sederhana,murah,dan mudah untuk
mengidentifikasi suatu individu.Berdasarkan penjelasan diatas, maka dilakukan
penelitian untuk mengidentifikasi jumlah alur bibir posisi tersenyum dan
mencium pada penderita tuna wicara di jakarta untuk mengetahui apakah ada
perbedaan pada jumlah alur masing masing posisi tersebut.
1. Berapa jumlah alur bibir pada posisi tersenyum penderita tuna wicara?
2. Berapa jumlah alur bibir pada posisi mencium seorang penderita tuna
wicara?
3. Apakah ada perbedaan jumlah alur pada posisi mencium dan tersenyum
seorang penderita tuna wicara ?
Mengetahui perbedaan jumlah alur bibir pada posisi tersenyum dan mencium pada
penderita tuna wicara.
2. Mengetahui jumlah alur bibir pada posisi mencium seorang penderita tuna
wicara.
Sebagai informasi untuk masyarakat indonesia tentang pola bibir tuna wicara
yang dapat dijadikan sebagai alat identifikasi.
Kajian Pustaka
Kerutan dan alur pada mukosa bibir (disebut sulci labiorum) membentuk
suatu pola khas yang disebut "sidik bibir ," studi yang mempelajari sidik bibir
tersebut dikenal sebagai cheiloscopy (Khushali Shah,et al.2015).
A. Jenis kelamin
Sejumlah penelitian membuktikan bahwa pola sidik bibir dapat
digunakan untuk mengidentifikasi jenis kelamin individu. Pola garis
vertikal lebih umum ditemukan pada perempuan dan pola berpotongan
lebih banyak ditemukan pada laki-laki.
Berdasarkan variasi sidik bibir. Pola sidik bibir tipe I merupakan
pola sidik bibir yang paling banyak muncul pada kelompok jenis kelamin
pria dan tipe IV banyak ditemukan pada jenis kelamin wanita. Pola tipe III
paling sedikit muncul pada jenis kelamin wanita, sedangkan pola tipe V
paling sedikit dijumpai pada jenis kelamin pria dengan menggunakan
klasifikasi Suzuki. (Indri.2015)
B. Genetic
Sidik bibir bersifat genetik dan individual. Anak-anak memiliki
pola sidik bibir yang sama dengan orang tua mereka walaupun lokasinya
berbeda (berada pada kuadran bibir yang berbeda) sehingga sidik bibir dari
setiap orang bersifat unik, berbeda antara satu orang dengan orang lainnya
(Indri.2015)
C. Ras
Sauer (1992) membagi klasifikasi ras manusia menjadi 3 ras utama
yaitu, ras Kaukasoid, ras Mongoloid, dan ras Negroid.Faktor perbedaan
ras pada pola sidik bibir didukung oleh beberapa literatur yang
menyebutkan bahwa adanyaperbedaan ketebalan bibir pada populasi ras
yang berbeda. Bibir tipis (thin lips) secara khas ditemukan pada populasi
kulit putih dan populasi ras Kaukasoid. Bibir sedang (mediumlips) dengan
ketebalan 8-10 mm seringditemukan pada semua populasi. Bibir tebal atau
sangat tebal (thick or very thik lips)memiliki bentuk yang kembung atau
sangat besar. Karakteristik bibir ini biasanya ditemukan pada populasi ras
Negroid. Bibi rcampuran (mix lips) biasanya ditemukan pada populasi ras
Mongoloid. Hal ini menggambarkan bahwa selain tipe pola sidik bibir,
ketebalan bibir tiap ras juga berbeda (Sitti Nur Qomariah.2016) .
D. Usia
Usia juga dapat mempengaruhi pola sidik bibir seseorang
berdasarkan usia kematangan bibir. Bibir mencapai kematangan bentuk
pada akhir masa remaja. Bibir atas perempuan mencapai kematangan bibir
diatas usia 14 tahun dan bibir bawah padausia16 tahun, sedangkan bibir
atas dan bawah laki-laki mencapai kematangan bibir pada usia 18 tahun.
Pada usia pertengahan hingga akhir 30-an terjadi perubahan pada wajah
bagian atas, kecuali bibir yang tidak menunjukkan perubahan bentuk pada
usia tersebut. Setelah usia 40 tahun, terjadi keriput pada kulit yang
berdekatan dan penipisan bibir menyebabkan perubahan pola sidik bibir
(Sitti Nur Qomariah.2016) .
2.1.3 klasifikasi pola sidik bibir
Klasifikasi pola sidik bibir menurut Qomariah,dkk dapat dilihat pada tabel
dibawah
Type I’ terlihat mirip seperti tipe I namun pola alur tidak pada seluruh
bagian bibir
Type V pola alur yang bukan salah satu dari tipe tipe di atas atau pola alur
bentuk lainnya
(Indri.2015)
Metode lipstik
Perbedaan antara metode single motion dan metode prabu terletak pada
cara penempelan selotif ke bibir subjek, jika pada metode single motion selotip
ditempelkan searah dari arah kanan ke kiri atau sebaliknya kemudian selotif
dilepas searah, akan tetapi jika metode prabu, selotif ditempelkan pada bibir
bagian tengah kemudian baru selotif ditekankan pada bibir bagian kanan dan kiri.
Faktor Biologis
1. Usia
2. Jenis Kelamin Pola Sidik Bibir
3. Genetik
4. Ras
Variabel Dependen:
Variabel Independen:
Jumlah Alur Bibir Posisi Tersenyum
Penderita Tuna Wicara dengan Mencium Penderita Tuna
Wicara
2.4 Hipotesis
H0: Tidak ada hubungan antara penderita tuna wicara terhadap Jumlah alur bibir
posisi tersenyum dengan mencium penderita tuna wicara.
H1: Ada hubungan antara penderita tuna wicara terhadap Jumlah alur bibir posisi
tersenyum dengan mencium penderita tuna wicara.
METODE PENELITIAN
1.3 Populasi
1.4 Sampel
Jenis data yang digunakan adalah data primer dari penderita tuna
wicara yang berada di panti sosial bina runggu wicara "melati" jakarta.
Data primer adalah data yang telah direncanakan untuk penelitian dan
didapatkan dari hasil sidik bibir penderita tuna wicara.
Pengumpulan Data
menggunakan metode
lipstik
Analisa Data
1.12 Jadwal Penelitian
Daftar Pustaka
1. Indri, S.S. 2015. Identifikasi Individu dan Jenis Kelamin Berdasarkan Pola
Sidik Bibir.jurnal kedokteran dan kesehatan(2) : 231-236.
5. Khushali, K,S, et al. J. Pharm. Sci. & Res. Vol. 7(9), 2015, 731-73