Anda di halaman 1dari 16

TUTORIAL KLINIK

SMF/Laboratorium Ilmu Obstetri dan Ginekologi


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

KETUBAN PECAH DINI ATERM

Disusun Oleh :
Ajeng Tri Aulia Nanis 1910017009
Herman Yusuf Asmardani 1910017013
Pascalius Aprilian Mangge 1910017072

Pembimbing
Dr. dr. Novia Fransiska Ngo , Sp.OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada


SMF/Laboratorium Ilmu Obstetri dan Ginekologi
Program Studi Pendidikan Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Samarinda

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tutorial Klinik tentang “Ketuban Pecah Dini Aterm”.
Makalah ini disusun dalam rangka tugas Kepaniteraan Klinik di Laboratorium Obstetri dan
Ginekologi Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Dalam penulisan ini, penyusun juga ingin menghaturkan banyak terima kasih kepada
Dr.dr. Novia Fransiska Ngo, Sp.OG atas waktunya untuk membimbing penyusun di sela-sela
kesibukannya. Banyak ilmu yang penyusun dapat dari arahan beliau yang bisa membantu dalam
kehidupan penyusun.

Penyusun sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini, oleh sebab itu
penyusun mengharapkan pembaca dapat memberi saran dan kritik yang dapat membangun demi
perbaikan tinjauan pustaka ini. Akhirnya, penyusun berharap agar makalah ini dapat bermanfaat
menambah wawasan dan pengetahuan tentang toksikologi forensic dan menjadi bekal di masa
mendatang.

Samarinda, 19 Juli 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................4
1.2 Tujuan...............................................................................................................................4
1.2.1 Tujuan Umum............................................................................................................4
1.2.2 Tujuan Khusus...........................................................................................................4
1.3 Manfaat.............................................................................................................................5
1.3.1 Manfaat Ilmiah...........................................................................................................5
1.3.2 Manfaat bagi pembaca...............................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................6
2.1 Definisi..............................................................................................................................6
2.2 Klasifikasi.........................................................................................................................6
2.2.1 Ketuban Pecah Dini Preterm.....................................................................................6
2.2.2 Ketuban Pecah Dini Aterm........................................................................................6
2.3 Epidemiologi.....................................................................................................................6
2.4 Etiologi..............................................................................................................................7
2.5 Faktor Risiko.....................................................................................................................7
2.6 Patofisiologi......................................................................................................................7
2.7 Diagnosis...........................................................................................................................8
2.7.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik............................................................................9
2.7.2 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................10
2.8 Komplikasi......................................................................................................................10
2.8.1 Persalinan Prematur.................................................................................................10
2.8.2 Infeksi......................................................................................................................10
2.8.3 Hipoksia dan Asfiksia..............................................................................................11
2.8.4 Sindroma deformitas janin.......................................................................................11
2.9 Penatalaksanaan..............................................................................................................11
2.9.1 Terapi Konservatif...................................................................................................12
2.9.2 Manajemen Aktif.....................................................................................................12
BAB 3 PENUTUP.........................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................15
1 BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketuban pecah dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya
persalinan. Masalah KPD memerlukan perhatian yang lebih besar, karena prevalensinya yang
cukup besar dan cenderung meningkat. Kejadian KPD aterm terjadi pada sekitar 6,46% - 15,6%
kehamilan aterm dan KPD preterm terjadi pada sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan
7,4% dari kehamilan kembar [ CITATION POG16 \l 1033 ].
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan bahwa kasus KPD di
Indonesia masih cukup tinggi yaitu sebanyak 284.838 kasus yang merupakan kasus komplikasi
terbanyak dibandingkan dengan kehamilan ektopik, preeklampsia, eklampsia, plasenta previa,
dan perdarahan pasca persalinan [ CITATION Zei17 \l 1033 ]. Di Propinsi Kalimantan Timur,
terdapat sekitar 1.360 kasus KPD [ CITATION Han13 \l 1033 ].
Hasil penelitian Fatkihiyah di tahun 2008 menyebutkan dampak ketuban pecah dini
adalah asfiksia pada bayi, dengan prevalensi 60,9%. Angka kejadian ketuban pecah dini
walaupun relatif kecil, tetapi dapat memberikan pengaruh yang cukup besar sebagai awal
terjadinya komplikasi pada janin bahkan sampai kematian janin. Berdasarkan hasil penelitian
Tjandrarini bahwa dari persalinan ketuban pecah dini terdapat 25,3% bayinya mengalami gawat
janin yang berlanjut menjadi asfiksia.
Manajemen KPD saat ini sangat bervariasi. Manajemen bergantung pada pengetahuan
mengenai usia kehamilan dan penilaian risiko relative persalinan preterm versus manajemen
ekspektatif. Seiring dengan bertambahnya pengetahuan dan pemahaman mengenai risiko-risiko
serta faktor-faktor yang mempengaruhi [ CITATION POG16 \l 1033 ]

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Mengetahui tentang Ketuban Pecah Dini (KPD) khususnya KPD aterm.

1.2.2 Tujuan Khusus


Mengetahui teori tentang ketuban pecah dini yang mencakup definisi, epidemiologi,
etiologi, faktor resiko, patofisolofi, tanda dan gejala, diagnosis, penatalaksanaan, dan komplikasi.
1.3 Manfaat

1.3.1 Manfaat Ilmiah


Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran terutama bidang
Obstetri dan Ginekologi, khususnya tentang ketuban pecah dini.

1.3.2 Manfaat bagi pembaca


Laporan ini diharapkan menjadi sumber pengetahuan bagi pembaca mengenai ketuban
pecah dini.
2 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagain pecahnya selaput ketuban sebelum
terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu
dan disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia 37
minggu atau KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM)
[ CITATION POG16 \l 1033 ].

2.2 Klasifikasi

2.2.1 Ketuban Pecah Dini Preterm


Ketuban pecah dini preterm adalah pecah ketuban yang terbukti dengan vaginal pooling,
tes nitrazin dan tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan <37 minggu sebelum onset
persalinan. KPD sangat preterm adalah pecah ketuban saat umur kehamilan ibu antara 24 sampai
kurang dari 34 minggu. Sedangkan KPD preterm saat umur kehamilan ibu antara 34 minggu
sampai kurang 37 minggu [ CITATION POG16 \l 1033 ].

2.2.2 Ketuban Pecah Dini Aterm


Ketuban pecah dini/ premature rupture of membranes (PROM) adalah pecahnya ketuban
sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1
(+) pada usia kehamilan lebih dari sama dengan 37 minggu hingga 44 minggu [ CITATION
POG16 \l 1033 ].

2.3 Epidemiologi
Angka kejadian ketuban pecah dini bervariasi. Kejadian KPD terjadi sekitar 6 - 19%
dari seluruh kehamilan dan biasanya kejadian KPD preterm sekitar 2% dari seluruh kehamilan.
Lima persen di antaranya segera diikuti oleh persalinan dalam 5 – 6 jam, sekitar 95% diikuti
persalinan dalam 72 – 95 jam, dan selebihnya memerlukan tindakan konservatif atau aktif
dengan menginduksi persalinan atau operatif (RCOG, 2010; Manuaba, 2007). Pada penelitian
yang dilakukan oleh Fetrisia (2013), yang melaporkan bahwa lebih banyak terjadi pada
kehamilan cukup bulan dari pada kurang bulan. Pada kehamilan cukup bulan terjadi 70 %,
sedangkan pada kehamilan kurang bulan terjadi sekitar 30 % kehamilan.
Insiden Ketuban Pecah Dini (KPD) di Indonesia berkisar 4,5%-7,6% dari seluruh
kehamilan tahun 2011, sedangkan di luar negeri (di negara-negara Asia lainnya seperti
Malaysia, Thailand, Filipina, India, insiden KPD antara 6%-12%. Pada kehamilan dengan
KPD, sebagian besar kasus ditemukan mulut rahim yang belum matang, 30–40% mengalami
gagal induksi sehingga diperlukan tindakan operasi, sedangkan sebagian lain mengalami
hambatan kemajuan persalinan dengan peningkatan risiko infeksi pada ibu dan janin. Kejadian
amnionitis dilaporkan 15–23% pada penderita hamil dengan ketuban pecah dini [ CITATION
Pra11 \l 1033 ].

2.4 Etiologi
Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi
dalam kolagen matriks ekstraselular amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran
janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban
dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin, sitokin, dan protein hormone yang
merangsang aktivitas “matrix degrading enzyme” [ CITATION Pra10 \l 1033 ]

2.5 Faktor Risiko


Berbagai faktor risiko berhubungan dengan KPD, khususnya pada kehamilan preterm.
Pasien berkulit hitam memiliki risiko yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pasien
kulit putih. Pasien lain yang juga berisiko adalah pasien dengan status sosioekonomi rendah,
perokok, mempunyai riwayat infeksi menular seksual, memiliki riwayat persalinan prematur,
riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya, perdarahan pervaginam atau distensi
uterus (misalnya pasien dengan kehamilan multiple dan polihidroamnion). Prosedur yang dapat
berakibat pada kejadian KPD aterm antara lain sirklase dan amniosentesis [ CITATION Pra10 \l
1033 ].

2.6 Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena meluruh selaput
ketuban rapuh.Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah
dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks
metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.
Mendekati waktu persalianan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada
degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membrane janin. Aktivitas degradasi
proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis dimana terjadi
peningkatan MMP, cenderung terjadi ketuban pecah dini.
Selaput ketuban yang sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput
ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan
pembesaran uterus, kontraksi rahim,dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan
biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal
fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan premature disebabkan oleh adanya faktor-faktor
eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini premature sering
terjadi pada polihidramnion, inkompeten serviks, solusio plasenta [ CITATION Pra10 \l 1033 ].

2.7 Diagnosis
Ada beberapa hal yang harus ditentukan untuk menganalisis bahwa cairan yang keluar
merupakan cairan air ketuban. Adapun cara untuk menilai bahwa cairan yang keluar itu
merupakan cairan air ketuban adalah sebagai berikut :
1. Tentukan pecahnya selaput ketuban. Ditentukan dengan adanya cairan ketuban di vagina,
jika tidak ada, dapat dicoba dengan gerakan sedikit bagian bawah janin atau meminta pasien
batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan test lakmus
(nitrazin test) merah menjadi biru, membantu dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan
usia kehamilan kelainan janin.
2. Tentukan usia kehamilan bila perlu dengan USG.
3. Tentukan ada tidaknya infeksi, tanda-tanda infeksi : suhu ibu ≥ 38 C, air ketuban keruh dan
berbau. Pemeriksaan air ketuban dengan tes LEA (Leukosit Esterase), leukosit darah
>15.000/ mm3, janin yang mengalami takikardi, mungkin mengalami infeksi intra uterine.
4. Tentukan tanda-tanda inpartu, tentukan adanya kontraksi yang teratur, periksa dalam
dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan) antara lain untuk
melihat skor pelvik.
Secara klinik diagnosis KPD tidak sukar dibuat. Anamnesa pada klien dengan keluarnya
air seperti kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat menilai itu mengarah ke KPD.
Untuk menentukan betul tidaknya terjadi KPD bisa dilakukan dengan cara :
1. Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa (lemak putih), rambut
lanugo atau bulu-bulu halus bila telah terinfeksi bau.
2. Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis
servikalis pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban pada forniks
posterior.
3. Terdapat infeksi genital (sistemik)
4. Gejala Chorioamnionitis
a. Maternal: demam dan takikardi, uterine tenderness, cairan amnion yang keruh,
leukositosis (peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit esterase (LEA) meningkat,
kultur darah/ urine
b. Fetal: takikardi, kardiotokografi, profibiofisik, volume cairan ketuban berkurang.
5. Tes valsava (tes dengan melakukan ekspirasi paksa), tes valsava dapat dilakukan dengan
cara melakukan ekspirasi paksa dengan menutup mulut dan hidung yang akan menambah
tekanan pada telinga dan tekanan pada bagian fundus, sehingga jika terjadi KPD, maka air
ketuban akan keluar [ CITATION Fad11 \l 1033 ].

2.7.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


Dari anamnesis perlu diketahui waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi
dan taksiran persalinan, riwayat KPD aterm sebelumnya dan faktor risikonya. Pemeriksaan
dalam vagina yang terlalu sering dan tanpa indikasi sebaiknya dihindari karena hal ini akan
meningkatkan risiko infeksi neonatus. Pemeriksaan fisik sebaiknya menggunakan spekulum.
Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk menilai adanya servisitis, prolapse tali pusat, atau
prolaps bagian terbawah janin (pada presentasi bukan kepala), menilai dilatasi dan pendataran
serviks, mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD aterm secara visual.
Jika terdapat kecurigaan adanya sepsis, ambil dua swab serviks. Satu sediaan dikeringkan
untuk diwarnai dengan pewarnaan gram, bahan lainnya diletakkan di medium transport untuk
kultur.
Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan lagi pemeriksaan
lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika diagnosis tidak dapat dikonfirmasi, lakukan tes
PH dari forniks posterior vagina dan cari arborization of fluid dari forniks posterior vagina. Jika
tidak terlihat adanya aliran cairan amnion, pasien tesebut dapat dipulangkan dari rumah sakit,
kecuali jika terdapat kecurigaan yang kuat ketuban pecah dini. Semua presentasi bukan kepala
yang datang dengan KPD aterm harus dilakukan pemeriksaan dalam vagina untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya prolaps tali pusat [ CITATION POG16 \l 1033 ].

2.7.2 Pemeriksaan Penunjang


1. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk menilai indeks
cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks cairan amnion yang
berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tikdan adanya pertumbuhan janin
terhambat (PJT) maka kecurigaan akan ketuban pecah sangatlah besar, walaupun normalnya
volume cairan ketuban tidak dapat menyingkirkan diagnosis. Selain itu USG dapat
digunakan untuk menilai taksiran berat janin, usia gestasi dan presentasi janin, dan kelainan
kongenital janin [ CITATION POG16 \l 1033 ].

2. Pemeriksaan Laboratorium
Jika diagnosis KPD aterm masih belum jelas setelah menjalani pemeriksaan fisik, tes
nitrazin dan tes fern perlu dipertimbangkan. Pemeriksaan seperti Insuline-Like Growth
Factor Binding Protein 1 (IGFBP-1) sebagai penanda dari persalinan preterm, kebocoran
cairan amnion, atau infeksi vagina terbuktu memiliki sensitivitas yang rendah [ CITATION
POG16 \l 1033 ].

2.8 Komplikasi

2.8.1 Persalinan Prematur


Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam 24 jam setelah
ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada
kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu [ CITATION Soe14
\l 1033 ].
2.8.2 Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya
terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur,
infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban
pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten (Soewarto,2014).

2.8.3 Hipoksia dan Asfiksia


Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin
dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat
(Soewarto,2014).

2.8.4 Sindroma deformitas janin


Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasia
pulmonal (Soewarto,2014).

2.9 Penatalaksanaan
KPD termasuk dalam kehamilan berisiko tinggi. Kesalahan dalam mengelolah KPD akan
membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.
Penatalaksanaan KPD masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan. Kasus KPD yang
cukup bulan, jika kehamilan segera diakhiri, maka akan akan meningkatkan insidensi secsio
sesarea dan apabila menunggu persalinan spontan, maka akan meningkatkan insiden
chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan jika menempuh cara-cara aktif harus di
pastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan jika menempuh cara konservatif dengan maksud
memberikan waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang
akan memeperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan tidak di ketahui secara pasti
segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan
letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS
dibandingkan dengan sepsis. Oleh Karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-
hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan matang,
choriamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama meningkatnya
morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung
berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya periode laten.
Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen aktif dan
ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah penanganan dengan pendekatan tanpa intervensi,
sementara manajemen aktif melibatkan klinisi untuk lebih aktif mengintervensi persalinan
[ CITATION POG16 \l 1033 ].

2.9.1 Terapi Konservatif


Penatalaksanaan konservatif ketuban pecah dini pada kehamilan preterm antara lain:
a. Rawat di rumah sakit, ditidurkan dengan posisi trendelenburg position, tidak perlu
dilakukan pemeriksaan dalam mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan
mencapai 37 minggu.
b. Berikan antibiotika (Ampisilin 4 x 500 mg atau Eritromisin bila tidak tahan Ampisilin)
dan Metronidazole 2 x 500 mg selama 7 hari.
c. Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu dirawat selama air ketuban masih keluar, atau
sampai air ketuban tidak keluar lagi. Pemberian Magnesium Sulfat sebagai brain
protector dengan dosis 4 gram sebagai dosis inisial dalam 20 menit, dilanjutkan dengan 1
gram/jam sampai lahir, maksimum 24 jam.
d. Pada usia kehamilan 32 – 34 minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan paru
janin. Sediaan terdiri atas betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari atau
deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali).
e. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif
maka beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
f. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik
(salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
g. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dengan rejimen
Ampisilin 2 g intravena setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti oleh Amoksisilin (500 mg
per oral tiga kali sehari atau 875 mg secara oral dua kali sehari) selama lima hari dan
lakukan induksi.
h. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit tanda-tanda infeksi intrauterin).
2.9.2 Manajemen Aktif
Kasus ketuban pecah dini pada kehamilan aterm penatalksanaan berupa penanganan aktif,
antara lain:
1. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal lakukan terminasi
kehamilan perabdominam. Dapat pula diberikan misoprostol 50 μg intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali.
2. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan di akhiri:
 Bila skor pelvik <5 lakukan pematangan serviks kemudian induksi. Jika tidak
berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
 Bila skor pelvik >5 induksi persalinan, partus pervaginam

Tabel 2.1 Medikamentosa yang digunakan pada ketuban pecah dini [ CITATION POG16 \l 1033
]
Magnesium Magnesium Sulfat IV : diberikan secara bolus 6 gr selama
Untuk efek neuroproteksi pada 40 menit untuk dosis pemeliharaan sampai persalinan atau
PROM <31 minggu bila persalinan sampai 12 jam terapi
diperkirakan dalam waktu 24 jam
Kortikosteroid - Betamethasone 12 mg IM setiap 24 jam dikali 2 dosis
Untuk menurukan risiko sindrom - Dexamethasone 6 mg IM setiap 12 jam
distress pernapasan
Antibiotik - Ampicilin 2 gr IV setiap 6 jam dan Eritsomisin 250 mg
Untuk memperlama masa laten IV setiap 6 jam selama 48 jam dikali 4 dosis diikuti
dengan
- Amoxicillin 250 mg po setiap 8 jam selama 5 hari dan
- Eritromisin 333 mg po setiap 8 jam selama 5 hari.
Jika alergi ringan dengan penisilin dapat digunakan
- Cefazolin 1 gr IV setiap 8 jam selama 48 jam dan
eritromisin 250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam
diikuti dengan
- Cephalexin 500 mg po setiap 6 jam selama 5 hari dan
eritromisin 333 mg po setiap 8 jam selama 5 hari
Jika alergi berat penisilin, dapat diberikan
- Vancomycin 1 gr IV setiap 12 jam selama 48 jam dan
eritromisin 250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam di
ikuti dengan
- Clindamycin 300 mg po setiap 8 jam selama 5 hari
3 BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ketuban pecah dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya
persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut
KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia 37 minggu atau
KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM). Kejadian KPD aterm
terjadi pada sekitar 6,46% - 15,6% kehamilan aterm dan KPD preterm terjadi pada sekitar 2-3%
dari semua kehamilan tunggal.
Sebelum diagnosis KPD ditegakkan, maka harus memperhatikan beberapa hal yaitu :
menentukan apakah benar terdapat ketubah pecah dini atau tidak dengan melihat atau ibu
mengeluhkan adanya keluar cairan dari jalan lahir, kemudian tentukan usia kehamilan, cari
adanya tanda-tanda infeksi serta apakah ada tanda-tanda inpartu atau tidak. Jika belum jelas
dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan ultrasonografi dan
pemeriksaan laboratorium.
Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen aktif dan
ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah penanganan dengan pendekatan tanpa intervensi,
sementara manajemen aktif melibatkan klinisi untuk lebih aktif mengintervensi persalinan.
4 DAFTAR PUSTAKA

Fadlun. (2011). Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba Medika.

Handayani, R., & Adiasasmita, A. (2013). Kejadian Komplikasi Maternal: Pelaporan di Rumah
Sakit dan Hasil Riskesdas di Indonesia Tahun 2010 (Analisis SIRS dan Riskesdas).
Skripsi.

POGI. (2016). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran "Ketuban Pecah Dini". Jakarta:
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal.

Prabantoro, B. (2011). Peran Endonuclease-G sebagai Biomarker Penentu Apoptosis Sel Amnion
pada Kehamilan dengan Ketuban Pecah Dini. Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga.

Prawirohardjo, S. (2014). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.

Soewarto, S. (2014). Ketuban Pecah Dini. In S. Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan (pp. 677-682).
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Zein, H. (2017). Hubungan Faktor Risiko dengan Ketuban Pecah Dini di RSUD Abdul Wahab
Sjaharanie Samarinda. Samarinda: Universitas Mulawarman.

Anda mungkin juga menyukai