Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi OMA

Otitis media akut adalah infeksi pada telinga tengah yang onsetnya bersifat

akut, terdapat tanda efusi pada telinga tengah dan inflamasi telinga tengah. Otitis

media adalah istilah umum untuk inflamasi pada telinga bagian tengah, dan otitis

media diklasifikasikan secara klinis menjadi otitis media akut dan otitis media dengan

efusi, otitis media dengan efusi kronis, otitis media mukoid, dan otitis media supuratif

kronis. Otitis media dapat terjadi akibat terganggunya tuba eusthacius, dimana paling

sering disebabkan oleh infeksi virus pada saluran pernafasan atas dan diperparah oleh

infeksi sekunder oleh bakteri (Shaikh dan Hoberman, 2010; Cunningham dkk., 2012).

Otitis media akut adalah salah satu penyakit tersering pada anak-anak,

terhitung sekitar satu dari empat dari semua peresepan obat untuk anak-anak di

bawah 10 tahun di US. Meski otitis media akut sering sembuh dengan sendirinya

dalam 4-7 hari tanpa memakai antibiotik (self limiting), tapi kondisi ini dapat

mempengaruhi intelektual anak & kemampuan berbahasa, begitu juga dengan

prestasinya di sekolah (Cheong dan Hussain, 2012).

Otitis media akut adalah peradangan telinga tengah yang gejalanya

berlangsung cepat seperti tanda-tanda dari efusi telinga tengah dan tanda inflamasi

pada telinga tengah. Otalgia dan demam adalah tanda paling klasik dari otitis media

akut yang telah terjadi pernanahan. Penemuan spesifik dari pemeriksaan otoskop

7
adalah hilangnya reflek cahaya, hilangnya bentuk normal membran timpani, dan

pembengkakan pada membran timpani (Toll dan Nunez, 2012).

2.2. Etiologi OMA

2.2.1 Virus

Kebanyakan anak-anak terinfeksi oleh respiratory syncytial virus (RSV) pada

awal tahun kehidupan. Prevalensi virus saluran pernafasan pada cairan pada telinga

tengah dari 456 anak berumur tujuh bulan sampai tujuh tahun dengan otitis media

akut adalah 41%. RSV adalah yang paling sering ditemukan, diikuti dengan

parainfluenza, influenza, enterovirus dan adenovirus. Penemuan ini dikonfirmasi

dengan penelitian lain dan ditambahkan beberapa virus ke dalam daftar seperti

rhinovirus, coronavirus, metapheumovirus (Corbeel, 2007).

2.2.2 Bakteria

Sekitar 70% pasien dengan otitis media akut, bakteri ditemukan pada kultur

pada telinga tengah. Spesies yang paling sering adalah haemophilus influenzae dan

streptococcus pneumoniae. Kultur pada nasofaring dapat memberikan informasi

berguna dalam keterlibatan bakteri pada otitis media akut. Heikkinen dkk

menemukan pada 25% dari pasiennya disebabkan oleh steptococcus penumoniae,

haemophilus influenzae pada 23%, moraxella catarrhalis sekitar 15%. Telah

didemostrasikan bahwa kekambuhan dari otitis media akut memiliki hubungan positif

dengan hasil kultur bakteri yang positif pada nasofaring (Corbeel, 2007).
2.3. Faktor Risiko OMA

Faktor risiko dari otitis media pada populasi anak-anak (pediatric) tergantung

pada banyak faktor seperti faktor inang dan faktor lingkungan. Faktor risiko ini

adalah usia, kolonisasi bakteri, menyusui, dan merokok pasif (Bardy dkk., 2014).

2.3.1 Usia

Puncak insiden dari otitis media akut adalah pada dua tahun pertama kehidupan,

khususnya pada 6-12 bulan. Peningkatan kerentanan terhadap otitis media akut dapat

dikaitkan dengan keadaan anatomi, dimana tuba Eusthacius lebih pendek dan lebih

horizontal dibandingkan dengan dewasa dan juga karena faktor imunitas. Otitis

media akut adalah penyakit musiman, dominan terjadi pada musim salju tapi juga

pada musim gugur dan semi (Shaikh dan Hoberman, 2010).

2.3.2 Kolonisasi bakteri

Kolonisasi pada nasofaring oleh otopathogen memprediksi onset awal dan

frekuensi dari otitis media pada semua anak-anak. Penelitian pada kelompok pribumi

menunjukan bahwa kolonisasi otopathogen ini lebih sering pada usia muda dan

dengan jumlah bakteri yang terkandung lebih tinggi (Bardy dkk., 2014).

2.3.3 Kondisi lingkungan

Risiko terkena otitis media meningkat dengan adanya kontak dengan anak

lain, rumah dengan jumlah anggota keluarga yang melebihi seharusnya, kumuh, dan

interaksi dengan individual dengan otitis media akut. Beberapa studi meneliti antara

kondisi lingkungan yang tidak baik dengan risiko otitis media pada komunitas

pribumi. Lingkungan yang padat sudah dipastikan sebagai masalah utama pada

komunitas pribumi (Bardy dkk., 2014).


2.3.4 ASI

Literatur internasional menyatakan bahwa kekurangan ASI ekslusif pada enam

bulan pertama kehidupan meningkatkan risiko otitis media akut pada bayi di bawah

satu tahun, tetapi pada penilitan 280 anak - anak pribumi menunjukan bahwa

kurangnya ASI ekslusif tidak meningkatkan risiko otitis media pada enam bulan awal

kehidupan (Bardy dkk., 2014).

2.3.5 Merokok

Merokok pasif merupakan resiko yang penting terjadinya otitis media pada

anak-anak (Bardy dkk., 2014).

2.4. Gejala Klinis OMA

Gejala otitis media akut yang paling sering adalah kemerahan pada membran

timpani sebanyak 52,8% episode dan sakit pada telinga dilaporkan sebanyak 48,4%

episode. Keluarnya cairan dari telinga dilaporkan sebanyak 14,4% episode, tidak

ditemukan perbedaan gejala otitis media akut pada kelompok usia tertentu (Liese dkk,

2013).

Orang dewasa dengan otitis media akut biasanya terdapat sakit telinga yang

mendadak, tetapi pada anak-anak yang belum bisa bicara biasanya ditandai dengan

memegang telinga, menangis berlebih, demam, perubahan kebiasaan dan pola tidur

(Anonim, 2014).

Beberapa studi mengevaluasi hubungan antara temuan pada pemeriksaan

otoskop pada otitis media akut dan timpanosintesis. Peneliti mengkorelasi warna

membran timpani, mobilitas, dan posisi dengan tanda cairan telinga tengah. Otitis
media akut didiagnosis jika ditemukan cairan pada telinga tengah dan anak

mengalami demam, sakit telinga, iritabilitas, bersamaan dengan gejala gangguan

sistem pernafasan akut. Kombinasi dari membran timpani keruh dan mengembung

dengan gangguan motilitas adalah pertanda adanya otitis media akut dengan

menggunakan diagnosis berdasarkan gejala, dengan sensitivitas dan spesifitas

tertinggi (95% and 85%). Selanjutnya adalah kekeruhan membran timpani sebagai

pertanda terbaik dengan sensitivitas tinggi (74%) dan spesifitas tinggi (93%),

mengembungnya membran timpani memiliki spesifitas tinggi (93%) tetapi rendah

sensitivitas (51%). Membran timpani yang hemoragik, sangat merah, atau merah

sedang juga berkorelasi dengan otitis media akut, dan membran timpani yang sedikit

merah pada membran timpani tidak membantu dalam mendiagnosis (Anonim, 2014).

2.5. Patogenesis OMA

Patogenesis otitis media oleh virus

Terdapat 3 bakteri patogen yang paling sering pada otitis media akut

(streptococcus pneumoniae, haemophilus influenzae, moraxella catarrahalis) yang

berkolonisasi pada nasofaring mulai dari saat masa bayi dan dianggap sebagai flora

normal pada tubuh manusia. Bakteri patogen ini tidak menimbulkan gejala atau

keluhan sampai terjadi perubahan pada lingkungan pada nasofaring. Virus pada

infeksi saluran pernafasan atas (upper tract infection) memiliki peran penting pada

patogenesis dari otitis media akut ini dimana virus ini menyebabkan inflamasi pada

nasofaring, yang menyebabkan perubahan pada sifat kepatuhan bakteri dan

kolonisasi, dan gangguan fungsi dari tuba Eusthacius. Tuba Eusthacius adalah
pelindung alami yang mencegah kolonisasi dari nasofaring ke telinga tengah. Anak-

anak biasanya rentan terhadap otitis media akut karena imunitas sistemik yang tidak

matang dan imunitas anatomi yang tidak matang (Marom dkk., 2012).

Virus pada infeksi saluran pernafasan atas membuat inflamasi pada nasofaring

dan tuba Eusthacius yang merangsang peningkatan kolonisasi dari bakteri. Virus

influenza A, Corona virus NL63, dan respiratory syntical virus (RSV) meningkatkan

sifat kepatuhan bakteri pada sel epitel. Virus influenza A juga memacu kolonisasi S.

pneumoniae pada nasofaring. Virus juga memodifikasi fungsi imunitas dan

mengganggu aktivitas antibiotik. Virus juga merubah propertis dari jaringan mukus

dan menghilangkan pembersihan pada mukosiliar yang melapisi sel epitel dengan

cara mengurangi produksi dari zat anti bakteri pada nasofaring, tuba Eusthaius, dan

rongga telinga tengah, sehingga meningkatkan keagresifan dari bakteri. Perubahan

mukosiliar dari tuba Eusthacius menyebabkan tersumbatnya tuba Eusthacius dan

terjadi tekanan negatif pada telinga tengah, dimana tekanan negatif ini terjadi lebih

parah pada anak-anak. Tekanan negatif ini memfasilitasi masuknya bakteri dan virus

patogen ke dalam rongga telinga tengah menyebabkan inflamasi telinga tengah,

akumulasi cairan telinga tengah, dan gejala otitis media akut (Marom dkk., 2012).

2.6 Diagnosis OMA

Diagnosis pasti dari otitis media akut sering susah dilakukan pada anak-anak.

Gejala sering tumpang tindih dengan gejala gangguan saluran pernafasan atas. Sakit

pada telinga yang merupakan gejala paling spesifik sering tidak didapatkan pada

pasien dengan otitis media akut (Shaikh dan Hoberman, 2010).


Dalam The American Academy of Family Physicians and American Academy

of Pediatric terdapat beberapa kriteria untuk mendiagnosis otitis media akut, yaitu:

1. Riwayat gejala yang mendadak dan bersifat akut.

2. Tanda dari efusi pada telinga bagian tengah, seperti menggembungnya membran

timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada gerakan pada membran timpani,

terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang

keluar dari telinga.

3. Tanda inflamasi pada telinga bagian tengah, seperti kemerahan atau erythema

pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia.

Gejala dengan nilai prediktif paling tinggi untuk mendiagnosis efusi telinga

tengah pada otitis media akut adalah mengembungnya membran timpani (bulging).

Nilai prediktif dari bulging ini bisa meningkat jika berkombinasi dengan gangguan

motilitas dan warna yang berubah pada membran timpani (Toll dan Nunez, 2012).

Dalam Alberta Clinical Practice Guideline, dalam membedakan antara

miringitis dan otitis media akut, terdapat perbedaan yang paling dasar adalah

kurangnya mobilitas dari membran timpani. Berkurangnya mobilitas membran

timpani merupakan komponen utama untuk mendiagnosis otitis media akut. Otalgia

dan demam adalah tanda paling khas dari otitis media supuratif. Penemuan spesifik

pemeriksaan otoskop adalah hilangnya reflek cahaya, hilangnya bentuk (contour)

normal dan mengembung (bulging) dari membran timpani (Toll dan Nunez, 2012).

2.7 Pencegahan OMA


Pencegahan dari otitis media akut sangat penting untuk mengurangi

komplikasi, biaya kesehatan, serta waktu yang dihabiskan di tempat kerja dan

sekolah. Edukasi orang tua, vaksinasi, chemophylaxis, dan terkadang operasi

memiliki peran untuk pencegahan kejadian otitis media akut (Cunningham dkk.,

2012).

Dokter harus mampu mengedukasi orang tua pasien tentang cara mengurangi

eksposur untuk mencegah kejadian otitis media. Beberapa faktor risiko yang perlu

dibicarakan dengan pasien, yaitu:

1. ASI minimal tiga bulan dapat proteksi melawan otitis media akut untuk tahun

pertama kehidupan.

2. Day care adalah program, organisasi, atau tempat yang merawat anak – anak

atau manula pada siang hari, biasanya disaat anggota keluarga lain sedang

bekerja. Day care memiliki korelasi yang tinggi dengan kejadian infeksi saluran

pernafasan atas dan kambuhnya otitis media akut. Day care yang baik dan

selektif dapat mengurangi eksposur.

3. Keluarga harus diberi tahu akan bahaya merokok yang hubungannya dengan

pencegahan eksposur terjadinya otitis media.

4. Pemakaian dot setelah usia enam bulan meningkatkan risiko kekambuhan

(Cunningham dkk, 2012).

Pencegahan dari otitis media akut dapat dilakukan dengan pencegahan pada

infeksi saluran pernafasan atas, pencegahan atau eliminasi dari kolonisasi bakteri

patogen pada nasofaring, dan pengobatan awal untuk infeksi saluran pernafasan atas.

Pada saat ini, pencegahan efektif dan pengobatan untuk virus pernafasan yang
tersedia hanya untuk virus influenza. Menurut studi, Trivalent Inactived Influenza

Vaccine (TIV) dan Live Atttenuated Influenza Vaccine (LAIV) menunjukan efektif

dalam pencegahan melawan influenza dan influenza yg terkait morbiditas. LAIV

sekarang ditetapkan untuk anak-anak di atas dua tahun (Marom dkk., 2012).

Untuk mengurangi kolonisasi bakteri, sekarang sudah tersedia vaksin untuk S.

Pneumoniae. Seven-valent pneumonococcal conjugate vaccine (PCV-7) tersedia

untuk pemakaian rutin pada anak-anak di Amerika Serikat pada tahun 2000. Vaksin

ini ditujukan untuk mencegah penyakit yang disebabkan oleh tujuh yang paling

umum pada lebih dari 90 serotype dari S. Pneumoniae. PCV-7 secara dramatis

mengurangi insiden dari penyakit invasif dari pneumococcal (Marom dkk., 2012).

2.8 Komplikasi OMA

Komplikasi dari otitis media akut bervariasi dari ringan sampai berat. Efusi

pada telinga tengah yang berhubungan dengan otitis media akut atau otitis media

dengan efusi bisa menyebabkan kehilangan pendengaran yang bersifat sementara

atau permanen. Kehilangan pendengaran lebih sering tipe konduktif tapi bisa juga

tipe sensorineural pada kasus langka. Pada anak-anak dengan efusi yg menetap

memiliki nilai pada tes kemampuan berbicara, bahasa, dan kognitif yang lebih rendah

dibandingkan yang tidak terdapat efusi (Cunningham dkk., 2012).

Perforasi dari membran timpani dapat terjadi pada otitis media akut. Kondisi

ini disebabkan oleh tekanan dari efusi telinga tengah yang menyebabkan iskemia

tengah, nekrosis, dan menyusul perforasi membran (Cunningham dkk., 2012).


Perluasan infeksi dari telinga tengah pada otitis media bisa mengenai struktur

di sekitarnya yang dapat menyebabkan komplikasi yang serius seperti mastoiditis,

labyrinthitis, dan petrositis. Komplikasi intrakranial seperti meningitis, epidural

abcess, brain abcess, lateral sinus thrombosis, cavernous sinus thrombosis, subdural

empyema, dan carotid artery thrombosis (Cunningham dkk, 2012).

2.9 Penatalaksanaan OMA

2.9.1 Pemberian antibiotika

Berdasarkan AAP dan AAFP clinical practice guideline pada otitis media

akut, apakah pasien harus diobservasi atau diberi terapi antibakteri pada otitis media

akut dengan kriteria sebagai berikut:

1. Anak-anak kurang dari enam bulan harus menerima terapi antibakteri, tanpa

memperhatikan tingkat kepastian dari diagnosis otitis media akut.

2. Terapi antibakteri untuk anak-anak umur enam bulan sampai dua tahun

direkomendasikan saat diagnosis otitis media akut sudah pasti, atau saat

penyakitnya parah meski diagnosis belum pasti. Penyakit parah jika terjadi

otalgia sedang sampai berat atau suhu tubuh > 39°C dalam 24 jam terakhir.

Observasi adalah pilihan pada grup usia ini saat diagnosis belum pasti dan

penyakitnya tidak parah.

3. Terapi antibakteri untuk anak-anak lebih dari dua tahun direkomendasikan saat

diagnosis dari otitis media akut sudah pasti dan penyakitnya parah. Observasi

adalah pilihan saat diagnosis pasti atau tidak pasti tapi penyakitnya ringan.
4. Observasi hanya dianggap sebagai pilihan yang cocok saat pasien dapat

dimonitor perkembangannya dan terapi antibakteri dapat dimulai saat gejala

tetap atau memburuk.

Pemilihan antibiotik yang tepat untuk pengobatan otitis media akut sangat

penting untuk pemberantasan bakteri pada telinga tengah. Kegagalan dan kesuksesan

pemberantasan infeksi bakteri berhubungan dengan kegagalan pengobatan dan otitis

media akut yang menetap dan berulang (Cunningham dkk., 2012). Beberapa

antibiotik yang dapat diberikan seperti:

1. Amoksisilin, pada dosis tinggi (80-90mg/kg/hari) efektif melawan kelompok dari

S. Pneumoniae yang rentan, setengah resisten, dan beberapa yang sangat resisten.

Harga yang murah dan efek samping yang rendah membuat amoksisilin menjadi

pilihan yang menarik sebagai terapi garis pertama pada anak-anak dengan otitis

media akut. Amoksisilin sebaiknya tidak menjadi pilihan terapi pada anak-anak

yang baru saja mendapat antibiotik beta laktam. Kegagalan pengobatan dengan

amoksisilin dosis tinggi paling sering disebabkan oleh organisme beta laktamase

positif dan S. Pneumoniae yang tidak rentan penisilin dengan menggangu protein

yang mengikat penisilin (Cunningham dkk., 2012).

2. Makrolida (Azitromisin dan Klaritromisin) adalah pilihan untuk terapi awal untuk

pasien dengan penyakit ringan dan riwayat alergi penisilin. Obat ini tidak

direkomendasikan untuk pasien yang sensitif pada penisilin atau pasien yang

mengalami kegagalan terapi dengan amoksisilin. Makrolida memiliki aktivitas

yang terbatas melawan nontipe H. Influenzae dan hanya efektif melawan S.

Pneumoniae yang rentan penisilin (Cunningham dkk., 2012).


3. Cephalosporin, cefdinir, cefpodoxime dan cefuxime direkomendasikan sebagai

pengobatan oral garis pertama pada pasien dengan alergi penisilin yang bukan

tipe satu dan penyakit yang ringan. Karena tingginya kemungkinan untuk resisten,

efektivitas yang rendah, rasa yang tidak enak. Cephalosprin yang diminum secara

oral sebaiknya tidak dijadikan garis pertama untuk otitis media akut, kecuali

pasien memiliki gejala yang ringan dengan riwayat alergi penisilin yang bukan

tipe satu (Cunningham dkk., 2012).

4. Cefriaxone secara intramuskular dosis tunggal adalah pilihan terapi pada pasien

dengan gejala yang berat dengan alergi penisilin, dan pada pasien yang

menunjukan kegagalan terapi dengan antibiotik lain. Jika gejala tidak membaik,

dosis kedua dan ketiga dapat dilakukan (Cunningham dkk., 2012).

5. Clindamycin direkomendasikan untuk pasien dengan kegagalan terapi otitis media

akut dengan alergi penisilin dan gejala yang ringan. Clindamycin hanya efektif

melawan 60-80% dari S. Pneumoniae dan tidak memberi pertahanan melawan

bakteri gram negatif seperti H. influenzae dan M. catarrhalis (Cunningham dkk.,

2012).

2.9.2 Manajemen nyeri

Ketidaknyamanan pasien sebaiknya juga diperhatikan dengan memberikan

medikasi nyeri yang cukup. Medikasi nyeri yang umum untuk otitis media akut pada

anak-anak seperti acetaminophen, ibuprofen, dan topikal benzocaine dan antipyrine.


Ibuprofen sedikit lebih baik dalam menghilangkan sakit pada anak-anak dengan otitis

media akut dibandingkan acetaminophen (Cunningham dkk., 2012).

Dalam penelitian lain, antihistamin dan dekongestan tidak memberi

keuntungan tambahan pada pengobatan otitis media akut. Dua obat tersebut tidak

meningkatkan penyembuhan atau mencegah operasi atau komplikasi dari otitis media

akut. Dua obat tersebut hanya menunjukan peningkatan efek samping pengobatan dan

dapat memperpanjang durasi dari efusi telinga tengah (Cunningham dkk., 2012).

Anda mungkin juga menyukai