Anda di halaman 1dari 46

ANESTESI PADA

OPERASI MATA
INTRODUCTION

 Pasien – pasien mata umumnya memiliki risiko khusus


terhadap tindakan anestesi. Pasien biasanya datang dengan
umur yang ekstrim, sangat muda atau justru sangat tua. Oleh
karenanya kondisi medis yang mendasari keadaan pasien
tersebut dapat memperberat risiko anestesi, demikian juga
halnya respon pasien terhadap obat – obat anestesi yang
diberikan. Seringnya, pasien – pasien mata yang mendapat
pengobatan sehubugan dengan penyakit mata yang mereka
derita dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
tatalaksana anestesi.
 penting bagi seorang dokter anestesi, diantaranya adalah pemahaman
tentang tekanan intra okuler (TIO) serta bagaimana tekanan tersebut
dapat dipengaruhi oleh beberapa penyakit dan obat – obatan,
termasuk obat – obat yang digunakan dalam tindakan anestesi.
 Pentingnya TIO pada seorang dokter anestesi adalah sebagai berikut:
1. Pasien dengan peningkatan TIO yang terjadi secara akut atau kronis
yang menjalani tindakan pembedahan korektif.
2. Pasien dengan peningkatan TIO kronik yang menjalani tindakan
pembedahan non – ophthalmic
3. Pasien dengan tindakan pembedahan bola mata terbuka akibat
adanya penetrating eye injury.
4. Beberapa obat dan tindakan yang digunakan dalam anestesi yang
dapat mempengaruhi TIO
ANFIS MATA
 Mata diisi dengan cairan intraokuolar, yang mempertahankan
tekanan yang cukup pada bola mata untuk menjaga
distensinya. Cairan ini dibagi dua : Humor aqueous (anterior
lensa), Humor vitreus (posterior lensa & retina).
 Humor aqueous berperan sebagai pembawa zat makanan dan

oksigen untuk organ di dalam mata yang tidak berpembuluh


darah yaitu lensa dan kornea, dan berguna untuk mengangkut
zat buangan hasil metabolisme pada kedua organ. Cairan
akan mempertahankan bentuk mata dan menimbulkan
tekanan dalam bola mata/tekanan intra okuler.
Fisiologi tekanan intraokuler
 Mata dapat dianggap sebagai bola hampa dengan dinding
yang kaku. Jika isi dari bola mata meningkat, tekanan
intraokuler (normal 12 – 20 mmHg) akan naik.
 Naiknya tekanan vena akan meningkatkan tekanan intraokuler

oleh penurunan aliran aquos dan peningkatan volume darah


koroid.
 Pemberian anestesi merubah parameter ini dan dapat
menpengaruhi tekanan intraokuler seperti laryngoscopy,
intubasi, sumbatan jalan napas, batuk, posisi trendelenburg).
 Efek kardiopulmonal terhadap tekanan intraokuler (IOP)

Variabel Efek terhadap IOP

Tekanan Vena Sentral  

 Meningkat ↑↑↑

 Menurun ↓↓↓

Tekanan darah Arteri  

 Meningkat ↑

 Menurun ↓

   

PaCO2

 Meningkat (hipoventilasi) ↑↑

 Menurun (hiperentilasi) ↓↓

 ↓ menurun
PaO2
(mild, moderate, marked); ↑ meningkat
 
(mild, moderate, marked); 0 tidak
ada efek
 Meningkat 0

 Menurun ↑
 Ketika bola mata terbuka selama tindakan operasi atau setelah
perforasi traumatik, tekanan intraokuler akan mendekati
tekanan atmosfer. Beberapa faktor yang normalnya
meningkatkan tekanan intraokuler dapat mengakibatkan
terjadinya penurunan volume intraokuler yang disebabkan oleh
mengalirnya cairan aqueous atau keluarnya cairan vitreous
melalui luka yang ada.
 Prosedur Operasi Mata Terbuka
 Ekstraksi Katarak

 Perbaikan laserasi kornea

 Transplantasi kornea (penetrasi keratoplasti)

 Iridektomi perifer

 Pengambilan benda asing

 Perbaikan ruptur bola mata

 Implantasi lensa intraokuler sekunder

 Trabekulektomi (dan prosedur penyaringan

lain)
Efek obat – obat anestesi pada tekanan intraokuler
 Umumnya obat – obat anestesi lain yang rendah tidak berefek pada tekanan
intraokuler. Anestesi inhalasi menurunkan tekanan intraokuler yang
proporsional sesuai dalamnya anestesi.
 Anestesi intravena juga dapat menurunkan tekanan intraokuler. Mungkin
pengecualian adalah ketamin, yang dapat menaikkan tekanan darah arteri dan
tidak menyebabkan relaksasi otot ekstraokuler.
 antikolinergik topikal menyebabkan dilatasi pupil (midriasis), yang dapat
menyebabkan glaukoma sudut tertutup. Dosis premedikasi atropin sistemik
yang dianjurkan tidak berhubungan dengan hipertensi intraokuler, karena
bagaimanapun hal ini akan terjadi pada pasien-pasien dengan glaukoma.
 Suksinilkolin meningkatkan tekanan intraokuler sebanyak 5 – 10 mmHg
selama 5 – 10 menit setelah pemberiannya, menembus terutama ke dalam
otot – otot ekstraokuler dan menyebabkan kontraktur.
Efek dari obat anestesi terhadap Tekanan Intraokuler (IOP)

Obat Efek terhadap IOP

Anestesi Inhalasi  

 Obat Volatile ↓↓

 N2O ↓

Anestesi Intravena  

 Barbiturat ↓↓

 Benzodiazepin ↓↓

 Ketamin ?

 Opioid ↓

Pelumpuh Otot  

 Depolarisasi (suksinil kolin) ↑↑


REFLEKS OKULOKARDIAK
 Penarikan otot-otot ekstraokular atau penekanan pada bola mata

terutama otot rektus medialis dapat memunculkan berbagai


variasi disritmia jantung yang berkisar dari bradikardia
 Refleks okulokardiak adalah paling lazim didapati pada pasien

pediatrik yang menjalani operasi strabismus. Walaupun begitu,


refleks ini dapat dimunculkan pada semua kelompok usia dan
selama berbagai prosedur mata, termasuk ekstraksi katarak,
enukleasi, dan perbaikan retinal detachment (perlepasan retina).
Kebutuhan untuk profilaksis rutin adalah kontroversial.
 Manajemen refleks okular kardiak ketika ia terjadi tersusun dari

prosedur-prosedur berikut: pengenalan dini oleh ahli bedah dan


penghentian sementara stimulasi bedah hingga kecepatan detak
jantung meningkat
 Konfirmasi ventilasi, oksigenasi, dan kedalaman anestesia yang

adekuat;
 Pemberian atropin intravena (10 µg/kg) jika terdapat gangguan

konduksi
 Pada episode rekalsitran, infiltrasi otot-otot ekstraokular dengan

anestetik lokal. Refleks ini pada akhirnya akan menghentikan


dirinya sendiri dengan traksi berulang otot-otot ekstraokular.
EKSPANSI GAS INTRAOKULAR
 Suatu gelembung gas dapat diinjeksikan oleh oftalmologis ke dalam bilik
posterior selama pembedahan vitreous.
 Gelembung udara diabsorbsi dalam 5 hari oleh difusi gradual melalui
jaringan yang berdekatan ke dalam aliran darah. Jika pasien menghirup
N2O, gelembung udara akan bertambah besar. N2O adalah 35 kali lebih
larut dibanding nitrogen dalam darah.
 Komplikasi – komplikasi yang melibatkan ekspansi gelembung gas
intraokular dapat dihindari dengan menghentikan N2O pada sekurang-
kurangnya 15 menit sebelum injeksi udara
 Kedalaman anestesia harus dipelihara dengan pemberian agen anestetik
lain. N2O harus dihindari hingga gelembung diabsorbsi (5 hari setelah
injeksi udara dan 10 hari setelah injeksi SF6).1
EFEK-EFEK SISTEMIK DARI OBAT-OBAT MATA
 Tetes mata topikal diabsorbsi oleh pembuluh – pembuluh dalam saccus alveolaris
mukosa ductrus nasolacrimalis.
 Satu tetes (biasanya 1/20 mL) dari fenilefrin 10% mengandung 5 mg obat.
Bandingkan ini dengan dosis fenilefrin intravena (0.05-0.1 mg) yang digunakan
untuk menangani pasien dewasa dengan hipotensi.
 Ekhotiofat (Echothiophate) merupakan inhibitor kolinesterase ireversibel yang
digunakan dalam penatalaksanaan glaukoma karena dapat menurunkan tekanan
intraokular. Aplikasi topikal berujung pada absorbsi sistemis dan reduksi aktivitas
kolinesterase plasma. Karena suksinilkolin dimetabolisir oleh enzim ini, ekhotiofat
akan memperpanjang durasi kerja suksinilkolin.
 Efek samping muskarinik – seperti bradikardia selama induksi – dapat dicegah
dengan obat antikolinergik intravena (seperti atropin, glikopirolat).
 Tetes mata epinefrin dapat menyebabkan hipertensi, takikardia, dan disritmia
ventrikular, efek disritmogenik ini dipotensiasi oleh halotan. Pemberian langsung
epinefrin ke dalam bilik anterior mata belum dihubungkan dengan toksisitas
kardiovaskular.
 Efek sistemik dari Obat-obat Oftalmik
Obat Mekanisme Kerja Efek

Asetilkolin Kolinergik agonis (miosis) Bronkospasme, bradikardi, hipotensi

Asetazolamid Inhibitor karbonik anhidrase Diuresis, hipokalemi, asidosis metabolik

(penurunan IOP)

Atropin Antikolinergik (midriasis) Sindrom antikolinergik sentral

Siklopentolat Antikolinergik (midriasis) Disorientasi, psikosis, konulsi

Ekotiopat Inhibitor kolinesterase (miosis, Pemanjangan dari suksinilkolin dan

penurunan IOP) paralisis mivakurium, bronkospasme

Epinefrin Simpatis agonis (midriasis, Hipertensi, bradikardi, takikardi, sakit

penurunan IOP) kepala

Fenilefrin ά-adrenergik agonis (midriasis, Hipertensi, takikardi, disritmia

vasokonstriksi)

Skopolamin Antikolinergik (midriasis, Sindrom antikolinergik sentral

vasokonstriksi)

Timolol Obat blokade β-adrenergik Bradikardi, asma, gagal jantung kongestif

(penurunan IOP)
ANESTESIA UMUM UNTUK OPERASI MATA
 Pilihan antara anestesi umum dan lokal harus dibuat secara bersama-sama oleh
pasien, anestesiolog, dan ahli bedah.
 disebabkan oleh rasa takut untuk sadar selama suatu prosedur bedah. Walaupun
tidak terdapat bukti yang konklusif bahwa satu bentuk anestesia adalah lebih
aman dibanding yang lain, anastesia lokal tampak kurang memberikan stres.
 Anestesia umum diindikasikan pada pasien yang tidak kooperatif, karena bahkan
gerakan kepala yang sedikit dapat memberikan hasil yang terbukti berbahaya
selama pembedahan mikro. Pada pasien lain, anestesia lokal dikontraindikasikan
untuk alasan-alasan beda. Anestesi lokal-umum, suatu teknik yang
menggunakan sedasi dengan mengontrol jalan nafas, harus dihindari karena
resiko dari kombinasi kedua teknik tersebut akan bertambah buruk.
Premedikasi
 faktor-faktor ini harus dipertimbangkan ketika memilih
premedikasi.
 Pasien pediatrik sering memiliki kelainan-kelainan kongenital

terkait (seperti sindrom rubella, sindrom Goldenhar, sindrom


Down). Pasien dewasa biasa berusia lanjut, dengan setumpuk
penyakit sistemik (seperti hipertensi, diabetes melitus,
penyakit arteri koroner).
Induksi
 induksi untuk operasi mata biasa lebih tergantung pada masalah-
masalah medis pasien dibanding pada penyakit mata pasien atau
jenis operasi yang direncanakan.
 perkecualian adalah pada pasien dengan bola mata ruptur. Kunci
untuk induksi anestesia pada pasien dengan cedera mata terbuka
adalah kontrol tekanan intraokular dengan induksi yang mulus.
 perkecualian adalah pada pasien dengan bola mata ruptur. Kunci
untuk induksi anestesia pada pasien dengan cedera mata terbuka
adalah kontrol tekanan intraokular dengan induksi yang mulus.
 relaksan otot nodepolarisasi digunakan sebagai pengganti
suksinilkolin karena pengaruh suksinilkolin pada tekanan
intraokular. Sebagian besar pasien dengan cedera bola mata
terbuka memiliki perut yang penuh dan memerlukan tekhnik
induksi sekuens-cepat
Pengawasan Dan Pemeliharaan
 Pengawasan berkelanjutan akan diskoneksi sirkuit pernapasan
atau ekstubasi secara tidak sengaja juga penting.
Kemungkinan penekukan dan obstruksi tuba endotrakhea
dapat diminimalisir dengan menggunakan tuba endotrakhea
yang diperkuat atau sudut-kanan.
 temperatur tubuh bayi sering naik selama pembedahan mata

karena pembungkusan dari kepala hingga ujung kaki dan


paparan permukaan tubuh yang tidak signifikan.
 Mual yang disebabkan oleh stimulasi vagus merupakan
masalah postoperatif yang sering terjadi, terutama setelah
operasi strabismus. Efek Valsava dan peningkatan tekanan
vena sentral yang menyertai muntah dapat berakibat buruk
bagi hasil operasi dan meningkatkan risiko aspirasi.
Pemberian metoklopramid intravena intraoperatif (10 mg
pada dewasa) atau droperidol dosis kecil (20 µg/kg) dapat
terbukti bermanfaat. Karena biayanya, ondansetron biasa
dicadangkan untuk pasien dengan riwayat mual muntah
postoperatif.
Ekstubasi Dan Pengembalian Kesadaran
 jahitan dan tekhnik penutupan luka mengurangi risiko robek luka
postoperatif, pengembalian kesadaran yang mulus dari anestesia
umum masihlah diharapkan. Batuk pada penyingkiran tuba
endotrakhea dapat dicegah dengan mengekstubasi pasien selama
tingkat anestesia menengah.
 akhir prosedur bedah mendekat, relaksasi otot dipertahankan dan
respirasi spontan dikembalikan. Agen-agen anestetik dapat
diteruskan selama pembersihan jalan napas. N2O kemudian
dihentikan, dan lidokain intravena (1.5 mg/kg) dapat diberikan untuk
menumpulkan refleks batuk secara sementara. Ekstubasi diteruskan
1-2 menit setelah lidokain dan selama respirasi spontan pada oksigen
100%. Kontrol jalan napas yang tepat adalah penting hingga refleks
batuk dan menelan pasien kembali. tekhnik ini tidak cocok bagi
pasien yang berisiko tinggi untuk aspirasi.
Anestesi Regional Untuk Operasi Mata
 Anestesi regional untuk operasi mata biasanya dilakukan
blokade retrobulbar atau peribulbar, merupakan blokade saraf
wajah, dan sedasi intravena. Meskipun teknik ini lebih bersifat
non invasif dibandingkan dengan anestesi umum yang
memakai pipa endotrakeal dan juga memiliki resiko mual
lebih kecil setelah operasi, anestesi lokal juga tidak terlepas
dari berbagai komplikasi. Sebagai tambahan, blokade tersebut
tidak akan menghasilkan akinesia dan analgesia yang adekuat
pada mata, atau pasien tidak akan dapat berbaring tanpa
bergerak selama operasi berlangsung
BLOKADE RETROBULBAR
 Pada teknik ini, obat anestesi lokal disuntikkan ke arah
belakang dari bola mata masuk ke dalam konus bola mata
yang dibentuk oleh otot-otot ekstraokuler

Gambar A: Selama dilakukan lokade retroulbar,


pasien menatap ke supranasal, jarum dimasukkan
sebanyak 1,5 cm mengikuti dinding inferotemporal
dari orbita. Gambar B: Jarum kemudian diarahkan ke
atas dan ke nasal melewati apeks dari orbita dan
dimasukkan sampai ujung jarum masuk ke konus
otot
 Komplikasi dari penyuntikan obat anestesi ke dalam retrobulbar
adalah perdarahan retrobulbar, perforasi bola mata (terutama pada
mata dengan panjang kelengkungan aksial lebih besar dari 26 mm),
atropi saraf optik, kejang yang nyata, refleks okulokardiak, edema
pulmoner neurogenik akut, blokade saraf trigeminal dan henti nafas.
 Penyuntikan retrobulbar biasanya tidak dilakukan pada pasien
dengan gangguan perdarahan (karena resiko terjadinya perdarahan),
myopia yang hebat (bola mata yang panjang meningkatkan resiko
terjadinya perforasi) atau trauma mata terbuka (tekanan dari cairan
yang disuntikkan ke belakang bola mata dapat menyebabkan ekstrusi
dari isi intraokuler melalui lukanya
 BLOKADE PERIBULBAR
 Kebalikan dari blokade retrobulbar, jarum pada blokade
peribulbar tidak dimasukkan ke dalam konus yang dibentuk
dari otot-otot ekstraokuler. Kedua teknik tersebut akan
mengalami akinesia pada mata sama baiknya. Keuntungan
dari blokade ini adalah kurangnya resiko untuk terjadinya
penetrasi mata, saraf optik dan arteri, dan nyeri pada saat
penyuntikan tidak terlalu hebat. Kerugiannya mencakup onset
yang lama dan peningkatan resiko terjadinya ekimosis.
BLOKADE SUB TENON
 Fasia Tenon melingkari bola mata dan otot-otot ekstraokuler. Obat anestesi
lokal disuntikkan ke bawah dan menyebar ke arah retrobulbar. Digunakan
jarum dengan ukuran 25G atau 19G yang khusus untuk blokade sub-Tenon.
Setelah pemberian obat anestesi topikal, konjungtiva diangkat dengan
memakai forsep bersamaan dengan fasia tenon di kuadran inferonasal.
Torehan kecil dibuat dengan memakai gunting Westcott dengan ujung
tumpul, yang kemudian akan masuk kebawah membentuk jalur di fasia
Tenon yang mengikuti bentuk dari bola mata dan melewati ekuator. Ketika
mata masih difiksasi dengan forsep, kanula dimasukkan dan obat anestesi
sebanyak 3-4 ml disuntikkan. Komplikasi dari blokade sub-Tenon lebih
sedikit dibandingkan dengan teknik retrobulbar dan peribulbar, tapi jarang
ada laporan tentang kejadian perforasi bola mata, perdarahan, selulitis,
kehilangan penglihatan secara permanen, dan obat anestesi lokal akan
menyebar ke dalam cairan serebrospinal.
Blok Saraf Fasialis
 Blokade saraf wajah mencegah kelopak mata berkedip selama
operasi berlangsung dan membuat operator dapat
menempatkan spekulum mata di daerah operasi. Ada beberapa
teknik dari blokade saraf wajah, yaitu : van Lint, Atkinson dan
O’Brien. Komplikasi utama dari blokade ini adalah perdarahan
subkutis. Prosedur lain, teknik Nadbath, yaitu blokade saraf
wajah yang memblok foramen stilomastoid dibawah kanal
auditori eksterna, yang letaknya berdekatan dengan nervus
vagus dan glosofaringeus. Blokade ini tidak direkomendasikan
karena berhubungan dengan paralisis pita suara,
laringospasme, disfagia dan gangguan nafas.
Gambar. Ada beberapa teknik dari
blokade saraf wajah, termasuk (1)
van Lint, (2) Atkinson, dan (3)
O’Brien
Anestesi Topikal

 Setelah beberapa tahun belakangan ini, teknik anestesi lokal yang kurang
traumatis biasanya untuk daerah-daerah bilik anterior (contoh katarak) dan
operasi glaukoma. Trend yang meningkat saat ini tidak menggunakan
penyuntikan obat anestesi secara bersamaan. Setelah pemberian obat tetes
topikal, proparakain 0,5% (dikenal juga sebagai proksimetakain klorhidrat),
diulang setiap 5 menit sebanyak 5 kali pemberian, obat anestesi jeli (lidokain
klorhidrat dengan metilselulose 2%) diusapkan dengan memakai kapas ke
arah kantung konjungtiva inferior dan superior. Tetrakain tetes mata 0,5%
juga bisa digunakan. Pemakaian anestesi topikal tidak bisa dilakukan pada
operasi di daerah bilik posterior (contoh: perbaikan peleasan retina) dan
akan bekerja dengan baik untuk operator yang menggunakan teknik operasi
yang cepat tapi halus yang tidak membutuhkan keadaan akinesia pada mata.
Sedasi Intravena
 Beberapa tekhnik sedasi intravena tersedia untuk operasi mata. Obat yang digunakan
adalah kurang penting daripada dosisnya. Sedasi dalam harus dihindari karena ia
meningkatkan risiko apneu dan gerakan tak sadar pasien selama operasi. Di sisi lain,
blok retrobulbar dan saraf facialis dapat relatif tidak nyaman bagi pasien. Sebagai
kompromi, beberapa anestesiolog memberikan suatu dosis kecil barbiturat kerja singkat
(seperti 10-20 mg metoheksital atau 25-75 mg thiopental) untuk menghasilkan episode
singkat ketidaksadaran selama blok regional. Sebagai alternatif, suatu bolus kecil
alfentanil (375-500 µg) memungkinkan suatu periode singkat analgesia yang kuat.
Anestesiolog lain, yang percaya bahwa risiko henti napas dan aspirasi tidak dapat
diterima, membatasi dosis mereka untuk menghasilkan relaksasi minimal dan amnesia. 1
Midazolam (1-3 mg) dengan atau tanpa fentanil (12.5-25 µg) merupakan regimen yang
lazim.1,4 Dosis cukup bervariasi antar pasien dan harus diberikan dalam peningkatan-
peningkatan kecil. Tanpa tergantung tekhnik yang digunakan, ventilasi dan oksigenasi
harus terus dimonitor (lebih disukai melalui pulse oxymetry), dan peralatan untuk
menyediakan ventilasi tekanan positif harus segera tersedia
KEADAAN SPESIFIK KLINIK DAN KOMPLIKASI
Injeksi Gas Intravitreal
Pada oftamologi terkadang menginjeksikan sejumlah kecil gas
ke dalam rongga vitreal selama pembedahan retina. Tujuannya
untuk membentuk gelembung penyangga yang stabil yang
mempertahankan retina pada tempatnya. Gas yang umum
digunakan seperti sulfur hexafluoride (SF6) dan karbon
oktofluorin (C3F8) adalah gas inert, tidak larut dalam air dan
kurang dapat berdifusi. Nitrous oksida 117 kali lebih larut
dibanding SF6 dan dengan cepat memasuki gelembung gas.
Cedera Mata Penetrasi
 Manajemen anestesi emergensi untuk pasien dengan cedera

mata terbuka dan perut memerlukan pengaturan kebutuhan


untuk mencegah aspirasi isi lambung dengan pencegahan
peningkatan TIO tiba-tiba yang dapat menyebabkan
kerusakan mata lebih lanjut dan hilangnya penglihatan.5 Bila
perlu pemberian awal antagonis reseptor H2 seperi
metoklopropamid (0,15 mg/Kg iv) akan menurunkan volume
lambung dan memberikan perlindungan.
Cedera Mata Anak
 Manajemen anestesi mata pada anak-anak melibatkan
pertimbangan khusus. Trauma mata anak juga dapat disertai
cedera kranial. Bila pemberian narkotik diperlukan untuk
mengontrol nyeri, antiemetik juga harus diberikan. Anestesi
mata regional tidak sesuai pada pasien dengan trauma mata,
usia muda, dan tidak kooperatif. Intubasi endotrakeal dapat
meningkatkan TIO, menyulitkan pada kelompok usia ini, dan
oleh karena itu harus dihindari pada cedera mata pediatrik
terbuka.
Retinopati Prematuritas
 ROP adalah proliferasi abnormal sel mesenkim primitive yang

tidak berdiferensisasi di retina. Sel-sel ini membentuk


jembatan arteriovascular, dan proliferasi dapat menyebabkan
penarikan dan pelepasan retina denagan kebutaan.
Bayi dengan ROP juga sering memiliki riwayat immaturitas
umum, apnu, bradikardi, jaundice, PDA, dysplasia
intraventrikular, hipoksia, dan gangguan perkembangan.
Elektroretinografi
 Halothan, isofluran, dan enfluran dapat mempengaruhi
potensial bangkitan visual (VEPs). Halothan dan isofluran
menurunkan amplitudo dan meningkatkan tetapnya VEPs.
Konsentrasi 0,9% atau lebih tinggi isofluran dapat
memperpanjang tetapnya VEPs. Walaupun beberapa penelitian
menyatakan bahwa hubungan ini tergantung dosis.
 Ketamin, derivat phencyclidine adalah sesuatu anestetik yang

unik karena meningkatkan aktivitas elektrik otak. Peningkatan


aktivitas ini dapat mengubah amplitudo VEPs dan
membiaskan kesimpulan tes. Ketamin telah digunakan untuk
anestesia pada kelinci tanpa mempengaruhi respon
elektroretinografi
Strabismus
 Tiga masalah yang berhubungan dengan strabismus meliputi:
kemungkinan peningkatan resiko hipertemia maligna, tingginya insiden
mual dan muntah postoperative. Resiko hipertermia maligna dapat
dikurangi dengan menghindari suksinikholin dan halothan. Lebih lanjut,
karena suksinilkolin meningkatkan tonus otot ekstraokular untuk
menjamin episode hipertermia maligna cepat terdeteksi, suhu tubuh,
EKG, dan khususnya konsentrasi tidal akhir CO2 harus dimonitor dengan
hati-hati selama anestessi umum pada pasien dengan strabismus. Mual
muntah postoperative persisten menghambat pemulihan dan bahkan
memerlukan pengawasan ketat. Banyak obat telah digunakan untuk
mengontrol mual dan muntah pada pasien ini juga tanpa memperpanjang
masa penyembuhan. Droperidol (75µg/Kg iv ) berhasil mengurangi
insuden mual dan muntah sampai 16%-22% tanpa meningkatkan waktu
pemulihan (4,6 jam). Pemberian intravena lidokain (1,5 mg/Kg) sebelum
intubasi trakea juga menurunkan insiden mual muntah sampai 16-20%.
Sindrom Kongenital Patologi Mata
 Sindrom kongenital dimana abnormalitas mata adalah satu-satunya
manifestasi gangguan multisystem menyebabkan masalah seluruh
manejemen anestesi umum.
 Pasien dengan homocystiuria, suatu gangguan kongenital metabolisme asam

amino yang jarang dapat disertai dengan sublixasi dan lensa atau glaukoma.
Pasien ini rentan terhadap komplikasi tromboemboli selama anestesi umum.
Manejemen anestesi yang aman memerlukan pratatalaksana dengan asam
asetilsalisilat dan dipiridamole, hidrasi adekuat dengan glukosa atau
dekstran berat molekul rendah, dan pemeliharaan tekanan darah arteri yang
baik dan vasodilatasi perifer.
 Pasien dengan abnormalitas kraniofasial, seperti pada Crouzon disease,

Alport syndrome, or Kneist syndrome dapat menderita myopia, lepasnya


retina, exopthalmus, atau glaukoma. Trakea dapat sulit diintubasi pada
pasien ini.
AMBULATORY PADA PEMBEDAHAN MATA
 PEMBEDAHAN PADA ORGAN MATA pada pasien menjadi hal
yang sangat penting untuk kita ketahui bersama sebagai
seorang tim anestesi, terakit dengan ambulatory pasien. Jauh
sebelum itu yang harus kita lakukan adalah mengorientasikan
kembali pasien terhadap kondisi mata pasien pasca operasi
sbelum kita pindahakan ke ruang rawat inap
 Secara garis besar, jika menggunakan GENERAL ANESTESI
maka syarat utamanya adalah ALDERETE SCORE
 Jika menggunakan REGIONAL ANESTESI maka syarat utamanya

adalah BROMAGE SCORE

 Apakah sesederhana itu ???


 Orientasi terhadap kondisi mata pasien pesca pembedahan itu
adalah merupakan hal yang paling utama mengingat pasien
harus beradaptasi dengan kondisinya pasca bedah. Setelah
hal tersebut tercapai, dan pasien sudh dlam tahap atau
kondisi aceptance atau menerima, maka selanjutnya kita bisa
lakukan penilaian ADLERETE SCORE atau kondisi kesadaran
pasien, maka setelah itu barulah pasien bisa dipindahkan dari
ruang Pulih Sadar ke ruang Perawatan (RAWAT INAP)
KESIMPULAN
 Mata dapat dianggap sebagai bola hampa dengan dinding yang kaku.
Jika isi dari bola mata meningkat, tekanan intraokuler (normal 12 –
20 mmHg) akan naik. Pemberian anestesi merubah parameter ini dan
dapat menpengaruhi tekanan intraokuler seperti laryngoscopy,
intubasi, sumbatan jalan napas, batuk, posisi trendelenburg.
 Banyak obat-obat anestesi memiliki pengaruh terhadap peningkatan
tekanan intraokular. Anestesi inhalasi menurunkan tekanan
intraokuler yang proporsional sesuai dalamnya anestesi. Anestesi
intravena juga dapat menurunkan tekanan intraokuler. Mungkin
pengecualian adalah ketamin, yang dapat menaikkan tekanan darah
arteri dan tidak menyebabkan relaksasi otot ekstraokuler.
 Pilihan antara anestesi umum dan lokal harus dibuat secara
bersama-sama oleh pasien, anestesiolog, dan ahli bedah.
Anestesia umum diindikasikan pada pasien yang tidak
kooperatif, karena bahkan gerakan kepala yang sedikit dapat
memberikan hasil yang terbukti berbahaya selama
pembedahan mikro. Pilihan tekhnik induksi untuk operasi
mata biasa lebih tergantung pada masalah-masalah medis
pasien dibanding pada penyakit mata pasien atau jenis
operasi yang direncanakan. Kunci untuk induksi anestesia
pada pasien dengan cedera mata terbuka adalah kontrol
tekanan intraokular dengan induksi yang mulus.
 Masalah-masalah penting seperti regulasi tekanan intraokular,
dengan memperhatikan efek obat-obat anestesi pada tekanan
intraokular, refleks okulokardiak, dengan penggunaan obat-obat
antikolinergik yang termasuk dalam prosedur manajemen
penanganan refleks okulokardiak, pencegahan ekspansi gas
intraokular, dengan menghentikan penggunaan nitrous oksida 15
menit sebelumnya, sebagai upaya pencegahan, pencegahan efek-
efek sistemik pada bola mata dengan penggunaan agen-agen
anestesi dengan tepat dan benar, ketepatan dalam penggunaan
anestesi umum atau regional pada operasi mata, serta penanganan
dini keadaan spesifik dan komplikasi pada operasi mata
merupakan problem-problem fundamental klinis yang perlu
diwaspadai dan dilakukan upaya pencegahan dini.

Anda mungkin juga menyukai