1. Atonia Uteri
Posisi Trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan
oksigen
Merangsang kontraksi uterus dengan cara:
Masase fundus uteri dan merangsang puting susu
Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui suntian secara IM,
IV, atau SC
Pemberian derivat prostaglandin F2a (carboprost tromethamine)
Pemberian misoprostol 800-1000 µg per-rektal
Kompresi bimanual eksterna dan/atau interna
Kompresi aorta abdominalis
Pemasangan “tampon kondom”, kondom dalam kavum uteri
disambung dengan kateter, difiksasi dengn karet gelang dan diisi
cairan infus 200 ml yang akang mengurangi perdarahan dan
menghindari tindakan operatif.
Bila semua tindakan di atas gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan
tindakan operasi laparotomy dengan pilihan bedah konservatif atau
melakukan histerektomi.
3. Retensio Plasenta
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancer,
atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon
yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih
terjadi perdarahan dari OUE saat kontraksi uterus baik dan robekan jalan lahir
sudah terjait. Untuk itu harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan
cara manual/digital atau kuretase dan pemberian uterotonika. Anemia yang
ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberi transfuse darah sesuai dengan
keperluannya.
4. Inversi Uterus
Secara garis besar tindakan yang dapat dilakukan sebagai berikut:
Memanggil bantuan anastesi dan memasang infus untuk cairan/darah
pengganti dan pemberian obat
Memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang terbalik
sebelum dilakuakn reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke
atas masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan
masuk ke dalam uterus pada posisi normalnya.
Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil
dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat infus
atau i.m. tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali
normal dan tangan operator baru dilepaskan.
Pemberian antibiotic dan trasfusi darah sesuai dengan keperluannya
Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras
menyebabkan manuver di atas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan
laparotomi untuk reposisi dan terpaksa dilakukan histerektomi bila
uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.
Daftar Pustaka
1. Adil A. Pencegahan dan Tatalaksana Perdarahan Pasca Salin di Pelayanan
Kesehatan Primer. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika [Internet]. 2020 [cited 22
February 2022];10(2):35-40. Available from:
https://www.jknamed.com/jknamed/article/view/97/89
2. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Perdarahan Pasca-Salin,
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto
Maternal 2016.
3. Simanjuntak L. PERDARAHAN POSTPARTUM (PERDARAHAN
PASKASALIN). Jurnal Visi Eksakta. 2020;1(1):1-10.
4. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi Empat. Jakarta: Yayasan Bina
PustakaSarwono Prawirohardjo; 2014. h. 524-529.