P E R D A RA H A N P O S T PA RT U M
Setiap kasus PPP berisiko meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada ibu
sehingga kondisi ini perlu diinformasikan pada keluarga beserta tahapan-tahapan
resusitasi yang akan dilaksanakan. Harus dipastikan bahwa proses ini diakhiri
dengan ditandatanganinya ijin tindakan oleh penanggungjawab pasien
Tujuan utama penanganan PPP adalah (1) mengembalikan volume darah dan
mempertahankan oksigenasi (2) menghentikan perdarahan dengan menangani
penyebab PPP. Idealnya stabilisasi dilakukan lebih dulu sebelum tindakan
definitif dikerjakan, tetapi hal ini kadang-kadang tidak mungkin dikerjakan
sendiri-sendiri melainkan seringkali dikerjakan perbaikan keadaan umum
( resusitasi ) sambil dilakukan tindakan untuk menghentikan perdarahan.
Berikut ini merupakan tahapan penatalaksanaan perdarahan postpartum yang
disingkat dengan istilah HAEMOSTASIS
(bekas seksio sesarea, partus sulit) atau bila kondisi pasien lebih buruk dari
jumlah darah yang keluar.
5. OXYTOCIN INFUSSION/PROSTAGLANDIN
Dapat diberikan oksitosin 40 Unit dalam 500 cc normal salin. Monitoring ketat
input dan output cairan sangat penting dalam pemberian oksitosin dalam jumlah
besar.
Prostaglandin sangat penting dalam penanganan atonia uteri. Bila perdarahan
postpartum tidak berespon dengan pemberian ergometrin atau oksitosin, dapat
diberikan misoprostol perektal 800-1000 ug.
Selain resusitasi carian dan pemberian uterotonika, pada perdarahan masif perlu
diberikan transfusi darah.
6. SHIFT TO THEATRE
(SIAPKAN KAMAR OPERASI)
Bila perdarahan masif tetap terjadi, segera evakuasi pasien ke ruang operasi.
Pastikan pemeriksaan untuk menyingkirkan adanya sisa plasenta atau selaput
ketuban. Bila diduga ada sisa jaringan, segera lakukan tindakan kuretase.
Komplikasi bimanual dilakukan selama ibu dibawa ke ruang operasi.
kassa, juga dipakai beberapa cara yaitu : dengan menggunakan SengstakenBlakemore tube, Rusch urologic hydrostatic balloon catheter ( Folley catheter )
atau SOS Bakri tamponade balloon catheter.
Pada tahun 2003 Sayeba Akhter dkk mengajukan alternatif baru dengan
pemasangan kondom yang diikatkan pada kateter. Dari penelitiannya disebutkan
angka keberhasilannya 100% ( 23 berhasil dari 23 HPP ), kondom dilepas 24 48
jam kemudian dan tidak didapatkan komplikasi yang berat. Indikasi pemasangan
kondom sebagai tampon tersebut adalah untuk HPP dengan penyebab Atonia
Uteri. Cara ini kemudian disebut dengan Metode Sayeba. Metode ini digunakan
sebagai alternatif penanganan HPP terutama sambil menunggu perbaikan
keadaan umum, atau rujukan.
Cara pemasangan tampon kondom menurut Metode Sayeba adalah secara
aseptik kondom yang telah diikatkan pada kateter dimasukkan kedalam cavum
uteri. Kondom diisi dengan cairan garam fisiologis sebanyak 250-500 cc sesuai
kebutuhan. Dilakukan observasi perdarahan dan pengisian kondom dihentikan
ketika perdarahan sudah berkurang. Untuk menjaga kondom agar tetap di
cavum uteri, dipasang tampon kasa gulung di vagina. Bila perdarahan berlanjut
tampon kassa akan basah dan darah keluar dari introitus vagina. Kontraktilitas
uterus dijaga dengan pemberian drip oksitosin paling tidak sampai dengan 6 jam
kemudian. Diberikan antibiotika tripel, Amoksisilin, Metronidazol dan Gentamisin.
Kondom kateter dilepas 24 48 jam kemudian, pada kasus dengan perdarahan
berat kondom dapat dipertahankan lebih lama.
PENATALAKSANAAN KHUSUS
ATONIA UTERI
Kenali dan tegakkan diagnosis kerja Atonia Uteri (lihat penilaian klinik)
Pasang infus, beri uterotonika, kemudian lakukan pijatan uterus
Pastikan plasenta lahir lengkap (bila ada indikasi sebagian plasenta masih
tertinggal, lakukan evakuasi sisa plasenta) dan pastikan tidak ada laserasi
jalan lahir
Berikan transfusi darah bila sangat diperlukan
Lakukan uji beku darah (lihat Solusio Plasenta) untuk konfirmasi sistem
pembekuan darah
Bila semua tindakan diatas telah dilakukan tetapi masih terjadi
perdarahan lakukan tindakan spesifik (lihat prosedur klinik) sebagai
berikut :
4 |Halaman
5 |Halaman
OKSITOSIN
ERGOMETRIN
Dosis lanjutan
Dosis maksimal
per hari
Pemberian IV secara
cepat atau bolus
Total 1 g atau 5
dosis
Pre-eklampsia, vitium
cordis, hipertensi
MISOPROSTOL
Oral atau rektal 400-600
mg
RETENSIO PLASENTA
Plasenta adhesiva adalah implantasi kuat dari jonjot korion plasenta atau
hambatan pengerutan area implantasi dan pendorongan mekanik yang
dihasilkan melalui sistem pengumpulan darah diantara tempat implantasi
pada dinding uterus dan permukaan maternal plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis
Plasenta akreta adalah implantasi abnormal jonjot korion plasenta hingga
memasuki sebagian lapisan miometrium
Plasenta inkreta adalah implantasi masif dari jonjot korion plasenta pada
dinding bagian dalam uterus hingga masuk atau tertanam dalam
miometrium
Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus
Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri internum
TABEL 1 GAMBARAN DAN DUGAAN PENYEBAB RETENSIO PLASENTA
Gejala
Konsistensi uterus
Tinggi fundus
Bentuk uterus
Perdarahan
Tali pusat
Ostium uteri
6 |Halaman
Plasenta Adhesiva
kenyal
sepusat
diskoid
sedang-banyak
terjulur sebagian
terbuka
Plasenta
Inkarserata
keras
2 jari bawah pusat
agak globuler
sedang
terjulur
kontriksi
Plasenta akreta
cukup
sepusat
diskoid
sedikit/tidak ada
tidak terjulur
terbuka
Separasi plasenta
Syok
lepas sebagian
Sering
sudah lepas
jarang
melekat seluruhnya
jarang sekali,
kecuali akibat
inversio oleh tarikan
kuat pada tali pusat
PLASENTA AKRETA
Faktor predisposisi
Syok neurogenik akibat
traksi kuat tali pusat
Kadar Hb
Jenis dan uji silang darah
Pembekuan darah
Plasenta akreta
Eksplorasi
Tertanam seluruhnya
Tertanam sebagian
Manual plasenta
7 |Halaman
SISA PLASENTA
8 |Halaman
Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral karena serviks yang
terjulur, akan mengalami robekan pada posisi spina isiadika tertekan oleh
kepala bayi.
Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan
banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan dari porsio.
Jepitkan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga
perdarahan dapat segera dihentikan. Jika setelah eksplorasi lanjutan tidak
dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan. Jahitan dimulai dari ujung atas
robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahit.
Setelah tindakan, periksa tanda vital pasien, kontraksi uterus, tinggi
fundus uteri dan perdarahan pasca-tindakan.
Beri antibiotika profilaksis
9 |Halaman
LAMPIRAN
CARA PEMASANGAN KONDOM KATETER METODA SAYEBA
ALAT-ALAT :
-
CARA PEMASANGAN
-
Ibu PPP tidur dengan posisi Litotomi ditepi tempat tidur atau tempat tidur /
meja ginekologi
Dilakukan desinfeksi daerah genitalia interna dan eksterna dengan cairan
antiseptik
Kondom dilepas dari tempatnya dan dibuka
Ujung kateter dimasukkan ke kondom sekitar 5 cm, kondom diikatkan
dengan tali pengikat ke kateter
Spekulum dipasang
Mulut serviks depan dipegang dengan ring tang, ditarik mendekat introitus
vagina
Spekulum dipegang oleh asisten
Kateter beserta kondom yang telah terikat dimasukkan ke cavum uteri
dengan bantuan tampon tang sampai menyentuh permukaan cavum uteri
pada dinding atas (fundus) uteri
Pangkal kateter dihubungkan dengan infusion set yang telah dipasangkan
dengan cairan Normal Saline (PZ)
Cairan PZ dimasukkan ke kondom melalui infusion set dan kateter
Dilihat sampai kondom berisi PZ tampak hampir keluar ostium uteri
eksternum (pada umumnya berisi 200 350 cc)
Dilakukan observasi dan evaluasi apakah darah berhenti, bila berhenti
dilanjutkan pemasangan tampon kassa di vagina yang bertujuan agar
kondom tidak keluar dari cavum uteri. Tetapi bila masih ada perdarahan
aktif yang keluar disamping kondom yang berasal dari cavum uteri, berarti
pemasangan kondom gagal maka dilanjutkan dengan tindakan
penanganan PPP yang selanjutnya dengan tanpa melepas kondom
Kontraksi uterus dipertahankan dengan pemberian oksitosin drip selama
paling tidak 12 jam disamping pemberian uterotonika yang lain yang
diperbolehkan
Diberikan antibiotika tripel yang terdiri dari : Amoksisilin, Gentamisin dan
Metronidazol
10 | H a l a m a n
11 | H a l a m a n
kateter,
12 | H a l a m a n