Anda di halaman 1dari 25

PERSALINAN NORMAL

Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan FK UNS/ RS Dr. Moewardi Surakarta


Tim Pengelola Skills Lab FK UNS Surakarta

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari topik keterampilan Pimpinan Persalinan Normal ini, mahasiswa
diharapkan mampu :
1. Mengenali tanda-tanda persalinan
2. Melakukan penatalaksanaan kala I : memantau kemajuan persalinan (partograf),
deteksi dini, penanganan penyulit dan rujukan (jika perlu)
3. Melakukan penatalaksanaan kala II : melakukan pimpinan persalinan normal,
melakukan deteksi dini dan penanganan awal penyulit serta melakukan rujukan (jika
perlu).
4. Memberikan pertolongan pada bayi baru lahir, termasuk deteksi dini dan penanganan
penyulit pada bayi baru lahir (termasuk resusitasi).
5. Melakukan penatalaksanaan kala III : manajemen aktif kala III, deteksi dini dan
penanganan awal penyulit kala III dan rujukan (jika perlu).
6. Melakukan penatalaksanaan kala IV : pemantauan kala IV, deteksi dini, penanganan
penyulit (perdarahan), rujukan (jika perlu) dan manajemen laktasi.

PERSALINAN NORMAL

Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian


fisiologis yang normal. Persalinan normal adalah
proses pengeluaran bayi yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-40 minggu), letak
memanjang atau sejajar sumbu badan ibu, dengan
presentasi belakang kepala, terdapat keseimbangan
antara diameter kepala bayi dan panggul ibu, lahir
spontan dengan tenaga ibu sendiri dan proses
kelahiran berlangsung dalam kurang lebih 18 jam,
tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.

Sebagian besar persalinan adalah persalinan normal,


hanya 12-15% merupakan persalinan patologis. Persalinan normal dapat berubah menjadi
patologis bila terjadi kesalahan dalam penilaian kondisi ibu dan bayi serta terjadi kesalahan
dalam memimpin persalinan.

Ibu hamil disebut telah memasuki persalinan bila terdapat gejala dan tanda
persalinan (in partu), yaitu :
1. Keluarnya cairan lendir bercampur darah (“bloody show”) melalui vagina.
2. Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2 kali
dalam 10 menit).
3. Penipisan dan pembukaan serviks.

Sebelum melakukan pertolongan persalinan, dilakukan persiapan peralatan, bahan dan obat-
obatan serta persiapan untuk bayi dan ibu yang harus disediakan keluarga.
1. Peralatan (partus set) :
- 2 buah klem Kelly atau kocher - Lidokain 1%
- Klem ½ kocher atau Kelly - Needle holder
- Gunting tali pusat - Pinset & jarum
- Pengikat tali pusat steril - Kateter penghisap lendir DeLee
- Kateter Nelaton - Benang catgut 3.0
- Gunting episiotomi - Sarung tangan steril
- Kassa dan kapas steril - Spuit injeksi 2.5 mL dan 5 mL
2. Peralatan penunjang lainnya :
- Partograf - Apron (celemek plastik)
- Tensimeter - Perlak plastik untuk alas ibu
- Stetoskop - Kantong plastik
- Termometer - Surat rujukan
- Sabun, deterjen & sikat kuku - Larutan desinfektan klorin 0.5%
3. Obat-obatan emergency :
- Larutan Ringer Laktat 500 mL - Ergometrin maleat 0.2 mg 2 ampul
- Set infus - Oksitosin 10 U 3 ampul
- Kateter intravena ukuran 16-18 G - Misoprostol tablet
- Magnesium sulfat 40% (10 g dalam 25 mL) 2 vial

KALA I PERSALINAN

Fase-fase dalam Kala I Persalinan


Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat
(frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). Kala I persalinan
terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.

Fase laten pada kala I Persalinan:


 Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks
secara bertahap.
 Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
 Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.

Fase aktif pada kala I persalinan:


 Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi
dianggap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan
berlangsung selama 40 detik atau lebih).
 Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi
dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1
cm hingga 2 cm per jam (multipara).
 Terjadi penurunan bagian terbawah janin.

DIAGNOSIS PERSALINAN
Anamnesis
Tujuan anamnesis adalah mengumpulkan informasi tentang riwayat kesehatan, kehamilan
dan persalinan. Informasi ini digunakan dalam proses membuat keputusan klinik untuk
menentukan diagnosis dan mengembangkan rencana asuhan atau perawatan yang sesuai.
Tanyakan pada ibu :
 Nama, umur dan alamat
 Gravida dan para
 Hari pertama haid terakhir
 Kapan bayi akan lahir (menurut taksiran ibu)
 Riwayat alergi obat-obatan tertentu
 Riwayat kehamilan yang sekarang:
 Apakah ibu pernah melakukan pemeriksaan antenatal? Jika ya, periksa kartu asuhan
antenatalnya (jika mungkin).
 Pernahkah ibu mendapat masalah selama kehamilannya (misalnya; perdarahan,
hipertensi, dll) ?
 Kapan mulai kontraksi ?
 Apakah kontraksi teratur ? Seberapa sering kontraksi terjadi ? Apakah kontraksi
makin lama makin kuat dan sering ?
 Apakah ibu masih merasakan gerakan bayi ? Apakah bayi dirasakan bergerak lebih
aktif atau kurang aktif ?
 Apakah selaput ketuban sudah pecah? Jika ya, apa warna cairan ketuban? Apakah
kental atau encer? Kapan saat selaput ketuban pecah? (Periksa perineum ibu untuk
melihat air ketuban di pakaian dalamnya).
 Apakah keluar cairan bercampur darah dari vagina ibu? Apakah berupa bercak atau
darah segar per vaginam? (Periksa perineum ibu untuk melihat darah segar atau
lendir bercampur darah di pakaian dalamnya).
 Kapan ibu terakhir kali makan atau minum ?
 Apakah ibu mengalami kesulitan untuk berkemih ?
 Riwayat kehamilan sebelumnya:
 Apakah ada masalah selama persalinan atau kelahiran sebelumnya (bedah sesar,
persalinan dengan ekstraksi vakum atau forseps, induksi oksitosin, hipertensi yang
diinduksi oleh kehamilan, preeklampsia/eklampsia, perdarahan pascapersalinan) ?
 Berapa berat badan bayi yang paling besar yang pernah ibu lahirkan ?
 Apakah ibu mempunyai bayi bermasalah pada kehamilan/ persalinan sebelumnya?
 Riwayat medis lainnya (masalah pernapasan, hipertensi, gangguan jantung, berkemih
dll)
 Masalah medis saat ini (sakit kepala, gangguan penglihatan, pusing atau nyeri
epigastrium bagian atas). Jika ada, periksa tekanan darahnya dan protein dalam urin
ibu.
 Pertanyaan tentang hal-hal yang belum jelas atau berbagai bentuk kekhawatiran
lainnya.
 Dokumentasikan semua temuan.
 Setelah anamnesis lengkap, lakukan pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk menilai kondisi kesehatan ibu dan bayinya serta
tingkat kenyamanan fisik ibu bersalin. Informasi dari hasil pemeriksaan fisik dan anamnesis
diramu/diolah untuk membuat keputusan klinik, menegakkan diagnosis dan
mengembangkan rencana asuhan atau keperawatan yang paling sesuai dengan kondisi ibu.
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dalam persalinan adalah :
 Pemeriksaan fisik secara umum
 Pemeriksaan Abdomen
Pemeriksaan abdomen digunakan untuk:
- Menentukan tinggi fundus
- Memantau kontraksi uterus
- Memantau denyut jantung janin
- Menentukan presentasi
- Menentukan penurunan bagian terbawah janin
 Pemeriksaan dalam
Periksa dalam memegang peranan penting dalam penanganan persalinan. Hal yang
harus dinilai adalah :
 Genitalia eksterna.
 Cairan vagina dan tentukan apakah ada bercak darah, perdarahan per vaginam atau
mekonium. Jika ada perdarahan pervaginam, jangan lakukan pemeriksaan
dalam, jika ketuban sudah pecah, lihat warna dan bau air ketuban.
 Nilai vagina. Luka parut di vagina mengindisikasikan adanya riwayat robekan
perineum atau tindakan episiotomi sebelumnya. Hal ini merupakan informasi penting
untuk menentukan tindakan pada saat kelahiran bayi.
 Nilai pembukaan dan penipisan serviks.
 Pastikan tali pusat dan/atau bagian-bagian kecil (tangan atau kaki ) tidak teraba
pada saat melakukan periksa dalam.
 Nilai penurunan bagian terbawah janin dan tentukan apakah bagian tersebut telah
masuk ke dalam rongga panggul.
 Jika bagian terbawah adalah kepala, pastikan penunjuknya (ubun-ubun kecil, ubun-
ubun besar atau fontanela magna) dan celah (sutura) sagitalis untuk menilai derajat
penyusupan atau tumpang tindih tulang kepala dan apakah ukuran kepala janin
sesuai dengan ukuran jalan lahir.

PEMANTAUAN KEMAJUAN PERSALINAN

Selama persalinan berlangsung perlu pemantauan kondisi ibu maupun janin. Hasil
pemantauan dicatat dalam partograf. Hal-hal yang perlu dipantau dipaparkan dalam tabel di
bawah ini.
Tabel 1. Pemantauan Kemajuan Persalinan dalam Kala I
Kemajuan Persalinan Keadaan Ibu Keadaan Janin
His/ kontraksi uterus : Dipantau : Periksa DJJ tiap 30 menit
- Frekuensi - Tanda vital pada fase aktif.
- Kekuatan - Status kandung kemih
- Durasi tiap kontraksi - Pemberian makanan/
His dikontrol tiap 30 menit minuman
sekali pada fase aktif Kontrol tensi tiap 4 jam
Pemeriksaan dalam (vaginal Waspadai bila terjadi : Jika selaput ketuban pecah,
toucher) : - Penurunan/ peningkatan periksa :
- Pembukaan serviks tensi - Warna cairan yang
- Penipisan serviks - Perdarahan keluar (cek adanya
- Penurunan bagian terendah - Sesak nafas mekoneum)
- Molding/ molase - Tanda dehidrasi/ shock - Kepekatan
Kontrol tiap 4 jam - Perubahan perilaku - Jumlah cairan yang
- Sakit kepala, pandangan keluar
kabur - Molase kepala
Pemeriksaan luar (abdomen) :
- Penurunan kepala
Kontrol tiap 2 jam pada fase
aktif

Kemajuan persalinan normal berjalan sesuai dengan partograf. Dengan melakukan


pemantauan kala I menggunakan partograf, akan diketahui :
 Apakah persalinan bisa berjalan normal.
 Kemungkinan persalinan bermasalah (kemajuan persalinan tidak sesuai dengan
partograf).
 Kapan dokter harus menunggu, mulai waspada dan melakukan tindakan medis.
 Tanda kegawatdaruratan (ibu dan janin) diketahui secara dini.

Indikasi-indikasi untuk melakukan tindakan dan atau rujukan segera selama kala I
persalinan :
1. Riwayat seksio sesaria pada persalinan sebelumnya.
2. Perdarahan pervaginam selain lendir darah (bloody show).
3. Persalinan kurang bulan (<37 minggu).
4. Ketuban pecah disertai keluarnya mekonium dan atau disertai tanda-tanda gawat janin.
5. Ketubah pecah lebih dari 24 jam sebelumnya.
6. Ketuban pecah pada kehamilan kurang bulan.
7. Terdapat gejala dan tanda infeksi (suhu>38 oC, menggigil, nyeri abdomen, cairan
ketuban berbau).
8. Tekanan darah >160/110 mmHg dan atau terdapat proteinuria.
9. Tinggi fundus lebih dari 40 cm (makrosomia, polihidramnion, kehamilan ganda)
10. Terjadi gawat janin (DJJ <100 x/menit atau >180 x/menit pada 2 kali pemeriksaan
dengan interval 5 menit).
11. Primipara dalam kala I fase aktif persalinan dengan kepala janin masih 5/5.
12. Presentasi bukan belakang kepala (sungsang, letak lintang dll).
13. Presentasi ganda/ majemuk (adanya bagian lain dari janin, misalnya lengan atau
tangan, bersamaan dengan presentasi belakang kepala).
14. Tali pusat menumbung dan masih berdenyut.
15. Terdapat gejala dan tanda syok (nadi cepa, lemah, >110 x/menit; tekana darah sistolik
<90 mmHg; pucat, berkeringat, kulit lembab dan dingin; hiperpnea >30 x/menit;
gangguan kesadaran, oliguria <30 mL/jam).
16. Fase laten berkepanjangan : pembukaan serviks <4 cm setelah 8 jam dengan kontraksi
teratur (lebih dari 2 kontraksi dalam 10 menit).
17. Partus lama : pembukaan serviks <1 cm per jam, frekuensi kontraksi kurang dari 2 kali
dalam 10 menit dengan durasi kurang dari 40 detik).
18. Ikterus
19. Anemia berat

KALA II PERSALINAN

MENGENALI GEJALA DAN TANDA KALA II


1. His datang 4-5 kali dalam 10 menit, lama his 40-50 detik.
2. Ibu merasakan dorongan kuat untuk mengedan atau tekanan yang semakin meningkat
pada rektum dan vagina
3. Ibu mengedan terus menerus,
4. Vulva dan anus membuka, perineum menonjol.
5. Pada pemeriksaan dalam didapatkan :
a. Pembukaan lengkap, portio tidak teraba.
b. Penurunan kepala di Hodge III+.
c. Penunjuk/denominator ubun-ubun kecil (UUK) di kiri atau kanan atas.
d. Selaput ketuban masih utuh atau sudah pecah.

MELAKUKAN PIMPINAN PERSALINAN


Prinsip pimpinan persalinan :
 Mengupayakan/ menahan agar perineum tidak robek saat kepala lahir.
 Melakukan episiotomi (sesuai indikasi).
 Mengusap muka bayi untuk membersihkan mulut dan hidung setelah kepala bayi lahir.
 Memeriksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat pada leher bayi.
 Menunggu kepala selesai melakukan putaran paksi luar.
 Menolong melahirkan bahu.
 Menolong kelahiran badan dan tungkai.

Selama kala II, harus dilakukan pemantauan terhadap :


1. Kemajuan persalinan :
- Kontraksi uterus (frekuensi, kekuatan dan durasi).
- Usaha mengedan.
2. Kondisi ibu :
- Periksa tensi dan nadi setiap 30 menit.
- Status hidrasi.
- Tingkat tenaga yang dimiliki ibu.
- Perubahan sikap/ perilaku ibu.
3. Kondisi janin :
- Periksa DJJ tiap 15 menit (lebih sering dengan makin dekatnya kelahiran).
- Penurunan presentasi dan perubahan posisi.
- Warna cairan tertentu.

Dari pemantauan Kala II, maka dapat ditegakkan diagnosis kala II, yaitu :
1. Kala II berjalan dengan baik : bila terdapat kemajuan penurunan kepala bayi.
2. Kondisi kegawatdaruratan pada kala II : misalnya eklamsia, kegawadaruratan bayi,
penurunan kepala terhenti atau kelelahan ibu. Pada keadaan ini diperlukan perubahan
dalam penatalaksanaan dan tindakan segera.

PIMPINAN PROSES PERSALINAN (KALA II)

Sebagian besar daya dorong untuk melahirkan bayi dihasilkan dari kontraksi uterus.
Mengedan hanya menambah daya kontraksi untuk mengeluarkan bayi. Pada
penatalaksanaan fisiologis Kala II, ibu memegang kendali dan mengatur waktu mengedan.
Penolong hanya memberikan bimbingan cara mengedan yang efektif dan benar. Mengedan
berlebihan tanpa henti selama 10 detik atau lebih dengan menahan nafas justru akan
mengurangi pasokan oksigen ke bayi, ditandai dengan penurunan DJJ bayi.
Ibu dapat melahirkan pada posisi apapun kecuali posisi berbaring terlentang, karena
jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan isinya (janin, cairan ketuban, plasenta
dll) akan menekan vena cava inferior ibu. Hal ini akan mengurangi pasokan oksigen melalui
sirkulasi uteroplasenter sehingga kan menyebabkan hipoksia pada bayi. Berbaring terlentang
juga akan mengganggu kemajuan persalinan dan menyulitkan ibu untuk mengedan secara
efektif. Posisi mengedan dengan duduk atau setengah duduk dapat memberikan rasa
nyaman bagi ibu dan kemudahan bagi ibu untuk beristirahat di antara kontraksi. Selain itu
gaya gravitasi akan membantu ibu melahirkan bayinya.

Prosedur pimpinan Kala II :


1. Penolong : memakai apron, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan
dan pakai sarung tangan steril.
2. Membersihkan vulva dan perineum menggunakan kassa steril yang dibasahi akuades
steril
3. Memastikan pembukaan lengkap (periksa dalam).
4. Memastikan kondisi janin baik dengan memeriksa DJJ janin dalam batas normal saat
relaksasi uterus.
5. Memberitahu ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan minta ibu untuk mengedan
sesuai instruksi.
6. Setiap ada his, pimpin ibu mengedan pada fase puncak his. Minta ibu untuk menarik
lipat sendi lutut dengan mengaitkan pada lipat siku agar tekanan abdomen menjadi
efektif.
7. Istirahatkan ibu bila his menghilang. Letakkan kembali tungkai ibu di atas ranjang
persalinan. Dengarkan denyut jantung bayi pada waktu tersebut (tiap 5 menit).
8. Pimpin ibu mengedan hingga kepala bayi makin maju ke arah vulva. Bila diperlukan,
lakukan episiotomi.
9. Bila episiotomi dianggap tidak perlu karena perineum ibu terlihat elastis, pimpin ibu
mengedan terus bila subocciput sudah berada di bawah simfisis (sebagai hipomochlion).
10. Dengan satu tangan, tahan belakang kepala (untuk mengatur supaya defleksi kepala
tidak terlalu cepat). Letakkan tangan yang lain pada perineum dengan merentangkan
telunjuk dan ibu jari sehingga bagian di antara kedua jari tersebut dapat mendorong
perineum untuk membantu terjadi ekspulsi kepala (lahirnya, berturut-turut, ubun-
ubun besar (UUB), dahi, mata, hidung, mulut dan dagu) (Perasat Ritgen, gambar 1).
Hilangkan tahanan pada belakang kepala secara bertahap.
Gambar 1. Perasat Ritgen

11. Lepaskan pegangan pada belakang kepala dan perineum, tunggu dan perhatikan proses
putaran paksi luar (UUK kembali ke arah punggung bayi) secara spontan.
12. Pastikan tidak ada lilitan tali pusat pada leher bayi. Bila terdapat lilitan tali pusat secara
longgar, lepaskan lilitan lewat bagian atas kepala bayi. Jika tali pusat melilit leher secara
kuat, klem tali pusat di 2 tempat dan potong di antara kedua klem tersebut.
13. Ambil kain/ handuk bersih, seka dengan lembut muka, mulut, hidung dan kepala bayi
dari darah, air ketuban atau ferniks kaseosa. Bersihkan pula lipat paha, perineum dan
daerah sekitar bokong ibu.

1. Floating kepala, 2. Engagement, fleksi, 3. Kepala turun, putaran 4. Putaran paksi dalam
sebelum engagement kepala turun paksi dalam lengkap; mulai ekstensi

5. Ekstensi lengkap 6. Restitusi (putaran


paksi luar)
Gambar 2. Kala II persalinan

14. Melahirkan seluruh badan bayi :


a. Dengan tangan kiri dan kanan, pegang kepala bayi secara biparietal (ibu jari pada
pipi depan, jari telunjuk dan jari tengah pada bawah dagu, jari manis dan kelingking
pada belakang leher dan bawah kepala). Sambil meminta ibu untuk mengedan,
gerakkan bayi ke bawah sehingga bahu depan lahir (gambar 3).
b. Gerakkan bayi ke atas hingga bahu belakang lahir (gambar 4).
c. Kembalikan bayi pada posisi sejajar lantai, lahirkan berturut-turut dada dan lengan,
perut, pinggul dan tungkai. Letakkan di antara kedua paha ibu.
d. Bila persalinan dilakukan di atas meja ginekologi, setelah kedua bahu lahir,
topangkan badan bayi pada lengan bawah kanan, tangan kiri memegang bagian
belakang tubuh bayi. Setelah bayi lahir lengkap, letakkan bayi di atas perut ibu, atau
minta asisten memegang bayi supaya tidak terjatuh.

Gambar 3. Melahirkan bahu depan


Gambar 4. Melahirkan bahu belakang

EPISIOTOMI

Prinsip Episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat pada jaringan
lunak akibat daya regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau elastisitas jaringan tersebut.
Pertimbangan melakukan episiotomi harus mengacu pada penilaian klinik yang tepat dan
teknik yang paling sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
Tidak dianjurkan untuk melakukan episiotomi secara rutin. Episiotomi yang
dikerjakan tanpa alasan yang jelas dapat menyebabkan :
1. Meningkatnya jumlah perdarahan dan risiko hematoma.
2. Kejadian laserasi perineum derajat 3 dan 4 lebih banyak terjadi pada episiotomi rutin
dibandingkan tanpa episiotomi (laserasi spontan).
3. Meningkatkan nyeri pasca persalinan di daerah perineum, membuat ibu takut untuk
BAK dan BAB.
4. Meningkatkan risiko infeksi.

Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu
dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak
terkendali (partus praecipitatus). Beberapa upaya dapat dilakukan untuk mencegah robekan
perineum :
1. Aplikasi handuk hangat pada perineum.
2. Fasilitasi fleksi kepala bayi agar tidak menyebabkan regangan mendadak.
3. Mengarahkan kepala agar perineum dilalui oleh diameter terkecil saat ekspulsi.
4. Menahan perineum dengan regangan telunjuk dan ibu jari.

Indikasi Episiotomi
1. Terjadi gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan atau
menggunakan instrumen, misalnya vakum atau forceps.
2. Mencegah robekan perineum yang kaku atau diperkirakan tidak mampu menahan
regangan yang berlebihan (misalnya pada makrosomia).
3. Mencegah kerusakan jaringan yang luas pada ibu dan bayi pada kasus presentasi
abnormal (bokong, muka, UUK di belakang) dengan menyediakan jalan yang lebih
lapang untuk persalinan yang aman.
4. Terdapat jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambat kemajuan
persalinan.

Gambar 5. Episiotomi

PROSEDUR EPISIOTOMI
 Langkah Klinik Episiotomi
o Infiltrasi Anestesi lokal
 Jelaskan pada ibu tentang apa yang akan dilakukan dan bantulah agar ibu
merasa tenang.
 Pasanglah jarum no 22 pada spuit 1 ml, kemudian isi spuit dengan bahan
anestesi (lidokain HCL 1% atau Xilokain 10 mg/ml).
 Letakkan 2 jari (telunjuk dan tengah) diantara kepala janin dan perineum.
Masuknya bahan anestesi (secara tidak disengaja) ke dalam sirkulasi bayi dapat
menimbulkan akibat yang fatal, oleh sebab itu gunakan jari-jari penolong sebagi
pelindung kepala bayi.
 Tusukkan jarum tepat dibawah kulit perineum pada daerah komisura posterior
(fourchette), yaitu bagian sudut bawah vulva.
 Arahkan jarum dengan membuat sudut 45 o ke sebelah kiri (atau kanan) garis
tengah perineum. Lakukan aspirasi untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak
memasuki pembuluh darah (terlihat cairan dalam spuit).
 Sambil menarik mundur jarum suntik, infiltrasikan 5-10 ml lidokain 1%.
 Tunggu 1-2 menit agar efek anestesi bekerja maksimal, sebelum episiotomi
dilakukan.
o Tindakan Episiotomi
 Pegang gunting yang tajam dengan satu tangan.
 Letakkan jari telunjuk dan tengah di antara kepala bayi dan perineum searah
dengan rencana sayatan.
 Tunggu puncak his/kontraksi kemudian selipkan gunting dalam keadaan terbuka
di antara jari telunjuk dan tengah.
 Gunting perineum dimulai dari fourchette (komisura posterior) 45 derajat ke
lateral kiri atau kanan (medio lateral).
 Melahirkan Bayi (lihat Pimpinan Kala II)
 Melahirkan Plasenta (lihat Manajemen Aktif Kala III)
 Menjahit Luka Episiotomi
 Atur posisi ibu menjadi litotomi dan arahkan cahaya lampu sorot pada daerah yang
benar.
 Keluarkan sisa darah dari dalam lumen vagina, bersihkan daerah vulva dan
perineum.
 Kenakan sarung tangan yang bersih, bila diperlukan pasanglah tampon atau kasa
ke dalam vagina untuk mencegah darah mengalir ke daerah yang akan dijahit.
 Letakkan duk atau kain bersih di bawah bokong ibu.
 Uji efektifitas anestesi lokal yang diberikan sebelum episiotomi, jika sudah kurang
efeknya bias ditambahkan anestesi lokal lagi lidokain 10 ml 1% pada daerah nyeri
sebelum dilakukan penjahitan.
 Atur posisi penolong sehingga dapat bekerja dengan leluasa dan aman.
 Telusuri daerah luka menggunakan jari tangan dan tentukan secara jelas batas
luka. Lakukan jahitan pertama kira-kira 1 cm di atas ujung luka di dalam vagina.
Ikat dan potong salah satu ujung dari benang dengan menyisakan benang kurang
lebih 0.5 cm.
 Jahitlah mukosa vagina dengan menggunakan jahitan jelujur dengan jerat ke
bawah sampai lingkaran sisa hymen.
 Kemudian tusukan jarum menembus mukosa vagina di depan hymen dan keluarkan
pada sisi dalam luka perineum. Periksa jarak tempat keluarnya jarum di perineum
dengan batas atas irisan episiotomi.
 Lanjutkan jahitan jelujur dengan jerat pada lapisan subkutis dan otot sampai ke
ujung luar luka (pastikan setiap jahitan pada ke dua sisi memiliki ukuran yang sama
dan lapisan otot tertutup dengan baik).
 Setelah mencapai ujung luka, balikkan arah jarum ke lumen vagina dan mulailah
merapatkan kulit perineum dengan jahitan subkutikuler.
 Bila telah mencapai lingkaran hymen tembuskan jarum ke luar mukosa vagina pada
sisi yang berlawanan dari tusukan terakhir subkutikuler.
 Tahan benang (sepanjang 2 cm) dengan klem kemudian tusukan kembali jarum
pada mukosa vagina dengan jarak 2 mm dari tempat keluarnya benang dan
silangkan ke sisi berlawanan hingga menembus mukosa pada sisi berlawanan.
 Ikat benang yang dikeluarkan dengan benang pada klem dengan simpul kunci.
 Lakukan kontrol jahitan dengan pemerikaan colok dubur (lakukan tindakan yang
sesuai bila diperlukan).
 Tutup jahitan luka episiotomi dengan kasa yang dibubuhi cairan antiseptik.

MELAKUKAN PENANGANAN BAYI BARU LAHIR


1. Lakukan penilaian terhadap bayi baru lahir : apakah bayi menangis kuat dan dapat
bernafas spontan ? apakah bayi bergerak aktif ? Buat penilaian skor APGAR.
2. Jika bayi kesulitan bernafas, lakukan resusitasi.
3. Mengeringkan dan membungkus tubuh bayi.
4. Memotong tali pusat.
5. Mengganti pembungkus dan memberikan bayi pada ibunya untuk disusui.
Indikasi-indikasi untuk melakukan tindakan dan atau rujukan segera selama kala II
persalinan :
1. Terdapat gejala atau tanda shock.
2. Terdapat gejala atau tanda infeksi.
3. Preeklamsia berat atau eklamsia : diastolik 110 mmHg atau lebih; diastolik 90 mmHg
atau lebih disertai kejang; nyeri kepala, gangguan penglihatan.
4. Tanda-tanda inersia uteri : kurang dari 3 kontraksi dalam 10 menit, durasi kontraksi
kurang dari 40 detik.
5. Gawat janin : DJJ < 120 atau >160 kali per menit (mulai waspada).
6. Kepala bayi tidak turun.
7. Distosia bahu : kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar; kepala bayi keluar
kemudian tertarik kembali ke dalam vagina (turtle head); bahu bayi tidak lahir.
8. Tali pusat menumbung : tali pusat teraba atau terlihat saat periksa dalam, masih
berdenyut.
9. Kehamilan ganda tak terdeteksi.

MANAJEMEN AKTIF KALA III

Proses pimpinan dalam tiap tahapan (kala) persalinan dilakukan secara proaktif,
demikian juga kala III (kala uri), yaitu tahapan melahirkan plasenta. Kala III merupakan
periode paling kritis untuk mencegah perdarahan postpartum. Ketika plasenta terlepas atau
sepenuhnya terlepas tapi tidak segera keluar, maka terjadi perdarahan di belakang plasenta,
sehingga uterus tidak dapat sepenuhnya berkontraksi karena plasenta masih di dalam.
Kontraksi otot uterus merupakan mekanisme fisiologis untuk menghentikan perdarahan.
Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang
lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi
kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan secara pasif
(menunggu tanda-tanda lepasnya plasenta). Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian
ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan dimana sebagian besar
disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta, yang sebenarnya dapat dicegah dengan
melakukan manajemen aktif kala III.

Keuntungan-keuntungan manajemen aktif kala III :


1. Persalinan kala III yang lebih singkat.
2. Mengurangi jumlah kehilangan darah.
3. Mengurangi kejadian retensio plasenta.

Manajemen aktif kala III terdiri dari 3 langkah utama:


1. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir.
2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali, agar segera terjadi separasi plasenta.
3. Masase fundus uteri setelah plasenta lahir.

PROSEDUR MANAJEMEN AKTIF KALA III


1. Letakkan kain bersih di atas perut ibu.
Alasan: Kain akan mencegah kontaminasi tangan penolong persalinan yang sudah
memakai sarung tangan dan mencegah kontaminasi oleh darah pada perut ibu.
2. Letakkan bayi di perut ibu.
3. Pemberian suntikan Oksitosin
1) Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain ( Undiagnosed twin)
Alasan: Oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi yang akan sangat menurunkan
pasokan oksigen kepada bayi. Hati-hati jangan menekan kuat pada korpus uteri
karena dapat terjadi kontraksi tetanik yang akan menyulitkan pengeluaran
plasenta.
2) Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik.
3) Segera (dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan oksitosin 10 unit IM
pada 1/3 bagian atas paha bagian luar (m. rektus lateralis).
Alasan: Oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan
efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan
darah. Aspirasi sebelum penyuntikan akan mencegah penyuntikan oksitosin ke
pembuluh darah.
Catatan: Jika oksitosin tidak tersedia, minta ibu untuk melakukan stimulasi puting
susu atau menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan
menyebabkan pelepasan oksitosin secara alamiah. Jika peraturan/program
kesehatan memungkinan, dapat diberikan misoprostol 600 mcg (oral/sublingual)
sebagai pengganti oksitosin.
4. Klem tali pusat
1) Klem tali pusat 1 menit setelah bayi lahir untuk memberi sejumlah darah melalui tali
pusat. Klem tali pusat pada jarak sekitar 5 cm dari umbilikus bayi, jepit tali pusat di
antara jari tengah dan jari telunjuk (pada tepi klem yang sesuai dengan sisi ibu)
kemudian ekspresikan darah dalam tali pusat dengan menggeser jari-jari tersebut
ke arah ibu.
2) Pasang klem kedua pada tali pusat yang telah diekspresi, dengan jarak 3 cm dari
klem pertama.
3) Oleskan povidone-iodine di sekeliling tali pusat di antara kedua klem.
4) Pegang tali pusat di antara 2 klem dengan satu tangan kiri, kemudian dengan
tangan yang lain, gunting tali pusat di antara kedua klem tersebut.
5) Serahkan bayi pada ibu untuk diberi ASI dini (Inisiasi Menyusu Dini).

Untuk bayi normal, lakukan penjepitan tali pusat setelah 2 menit bayi lahir (saat
lahir diletakkan diatas perut ibu, ibu diberi oksitosin 10 unit dalam 1 menit
pertama setelah bayi lahir dan kemudian lakukan penjepitan tali pusat)

5. PENEGANGAN TALI PUSAT TERKENDALI


1) Pastikan tidak ada bayi lagi dalam uterus (hamil tunggal).
2) Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala II) pada tali pusat,
sekitar 5-20 cm dari vulva.
Alasan: Memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah avulsi.
3) Satu tangan memegang klem tali pusat untuk menegangkan dan membuat tarikan
terkendali pada tali pusat.
4) Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain) tepat di atas simfisis
pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menahan uterus pada
saat melakukan penegangan tali pusat.
5) Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan satu tangan dan
tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus ke arah lumbal dan
kepala ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati hati untuk mencegah terjadinya
inversio uteri (Gambar 6).
6) Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar dua
atau tiga menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat
terkendali.
7) Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan tali
pusat ke arah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin
menjulur dan korpus uteri bergerak keatas yang menandakan plasenta telah lepas
dan dapat dilahirkan.
Tanda-tanda terlepasnya plasenta adalah :
 Tali pusat menjulur lebih panjang (tanda Ahfeld).
 Perubahan bentuk dan tinggi fundus :
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium berkontraksi, uterus berbentuk bulat
penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan
plasenta terdorong ke bawah, uterus menjadi berbentuk segitiga atau seperti buah
pear dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan).
 Pancaran darah mendadak dan singkat keluar dari vagina :
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta
keluar. Apabila kumpulan darah retroplasenter dalam ruang di antara dinding uterus
dan permukaan dalam plasenta melebihi daya tampungnya maka darah tersembur
keluar dari tepi plasenta yang terlepas.

Gambar 6.

8) Tetapi jika langkah 4 diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta tidak
turun setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda
yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan tali pusat.
a. Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi
berikutnya. Jika perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat tali pusat
memanjang. Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan plasenta.
b. Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan
tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah
tersebut pada setiap kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding uterus.
9) Setelah plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar
melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai
(mengikuti poros jalan lahir).
Alasan: Segera melepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding uterus akan
mencegah kehilangan darah yang tidak perlu.

Jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan tekanan


dorso-kranial secara serentak pada bagian bawah uterus (di atas simfisis
pubis).

10) Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan
mengangkat tali pusat keatas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk
diletakkan dalam wadah penampung. Karena selaput ketuban mudah robek; pegang
plasenta dengan kedua tangan dan secara lembut putar plasenta hingga selaput
ketuban terpilin menjadi satu.

Gambar 7. Melahirkan plasenta dan menempatkannya ke dalam wadah


Sumber: Danforth’s Obstetrics & Gynecology, 1999

11) Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput
ketuban.
Alasan: Melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hati-hati akan membantu
mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir.
12) Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir saat melahirkan plasenta,
dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari-
tangan anda atau klem DTT atau steril atau forsep untuk keluarkan selaput ketuban
yang teraba.
13) Periksa apakah seluruh plasenta dan selaput ketuban sudah lahir lengkap :
- Periksa plasenta sisi maternal (yang melekat pada dinding uterus) untuk
memastikan plasenta utuh dan lengkap.
- Pasangkan bagian-bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk memastikan
tidak ada bagian plasenta dan selaput ketuban yang terobek atau tertinggal di
dalam uterus.
- Periksa plasenta sisi foetal (yang menghadap ke bayi) untuk memastikan tidak
ada lobus tambahan.
- Evaluasi selaput ketuban untuk memastikan kelengkapannya.
- Lakukan penilaian bentuk dan berat plasenta.
14) Segera setelah plasenta lahir, lakukan pijatan ringan pada uterus dengan
menggosok permukaan depan uterus secara sirkuler dengan telapak atau jari-jari
tangan sehingga kontraksi berlangsung baik (uterus teraba keras).

Gambar 8. Melepas selaput ketuban menggunakan klem


Sumber: Danforth’s Obstetrics & Gynecology, 1999

Catatan:
- Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua.
- Periksa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk memasukkan
kateter Nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongkan kandung kemih.
- Ulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso-kranial seperti yang diuraikan di
atas.
- Nasehati keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta belum lahir dalam
waktu 30 menit.
- Pada menit ke 30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali
pusat untuk terakhir kalinya. Jika plasenta tetap tidak lahir, rujuk segera. Ingat, apabila
plasenta tidak lahir setelah 30 menit, harus melakukan manual plasenta.

Perhatikan :
- Jika sebelum plasenta lahir kemudian mendadak terjadi perdarahan maka segera lakukan
tindakan plasenta manual untuk segera mengosongkan kavum uteri.
- Jika setelah manual masih terjadi perdarahan maka lakukan kompresi bimanual
internal/eksternal atau kompresi aorta. Beri oksitosin 10 IU dosis tambahan atau
misoprostol 600-1000 mcg per rektal. Tunggu hingga uterus berkontraksi kuat dan
perdarahan berhenti, baru hentikan tindakan kompresi.

PEMANTAUAN KALA IV

1. Ganti baju ibu dengan baju bersih dan kering. Pasang pispot datar dan lebar pada
bagian bokong untuk memantau darah yang keluar.
2. Tutup perut bawah dan tungkai dengan selimut.
3. Pantau tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus, status kandung kemih dan
perdarahan tiap 15 menit hingga 2 jam pasca kala III. Lakukan estimasi jumlah
perdarahan.
4. Masase uterus untuk membuat kontraksi uterus tetap baik tiap 15 menit selama 1 jam
pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua kala IV.
5. Beri obat-obatan yang diperlukan dan minum secukupnya.
6. Bila setelah 2 jam kondisi ibu stabil dan tidak ada komplikasi, pasangkan pembalut dan
celana dalam. Pakaikan kain dan selimuti ibu. Pindahkan ibu ke ruang perawatan dan
lakukan rawat gabung dengan bayinya sesegera mungkin.
CEKLIS PENILAIAN
KETERAMPILAN PIMPINAN PERSALINAN NORMAL

Skor
ASPEK KETERAMPILAN YANG DINILAI
0 1 2
PERSIAPAN
Melakukan persiapan instrumen dan medikamentosa
Mengecek perlengkapan untuk ibu dan bayi
Persiapan penolong
KALA I
Mengenali fase laten dan fase aktif kala I
Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik persalinan
Membuat diagnosis klinis terhadap kondisi ibu dan bayi
Melakukan pemantauan kemajuan persalinan, kondisi ibu dan
kondisi janin
PENGENALAN KALA II
Mengenali gejala kala II
10. Mengenali tanda kala II (dari pemeriksaan dalam)
11. Melakukan pemantauan kemajuan persalinan, kondisi ibu dan
kondisi janin
PIMPINAN KALA II
12. Mempersiapkan ibu pada posisi siap melahirkan
13. Memimpin ibu untuk mengedan pada puncak his
14. Mengistirahatkan ibu jika his hilang dan memeriksa DJJ pada
waktu tersebut
15. Mengetahui indikasi kapan diperlukan episiotomy
16. Melakukan tindakan episiotomi dengan benar (infiltrasi anestesi,
menggunting perineum saat his)
17. Menahan perineum dan mengatur defleksi kepala bayi
18. Membersihkan muka, mulut, hidung dan kepala bayi dari darah,
air ketuban dan verniks kaseosa
19. Memeriksa adanya kemungkinan lilitan tali pusat di leher bayi
20. Membantu melahirkan seluruh badan bayi dengan benar
21. Memastikan bayi bisa bernafas spontan
22. Memberikan bayi kepada asisten untuk dibersihkan
MANAJEMEN AKTIF KALA III
23. Memberikan injeksi Oksitosin 10 U im
24. Mengklem dan memotong tali pusat dengan benar
25. Melakukan penegangan tali pusat terkendali dengan benar
26. Mengenali tanda-tanda lepasnya plasenta
27. Memimpin ibu untuk mengedan saat his untuk melahirkan
plasenta
28. Melakukan tindakan2 untuk membantu melahirkan plasenta
dengan benar
29. Memeriksa apakah seluruh plasenta telah lahir secara lengkap
30. Melakukan masase ringan pada uterus untuk memastikan dan
memperbaiki kontraksi uterus
MENJAHIT EPISIOTOMI
31. Mengecek efektifitas anestesi dan menambahkan anestesi bila
perlu
32. Melakukan jahitan dengan benar
33. Melakukan jahitan dengan pemeriksaan colok dubur
ASPEK KETERAMPILAN YANG DINILAI Skor
0 1 2
35. Menutup luka dengan kasa steril dibubuhi cairan antiseptik
PEMANTAUAN KALA IV
36. Melakukan pemantauan tanda vital dan kontraksi uterus
37. Melakukan pemantauan terhadap kemungkinan perdarahan
38. Mengetahui komplikasi/ penyulit pada kala IV
Jumlah Skor

Penjelasan :
0 Tidak dilakukan mahasiswa
1 Dilakukan, tapi belum sempurna
2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100%


72

DAFTAR PUSTAKA
1. Saifuddin, AB, Adriaanz, G, Wiknjosastro, GH, Waspodo, D, 2006, Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal , Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo-POGI-IDAI-PERINASIA-IBI-Depkes RI-ADB-WHO-JHPIEGO, Edisi 1
Cetakan 4, Jakarta.

2. Saifuddin, AB, Affandi, B, Lu, ER, 2003, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi ,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo- Jaringan Nasional Pelatihan Klinik
Kesehatan Reproduksi (JNPKKR)- BKKBN-Depkes RI-JHPIEGO/STARH Program, Edisi 1
Cetakan 3, Jakarta.

3. Saifuddin, AB, Danakusuma, M, Widjajakusumah, MD, Bramantyo, L, Wishnuwardhani,


SD, 1997, Modul Safe Motherhood dalam Kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia ,
Konsorsium Ilmu Kesehatan Depdiknas-Depkes-WHO, Jakarta.

4. Wiknjosastro, GH, Madjid, OH, Adriaanz, G, dkk, 2007, Buku Acuan Asuhan Persalinan
Normal : Asuhan Esensial Persalinan, Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan
Reproduksi (JNPKKR)-POGI-USAID Indonesia-Health Service Program (HSP), Edisi 3,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai