Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

METODOLOGI KEPERAWATAN

“PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN INTERPRETASI DIAGNOSTIK


PERNAPASAN”

OLEH :

KELOMPOK 4

1. NUR FITRI HAYATI


2. RIZKY AMALIAH
3. APRILIA NURUL ISTIQOMAH

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
PRODI D-IV KEPERAWATAN BIMA
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, sertab taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Pemeriksaan Diagnostik Dan Interpretasi Diagnostik Pernapasan” ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Siti Hajar
Wati, selaku dosen mata kuliah Metodologi Keperawatan yang telah memberikan tugas ini
kepada kami,
Kami sangat berharap makalh ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik dan
saran demi perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Bima, Agustus 2018

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan 2
B. Pengertian Pemeriksaan Diagnostik Sistem 5
C. Macam-macam Pemeriksaan Diagnostik dan Interpretasi Diagnostik Pernapasan 5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 30
B. Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, sertab taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Pemeriksaan Diagnostik Dan Interpretasi Diagnostik Pernapasan” ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Siti Hajar
Wati, selaku dosen mata kuliah Metodologi Keperawatan yang telah memberikan tugas ini
kepada kami,
Kami sangat berharap makalh ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik dan
saran demi perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Bima, Agustus 2018

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

D. Latar Belakang 1
E. Rumusan Masalah 1
F. Tujuan 1

BAB II PEMBAHASAN
D. Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan 2
E. Pengertian Pemeriksaan Diagnostik Sistem 5
F. Macam-macam Pemeriksaan Diagnostik dan Interpretasi Diagnostik Pernapasan 5

BAB III PENUTUP

C. Kesimpulan 30
D. Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemeriksaan sistem respirasi merupakan satu dari sistem-sistem yang ada pada tubuh
manusia. Pemeriksaan dilakukan untuk mendapatkan data objektif yang dilakukan dengan
cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh
klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu untuk
nmemepertoleh data yang sistematid dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil
anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakann keperawatan yang tepat bagi
klien (Dewi Sartika,2010)
Pemeriksaan diagnostik adalah penilaian klinis tentang respon individu terhadap suatu
masalah kesehatan. Hasil suatu pemeriksaan sangat penting dalam membantu diagnosa,
memantau perjalanan penyakit serta menentukan prognosa. Prosedur diagnostic yang
digunakan untuk mendeteksi gangguan pada system pernapasan dibagi ke dalam 2
metode,yaitu: Metode morfologis di antaranya adalah teknik radiologi, endoskopi,
pemeriksaan biopsydan sputum dan Metode fisiologis misalnya pengukuran gas darah dan uji
fungsi ventilasi

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan?
2. Apa yang dimaksud Pemeriksaan Diagnostik Sistem?
3. Apa saja macam-macam Pemeriksaan Diagnostik dan Interpretasi Diagnostik
Pernapasan?

C. Tujuan
1. Mengetahui Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan
2. Mengetahui pengertian Pemeriksaan Diagnostik Sistem
3. Mengetahui macam-macam Pemeriksaan Diagnostik dan Interpretasi Diagnostik
Pernapasan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

Pernapasan adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk
metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut
dikeluarkan dari tubuh melalui paru.
Fungsi sistem pernapasan adalah untuk mengambil Oksigen dari atmosfer kedalam
sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali
ke atmosfer. Organ–organ respiratorik juga berfungsi dalam produksi wicara dan berperan
dalam keseimbanga asam basa, pertahanan tubuh melawan benda asing, dan pengaturan
hormonal tekanan darah.
Sistem pernapasan pada manusia mencakup dua hal, yakni saluran pernapasan dan
mekanisme pernapasan. Urutan saluran pernapasan adalah sebagai berikut: rongga hidung -
faring – laring - trakea - bronkus - paru-paru (bronkiolus dan alveolus).

Adapun alat-alat Pernapasan pada manusia adalah sebagai berikut :


1. Alat pernafasan atas
a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga
hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar
sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi
menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat
juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk
bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang
berfungsi menghangatkan udara yang masuk.
Di dalam rongga hidung terjadi penyesuaian suhu dan kelembapan udara
sehingga udara yang masuk ke paru-paru tidak terlalu kering ataupun terlalu lembap.
Udara bebas tidak hanya mengandung oksigen saja, namun juga gas-gas yang lain.
Misalnya, karbon dioksida (CO2), belerang (S), dan nitrogen (N2). Selain sebagai
organ pernapasan, hidung juga merupakan indra pembau yang sangat sensitif. Dengan
kemampuan tersebut, manusia dapat terhindar dari menghirup gas-gas yang beracun
atau berbau busuk yang mungkin mengandung bakteri dan bahan penyakit lainnya.
Dari rongga hidung, udara selanjutnya akan mengalir ke faring.
b. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2
saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran
pencernaan (orofarings) pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat
terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan
menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran
pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun
demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara
tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.
c. Laring
laring (tekak) adalah tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya
udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai
suara. Laring berparan untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan nafas
terhadap masuknya makanan dan cairan. Laring dapat tersumbat, antara lain oleh
benda asing ( gumpalan makanan ), infeksi ( misalnya infeksi dan tumor).
2. Alat pernafasan bawah
a. Trakea
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher
dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi
oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini
berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
b. Bronkus
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan
bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang
rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar
cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-
cabang lagi menjadi bronkiolus.
c. Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping
dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot
kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri
atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus.
Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput
bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura
visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan
tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura
yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah
yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air
dan zat-zat lain.
Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh
darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan
dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas.
Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter ± 1
mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus. Bronkiolus ini
memiliki gelembung-gelembung halus yang disebut alveolus. Bronkiolus memiliki
dinding yang tipis, tidak bertulang rawan, dan tidak bersilia.
Gas memakai tekanannya sendiri sesuai dengan persentasenya dalam
campuran, terlepas dari keberadaan gas lain (hukum Dalton). Bronkiolus tidak
mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung
mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak
bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara (alveolus).
Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang
salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh
karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka
memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan.

B. Pengertian Pemeriksaan Diagnostik Sistem


Pemeriksaan diagnostik merupakan penilaian klinis tentang respon individu terhadap
suatu masalah kesehatan. Hasil suatu pemeriksaan sangat penting dalam membantu diagnosa.
Memantau perjalanan penyakit serta menentukan prognosa. Dengan adanya pemeriksaan
prosedur diagnostik dapat membantu dalam pengkajian klien. Penting untuk mengklarifikasi
kapan pemeriksaan diagnostik diperlukan sehingga tindakan yang dilakukan pada pasien akan
lebih terarah dan tidak merugikan karena harus mengeluarkan biaya untuk hal yang
sebenarnya dapat dihindari. (Effendi & Niluh, 2002)
Pemeriksaan diagnostik adalah penilaian klinis tentang respon individu terhadap suatu
masalah kesehatan. Hasil dari pemeriksaan sangat penting dalam membantu diagnosa,
memantau perjalanan penyakit serta menentukan prognosa. (Effendi & Niluh, 2002)
Prosedur diagnostic yang digunakan untuk mendeteksi gangguan pada system
pernapasan dibagi ke dalam 2 metode, yaitu: Metode morfologis, (diantaranya adalah teknik
radiologi, endoskopi, pemeriksaan biopsy dan sputum) dan Metode fisiologis (misalnya
pengukuran gas darah dan uji fungsi ventilasi.

C. Macam-macam Pemeriksaan Diagnostik dan Interpretasi Diagnostik Pernapasan


1. Gas Darah Arteri (Arterial Blood Gases/ABG)
Analisa gas darah merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang bertujuan
untuk mengetahui keseimbangan asam basa, oksigen yang ada dalam darah, PH, kadar
karbon dioksida, kadar bikarbonat. Pemeriksaan ini tidak dapat digunakan untuk
menegakkan diagnose sehingga pemeriksaan ini harus digabungkan dengan pemeriksaan
fisik, riwayat penyakit dan data-data laboratorium lainnya. Dalam pemeriksaan ini
dibutuhkan adanya sampel darah arteri yang dapat diambil dari arteri femuralis, radialis
atau brachialis dengan menggunakan spuit yang telah diberi heparin agar tidak terjadi
pembekuan darah pada klien. Sebelum melakukan pemeriksaan ini, perlu di lakukan tes
allen’s.
a. Tes Allen’s
Tes allen’s merupakan pengkajian cepat sirkulasi arteri radialis, sehingga tes
ini penting sebelum melakukan fungsi arteri radialis. Cara melakukan tes ini yaitu :
Sumbat keduan arteri radialis dan ulnaris klien, minta klien untuk mengepalkan
tangannya saat kedua arteri tersebut masih tersumbat sehingga tangan klien akan
pucat. Lepaskan sumbatan dari salah satu arteri, harusnya tangan klien akan
berwarna pink hal ini terjadi karena adanya sirkulasi kolateral. Jika sirkulasi kolateral
adekuat maka pengambilan darah dari arteri radialis ini dapat dilakukan. Spuit yang
telah berisikan sampel darah ditutup untuk mencegah terjadinya kontak dengan udara
dan letakkan ke dalam wadah termos berisi es sampai waktu dianalisa.
b. Pengukuran oksigen dalam darah
Oksigen dapat diukur dengan menggunakan pemeriksaan ini melalui evaluasi
pada PaO2 dan SaO2. Hanya 3% oksigen yang larut dalam darah dan 97% berikatan
dengan hemoglobin pada sel darah merah. Pada PaO2 adalah 80-90 mmhg. PaO2
cenderung menurun karna usia. Pada klien berusia 60-80 tahun, . PaO2 normal adalah
60-80 mmhg. Jika PaO2 rendah disebut Hipoksemia. 6
SaO2 normalnya adalah antara 93% dan 97%. SaO2 adalah untuk menilai
oksigen karena sebagian besar oksigen yang dipasok ke jaringan dibawa oleh
hemoglobin.
c. Pengukuran PH
Nilai normal Ph adalah 7,35-7,45. Jika akumulasi ion hydrogen menumpuk
maka ph turun yang disebut asidemia. Asidemia mengacu pada kondisi darah yang
terlalu asam. Asidemia dengan dua sebab yaitu asidosis metabolic atau asidosis
respiratorik. Jika ph meningkat disebut alkalemia. Alkalemia mengacu pada kondisi
dimana darah terlalu basa, dengan dua sebab yaitu alkalosis metabolic atau
erupalkalosis respiratorik.
Proses perubahan ph terdapat dua macam yaitu proses perubahan yang
bersifat metabolic, adanya perubahan konsentrasi bikabonat yang disebabkan adanya
gangguan metabolisme. Dan yang bersifat respiratorik, adanya perubahan tekanan
parsial karbon dioksida yang disebabkan gangguan respirasi.
Keseimbangan asam basa dalam tubuh dikendalikan oleh 3 mekanisme :
1) Ginjal, ginjal berperan untuk mengeleminasi kelebihan asam dalam bentuk
ammonia.
2) Buffer , dalam tubuh terdapat penyangga ph dalam darah. Bikarbonat (komponen
basa) berada dalam keseimbangan dengan karbon dioksida. Jika lebih banyak
asam yangmasuk dalam darah maka akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat
dalam dan lebih sedikit karbon dioksida.
3) Pembuangan CO2 , jika jumlah karbon dioksida yang dibuang bertambah, kadar
karbon dioksida akan menurun dan selanjutnya ph menjadi basa dan proses
sebaliknya terjadi apabila jumlah karbon dioksida yang dibuang berkurang.
d. Pengukuran karbon dioksida
PaCO2 mengacu pada tekanan yang diberikan oleh CO2 yang terlarut dalam
darah. PaCO2 mempunyai nilai normal yaitu 35-45 mmhg. Pada interpretasi analisa
gas darah, PaCO2 dianggap sebagai asam. Eleminasi CO2 dari tubuh merupakan salah
satu dari fungsi paru-paru.
Klien dengan hipoventilasi, akumulasi CO2 dan PaCO2 meningkat diatas 45
mmhg, retensi CO2 mengakibatkan asidosis respiratori. Klien dengan hiperventilasi,
eleminasi CO2 dan PaCO2 menurun dibawah 35 mmhg. Hilangnya CO2
mengakibatkan alkalosis respiratori.
e. Pengukuran bikarbonat
Bikarbonat (HCO3), ditemukan pada serum yang membantu tubuh mengatur
ph. Konsentrasi dari bikarbonat diatur oleh ginjal dan disebut sebagai proses regulasi
metabolic. Tingkat bikarbonat yang normal adalah 22-26 mEq/L. Jika bikarbonat
lebih dari 26 disebut alkalosis metabolic, jika bikarbonat dibawah 22 disebut
asidosis metabolik.
2. Biopsi Paru
Biopsi adalah pengangkatan sel-sel hidup dengan tujuan memeriksanya di bawah
mikroskop. Sel-sel dapat diangkat dengan operasi bedah (memotong) dari sebagian kecil
dari tumor, dengan aspirasi (hisap) dari sel melalui jarum yang dimasukkan dengan sikat
biopsi. Jika tumor kecil, seluruhnya dapat diangkat, spesimen yang diperoleh diperiksa di
bawah mikroskop (Susan C, 2009).
Biopsi paru dilakukan untuk mengambil jaringan guna membedakan tumor jinak
dan tumor ganas pada paru. Biopsi dapat dilakukan selama bronkoskopi atau melalui
prosedur bedah.
Macam biopsi:
a. Biopsi terbuka
Keuntungan dari biopsi terbuka adalah dengan tindakan tersebut ahli bedah
dapat mengambil jaringan dalam jumlah yang cukup untuk keperluan diagnostik,
jaringan yang cukup banyak ini juga menolong bagi ahli patologi yang belum
berpengalaman untuk membuat dagnosa yang akurat, juga akan mengurangi
memungkinkan kesalahan pengambiilan oleh ahli bedah yang belum berpengalaman.
Namun kesalahan penentuan lokasi biopsi atau teknik biopsi akan membawa
risiko yang lebih besar pada biopsi tersebut. Komplikasi-komplikasi seperti
hematoma, lepasnya sel tumor, infeksi yang lebih sering terjadi pada biopsi terbuka,
selain itu biopsi terbuka harus dilakukan di kamar operasi seringkali memerlukan
perawatan dalam rumah sakit dan memerlukan biaya yang lebih besar.
b. Biopsi tertutup
BAJH (Biopsi Aspirasi Jarum Halus) – FNAB (Fine-Needle Aspiration Biopsy)
Keuntungan dari biosi tertutup antara lain, mudah, murah, cepat, trauma
minimal, risiko infeksi kecil, dapat dilakukan di Poliklinik tanpa bius umum.
Kerugiannya adalah jaringan yang diambil tidak adekuat / terlalu sedikit yang
menyebabkan kesalahan diagnostik, juga bila kebetulan terambil jaringan nekrotik
akan menyebabkan kesulitan dalam menegakkan diagnosa.
BAJH menggunakan spuit 10-20 cc dengan needle no 22G. Walaupun beberapa
kerugian tersebut, keuntungan biopsi tertutup menyebabkan tindakan ini semakin
populer. (Sriwibowo, 2005)
1) Cara kerja
a) Diagnosa klinis
Penderita yang akan menjalani tindakan operasi dengan klinis jaringan
lunak
b) Urutan tindakan
Penderita setuju mengikuti tindakan (informed consent), kemudian
dilakukan tindakan BAJH. Setelah itu dilakukan pemindahan dengan objek
glass lalu difixasi dengan alkohol 95%. Kemudian dikiring ke lab PA.
Untuk dilakukan pewarnaan/ pulasan dengan Papanicolou atau May
Grandwal Giemsa untuk kemudian dilakukan pemeriksaan mikroskopis/
sitologi
2) Teknik Pemeriksaan
a) Persiapan alat:
 Spuit disposable 10-20 cc
 Jarum suntik disposable no. 22 G
 Alat penarik ujung spuit disebut “pistol syringe”
 Kaca obyek untuk sediaan sitologi
 Kapas alkohol (70%) untuk disinfeksi
 Plester/ tensoplast
 Cairan fixasi alkohol 95%
b) Persiapan penderita
Pemeriksaan BAJH dapat dilakukan di Sub Bedah Onkologi atau
bangsal perawatan, penderita dapat tidur telentang ataupun duduk di meja
periksa, daerah yang akan di aspirasi/ suntik dibersihkan dengan kapas
alkohol 70% dilakukan palpasi untuk menentukan lokasi tumor.
c) Tindakan BAJH
 Observasi tumor jaringan lunak yang akan di biopsi dengan melakukan
palpasi untuk mengetahui lokasi, besar dan konsistensi.
 Memilih bagian tumor yang akan di biopsi, kemudian disinfeksi
permukaan kulit di atas massa tumor yang akan di biopsi dengan
menggunakan alkohol 70% dan difiksasi tumor dengan tangan kiri
aspirator.
 Dengan posisi spuit pada keaddaan kosong (0 cc), tusukkan biopsi
dengan tangan kanan aspirator pada tumor sedalam kurang lebih
pertengahan tebalnya tumor.
 Tarik ujung penghisap spuit ke atas dengan bantuan alat pistolet
ayringe, sehingga terbentuk ruang hampa di dalam spuit dan tekan
dalam riangan spuit menjadi negatif, perhatikan apa yang terhisap ke
dalam ruang spuit tersebut bila didapatkan cairan di dalam ruang spuit
berarti tumor itu kistik. Bila di dalam spuit kosong tidak didapat apa-
apa berarti tumor itu padat.
 Bila tumor itu padat maka tindakan selanjutnya adalah tusukan jarum
biopsi ke dalam massa tumor sebanyak beberapa kali dengan arah dan
sudut yang berlainan sel-sel tumor itu akan tertarik ke dalam lubang
jarum/ ruang spuit karena adanya tekanan negatif di dalam ruang spuit
tersebut.
 Tindakan selanjutnya adalah kembalikan posisi ujung penghisap ke
posisi semula, lalu cabut spuit beserta jarum biopsinya keluar dari
massa tumor dengan cepat, agar sekret/ fragmen sel tumor yang sudah
berada dalam ruang spuit tidak tertarik kembali dalam jaringan tumor.

Teknik BAJH Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Bajah)/ Fine


Needle Aspiration Biopsy
3. Bronkoskopi
Bronkoskopi serat optik adalah suatu prosedur pemeriksaan invasif yang
menggunakan alat bronkoskop serat optik, untuk melihat secara langsung kelainan
patologi pada saluran pernapasan percabangan trakeobronkial.
Bronkoskopi adalah tes yang digunakan untuk keperluan diagnostik dan
theraupetic. Sebuah bronkoskop fiberoptik fleksibel atau bronkoskop kaku dapat
memvisualisasikan laring, trakea, dan bronkus. Bronkoskopi berguna untuk deteksi
diagnostik tumor, peradangan, atau struktur serta untuk mendapatkan biopsi jaringan.
Kegunaan Theraupetic dari bronkoskopi termasuk penghapusan sekresi dipertahankan
atau benda asing yang menghambat saluran udara dan untuk mengontrol perdarahan
dalam bronkus.
Tujuan diagnostik mencakup pemeriksaan jaringan, evaluasi lanjut tumor untuk
memungkinkan bedah reseksi, pengumpulan spesimen jaringan untuk keperluan
diagnosa, dan evaluasi tempat perdarahan. Sementara bronkhoskopi terapeutik dilakukan
untuk tujuan mengangkat benda asing, mengangkat sekresi yang kental dan banyak,
pengobatan atelektasis pascaoperatif, dan menghancurkan dan mengangkat lesi.
Pemeriksaan bronkhoskopi dilakukan dengan memasukkan bronkhoskop ke dalam
trakhea dan bronkhi. Dengan menggunakan bronkoskop yang kaku atau lentur, laring,
trakhea, dan bronkhi dapat diamati. Pemeriksaan diagnostik bronkoskopi termasuk
pengamatan cabang trakheobronkhial, terhadap abnormalitas, biopsi jaringan, dan
aspirasi sputum untuk bahan pemeriksaan. Bronkhoskopi digunakan untuk membantu
dalam mendiagnosis kanker paru.
a. Perawatan praprosedur

Jelaskan prosedur pada klien dan keluarga dan dapatkan izin tindakan dari
klien. Instruksikan klien untuk tidak makan dan minum 6 jam sebelum pemeriksaan.
Informasikan pada klien bahwa tenggoroknya mungkin akan sakit setelah
bronkhoskopi, dan mungkin terjadi kesulitan menelan pada awal setelah pemeriksaan.
Klien diberikan anestesi lokal dan sedasi intravena untuk menekan refleks batuk, dan
menghilangkan ansietas. Pemeriksaan membutuhkan waktu 30 sampai 45 menit.
Selama prosedur klien berbaring terletang dengan kepala hiperekstensi. Perawat
memantau tanda vital, berbicara pada atau menenangkan klien, dan membantu dokter
sesuai kebutuhan.

b. Perawatan pascaprosedur

Setelah prosedur, tanda vital dipantau per protokol institusi. Amati klien
terhadap tanda distres pernapasan, termasuk dispnea, perubahan frekuensi pernapasan,
peng-gunaan otot aksesori pernapasan, dan perubahan bunyi napas. Tidak ada
pemberian apapun melalui mulut sampai refleks batuk dan menelan kembali pulih,
yang biasanya sekitar 1 sampai 2 jam setelah prosedur. Bila klien sudah dapat
menelan, berikan sehirup air. Bunyi napas dipantau selama 24 jam. Adanya bunyi
napas tambahan atau asimetris harus dilaporkan pada dokter. Dapat terjadi
pneumotoraks setelah bron¬khoskopi.

c. Pemeriksaan untuk Mengevaluasi Fungsi Pernapasan

Pemeriksaan diagnostik yang mengevaluasi status fungsi sistem pernapasan


antara lain termasuk uji fungsi pulmonal, oksimetri nadi, dan analisis gas darah arteri.

4. Sinar-X dada
Sinar-X dada digunakan untuk mengenali kelainan struktur dada dan jaringan paru
untuk diagnosa penyakit dan cedera paru dan untuk memonitor terapi.
Pemeriksaan ronsen dada sebaiknya dilakukan di bagian radiologi.Pemeriksaan
sinar-X standar lebih dipilih dengan posisi berdiri, meskipun posisi duduk atau berbaring
dapat dilakukan. Pemajanan standar untuk pemeriksaan ini adalah:
a. Posterio-anterior (PA)-sinar-X menjalar melalui punggung ke bagian depan tubuh
b. Lateral-sinar-X menembus bagian samping tubuh (biasanya sebelah kiri)
Selain pemeriksaan standar mungkin diperlukan juga pemajanan spesifik untuk
melihat bagian-bagian spesifik dada. Pemajanan tersebut termasuk :
a. Oblique-film sinar-X diarahkan miring dengan sudut spesifik
b. Lordotis-film sinar-X dimiringkan dengan sudut 45 derajat dari bawah untuk
melihat kedua apeks paru
c. Dekubitus- film sinar-X diambil dengan posisi pasien berbaring miring (kiri atau
kanan) untuk memperlihatkan cairan bebas dalam dada.

Prosedur
Pemeriksaan ronsen dada dilakukan dengan posisi berdiri atau duduk tegak
menghadap film sinar-X.Hantaran gelobang sinar-X ditembuskan dari arah posterior
(posisi PA).Radiograf biasanya diambil saat inspirasi penuh, yang menyebabkan
diafragma bergerak ke arah bawah.Radiograf yang diambil saat ekspirasi kadang
dilakukan untuk mengetahui tingkat gerakan diafragma atau untuk membantu dalam
pengkajian dan diagnosa pneumotoraks.

Perawatan praprosedur
Jelaskan klien tentang pemeriksaan ini.Pemeriksaan ini tidak menimbulkan nyeri
dan pemajanan pada radiasi adalah minimal.Klien harus melepaskan semua perhiasan
dan pakaian dalamnya lalu mengenakan gaun.Kaji status kehamilan klien (untuk klien
wanita); wanita hamil seharusnya tidak boleh terpajan pada radiasi.
Interpretasi Hasil

a. Atelektasis (kolaps) adalah hilangnya volume peru, lobus, maupun segmen yang
biasanya disebabkan oleh sumbatan sehingga menyebabkan kolaps pada paru. Tanda-
tanda yang biasanya didapatkan dari hasil X-Ray adalah radiopacity (warna putih
pada paru-paru)

b. Konsolidasi merupakan kondisi dimana area putih paru-paru terdapat cairan atau
seluler yang seharusnya terdapat udara diarea. Beberapa kasus yang menyebabkan
terjadinya konsolidasi adalah pneumonia, edema paru.

c. Kavitas merupakan ciri khas dari penyakit TB paru. Suara napas pasien akan
terdengar seperti suara ketika meniup tutup botol (amforik). Hal ini disebabkan
karena timbulnya kavitas pada bagian paru tersebut.
5. Scan CT dada
Compuled tomographi (CT) Scan adalah metode pencitraan dimana paru dipindai
(Scanning) dalam lapis-lapis berurutan oleh pancaran-sempit sinar-X. Bayangan yang di
hasilkan memberikan pandangan potongan melintang dari thoraks. Film sinar-X reguler
memperlihatkan perbedaan besar antara densitas tubuh seperti tulang, jaringan lunak, dan
udara. Namun demikian, CT Scan dapat membedakan densitas jaringan yang sangat
halus. Pemeriksaan ini dapat di gunakan untuk membedakan nodulus pulmonal dan
tumor kecil yang berdekatan dengan permukaan pleural yang tidak terlihat pada
pemeriksaan sinar-X rutin untuk menunjukan abnormalitas mediastinal dan adenopati
hilar yang sulit untuk deperlihatkan dengan teknik lainnya. Bahan kontras sangat berguna
saat mengevaluasi mediastinum dan isi yang terkandung di dalam nya. Hasil cetak
komputer mungkin di hasilkan untuk mengetahui nilai apsorpsi dari jaringan dalam
bidang yang sedang di pindai.

6. Pencitraan resonansi Magnetik (MRI) dada


MRI (Magnetic Resonance Imaging) adalah teknik diagnostik yang
menggunakan medan magnet dan gelombang radio untuk menghasilkan
gambar rinci jaringan lunak tubuh dan tulang. MRI membuat pencitraan tulang dengan
menggunakan magnet yang terbentukdisekitar tubuh untuk merangsang atom hidrogen.
Setelah atom kembali ke tingkat rangsang normal, mereka memancarkan
energi yang terdeteksi pada scanner. MRI scan umumnya dianggap sebagai studi
pencitraan yang terbaik.Alat tersebut memiliki kemampuan membuat gambaran
potongan coronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi tubuh pasien Bila
pemilihan parameternya tepat, kualitas gambaran detil tubuh manusia akan tampak jelas ,
sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara teliti. Untuk itu
perlu dipahami hal-hal yang berkaitan dengan prosedur tehnik MRI dan tindakan
penyelamatan bila terjadi keadaan darurat.

Cara kerja/Prinsip MRI :

Secara ringkas, proses terbentuknya citra MRI dapat digambarkan sebagai


berikut: Bila tubuh pasien diposisikan dalam medan magnet yang kuat, inti-inti hidrogen
tubuh akan searah dan berotasi mengelilingi arah/vektor medan magnet. Bila signal
frekuensi radio dipancarkan melalui tubuh, beberapa inti hidrogen akan menyerap energi
dari frekuensi radio tersebut dan mengubah arah, atau dengan kata lain mengadakan
resonansi. Bila signal frekuensi radio dihentikan pancarannya, inti-inti tersebut akan
kembali pada posisi semula, melepaskan energi yang telah diserap dan menimbulkan
signal yang ditangkap oleh antena dan kemudian diproses computer dalam bentuk
radiograf.

Alat MRI :

Berupa suatu tabung berbentuk bulat dari magnet yang besar. Penderita berbaring
di tempat tidur yang dapat digerakkan ke dalam (medan) magnet. Magnet akan
menciptakan medan magnetik yang kuat lewat penggabungan proton-proton atom
hidrogen dan dipaparkan pada gelombang radio. Ini akan menggerakkan proton-proton
dalam tubuh dan menghasilkan sinyal yang diterima akan diproses oleh komputer guna
menghasilkan gambaran struktur tubuh yang diperiksa.
Kelebihan MRI :

Beberapa faktor kelebihan yang dimiliki oleh MRI adalah kemampuannya membuat
potongan koronal, sagital, aksial tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh pasien
sehingga sangat sesuai untuk diagnostic jaringan lunak. Kualitas gambar MRI dapat
memberikan gambaran detail tubuh manusia dengan perbedaan yang kontras, sehingga
anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara teliti.

7. Angiografi pulmonal (Angiogram)


Pemeriksaan angiografi termasuk angiografi pulmonal, Angiokardiografi,
Aortografi, Arteriangiografi Bronkhi, Angiografi vena kava superior, dan Azigografi,
Angiografi pulmonal paling umum digunakan untuk menyelidiki penyakit
tromboembolik paru seperti emboli paru dan abnormalitas kongenital pohon vaskular
pulmonal.
Angiografi pulmonal adalah penyuntikan cepat medium radio paque kedalam
vesikula paru untuk keperluan pemeriksaan radiografi pembuluh pulmonal. Pemeriksaan
ini dapat dilakukan dengan menyuntikan bahan radio paque kedalam vena pada salah
satu atau kedua lengan (secara simultan) atau kedalam vena Femoralis dengan
menggunakan jarum atau keteter, atau media yang dapat disuntikan kedalam keteter yang
sebelumnya telah dipasang didalam arteri pulmonal yang besar atau percabangannya atau
kedalam vena progsimal besar kearah pulmonal.

8. Oksimetri Nadi

Oksimetri nadi adalah metoda noninvasif pemantauan kontinu saturasi oksigen –


hemoglobin (SaO2). Meskipun pemeriksaan ini tidak dapat menggantikan pemeriksaan
analisis gas darah, namun pemeriksaan ini sangat efektif untuk memantau pasien
terhadap perubahan mendadak atau perubahan kecil saturasi oksigen. Oksimetri nadi
digunakan dalam berbagai lingkup perawatan, termasuk unit perawatan kristis, unit
perawatan umum, dan lingkungan diagnostik dan tindakan di mana dibutuhkan
pemantauan saturasi oksigen selama prosedur.
Pemeriksaan oksimetri nadi menggunakan alat sensor (probe) yag dilekatkan pada
ujung jari, dahi, daun telinga, atau tulang hidung. Semsor mendeteksi perubahan kadar
saturasi oksigen dengan memantau sinyal cahaya yang dibangkitkan oleh oksimetermdan
direflesiksikan oleh denyutan alliran darah melalui jaringan pada probe. Nilai normal
SaO2 adalah 90% sampai 100%. Nilai dibawah 85% menandakan bahwa jarngan tidak
mendapat cukup oksigen dan pasien membutuhkan evaluasi lebih lanjut. Nilai SaO3
yang dapat dengan oksimetri nadi tidak dapat diandalkan dalam kondisi seperti henti
jantung, syok, penggunaan obat-obat vasokontriktor, pemnerian zat warna per IV (seperti
metilen bru), anemia berat, dan kadar CO2 tinggi. Diperlukan pemeriksaan lain seperti
kadar hemoglobin, gas darah arteri dan pemeriksaan laboratorium lainnya untuk
memvalidasi nilai oksimetri nadi dalam kondisi tersebut. (Effendy & Niluh, 2002)
Alat oksimeter mempunyai dua bagan. Pada salah satu sisi sensor terdapat dua diode
(LED) yang memancarkan cahaya yang disebut defektor. LED menghantarkan cahaya
menembus jaringan dan pembuluh darah dan foto detektor menerima cahaya dan
mengukur jumlah cahaya yang terserap oleh hemoglobin takteroksigenasi menyerap
lebih banyak cahaya merah. Melalui proses yang disebut spektrofotometri, SaO2
ditetapkan dengan dasar jumlah setiap tipe cahaya yang diterima oleh fotodetektor.
Terdapat beberpa tipe sensor yang berbeda yang diantarannya dirancang untuk
digunakan pada jari, ibu jari kaki, hidung, telinga nadi atau sekeliling tangan atau kaki
bayi. Anda harus memilih sensor yang tepat untuk pengukuran tempat yang teah anda
rencanakan atau pilih.
Sebelum menggunakan oksimetri nadi untuk mengkaji status oksigenasi klein,
pertama kaji terlebih dahulu kadar hemoglobin klien. Karena kadar oksimetri nadi
mengukur perseb dari SaO2, hasilnya dapat tampak normal ketika hemoglobin klien
rendah karena semua hemoglobin yang ada untuk mengangkut O2 tersaturasi
selluruhnya.
Respon yang diharapkan: saturasi O2 klien 91% sampai 100% dan klien mampu
untuk mentoleransi prosedur. Respon yang merugukan: saturasi oksigen klien rendah (
kurang dari 70% adalah kondisi yang membahayakan jiwa), timbul tekanan pada
jaringan tempat terpasangnya sensor, dan terjadi iritasi kulit pada letak adesif sensor.
Alat yang dibutuhkan: oksimetri nadi dengan sensor yang dipilih, kapas alkohol,
perlak atau handuk.
Tindakan Pemeriksaan oksimetri nadi (Effendy & Niluh, 2002)
Tindakan Rasional

1. Pilih sensor yang sesuai 1. Sensor harus dipilih berdasarkan


pada ukuran individu dan tempat
pemasangan yang dipilih.
2. Pikih tempat yang sesua untuk 2. Menurunkan sirkulasi yang
sensor. Jika anda menggunakan jari mengganggu pengukuran saturasi
atau ibu jari kaki, kaji terhadap O2
pengisian kapiler dan nadi
proksimal. Jika klien mempunyai
sirkulasi yang buruk, gunakan dahi
atau hidung sebagai tempat sensor
3. Bersihkan tempat yang anda pilih 3. Pewarna kuku dapat
dengan kapas alkohol. Bersihkan mengganggu hasil pengukuran
pewarna kuku jika klien
menggunakannya.
4. Pasang sensor. Pastikan LED dan 4. Pemasangan yang sesuia
fotodetektor terletak pada sisi yang memberikan hasil yang akurat.
berlawanan dari tempat yang dipilih.
5. Hubungkan sensor ke oksimeter 5. Tone dan flluktuasi bentuk
dengan kabel sensor. Hidupkan gelombang menandakan bahwa
mesin. Saat anda menghidupkan mesin mendeteksi aliran darah.
mesin akan terdengar tone atau anda
melihat bentuk gelombang yang
berfluktuasi bersamaan dengan tiap
kali denyut nadi.
6. Atur batas alaram untuk kadar 6. Alaram akan mewaspadakan
saturasi O2 yang tinggi dan rendah anda terhadap kadar saturasi
sesuai dengan petunjuk dari pabrik yang abnormal.
pembuat mesin (protokol)
7. Pindahkan letak sensor spring setiap 7. Mencegah kerusakan kulit akibat
2 jam dan sensor adesif setiap 4 jam. tekanan dan iritasi kulit akibat
adesif.
8. Lindungi sensor terhadap pemajanan 8. Cahaya dapat menggangu hasil
sumber cahaya terang dengan SaO2
menutupnya menggunakan handuk.
9. Beritahukan dokter jika hasilnya 9. Kadar SaO2 yang rendah
abnormal. membutuhkan erhatian medis.
10. Catat hasil pengukuran saturasi O2, 10. Mengomunikasikan temuan
tipe sensor yang digunakan, kadar kepada anggita tim perawatan
Hb dan hasil engkajian klien tempat kesehatan lain.
sensor. Pendokumentasian asuhan yang
telah diberikan kepada klien
berguna sebagai catatan legal.

9. Tomografi Emisi Positron (PET)


Positron Emission Tomography (PET) menggunakan energy fisika yang tinggi
dan teknik komputer yang canggih untuk meneliti cara sel berfungsi dalam individu yang
hidup. Klien menghirup atau di suntik dengan unsur radioaktif yang memiliki paruh
waktu yang singkat yang dapat bereaksi dengan elemen alamiah yang terdapat di dalam
tubuh (oksigen,nitrogen,karbon,flourin). Radioisotop mengeluarkan partikel atomik yang
di sebut positron (elektron yang bermuatan positif). Ketik positron bertemu dengan
elektron yang terjadi tepat setelah emisi keduanya akan di hancurkan dan dua gelombang
gamma dilepaskan. Semburan energi dicatat oleh PET scan selanjutnya komputer akan
menentukan dimana letak bahan radio aktif itu terdapat dalam tubuh. PET berguna untuk
pengukuran kuantitatif perfusi pulmonal regional dan untuk meneliti hubungan ventilasi-
perfusi. Pemeriksaan ini hanya digunakan pada sedikit pusat kesehatan karena tekhnologi
ini sangat mahal.
10. Pemeriksaan Sputum
Sputum adalah bahan atau cairan yang dihasilkan dari paru dan trakea yang
kemudian dikeluarkan melalui mulut.
Sputum juga dapat diartikan sebagai suatu cairan yang diproduksi dalam alveoli dan
bronkioli. Sputum yang memenuhi syarat pemeriksaan harus benar-benar dari trakea dan
bronki bukan berupa air ludah. Sputum berbeda dengan dengan ludah, cairan sputum
lebih kental dibandingkan dengan air ludah dan tidak terdapat gelembung-gelembung
busa diatasnya , sedang pada air ludah akan membentuk gelembung-gelembung jernih
dibagian atas permukaan cairan. Secara mikroskopik ludah akan menunjukkan gambaran
sel-sel gepeng sedangkan pada sputum tidak ditemukan hal tersebut.
Sputum yang baik untuk melakukan pemeriksaan sputum adalah sputim yang
diambil pada pagi hari setelah bangun tidur karena sputum yang dihasilkan pada pagi
hari mengandung paling banyak kuman. Sputum diambil sebelum menggosok gigi, tapi
sudah berkumur terlebih dahulu untuk membersihkan sisa-sia makanan yang tertinggal di
dalam mulut.
Pemeriksaan sputum diperlukan apabila diduga terdapat penyakit pada paru-paru.
Pada membrane mukosa saluran pernafasan berespon terhadap inflamasi dengan
meningkatkan keluaran sekresi yang sering mengandung mikroorganisme penyebab
penyakit. Pemeriksaan sputum meliputi pemeriksaan :
a. Jumlah sputum yang dihasilkan
Normalnya sputum yang dihasilkan oleh orang dewasa yaitu 100ml/hari.
jumlah berlebihan terlihat pada inflamasi bronchial kronik dan system paru, jumlah
sedikit dapat terlihat pada inflamasi bronchial akutdan pada tahap dini pneumonia
lobar.
1) Warna, bau, viskositas
a) Sputum hitam dapat menunjukkan antrakosis (debu batubara).
b) Sputum berwarna karat, mukoporulen, dan kental mengindikasikan
pneumonia.
c) Sputum berwarna kuning atau kehijauan dengan bau tidak sedap
mengindikasikan pseudomonas
d) Sputum mukopurulen kental kekuningan terlihat pada tahap dini pneumonia
lobar, abses paru dan tuberculosis
e) Sputum berwarna abu-abu atau putih dan berlendir mengindikasikan
bronchitis kronik.
f) Sputum berwarna merah muda dan berbusa mengindikasikan edema paru-paru
akut.

2) Darah
a) Bila darah yang tercampur dengan sputum, perdarahan ada pada bronkiolus. 3
b) Jumlah banyak darah yang tercampur dengan sputum mengindikasikan
robeknya [pembuluh darah besar.
c) Darah berwarna merah terang dan berbusa mengindikasikan emboli paru,
tuberculosis atau robekkan aneurisma.
3) Tes kultur sputum
Digunkan untuk mengidentifikasi organism spesifik untuk menegakkan
diagnosa dan menentukan keefektifan pengobatan antibiotic.
4) Pewarnaan gram
Digunakan untuk mendapatkan informasi tentang jenis mikroorganisne
5) Sensitivitas
Berfungsi untuk mengidentifikasi antibiotic yang mencegah pertumbuhan
organisme yang terdapat dalam sputum. Sputum dikumpulkan sebelum
pemberian antibiotic.
6) Basil tahan asam
Digunakan untuk menentukan adanya mikrobakterium tuberkolosis.
7) Sitologi
Digunakan untuk mengidentifikasi karsinoma paru. Sputum mengandung
runtuhan sel dari percabangan tracheabronkhial sehingga terdapat adanya sel-sel
yang abnormal (malignansi).
8) Tes kuantitatif
Pengumpulan sputum selama 24-72 jam. Tes kuantitatif untuk menentukan
apakah sekresi yang dikeluarkan itu merupakan saliva, lendir, pus , atau bukan.
Pada tes kulitatif, klien diberikan wadah khusus untuk mengeluarkan sputum
kemudian pada akhir 24 jam wadah tersebut ditimbang sehingga dapat diketahui
jumlah serta karakternya

b. Cara pemeriksaan sputum


Sebelum pengumpulan sputum akan dilakukan , informasikan dahulu kepada
klien tentang pemeriksaan sputum ini. Intruksikan kepada klien untuk
mengumpulkan sputum yang benar-benar berasal dari paru-paru. Sputum yang
dihasilkan setelah bangun tidur dipagi hari banyak mengandung organism yang
produktif, dan biasanya dibutuhkan sekitar 4ml sputum untuk melakukan
pemeriksaan sputum.
1) Persiapkan alat dan bahan
a) Wadah atau botol specimen sputum yang steril dengan penutup
b) Sarung tangan dan masker
c) Disinfektan dan alat penguap
d) Ose, kaca objek, Rak sediaan
e) Spirtus, alkohol
f) Label yang berisi lengkap untuk menandai wadah sputum
g) Obat kumur
h) Sputum klien
i) Larutan carbol fuchsin, larutan HCL, larutan methylen blue, xylol
2) Pengambilan sputum
Sebelumnya jelaskan terlebih dulu kepada klien tentang apa yang akan
dilakukan, berikan informasi dan intruksi kepada klien bahwa jangan menyentuh
bagian dalam specimen, menjaga bagian luar wadah sputum tidak terkena
sputum.
a) Posisikan klien pada posisi fowler atau semifowler
b) Minta klien untuk berkumur dengan obat kumur yang telah disediakan
c) Pasang sarung tangan dan pegang bagian luar wadah tersebut untuk klien
Letakkan wadah sputum yang sudah dibuka dekat dengan mulut dan
keluarkan sputum kedalam wadah yang telah disediakan . pastikan sputum
tidak terkena bagian luar wadah sputum
d) Minta klien untuk menarik nafas dalam 2-3 kali setiap kali hembuskan
nafas dengan kuat dan membatukkan sputum
e) Tutup rapat wadah tersebut, untuk mencegah adanya penyebaran
mikroorganisme secara tidak sengaja ketempat lain
f) Lepas dan buang sarung tangan.
g) Beri label yang berisi nama, alamat tanggal pengambilan serta nama
pengirim
h) Dokumentasikan smua informasi yang relevan meliputi jumlah , warna,
dan konsistensi.
3) Pembuatan preparat
a) Ambil wadah sputum dan kaca objek yang beridentitas sama dengan wadah
sputum
b) Panaskan ose diatas nyala api spritus sampai merah dan kemudian
didinginkan
c) Ambil sputum dengan menggunakan ose
d) Buatlah hapusan diatas kaca objek dengan ukuran 2-3cm
e) Keringkan hapusan sputum dengan suhu kamar
f) Setelah setengah kering lewatkan preparat berisi hapusan sputum tersebut
diatas nyala api spritus sebanyak 3x selama 3-5 detik untuk difiksasi
g) Setelah itu hapusan langsung diwarnai dengan pewarna Ziehl Neelsen

4) Pewarnaan Ziehl Neelsen


a) Teteskan carbol fuchsin pada hapusan sputum
b) Panaskan dengan api spritus sampai keluar uap 3-5 menit.
c) Bilas dengan air yang mengalir pelan sampai zat warna terbuang
d) Teteskan dengan alcohol HCL sampai warna merah pada fuchsin hilang
e) Bilas dengan air yang mengalir pelan
f) Teteskan larutan methylen blue dan diamkan 10-20 detik
g) Bilas dengan air yang mengalir pelan
h) Keringkan hapusan sputum diudara terbuka

Prinsip pewarnaan mycobacterium yang dinding selnya tahan asam karena


mempunyai lapisan lilin yang tidak mudah untuk ditembus cat. Pewarnaan Ziehl
Neelsen setelah basil tahan asam ( BTA) mengambil warna dari fchsin kemudian
dicuci dengan dengan air yang mengalir pelan, lapisan lilin akan terbuka pada saat
dipanaskan dan akan merapat kembali karena terjadi pendinginan pada saat dicuci. 5
Saat dituangi dengan HCL alcohol, warna merah pada dari basic fuchsin pada
BTA tidak luntur sedangkan pada bakteri yang tidak tahan asam akan melepaskan
warna merahnya sehingga akan menjadi pucat atau tidak berwarna. Pada waktu
dicat dengan methylen blue BTA akan tetap berwarna merah sedangkan pada
bakteri yang tidak tahan asam akan mengambil warna berwarna biru.

5) Pembacaan hapusan sputum


Preparat hapusan sputum yang terwarnai dan kering, dilap bagian bawahnya
dengan kertas tisu. Kemudian teteskan minyak imersi dengan 1 tetes pada
hapusan sputum. Hapusan sputum dibaca dengan mengunnakan mikrskop dengan
perbesaran kuat. Pembacaan hapusan sputum ini dimulai dari ujung kiri dan
digeser ke kanan kemudian digeser kembali ke kiri. Pembacaan dilakukan secara
sistematika, kuman BTA berwarna merah berbentuk batang lurus, terpisah,
berpasangan atau berkelompok dengan latar belakang berwarna biru.

11. Torasentesis
Thoracentesis merupakan prosedur invasif yang melibatkan penyisipan jarum ke
dalam ruang pleura untuk menghilangkan cairan pleural atau udara. Cairan pleura akan
dihapus untuk terapi menghilangkan rasa sakit atau sesak napas yang disebabkan oleh
analisis cairan pleura yang berlebihan juga dapat menjadi alat diagnostik untuk
mendeteksi berbagai gangguan, seperti kondisi peradangan, infeksi, atau kanker. (Linda,
2010)
Torasentesis adalah penusukan jarum ke dalam spasium pleural. Indikasi
pemeriksaan torasentesis termasuk:
a. Pengangkatan cairan pleural untuk tujuan diagnostik.
1) Pemeriksaan untuk mengetahui berat jenis, jumlah sel darah putih, bitung
banding sel, jumlah sel darah merah, dan kosentrasi protein, glukosa, dan
amilase.
2) Pembuatan kultur dan pemeriksaan terhadap adanya bakteri dan sel-sel abnormal
atau malignan.
3) Penampilan umum cairan, kuantitas yang didapat, dan lokasi dari letak
torasentesis harus dipesankan.
b. Biopsi pleural.
Pembuangan cairan pleural jika cairan tersebut mengancam dan
mengakibatkan ketidaknyamanan klien.
c. Instilasi antibiotik atau obat lainnya ke dalam spasium pleural

a. Prosedur
Torasentesis adalah mengalirkan cairan atau udara yang ditemukan dalam
rongga pleural. Torasentesis terapeutik akan membuang cairan atau udara yang
menum-puk dalam rongga pleura yang dapat menyebabkan kompresi paru dan distres
pernapasan. Cairan yang dikumpulkan dikirim ke laboratorium dan diperiksa terhadap
berat jenis, glukosa, protein, pH, kultur, pemeriksaan sensitivitas, dan sitologi. Warna
dan konsistensi cairan pleural juga dicatat. (Effendy & Niluh, 2002)

b. Perawatan praprosedur
Dapatkan izin tindakan dari klien dan jelaskan pada klien tentang prosedur dan
tujuannya. Posisi klien duduk tegak sambil condong ke depan di atas meja trei atau
sandaran kursi. Perhatikan posisi klien, dengan posisi ini cairan dalam pleura
berkumpul pada dasar toraks. Bila tidak, baringkan klien dalam posisi rekumben
dengan lengan terletak di bawah kepalanya. Penusukan jarum akan menimbulkan
nyeri. Instruksikan klien untuk tidak bergerak selama prosedur karena gerakan
mendadak dapat mendorong jarum menebus rongga pleura dan mencederai pleura
viseralis atau parenkim paru. Pemeriksaan membutuhkan waktu 5 sampai 15 menit.
Selama prosedur bantu dokter; pantau tanda vital; dan amati terhadap dispnea,
keluhan kesulitan bernapas, mual, atau nyeri. (Effendy & Niluh, 2002)

c. Keterampilan Membantu Dalam Tindakan Torasentesis


Torasentesis adalah tindakan mengaspirasi cairan pleural atau udara,
dilakukan untuk menghilangkan tekanan, nyeri, atau dispnea. Respons yang
diantisipasi: klien dalam keaaan nyaman selama prosedur dan tidak mengalami
dispnea, batuk atau distres pernapasan.
Respons yang merugikan: klieanmengalamo distres pernapasan dan
menunjukkan gejala seperti peningkatan frekuensi pernapasan, batuk takterkontrol,
mukus berbusa dan bersemu darah, frekuensi jantung cepat, atau tanda tanda hipoksia.
Peralatan yang dibutuhkan : trai torasntesis: jarum aspirasi no 16;8,75 cm, 1
ampul lidokain 1%(5ml), jarum no 21;3,73, jarum no 25;5/8 inci, spuit 5 ml, spuit 50
ml, katup dua jalur, 3 buah tabung spesimen, kantung drainase, linen, plester adesif,
aplikator prep, spong, trai prep, sarung tangan steril. (Effendy & Niluh, 2002)
d. Tindakan yang harus dilakukan untuk pemeriksaan Torasentesis (Effendy &
Niluh, 2002)
Tindakan Rasional

1. Periksa pesanan dokter untuk 1.Ronsen digunakan untuk


ronsen dada atau pemeriksaan mengetahui letak cairan atau udar
ultrasonografi yang harus dalam rongga pleural klien untuk
dilakukan sebelum prosedur menentukan tempat penusukan.
Ultrasonografi digunakan untuk
mengetahui letak cairan.

2. Pastikan bahwa surat izin 2.Tindakan beda ini membutuhkan


tindakan sudah ditandatangani surat izin tindakan karena sifat dan
oleh pasien. potensial komplikasi dari prosedur.

3. Tanyakan pada klien apakah ia 3.dokter harus diberitahu dan anastesik


alergi terhadap anastesik atau lannya harus tersedia.
antiseptik lokak yang digunakan.
4. Jelaskan pada klien apa yang 4.mengurangi kegelisahan klien
diperkirakan terjadi selama dan
setelah prosedur.
5. Bantu klien memanjakan bagan 5.setelah menelaah hasil ronsen atau
atas tubuhnya. ultra sonografi, dokter akan melakukan
perkusi dada klien untuk lebih
memastikan letak tusukan jarum.

6. cuci tangan anda. 6.mengurangi transmisi organisme

7. bantu klien mengambil posisi 7.memudahkan pengaliran cairan dari


yang tepat untuk torasentesis dinding dada

8. buka trai steril torasentesis 8.tindakan ini merupakan prosedur steril


menggunakan teknik steril. harus dipertahankan

9. Atur keterangan pencahayaan 9.mengevaluasi area torasentesis

10. Selama prosedur, berikan a. (b) setiap gerakan mendadak


dukungan emosional dan fisik dapat menyebabkan trauma pada
pada klien dan siapkan klien pleura atau fungsi sevara tidak
terhadap apa yang akan terjadi. sengaja terhadap paru paru.
a. Klien akan merasa dingin b. Lidokain sering menimbulkan
akibat anastesik rasa menyengat ketika
b. Sarankan kllien untuk benar disuntikkan. Jika klien tidak
benar tidak bergerak dan tidak disiapkan, klien dapat bergerak
batuk secara tiba-tiba.
c. Beritahukan pada klien kapan
lidokain akan ditusukkan
11. Setelah prosedur berikan tekanan 11.mengurangi kemungkinan
pada tempat tusukan jarum dan pendarahan. Melindungi tempat
pasang balutan steril. penusukan dari masuknya organisme.

12. Bantu klien untuk kembali ke 12.meningkatkan rileksasi klien


posisi nyaman
13. Pastikan dengan dokter apakah 13.pemeriksaan ronsen mungkin
diperlukan pemeriksaan ronsen dilakukan untuk memastikan bahwa
kembali. tidak terjadi pneumotorkas.

14. Buang peralatan sesuai dengan 14.pembuangan yang tepat akan


kebijakan lembaga temat anda mengurangi transmisi mikroorganisme
kerja.
15. Kaji klien terhada respon seperti 15.mengkaji tanda tanda pneumotoraks.
peningkatan FP, pening, vertigo,
rasa sesak di dada, batuk, sputum
dengan semu darah, nadi cepat
atau sianosis.
16. Catat prosedur. Tuliskan 16.mengomunikasikan temuan kepada
bagaimana klien menoleransi anggota tim perawatan kesehatan lain.
prosedur dan karakter serta Pendokumentasian asuhan yang teah
jumlah drainase. diberikan kepada klien berguna sebagai
catatan legal.

e. Perawatan pascaprosedur
Setelah prosedur, klien biasanya dibaringkan pada sisi yang tidak sakit selama 1
jam untuk memudahkan ekspansi paru. Kaji tanda vital sesuai ketentuan institusi.
Frekuensi dan karakter pernapasan dan bunyi napas harus dikaji dengan cermat.
Takipnea, dispnea, sianosis, retraksi, atau tidak terdengarnya bunyi napas yang dapat
menandakan pneumotoraks harus dilaporkan pada dokter.
Jumlah cairan yang dikeluarkan harus dicatat sebagai haluaran cairan.
Pemeriksaan ronsen dada mungkin dilakukan untuk mengevaluasi tingkat reekspansi
paru dan pneumotoraks. Emfisema subkutan dapat menyertai prosedur ini, karena
udara dalam rongga pleura masuk ke dalam jaringan subkutan. Jaringan ini teraba
seperti kertas (krepitus) ketika dipalpasi. Biasanya emfisema subkutan tidak menjadi
masalah kecuali bila terjadi peningkatan dan menghambat organ lain (mis. trakhea).
Klien harus dijelas-kan ten tang kondisi ini.

Gambar Pemeriksaan diagnostik Thoracentesis


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pernapasan adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk
metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut
dikeluarkan dari tubuh melalui paru.
Pemeriksaan diagnostik merupakan penilaian klinis tentang respon individu terhadap
suatu masalah kesehatan. Hasil suatu pemeriksaan sangat penting dalam membantu diagnosa.

Pemeriksaan diagnostik pada sistem pernapasan terdiri dari : Pemeriksaan Gas Darah
Arteri, Biopsi Paru, Bronkoskopi, Sinar-X dada, Scan CT dada, MRI, Angiografi Pulmonal,
Oksimetri Nadi, Ttomografi Emisi Positron, Pemeriksaan Sputum dan Torasentesis.

B. Saran
Untuk mahasiswa sebaiknya lebih mempelajari tentang pemeriksaan diagnostik dan
untuyk Tenaga kesehatan harus lebih peka dan memahami tindakan yang akan dilakukan jika
menjumpai klien saat akan melakukan radiologi secara tepat dan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Dewit, Susan C. 2009. Medical-Surgical Nursing Concepts & Practice. United States:
Saunders-evolve.

Effendy, Cristantie., & Niluh, Gedhe. 2002. Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan
Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: EGC.

Setiadi, 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Graha Ilmu, Yogyakarta

Sriwibowo. 2005. Akurasi Biopsi Aspirasi Jarum Halus Sebagai Sarana Dalam Menegakkan
Diagnosa Neoplasma Ganas Jaringan Lunak. Diakses 10 September 2015, dari
Universitas Diponegoro Semarang, Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Web
Site: http://eprints.undip.ac.id/12551/1/2005PPDS3637.pdf

Tamtam, Tiea. 2016. Pemeriksaan Lboratorium dan Penunjang Sistem Pernapasan. Diambil dari:
https://www.academia.edu/people/search?utf8=%E2%9C%93&q=PEMERIKSAAN+DIAGNOST
IK+SISTEM+PERNAPASAN (4 Agustus 2018)

Anda mungkin juga menyukai