Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KMB 1 (PENGINDRAAN)

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TULI


KONJUKTIF

Dosen pembimbing :
Ria
Disusun Oleh :
Kelompok 5
1. Yuni Wulan Sari 18065
2. Yusrina Hartanti 18066
3. Yuyun Fatmawati 18067

AKADEMI KEPERAWATAN HARUM JAKARTA

JL. CUMI NO. 37, TG. PRIOK – JAKARTA UTARA

TAHUN AJARAN 2018-2019

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Klien Dengan Tuli Sensori”

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Jakarta, 8 Oktober 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar 2

Daftar Isi 3

BAB I PENDAHULUAN 4

A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penulisan 5
D. Manfaat Penulisan 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7

A. Konsep Telinga 7
1. Anatomi Fisiologi Sistem Pendengaran 7
2. Proses Pendengaran 8
B. Konsep Tuli Konduktif 8
1. Definisi 8
2. Etiologi 9
3. Manifestasi Klinis 10
4. Patofisiologi 10
5. Pemeriksaan Diagnostik 10
6. Pelaksanaan 10
C. Asuhan Keperawatan 11
1. Pengkajian 11
2. Diagnosa Keperawatan 12
3. Intervensi Keperawatan 12
4. Evaluasi 14

BAB III PENUTUP 15

A. Kesimpulan 15
B. Saran 15
Daftar Pustaka 16

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berkurangnya pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu


ataupun kedua telinga. Sedangkan Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat berat
yang bisa disebabkan oleh suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam telinga
tengah yang menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran konduktif). Selain
itu disebabkan oleh kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf
pendengaran di otak yang merupakan penurunan fungsi pendengaran sensorineural (Billy
Antony, 2008).
Gangguan pendengaran merupakan defisit sensorik yang paling sering pada populasi
manusia, mempengaruhi lebih dari 250 juta orang di dunia.Di dunia, menurut perkiraan WHO
pada tahun 2005 terdapat 278 juta orang menderita gangguan pendengaran, 75 - 140 juta
diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Sedangkan pada bayi, terdapat 0,1 – 0,2% menderita tuli
sejak lahir atau setiap 1.000 kelahiran hidup terdapat 1 – 2 bayi yang menderita tuli. Dari hasil
"WHO Multi Center Study" pada tahun 1998, Indonesia termasuk 4 (empat) negara di Asia
Tenggara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi (4,6%) yang dapat menimbulkan
masalah sosial di tengah masyarakat.

4
Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara sebagian ataupun keseluruhan
untuk mendengarkan suara pada salah satu maupun kedua telinga (Susanto, 2010).
Definisi lain mengatakan bahwa, gangguan pendengaran merupakan penurunan persepsi
kekerasan suara dan atau disertai ketidakjelasan dalam berkata-kata. Unit kuantitatif yang
digunakan untuk mengukur kekerasan suatu suara adalah desibel. Pada orang-orang normal,
ambang batas (treshold) pendengaran adalah 0-10 desibel. Pada orang-orang dengan gangguan
pendengaran, didapati peningkatan ambang batas pendengaran disertai dengan terganggunya
proses persepsi suara dan proses pencapaian pengertian dari suatu percakapan (Turner dan Per-
Lee, 1990).
Ketulian dibagi menjadi dua. Ketulian dibidang konduksi atau disebut tuli konduksi dimana
kelainan terletak antara meatus akustikus eksterna sampai dengan tulang pendengaran stapes.
Tuli di bidang konduksi ini biasanya dapat ditolong baik dengan pengobatan atau dengan suatu
tindakan misalnya pembedahan.Tuli yang lain yaitu tuli persepsi (sensori neural hearing-loss)
dimana letak kelainan mulai dari organ korti di koklea sampai dengan pusat pendengaran di otak.
Tuli persepsi ini biasanya sulit dalam pengobatannya.Apabila tuli konduksi dan tuli persepsi
timbul bersamaan disebut tuli campuran.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaiamana definisi dari tuli konduksi dan sensorineural.
2. Bagaiamana etoilogi dari tuli konduksi dan sensorineural.
3. Bagaiamana klasifikasi dari tuli konduksi dan sensorineural.
4. Bagaimana patofisiologi dari tuli konduksi dan sensorineural.
5. Bagaimana asuhan keperawatan klien tuli konduksi dan sensorineural.

C. TUJUAN
1. Menjelaskan definisi dari tuli konduksi dan sensorineural.
2. Menjelaskan etoilogi dari tuli konduksi dan sensorineural.
3. Menjelaskan klasifikasi dari tuli konduksi dan sensorineural.
4. Menjelaskan patofisiologi dari tuli konduksi dan sensorineural.
5. Menjelaskan asuhan keperawatan klien tuli konduksi dan sensorineural.

5
D. MANFAAT
Mahasiswa dapat lebih memahami hal-hal yang berkaitan dengan tuli konduksi dan
sensorineural.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP TELINGA
1. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENDENGARAN
Telinga dibagi 3 bagian, yaitu:
a. Telinga luar (auris eksterna)

• Aurikulum (daun telinga) : menangkap gelombang suara dan meneruskannya ke MAE


• Meatus akustikus eksternus (lubang): meneruskan gelombang suara ke membrane timpani
• Membran timpani : untuk proses resonansi
b. Telinga tengah (auris media)

• Kavum timpani : tempat tulang – tulang pendengaran berada


• Tuba Eustachius : saluran yang menghubungkan antara telinga tengah dengan telinga dalam
• Antrum & sel-sel mastoid

7
c. Telinga dalam (auris interna = labirin)

• Koklea (organ auditivus) : untuk keseimbangan


• Labirin vestibuler (organ vestibuler /status) : untuk keseimbangan

2. PROSES PENDENGARAN
Gelombang suara yang berasal dari udara ditangkap oleh aurikulla kemudian diteruskan
ke MAE ( Meatus Akustikus Externa ), kemudian dilanjutkan ke membran timpani. Setelah
masuk di membran timpani, gelombang udara tersebut menggerakkan tulang – tulang
pendengaran, yang terdiri dari tulang incus, stapes dan maleus. Setelah itu menuju ke foramen
ovale. Dari foramen ovale, merangsang Koklea untuk mengeluarkan cairan. Cairan koklea
tersebut kemudian menuju ke membran basilaris, merangsang pergerakan hair cells. Diteruskan
ke cortex auditorius. Kemudian kita dapat mendengar suatu bunyi.

B. KONSEP TULI KONDUKTIF


1) DEFINISI
Tuli Konduktif atau Conductive Hearing Loss (CHL) adalah jenis ketulian yang tidak
dapat mendengar suara berfrekuensi rendah. Misalnya tidak dapat mendengar huruf U dari kata
susu sehingga penderita mendengarnya ss. Biasanya gangguan ini “reversible” karena
kelainannya terdapat di telinga luar dan telinga tengah(Purnawan Junadi,dkk. 1997, hal. 238).
Tuli kondusif adalah kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat
bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga. Kelainan telinga luar yang menyebabkan tuli
kondusif adalah otalgia, atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna

8
sirkumskripta, otitis eksterna maligna, dan osteoma liang telinga. Kelainan telinga tengah yang
menyebabkan tuli kondusif ialah sumbatan tuba eustachius, otitis media, otosklerosis,
timpanisklerosia, hemotimpanum, dan dislokasi tulang pendengaran. (Indro Soetirto: 2003)
Tuli konduktif dapat terjadi apabila terdapat lesi pada telinga luar maupun telinga tengah
yang dapat menyebabkan gangguan penghantaran / konduksi gelombang suara untuk
menggetarkan gendang telinga / membran timpani (Muhaimeed, dkk, 2002). Beberapa contoh
kelainan pada telinga luar yang dapat menyebabkan terjadinya tuli konduktif adalah atresia liang
telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta, serta osteoma liang telinga.
Sedangkan, contoh-contoh kelainan pada telinga tengah yang mampu menyebabkan terjadinya
tuli konduktif adalah tuba katar / sumbatan tuba eustachius, otitis media, otosklerosis,
timpanosklerosis, hemotimpanum, serta dislokasi tulang-tulang pendengaran (Soetirto,
Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007).
Menurut penelitian, tuli konduktif banyak dijumpai pada orang-orang suku Aborigin di
Australia. Tuli konduktif pada anak-anak suku Aborigin paling banyak disebabkan oleh infeksi
telinga. Tuli konduktif pada orang dewasa suku Aborigin biasanya merupakan kelanjutan /
sequelae dari infeksi telinga pada masa anak-anak yang tidak diatasi dengan baik. Akibat dari
banyaknya kejadian tuli konduktif pada suku ini, akhirnya menyebabkan timbulnya budaya
“absence and avoidance” (Howard, 2007).

2) ETIOLOGI
Pada telinga luar dan telinga tengah proses degenerasi dapat menyebabkan perubahan atau
kelainan diantaranya sebagai berikut :
a. Berkurangnya elastisitas dan bertambah besarnya ukuran daun telinga (pinna)
b. Atropi dan bertambah kakunya liang telinga
c. Penumpukan serumen
d. Membrane tympani bertambah tebal dan kaku
e. Kekuatan sendi tulang-tulang pendengaran
f. Kelainan bawaan (Kongenital)
Atresia liang telinga, hipoplasia telinga tengah, kelainan posisi tulang-tulang pendengaran dan
otosklerosis.
Penyakit otosklerosis banyak ditemukan pada bangsa kulit putih

9
g. Gangguan pendengaran yang didapat, misal otitis media

3) MANIFESTASI KLINIS
a. rasa penuh pada telinga
b. pembengkakan pada telinga bagian tengah dan luar
c. rasa gatal
d. trauma
e. tinnitus

4) PATOFISIOLOGI
Saat terjadi trauma akan menimbulkan suatu peradangan bias saja menimbulkan luka,
nyeri kemudian terjadi penumpukan serumen atau otorrhea. Penumpukan serumen yang terjadi
dapat mengakibatkan transmisi bunyi atau suara yang terganggu sehingga penderita tidak dapat
mempersepsikan bunyi atau suara yang di dengarnya.

5) PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
· Audiometri
· X-ray

6) PENALAKSANAAN
Liang telinga di bersihkan secara teratur. dapat diberikan larutan asam asetat 2-5 % dalam
alcohol yang di teteskan ke liang teling atau salep anti jamur. Tes suara bisikan, Tes garputala.

10
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS

Seorang anak usia 12 thun dari Bajawa, Flores, sejak 5 hari mengeluh sakit pada
telinga bagian tengah. Ia merasa penuh pada telinga bagian dalam disertai rasa gatal.
Karena takut terjadi sesuatu pada anak mereka, orang tuanya lalu membawa anaknya ke
RS umum bajawa. Dari hasil pemeriksaan tampak telinga pasien banyak serumen dan di
sertai bau. Orang tua pasien mengatakan bahwa waktu kecil pasien pernah mengalami
telinga bernanah. Dari hasil tes pendengaran, pasien tidak bisa mendengar nada yang
rendah seperti bisikan dari dokter dan perawat dan tes audiometric (+). Dokter
mendiagnosa pasien mengalami tuli konduktif.

A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama : adik “U”
Umur : 12 thun
Jenis kelamin : laki-laki
Anak ke : 1 dari 3 bersaudara
2. Keluhan utama :
Pasien mengeluh nyeri serta terasa penuh pada telinga.
3. Keluhan tambahan :
Pusing, kadang telinga berdenging (tinnitus) dan terasa gatal.
4. Riwayat penyakit sebelumnya :
Waktu kecil pasien pernah mengalami telinga bernanah dan sering mengalami flu.
5. Riwayat kesehatan keluarga :
Tidak ada penyakit keturunan
6. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan :
- Pasien mandi 1 kali sehari pada sore hari pagi kesekolah hanya cuci muka.

11
- Pasien jarang membersihkan telinga karna sibuk bermain dengan teman-
temannya, orang tuanya juga mengatakan bahwa mereka kurang memperhatikan
kebersihan anaknya karna sibuk dengan pekerjaannya.

B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses infeksi
2. Gangguan sensori / presepsi berhubungan dengan kerusakan pada telingatengah
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri
4. resiko penyebaran infeksi berhubungan denagnbanyaknya serumen

C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Pasien mengambarkan nyeri dalam keadan minimal atau tidak ada nyeri
Intervensi:
· Kaji nyeri, lokasi,karasteristik, mulai timbul, frekuensi dan intensitas, gunakan
tingkat ukuran nyeri
R/ : untuk mengukur tingkat/kualitas nyeri guna intervensi selanjutnya
· Ajarkan dan bantu dengan alternative teknik pengurangan nyeri (misalnya
imajinasi, musik, relaksasi)
R/ : pengalihan perhatian dapat mengurangi nyeri
· Ubah posisi setiap 2 sampai 4 jam
R/ : posisi yang nyaman dapat membantu mengurangi tingkat nyeri.
· Berikan analgesik jika dipesankan
R/ : analgesic dapat mengurangi nyeri.

2. Gangguan sensori / persepsi berhubungan dengan gangguan pada telinga tengah


Tujuan : Klien memperlihatkan persepsi pendengaran yang baik
Intervensi:
· Kaji tingkat gangguan persepsi pendengaran klien
R/ : untuk mengukur tingkat pendengaran pasien guna intervensi selanjutnya

12
· Berbicara pada bagian sisi telinga yang baik
R/ : berbicara pada bagian sisi telinga yang baik dapat membatu klien dalam proses
komunikasi
· Bersihkan bagian telinga yang kotor
R/ : telinga yang bersih dapat membantu dalam proses pendengaran yang baik
· Kolaborasi dengan dokter dengan tindakan pembedahan
R/: tindakan pembedahan dapat membatu klien memperoleh pendengaran yang baik

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri


Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas dengan baik
Intervensi:
· Kaji tingkat intoleransi klien
R/ : Untuk mengetahui tingkat aktivitas klien guna intervensi selanjutnya
· Bantu klien untuk melakukan aktifitas sehari-hari
R/ : Bantuan terhadap aktifitas klien dapat mempermudah pemenuhan kebutuhan klien
· Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas yang ringan
R/ : Aktivitas yang ringan dapat membantu mengurangi energy yang keluar
· Libatkan keluarga untuk proses perawatan dan aktivitas klien
R/ : Keluarga memiliki peranan penting dalam aktifitas sehari-hari klien selama
perawatan
· Ajurkan klien untuk istirahat yang cukup
R/ : Istirahat yang cukup dapat mebantu meminimalkan pengeluaran energy.

4. resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan banyaknya serumen.


Tujuan : tidak terjadi penyebaran infeksi
Intervensi

 Pantau TTV
R/ : mengindentifikasi tanda-tanda peradangan bila suhu tubuh meningkat
 Lakukan perawatan dengan teknik aseptic
R/ : mengendalikan penyabaran mikroorganisme patogen
 Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan pus

13
R/ : untuk mengetahui jenis mikroorganisme
 Kolaborasi untuk pemberian antibiotic
R/ : mencega perkembangan mikroorganisme patogen

D. EVALUASI

1. Pasien mengambarkan nyeri dalam keadan minimal atau tidak ada nyeri
2. Klien memperlihatkan persepsi pendengaran yang baik
3. Klien dapat melakukan aktivitas dengan baik
4. Pola koping klien adekuat
5. Klien dapat mengeti dengan penyakitnya
6. Klien memperlihatkan ekspresi wajah yang ceria

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ketulian dibidang konduksi atau disebut tuli konduksi dimana
kelainanterletak antara meatus akustikus eksterna sampai dengana
tulangpendengaran stapes. Tuli di bidang konduksi ini biasanya dapatditolong
dengan memuaskan, baik dengan pengobatan ataudengan suatu tindakan misalnya
pembedahan.Tuli yang lain yaitu tuli persepsi (sensori neural hearing-loss)
dimana letak kelainan mulai dari organ korti di kokleasampai dengan pusat
pendengaran di otak. Tuli persepsi inibiasanya sulit dalam pengobatannya.Apabila
tuli konduksi dan tuli persepsi timbul bersamaan,disebut tuli campuran.Untuk
mengetahui jenis ketulian diperlukan pemeriksaanpendengaran.

B. Saran
Untuk mencgah terjadinya tuli konduksi, sebaiknya :
1. Hindari suara keras, ramai dan kebisingan.
2. selalu membersihkan telinga jika sudah kotor atau tampak banyak serumennya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC. Jakarta.
George L, Adams. 1997. BOEIS : Buku ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC. Jakarta.
Iskandar, H. Nurbaiti,dkk 1997. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Mukmin, Sri; Herawati, Sri. 1999. Teknik Pemeriksaan THT. Laboratorium Ilmu Penyakit
THT, FK UNAIR. Surabaya.

16

Anda mungkin juga menyukai