Anda di halaman 1dari 18

SATUAN ACARA PENYULUHAN

CVA (Cerebro Vasculer Accident) & ROM (Range Of Motion)

Oleh:

1. DUWI MULYOSARI (2301100387)


2. ENDRI TEGUH PRATAMA (2301100388)
3. FIRDA ALIF AULIA (2301100389)
4. KLEVIN ENFI PRADANA (2301100390)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG

2024
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : CVA (Cerebro Vasculer Accident) & ROM (Range Of


Motion)

Waktu : 10.00

Hari / Tanggal : Jum’at 26 januari 2024

Tempat : Ruang Tunggu IGD RSUD Bangil

Penyuluh : Kelompok 2

Sasaran : Keluarga pasien dan pengunjung lain di area IGD RSUD


Bangil

I. Tujuan
a. Tujuan Umum
Pada akhir proses penyuluhan penyakit CVA pasien maupun dari
pihak keluarga dapat memahami tentang penyakit CVA serta Setelah
mengikuti kegiatan penyuluhan, Klien dan keluarganya diharapkan
dapat mengetahui dan memahami tentang Gerakan ROM, tujuan dari
Gerakan ROM, prinsip Gerakan ROM, klasifikasi Gerakan ROM,
dan cara Gerakan ROM baik aktif maupun pasif.
b. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan penyakit CVA dan ROM, pasien dan
keluarga mampu :
1. Menjelaskan dengan tepat pengertian CVA.
2. Menjelaskan dengan tepat penyebab CVA
3. Menjelaskan dengan tepat tanda dan gejala CVA
4. Menjelaskan dengan tepat faktor risiko dari CVA
5. Menjelaskan dengan tepat makanan yang boleh dan tidak boleh
dikonsumsi pada pasien dengan penyakit CVA
6. Menjelaskan dengan tepat mengenai penatalaksanaan CVA
7. Klien dan keluarga mampu menyebutkan kembali pengertian dari
ROM
8. Klien mampu menyebutkan tujuan dari Gerakan ROM.
9. Klien mampu menyebutkan prinsip dari gerakan ROM.
10. Klien dan Keluarga mampu menyebutkan klasifikasi dari ROM
11. Klien dan keluarga mampu mempraktekkan/ mendemonstrasikan
cara gerakan ROM pada ektremitas bawah
II. Materi
Terlampir
III. Kegiatan

No Waktu Kegiatan
Penyuluh Peserta
1 Pembukaan  Memberikan salam  Menjawab salam
2 menit  Perkenalan  Memeperhatikan
 Apresiasi  Berpartisipasi aktif
 Mengkomunikasikan
tujuan
2 Kegiatan Penyuluh menjelaskan tentang :  Memperhatikan
inti 15  Pengertian menyusui penjelasan penyuluh
menit tidak efektif dengan cermat
 Tanda dan gejala  Menanyakan hal-hal
menyusui tidak efektif yang belum jelas
 Etiologi menyusui tidak  Memperhatikan
efektif jawababn dari
 Cara mengatasi menyusui penyuluh
tidak efektif  Memperhatikan apa
 Pengertian pijat oksitosin yang disajukan oleh
 Manfaat pijat oksitosin penyuluh
3 Evaluasi  Memebrikan pertanyaan  Memperhatikan
10 menit secara lisan keterangan kesimpulan
 Menyimpulkan materi dari materi
yang telah disampaikan  Menjawab pertanyaan
yang telah diajukan
 Antusias
4 Penutup 5  Mengakhiri  Memperhatikan
menit kegiatanpenyuluhan  Menjawab salam
 Mengucapkan salam
penutup

IV. Metode
a. Ceramah
b. Tanya Jawab
V. Media dan Alat
a. Leaflet
VI. Setting tempat

Keterangan :

: penyuluh

: klien

VII. Evaluasi
1. Evaluasi persiapan
a. Materi sudah siap sebelum penkes
b. Media sudah siap 1 hari sebelum penkes
c. Tempat sudah siap 1 hari sebelum penkes
d. SAP dan Leaflet sudah jadi 1 hari sebelum penkes
2. Evaluasi proses
a. Klien hadir tepat waktu
b. Klien kooperatif serta aktif bertanya
c. Media digunakan secara efektif
3. Evaluasi hasil
a. Klien mengkuti acara penyuluhan dari awal sampai akhir
b. Acara dimulai tepat waktu tanpa kendala
c. Klien mengikuti kegiatan sesuai dengan aturan yang telah
dijelaskan
d. Klien memahami 80% materi yang telah disampaikan penyuluh,
dilihat dari kemampuan menjawab pertanyaan penyuluh dengan
benar seperti :
a) Menjelaskan kembali pengertian CVA & ROM
b) Menjelaskan kembali penyebab CVA
c) Menjelaskan tanda dan gejala CVA
d) Menjelaskan cara menangani CVA
e) Mampu mempraktekkan gerakan ROM
LAMPIRAN MATERI

CHRONIC KIDNEY DESIASE

A. Pengertian
Cerebro Vasculer Accident (CVA) atau orang awam sering menyebut
Stroke merupakan kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah kebagian otak (Brunner dan Suddarth, 2002 :hal.
2131, dalam Aziz A, 2021 ).
B. Tanda dan gejala
Menurut (Pusdatin, 2019), tanda dan gejala CVA yang muncul :
1) Senyum tidak simetris (mencong kesatu sisi), tersedak, sulit menelan air
minum secara tiba-tiba.
2) Gerak separuh anggota tubuh melemah tiba-tiba.
3) Bicara pelo atau tiba-tiba tidak dapat bicara, tidak mengerti kata-kata
atau bicara tidak nyambung.
4) Kebas atau baal, atau kesemutan separuh tubuh.
5) Rabun, pandangan satu mata kabur, terjadi tiba-tiba.
Sakit kepala hebat yang muncul tiba-tiba, tidak pernah dirasakan
sebelumnya, gangguan fungsi keseimbangan, seperti terasa berputar, dan
gerakan sulit dikoordinasi.
C. Penyebab
Menurut Smeltzer danBare (2013), CVA biasanya diakibatkan oleh salah
satu dari empat kejadian dibawah ini, yaitu :
1. Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau
leher. Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama trombosis,
yang merupakan penyebab paling umum dari CVA. Secara umum,
thrombosis tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegia, atau paresthesia pada setengah tubuh dapat
mendahului paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang
dibawa keotak dari bagian tubuh yang lain. Embolus biasanya
menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya yang
merusak sirkulasi serebral (Valente dkk, 2015).
3. Iskemia yaitu penurunan aliran darahke area otak. Iskemia terutama
karena konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah keotak
(Valente dkk, 2015).
4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Pasien
dengan perdarahan dan hemoragi mengalami penurunan nyata pada
tingkat kesadaran dan dapat menjadi stupor atau tidak responsif.
D. Faktor Resiko
a. Faktor risiko tidak dapat dikendalikan
1) Umur
Semakin bertambah tua usia, semakin tinggi risikonya. Setelah
berusia 55 tahun, risikonya berlipat ganda setiap kurun waktu
sepuluh tahun. Dua pertiga dari semua serangan stroke terjadi
pada orang yang berusia di atas 65 tahun. Tetapi, itu tidak berarti
bahwa stroke hanya terjadi pada orang lanjut usia karena stroke
dapat menyerang semua kelompok dewasa muda dan tidak
memandang jenis kelamin.
2) Jenis kelamin
Pria lebih berisiko terkena stroke daripada wanita, tetapi
penelitian menyimpulkan bahwa justru lebih banyak wanita yang
meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih 12 tinggi
daripada wanita, tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia
lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup juga lebih
tinggi. Dengan perkataan lain, walau lebih jarang terkena stroke,
pada umumnya wanita terserang pada usia lebih tua, sehingga
kemungkinan meninggal lebih besar.
3) Ras
Ada variasi yang cukup besar dalam insiden stroke antara
kelompok etnis yang berbeda. Orang-orang dari ras Afrika
memiliki risiko lebih tinggi untuk semua jenis stroke
dibandingkan dengan orang-orang dari ras kaukasia. Risiko ini
setidaknya 1,2 kali lebih tinggi dan bahkan lebih tinggi untuk
jenis stroke ICH (Intracerebral Hemorrahage).
4) Faktor genetik Terdapat dugaan bahwa stroke dengan garis
keturunan saling berkaitan. Dalam hal ini hipertensi, diabetes, dan
cacat pada pembuluh darah menjadi faktor genetik yang berperan.
Selain itu, gaya hidup dan kebiasaan makan dalam keluarga yang
sudah menjadi kebiasaan yang sulit diubah juga meningkatkan
risiko stroke.
b. Faktor risiko dapat dikendalikan
1) Hipertensi
Hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan faktor risiko utama
yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri.Penderita
hipertensi memiliki faktor risiko stroke empat hingga enam kali
lipat dibandingkan orang yang tanpa hipertensi dan sekitar 40
hingga 90 persen pasien stroke ternyata menderita hipertensi
sebelum terkena stroke. Secara medis, tekanan darah di atas 140-90
tergolong dalam penyakit hipertensi. Oleh karena dampak
hipertensi pada keseluruhan risiko stroke menurun seiring dengan
pertambahan umur, pada orang lanjut usia, faktor-faktor lain di luar
hipertensi berperan lebih besar terhadap risiko stroke. Orang yang
tidak menderita hipertensi, risiko stroke meningkat terus hingga
usia 90 tahun, menyamai risiko stroke pada orang yang menderita
hipertensi. Sejumlah penelitian menunjukkan obat-obatan anti
hipertensi dapat mengurangi risiko stroke sebesar 38 persen dan
pengurangan angka kematian karena stroke sebesar 40 persen.
2) Diabetes Mellitus
Pada penderita DM, khususnya Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM) terdapat faktor risiko multiple stroke. Lesi
ateriosklerosis pembuluh darah otak baik intra maupun
ekstrakranial merupakan penyebab utama stroke. Ateriosklerosis
pada pembuluh darah jantung akan mengakibatkan kelainan
jantung yang selanjutnya dapat menimbulkan stroke dengan emboli
yang berasal dari jantung atau akibat kelainan hemodinamik. Pada
ateriosklerosis 14 pembuluh darah otak yang besar,
perkembangannya mengikuti peningkatan tekanan darah, tetapi
pada pembuluh darah kecil, misal dinding pembuluh darah
penetrans, suatu end-arteries berdiameter kecil menebal karena
proses jangka panjang dari deposisi hialin, produk lipid
amorphous, dan fibrin. Suatu mikroaneurisma dapat terjadi pada
daerah yang mengalami ateriosklerosis tersebut dan selanjutnya
dapat mengakibatkan perdarahan yang sulit dibedakan dengan lesi
iskemik primer tanpa menggunakan suatu pemeriksaan imajing
(Misbach, 2013). Penderita diabetes cenderung menderita
ateriosklerosis dan meningkatkan terjadinya hipertensi, kegemukan
dan kenaikan lemak darah. Kombinasi hipertensi dan diabetes
sangat menaikkan komplikasi diabetes, termasuk stroke.
Pengendalian diabetes sangat menurunkan terjadinya stroke
(Yulianto, 2011).
3) Kenaikan kadar kolesterol/lemak darah
Kenaikan level Low Density Lipoprotein (LDL) merupakan faktor
risiko penting terjadinya aterosklerosis yang diikuti penurunan
elastisitas pembuluh darah. Penelitian menunjukkan angka stroke
meningkat pada pasien dengan kadar kolestrol di atas 240 mg%.
Setiap kenaikan 38,7 mg% menaikkan angka stroke 25%.
Kenaikan HDL 1 m mol (38,7 mg%) menurunkan 15 terjadinya
stroke setinggi 47%. Demikian juga kenaikan trigliserid menaikkan
jumlah terjadinya stroke (Yulianto, 2011).
4) Obesitas
Obesitas dapat meningkatkan risiko stroke baik perdarahan
maupun sumbatan, tergantung pada faktor risiko lainnya yang ikut
menyertainya (Dourman, 2013). Fakta membuktikan bahwa stroke
banyak dialami oleh mereka yang mengalami kelebihan berat
badan dan bahkan sebagian kasus umumnya dialami oleh penderita
obesitas (Lingga, 2013).
5) Kebiasaan mengkonsumsi alkohol
Mengkonsumsi alkohol memiliki efek sekunder terhadap
peningkatan tekanan darah, peningkatan osmolaritas plasma,
peningkatan plasma homosistein, kardiomiopati dan aritmia yang
semuanya dapat meningkatkan risiko stroke. Konsumsi alkohol
yang sedang dapat menguntungkan, karena alkohol dapat
menghambat thrombosis sehingga dapat menurunkan kadar
fibrinogen dan agregasi platelet, menurunkan lipoprotein,
meningkatkan HDL, serta meningkatkan sensitivitas insulin
(Misbach, 2013)
6) Aktifitas fisik
Kurang olahraga merupakan faktor risiko independen untuk
terjadinya stroke dan penyakit jantung. Olahraga secara cukup rata-
rata 30 menit/hari dapat menurunkan risiko stroke 16 (Yulianto,
2011). Kurang gerak menyebabkan kekakuan otot serta pembuluh
darah. Selain itu orang yang kurang gerak akan menjadi
kegemukan yang menyebabkan timbunan dalam lemak yang
berakibat pada tersumbatnya aliran darah oleh lemak
(aterosklerosis). Akibatnya terjadi kemacetan aliran darah yang
bisa menyebabkan stroke (Dourman, 2013)
7) Merokok
Merokok merupakan faktor risiko stroke yang sebenarnya paling
mudah diubah. Perokok berat menghadapi risiko lebih besar
dibandingkan perokok ringan. Merokok hampir melipat gandakan
risiko stroke iskemik, terlepas dari faktor risiko yang lain, dan
dapat juga meningkatkan risiko subaraknoid hemoragik hingga 3,5
persen. Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke, yang
lebih banyak terjadi pada usia dewasa muda ketimbang usia tengah
baya atau lebih tua. Sesungguhnya, risiko stroke menurun dengan
seketika setelah berhenti merokok dan terlihat jelas dalam periode
2-4 tahun setelah berhenti merokok. Perlu diketahui bahwa
merokok memicu produksi fibrinogen (faktor penggumpal darah)
lebih banyak sehingga merangsang timbulnya aterosklerosis.
E. Penatalaksanaan
Pasien Pasca CVA
1. Latihan ROM Aktif atau Pasif Merupakan latihan gerak untuk melatih
otot dan saraf yng lemah agar berfungsi normal kembali. Latihan
gerak aktif dilakukan oleh pasien sendiri, sedangkan latihan gerak
pasif otot pasien digerakkan oleh orang lain.
2. Memonitor tekanan darah secara rutin
3. Meminum obat sesuai anjuran dokter
4. Melakukan diet rendah garam dan rendah lemak
5. Melakukan olahraga sesuai kondisi
F. Makanan / Diet Untuk Penderita CVA
1. Pasien CVA dianjurkan untuk makan :
• Sumber karbohidrat : beras, kentang, ubi, singkong, tapioca,
biscuit, bihun.
• Sumber protein hewani : daging sapi dan ayam tanpa kulit, ikan,
telur ayam, susu skim.
• Sumber protein nabati : semua kacang-kacangan dan produk
olahannya (tahu dan tempe).
• Sayuran : bayam, wortel, kangkung, kacang panjang, labu siam,
tomat, toge.
• Buah : buah segar, dijus ataupun diolah dengan cara distup,
seperti pisang, pepaya, mangga, jambu, melon, semangka.
• Sumber lemak : minyak jagung dan minyak kedelai, margarin dan
mentega dalam jumlah terbatas dan santan encer. 2. Makanan
yang tidak dianjurkan untuk penderita CVA :
• Sumber karbohidrat : mie, soda (baking powder), kue-kue yang
terlalu manis.
• Sumber protein hewani : daging sapi dan ayam yang berlemak,
jeroan, keju, protein hewani yang diawetkan.
• Sumber protein nabati : produk kacang olahan yang diawetkan.
• Sayuran : sayuran yang mengandung gas seperti kol, sawi,
kembang kol, dan lobak.  Buah-buahan : buah yang mengandung
gas seperti : durian, nangka, dan buah yang diawetkan (buah
kaleng).
• Sumber lemak : santan kental dan produk goreng-gorengan.
G. Definisi ROM
ROM adalah gerakan dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh
sendi yang bersangkutan. (Suratun, 2008). Latihan range of motion(ROM)
merupakan istilah baku untuk menyatakn batasan gerakan sendi yang
normal dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan ataupun
untuk menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal. (Arif, M, 2008)
Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan
untuk mempertahankan persendian atau memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan menggeraka persendian secara normal dan
lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot. (Potter & Perry,
2005)
H. Tujuan ROM
Latihan ini memberikan manfaat yaitu :
1. Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan kelenturan otot
2. Memperbaiki tonus otot
3. Meningkatkan pergerakan sendi
4. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
5. Meningkatkan massa otot
6. Mengurangi kelemahan
7. Mencegah kontraktur dan kekakuan pada persendian
I. Indikasi Dilakukan ROM
1. Stoke atau penurunan kesadaran
2. Kelemahan otot
3. Fase rehabilitasi fisik
4. Klien dengan tirah baring lama
J. Kontra Indikasi
1. Kelainan sendi atau tulang
2. Nyeri hebat
3. Sendi kaku atau tidak dapat bergerak
4. Trauma baru yang kemungkinan ada fraktur yang tersembunyi
K. Prinsip Gerakan ROM
1. ROM harus diulang pada tiap gerakan sebanyak 8 kali dan di lakukan
sehari minimal 2 kali
2. ROM harus dilakukan perlahan dan hati-hati
3. Bagian – bagian tubuh yang dapat digerakkan meliputi persendian
seperti leher, jari, lengan , siku, tumit, kaki, dan pergelangan kaki
4. ROM dapat dilakukan pada semua bagian persendian atau hanya pada
bagian-bagian yang dicurigai mengalami proses penyakit
L. Klasifikasi ROM
1. Gerakan ROM Pasif
Latihan ROM yang dilakukan dengan bantuan perawat setiap gerakan.
Indikasinya adalah pasien semi koma dan tidak sadar, pasien usia lanjut
dengan mobilisasi terbatas, pasien tirah baring total, atau pasien dengan
paralisis.
Gerakan yang dapat dilakukan meliputi
a) Fleksi  Gerakan menekuk persendian
b) Ekstensi  yaitu gerakan meluruskan persendian
c) Abduksi  gerakan satu anggota tubuh ke arah mendekati aksis tubuh
d) Adduksi  gerakan satu anggota tubuh ke arah menjauhi aksis tubuh
e) Rotasi  gerakan memuatar melingkari aksis tubuh
f) Pronasi  gerakan memutar ke bawah
g) Supinasi  gerakan memutar ke atas
h) Inversi  gerakan ke dalam
i) Eversi  gerakan ke luar
M. Gerakan ROM Pasif
Latihan ROM yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa bantuan perawat
dari setiap gerakan yang dilakukannya. Indikasinya adalah pasien yang
dirawat dan mampu untuk ROM sendiri dan Kooperatif.

1. Gerakan ROM Pasif


Latihan Pasif Anggota Gerak Atas

a. Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan

b. Fleksi dan Ekstensi Siku

c. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah

d. Fleksi dan Ekstensi Bahu


e. Abduksi dan Adduksi Bahu

f. Rotasi bahu

Latihan Pasif Anggota Gerak Bawah

a. Fleksi dan Ekstensi Jari-jari kaki


b. Inversi dan Eversi Kaki

c. Fleksi dan ekstensi Lutut

d. Rotasi Pangkal Paha

e. Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha

Anda mungkin juga menyukai