Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH INDERA PENDENGARAN & KESEIMBANGAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Psikologi Faal
Dosen Pengampu:
dr. Bhakti Gunawan, M.Pd

Disusun oleh:
Andini Aprilianingrum NPM 10522160
Bunga Rani Ramadhan NPM 10522311
Tiara Dwi Saskia NPM 11522468

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Indera Pendengaran & Keseimbangan dengan
baik. Kami ucapkan terima kasih kepada dr. Bhakti Gunawan, M.Pd selaku dosen pengampu
mata kuliah Psikologi Faal yang atas bimbingan dan ilmunya kami bisa menyelesaikan tugas
ini dengan baik.

Kami menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk membuat makalah ini
menjadi lebih baik.

Depok, April 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 4
BAB II 5
PEMBAHASAN 5
2.1 Bagian-Bagian Telinga 5
2.2 Respons Pendengaran 7
2.3 Penghantaran Suara 8
2.4 Mekanisme Pusat Pendengaran 10
2.5 Psikofisik Pendengaran 11
2.6 Fenomena Cocktail Party Effects 12
2.7 Gangguan Pendengaran 12
2.8 Fungsi Keseimbangan 13
BAB III 16
PENUTUP 16
3.1 Kesimpulan 16
DAFTAR PUSTAKA 17
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Telinga merupakan organ pendengaran yang menangkap dan merubah bunyi berupa
energi mekanis menjadi energi elektris secara efisien dan diteruskan ke otak untuk disadari
serta dimengerti. Organ pendengaran menjadi salah satu organ yang penting dalam tubuh
manusia. Telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga bagian luar, telinga bagian tengah,
dan telinga bagian dalam. Organ ini dapat mempengaruhi kualitas hidup manusia.
Manusia bisa mendengar karena adanya suara atau bunyi yang diterima oleh indera
auditori (telinga). Bunyi sebagai stimulus yang berasal dari benda-benda yang bergetar baik
dalam zat padat, cair ataupun gas. Getaran benda akan menggetarkan partikel-partikel di
udara sekitarnya. Lalu getaran yang berlangsung terus menerus akan menimbulkan
gelombang suara yang akhirnya akan sampai pada telinga manusia. Suara atau bunyi adalah
vibrasi molekul-molekul udara yang menstimulasi sistem auditori. Fungsi sistem auditori
adalah untuk mempersepsi bunyi.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa saja bagian-bagian dari telinga?
b. Bagaimana respon pendengaran yang terjadi di telinga?
c. Apa saja jenis-jenis penghantaran suara?
d. Bagaimana mekanisme pusat pendengaran?
e. Apa saja dampak psikofisik pendengaran?
f. Apa itu fenomena Cocktail Party Effects?
g. Apa saja gangguan-gangguan pendengaran pada telinga?
h. Apa peran telinga sebagai organ keseimbangan?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui bagian-bagian telinga.
b. Memahami respon pendengaran yang terjadi di telinga.
c. Mengetahui jenis-jenis penghantaran suara.
d. Memahami mekanisme pusat pendengaran.
e. Mengetahui dampak psikofisik pendengaran.
f. Mengetahui fenomena Cocktail Party Effects.
g. Mengetahui gangguan-gangguan pendengaran pada telinga.
h. Mengetahui peran telinga sebagai organ keseimbangan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bagian-Bagian Telinga


Telinga merupakan alat yang berfungsi sebagai indera pendengaran dan keseimbangan
tubuh. Telinga manusia terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Telinga bagian luar (external ear).
2. Telinga bagian tengah (middle ear).
3. Telinga bagian dalam (labyrinth).

2.1 Gambar Anatomi Telinga

1. Telinga Luar
A. Daun Telinga/Aurikula (auricle; pinna)
Menangkap dan mengarahkan suara ke telinga dalam.
B. Liang Telinga (ear canal)
Menentukan arah lokasi suara, mengumpulkan dan menyalurkan gelombang
suara ke gendang telinga.
C. Gendang Telinga (membran timpani)
a. Menangkap getaran suara dari telinga luar
b. Pembatas antara telinga luar dan telinga tengah
c. Bentuknya tipis lebarnya 10mm
d. Sangat peka dan mudah sobek
2. Telinga Tengah
Tulang-tulang kecil di tengah (Ossicle)
a. Tulang Pukul (malleus)
Bersandar pada membran timpani.
b. Tulang Landasan (incus)
Ketiga tulang osikel berfungsi untuk mengeraskan getaran yang
diterima oleh gendang telinga, sehingga telinga dalam menerima
getaran 20 kali lebih keras.
c. Tulang Sanggurdi (stapes)
1) Menghubungkan incus dengan fonestra ovalis
2) Tulang telinga terkecil

3. Telinga Dalam
A. Jendela Oval (oval window)
Vibrasi selaput, yang mentransfer vibrasi ke kokhlea.
B. Koklea (rumah siput)
Saluran panjang yang melingkar-lingkar dengan selaput internal yang mengalir
hingga hampir ke ujungnya.
C. Organ of Corti
a. Basiliar membrane.
b. Selaput internal, organ reseptor auditori.
c. Tectorial membrane.
d. Hair cells.
e. Reseptor auditori, terdapat di kokhlea.
f. Berperan menangkap getaran gelombang dalam cairan kokhlea dan
meneruskan ke sel saraf pendengaran otak untuk diterjemahkan menjadi
suara.
D. Saraf Auditori
Saraf pendengaran.
E. Round Window
Menyebarkan vibrasi cairan koklea, selaput elastis di dalam dinding kokhlea.
F. Vestibular System
a. Membawa informasi tentang arah dan intensitas gerakan kepala.
b. Membantu mempertahankan keseimbangan.
c. Menjaga kepala tetap kedepan.
d. Penyesuaian gerakan mata dengan gerakan kepala.

2.2 Respons Pendengaran


Manusia bisa mendengar karena adanya suara atau bunyi yang diterima oleh telinga.
Suara sebagai stimulus berasal dari benda-benda yang bergetar. Getaran tersebut akan
menggetarkan partikel-partikel di udara sekitarnya, yang kemudian menimbulkan
gelombang suara dan berakhir sampai di telinga kita.
A. Suara atau Bunyi
Suara atau bunyi adalah vibrasi molekul-molekul udara yang menstimulasi sistem
auditori. Fungsi sistem auditori adalah untuk mempersepsi bunyi. Manusia hanya bisa
mendengar bunyi dengan vibrasi molekular antara 20-20.000 hertz.
B. Amplitudo, Frekuensi, dan Kompleksitas

2.2 Gambar Amplitudo, Frekuensi, dan Kompleksitas

Amplitudo, frekuensi, dan kompleksitas vibrasi molekul di atas berkaitan dengan


persepsi manusia tentang loudness, pitch, dan timbre. Persepsi manusia terhadap
bunyi yang keras atau lembut bergantung pada amplitudo, terhadap bunyi yang tinggi
atau rendah bergantung pada frekuensi, dan terhadap kualitas bunyi berkaitan dengan
kompleksitas vibrasi.
C. Bunyi Murni
Bunyi murni (vibrasi gelombang sinus) hanya terdapat di rekaman serta laboratorium.
Di dalam kehidupan sehari-hari, pola vibrasi bunyi sangat kompleks dengan berbagai
frekuensi dan amplitudo, hal ini akan menghasilkan bunyi dengan kualitas dan
karakteristik tertentu. Gelombang suara yang kompleks dapat diperinci secara
matematis menjadi serangkaian gelombang murni dengan berbagai frekuensi dan
amplitudo. Bila disatukan, komponen-komponen tersebut akan menghasilkan bunyi
asli, yang dinamakan Fourier analysis.
D. Bentuk-Bentuk Persepsi dalam Sistem Auditori
1) Perception of Pitch
● Place coding → suara berfrekuensi tinggi di kode oleh neuron aktif → otak.
● Rate coding → suara berfrekuensi rendah (<200 Hz) dikode oleh neuron yang
melepaskan sinaps sesuai dengan pergerakan apical dan basiliar membran.
2) Perception of Timbre
Manusia dapat membedakan campuran warna suara yang kompleks. Contohnya
saat kita mendengarkan orkestra, kita dapat membedakan bunyi antara piano,
terompet, dan gitar.
3) Perception of Spatial Location
● Menentukan lokasi sumber suara.
● Neuron dapat membedakan arrival times dari telinga kanan atau kiri.
4) Perception of Environmental Sounds
● Fungsi utama mendengar pada manusia, yaitu untuk mendeteksi suara,
menentukan lokasi sumber suara dan mengidentifikasikan pola suara tersebut.
● Daerah korteks yang mengatur persepsi tentang identifikasi pola suara,
terletak di hemisfer kiri, tepatnya di lobus temporal.

2.3 Penghantaran Suara


Telinga mengubah gelombang suara dari lingkungan luar menjadi potensial aksi pada
nervus kokhlearis. Mula-mula gelombang bunyi ditransformasikan oleh membran timpani
dan tulang-tulang telinga menjadi pergerakan pada pelat dasar stapes. Pergerakan ini
membangkitkan gelombang cairan pada telinga dalam. Aksi gelombang ini pada organ Corti
membangkitkan potensial aksi pada serabut saraf.
A. Kecepatan Hantaran Suara
Kecepatan hantaran suara pada orang muda sebelum penuaan terjadi pada telinga
adalah biasa dinyatakan antara 20 – 20.000 siklus per detik. Namun, batas suara ini
bergantung pada intensitasnya. Bila intensitasnya hanya 60 desibel, batas suara adalah
500 – 15.000 siklus per detik. Bila intensitasnya 20 desibel, batas frekuensinya adalah
70 – 150.000 siklus per detik, hanya dengan suara kuat, batas lengkap 20 – 20.000
per detik dapat dicapai. Kebisingan suara diukur dalam satuan desibel, semakin keras
suara, semakin tinggi desibelnya. Beberapa tingkat kebisingan yang sering didengar
manusia (berbisik: 30 desibel, suasana rumah: 50 desibel, percakapan biasa: 66
desibel, lalu lintas ramai: 140 desibel, pesawat jet yang lepas landas: 140 desibel).
B. Seruling Galton
Batas pendengaran seseorang dapat diketahui dengan menggunakan seruling
GALTON. Dengan seruling Galton kita dapat mencari batas frekuensi tertinggi dan
terendah yang masih terdengar. Pada orang tua, frekuensi tinggi sering tidak terdengar
karena adanya perkaparan pada bagian basis atau frekuensi tinggi sehingga tidak dapat
bergetar. Kelainan seperti ini disebut PRESBYACOSIS. Ketajaman pendengaran
seseorang dapat diketahui dengan alat ZPTH, yaitu alat elektromagnetis yang
dibawahnya ada papan logam yang dapat dinaikturunkan.
C. Perbedaan Penghantaran Aerotymponal dan Craniotymponal
1) Aerotymponal (Transmisi Hawa) merupakan jalannya getaran melalui
penghantar hawa. Jalannya impuls sebagai berikut: sumber suara
menggetarkan udara → daun telinga → meatus acusticus externus →
menggetarkan membran timpani → osicula auditiva → menggetarkan
perilymphe → membran basalis bergetar → organon corti (reseptor
pendengaran) bergetar → membrana tectoria → menstimulasi ujung rambut
neuroepithel → nervus cochlearis → otak (lobus temporalis) → sadar akan
bunyi.
2) Craniotymponal (Transmisi Tulang) merupakan jalan getaran melalui
penghantar tulang. Jalannya impuls sebagai berikut: getaran sumber suara →
menggetarkan tulang kepala → menggetarkan perilymphe pada skala vestibuli
→ skala timpani → dan selanjutnya seperti penghantaran melalui udara atau
hawa.
D. Percobaan Garpu Tala
Alat yang digunakan : Garputala
Jalannya percobaan :
Pukul garpu tala pada besi, kemudian letakkan di puncak kepala. Kemudian,
letakkan di depan lubang telinga. Pastikan garpu tala tidak menyentuh apapun kecuali
besi. Setelah itu, pukul kembali garpu tala dan letakkan di belakang telinga. Terakhir,
letakkan kembali garpu tala di depan lubang telinga. Amati apa yang terjadi dengan
garpu tala tersebut.
Hasil percobaan :
Pada saat garpu tala diletakkan di puncak kepala, kita hanya dapat merasakan
getarannya saja. Akan tetapi pada saat diletakkan di depan lubang telinga, terdengar
semacam bunyi dengungan yang cukup panjang dari garpu tala tersebut. Hal yang
sama terjadi apabila garpu tala kita letakkan di belakang telinga, kemudian
dipindahkan ke depan lubang telinga.
Hasil sebenarnya :
Suara nada garpu tala yang sudah tidak terdengar ketika ditempatkan di
puncak kepala, masih tetap terdengar ketika garpu tala itu ditempatkan di depan
lubang.
a. Semakin besar garpu tala, semakin berat suaranya.
b. Garpu tala dan telinga sejajar hantaran udaranya bagus.
c. Pada orang tua, elastisitas membran timpani kurang baik sehingga terkadang
indera pendengaran kurang berfungsi dengan baik.
d. Membran timpani menggetarkan maleus, incus dan stapes sehingga terdengar
suara.
Kesimpulan :
Transmisi udara lebih baik daripada transmisi melalui tulang. Oleh sebab itu
kita dapat mendengar lebih baik apabila getaran suara merambat melalui udara, bukan
dari tulang.

2.4 Mekanisme Pusat Pendengaran

2.4 Gambar Anatomi Mekanisme Pusat Pendengaran


Telinga luar menangkap getaran bunyi, dan telinga tengah meneruskan getaran yang
diterima telinga luar ke telinga dalam. lalu reseptor yang ada pada telinga dalam akan
menerima rangsangan bunyi dan mengirimkannya berupa impuls ke otak untuk diolah.

2.5 Psikofisik Pendengaran


A. Kebisingan dan Dampak Psikologisnya
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat
dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia.
Kebisingan juga dapat mempengaruhi psikologis manusia, seperti:
a. Gangguan emosional → Kebisingan pada frekuensi rendah dengan tingkat
kekerasan yang tinggi dapat mengakibatkan timbulnya sifat agresif yaitu
menjadikan seseorang menjadi cepat marah dan berperilaku kasar, serta sifat
defensif yang menjadikan seseorang sulit menerima kritik dari orang lain.
b. Gangguan Konsentrasi → Akibat adanya suara yang tidak diinginkan sehingga
informasi yang disampaikan dapat menghasilkan sebuah kesalahpahaman.
c. Gangguan tidur → Paparan kebisingan yang dirasakan dapat menurunkan
kualitas tidur, suasana hati, kinerja seseorang, serta mengganggu konsentrasi
dan menurunkan energi seseorang hingga beberapa hari.
B. Masalah Pendengaran dan Dampak Psikologisnya
Sebuah studi di Amerika yang melibatkan 253 relawan pria dan wanita menemukan
bahwa gangguan pendengaran secara umum dapat mempengaruhi daya ingat dan
kesehatan mental, seperti:
a. Penurunan daya ingat
b. Kepanikan
c. Fobia sosial
d. Gangguan stress pasca-trauma
e. Rasa malu, bersalah, dan marah
f. Masalah berkonsentrasi
g. Kesedihan atau depresi
h. Kekhawatiran dan frustasi
i. Kecemasan dan kecurigaan
j. Menurunkan tingkat kepercayaan diri
2.6 Fenomena Cocktail Party Effects
Fenomena ini adalah dimana sistem pendengaran manusia mampu memisahkan
beberapa sumber bunyi sekaligus secara bersamaan dan memfokuskan pendengaran pada
satu sumber suara meskipun bunyi latar cukup keras dan disertai percakapan beberapa
orang lainnya. Istilah "cocktail party processing" diciptakan dalam sebuah studi awal
terhadap the cocktail party effect, dalam studi ini menggambarkan bahwa sistem
pendengaran binaural memberikan kontribusi penting dalam analisa pendengaran yang
memungkinkan kita untuk memisahkan dan melokalisir sumber suara.
Penyebab dari fenomena cocktail party effects disebabkan oleh keterbatasan manusia
dalam menyimpan informasi yang sifatnya semenetara. Sehingga manusia akan
memusatkan pada salah satu informasi yang ingin disimpan. Informasi ini yang akan
diolah otak untuk dikembangkan, direspon, atau disampaikan kembali.

2.7 Gangguan Pendengaran


A. Gangguan Pendengaran Konduksi/Kondutif
Tidak dapat mendengarkan suara dengan sempurna, karena transmisi gelombang suara
yang tidak masuk ke dalam telinga secara efektif. akibatnya, suara yang didengar akan
lebih pelan dan tidak jelas.
Penyebab:
a. Adanya cairan di telinga bagian tengah
b. Terlalu banyak kotoran telinga
c. Masuknya benda asing ke saluran telinga bagian luar
d. Terjadinya infeksi pada telinga bagian tengah
Pengobatan: Bisa dilakukan melalui serangkaian tes fisik, seperti garputala.
B. Gangguan Pendengaran Sensorineural
Gangguan ini terjadi pada telinga bagian dalam lebih tepatnya pada saraf telinga
bagian dalam yang terhubung langsung ke otak. gangguan sensorineural ini gangguan
yang paling fatal karena kondisi ini menyebabkan tuli permanen. pengidap gangguan
pendengaran ini hanya mampu mendengar suara dalam volume rendah, meski
sebenarnya volume sumber suara sudah ditinggikan.
Penyebab:
a. Trauma kepala
b. Malformasi telinga bagian dalam
c. Faktor usia
d. Faktor genetik
Pengobatan: Tidak bisa diobati dengan obat-obatan, berbagai tes fisik, maupun
pembedahan.
C. Gangguan Pendengaran Campuran
Jenis gangguan pendengaran ini adalah campuran dari gangguan pendengaran
konduksi dan sensorineural. Gejala awalnya ditandai dengan tuli konduksi yang
kemudian berkembang menjadi tuli sensorik. Meskipun begitu, gangguan telinga ini
bisa terjadi secara bersamaan, misalnya pengidap mengalami trauma kepala yang
sekaligus mengenai bagian tengah dan dalam.
D. Gangguan Pendengaran Simetris dan Asimetris
Gangguan pendengaran simetris terjadi ketika kedua telinga mengalami derajat
penurunan kemampuan pendengaran yang sama. sedangkan, tuli asimetris terjadi
ketika derajat penurunan kemampuan mendengar terdapat perbedaan antara kedua
telinga.
Penyebab: Mengalami benturan yang cukup keras pada salah satu telinga.
E. Gangguan Pendengaran Progresif dan Mendadak
Gangguan pendengaran Progresif yaitu gangguan pendengaran yang dimana
kondisinya semakin lama semakin memburuk, gangguan ini terjadi secara bertahap, mulai
dari tahap ringan hingga akut. Namun, jika secara tiba tiba tidak bisa mendengar, artinya
terjadi gangguan tuli secara mendadak.
Tindakan : Sesegera mungkin mendapatkan penanganan agar mengetahui penyebabnya.

2.8 Fungsi Keseimbangan


2.8 Gambar Anatomi Fungsi Keseimbangan

Telinga kita tidak hanya berfungsi sebagai indra pendengaran, tetapi juga berperan
dalam mempertahankan keseimbangan (sistem vestibular). Saat kita berputar-putar, cairan
koklea di dalam koklea juga berputar-putar dan mengirimkan sinyal ke otak. Lalu juga
berhenti tiba-tiba, maka akan merasa pusing dan terjatuh. Hal ini karena cairan koklea
masih belum berhenti berputar walaupun tubuh telah diam. Sehingga sensor di dalam
telinga masih mengirimkan ke otak seakan-akan masih berputar. Hal inilah yang membuat
kita pusing dan merasa seperti akan terjatuh. Organ keseimbangan terdiri atas:
A. Organ Otolith
Organ otolith terdapat dalam vestibulum. Vestibulum terdiri atas 2 bagian, utrikulus
dan sakulus. Regio reseptor pada utrikulus dan sakulus dinamakan makula. Dalam
makula terdapat sel reseptor keseimbangan, yaitu sel rambut dengan struktur serupa
seperti koklea. Gerak linear kepala dengan percepatan akan menggerakan kristal
otolith yang menggesek silia sel rambut dan membangkitkan potensial reseptor.
B. Kanalis Semisirkularis
Kanalis semisirkularis merupakan suatu struktur yang terdiri dari 3 buah saluran
setengah lingkaran yang tersusun menjadi satu kesatuan dengan posisi yang berlainan,
yaitu:
a. Kanalis semisirkularis horizontal
b. Kanalis semisirkularis vertikal superior
c. Kanalis semisirkularis vertikal posterior

2.8 Anatomi Kanalis Semisirkularis


Masing-masing kanalis semisirkularis berisi cairan endolimfe dan pada salah satu
ujungnya yang membesar disebut ampula, berisi reseptor keseimbangan yang disebut
krista ampularis. Masing-masing krista terdiri dari sel-sel bersilia dan sel-sel
penyangga yang seluruhnya ditutupi oleh suatu selaput yang disebut kupula. Karena
kelembamannya, maka endolimfe yang terdapat di dalam kanalis semisirkularis akan
bergerak ke arah yang berlawanan dengan arah putaran. Aliran endolimfe akan
mendorong cupula melengkungkan silia-silia dari sel-sel rambut, dengan demikian
maka sel bersilia tersebut terangsang dan mengubahnya menjadi impuls sensori yang
untuk selanjutnya ditransmisikan ke pusat keseimbangan di otak. kanalis
semisirkularis merupakan organ keseimbangan dinamis yaitu memberikan respons
terhadap pemutaran tubuh.

2.9 Gangguan Keseimbangan


Vertigo
Vertigo adalah rasa pusing karena gangguan keseimbangan, misalnya pada motion
sickness (mabuk kendaraan) yang biasanya disertai rasa mual. Sindrom Meniere adalah trias
gejala vertigo, tinnitus (bunyi mendenging di telinga) dan tuli perseptif.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Telinga adalah salah satu organ penting yang berfungsi untuk menangkap dan
meneruskan bunyi untuk sampai ke otak. Telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga
luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar terdiri dari daun telinga, liang telinga, dan
gendang telinga. Manusia dapat mendengar karena adanya suara atau bunyi yang diterima
oleh telinga. Suara atau bunyi adalah vibrasi molekul-molekul udara yang menstimulasi
sistem auditori. Suara atau bunyi sebagai stimulus berasal dari benda-benda yang bergetar.
Getaran tersebut akan menggetarkan partikel-partikel di udara sekitarnya, yang kemudian
menimbulkan gelombang suara dan berakhir sampai di telinga kita.
Telinga juga berperan dalam mempertahankan keseimbangan. Organ keseimbangan
terdiri dari organ otolith dan kanalis semisirkularis. Adapun beberapa gangguan pendengaran
dan keseimbangan yang dialami manusia, seperti gangguan pendengaran konduksi/kondutif
yaitu tidak dapat mendengarkan suara dengan sempurna, vertigo dan gangguan-gangguan
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Asiyah, S. N. (2014). Kuliah Psikologi Faal. Sidoarjo: Zifatama Publisher.

Hapsari, I. I., Puspitawati, I., & Suryaratri, R. D. (2019). Psikologi Faal. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.

Harlan, J. (2018). Psikologi Faal. Depok: Gunadarma.

Nugroho, P. S., & HMS, W. (2009). Anatomi dan Fisiologi Pendengaran Perifer. Jurnal
THT-KL Vol.2 No.2, 76-85.

Anda mungkin juga menyukai