Anda di halaman 1dari 18

Nomor

Revisi Ke
Berlaku Tanggal

PANDUAN
KEWASPADAAN UNIVERSAL

Ditetapkan
Kepala UPTD Puskesmas
Gunungpati

dr. Yuni Astuti


NIP. 19730611 200212 2 004

DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG


UPTD PUSKESMAS GUNUNGPATI
Jl. Mr Wuryanto No. 38 Telp (024) 6932140 Kec. Gunungpati Semarang
50225
BAB I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kewaspadaan umum (universal precaution) merupakan salah satu upaya pengendalian
infeksi di puskesmas yang oleh Departemen Kesehatan telah dikembangkan sejak tahun 1980.
Dalam perkembangannya program pengendalian infeksi nosokomial (INNOS) dikendalikan oleh
Sub-Direktorat Surveilans dibawah direktorat yang sama. Mulai tahun 2001 Depkes RI telah
memasukkan pengendalian infeksi nosokomial sebagai salah satu tolak ukur akreditasi puskesmas
dimana termasuk didalamnya adalah penerapan kewaspadaan universal (Depkes, 2003).
Kewaspadaan umum merupakan upaya pencegahan infeksi yang mengalami perjalanan
panjang, dimulai sejak dikenalnya infeksi nosokomial yang terus menjadi ancaman bagi
petugas kesehatan dan klien. Penerapan kewaspadaan umum merupakan bagian pengendalian
infeksi yang tidak terlepas dari peran masing–masing pihak yang terlibat didalamnya yaitu
pimpinan termasuk staf administrasi, staf pelaksana pelayanan termasuk staf pengunjungnya
dan juga para pengguna jasa yaitu pasien dan pengunjung. Program ini hanya dapat berjalan
apabila masing–masing pihak menyadari dan memahami peran dan kedudukan masing–masing
(Depkes, 2003).
Tenaga kesehatan harus selalu mendapatkan perlindungan dari resiko tertular penyakit,
untuk dapat bekerja secara maksimal. Pimpinan puskesmas berkewajiban menyusun kebijakan
mengenai kewaspadaan umum, memantau dan memastikan dengan baik. Pimpinan juga
bertanggung jawab atas perencanaan anggaran dan ketersediaan sarana untuk menunjang
kelancaran pelaksanaan kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya dan orang
lain serta bertanggung jawab sebagai pelaksana kebijakan yang ditetapkan puskesmas. Tenaga
kesehatan juga bertanggung jawab dalam menggunakan sarana yang disediakan dengan baik
dan benar serta memelihara sarana agar selalu siap dipakai dan dapat dipakai selama mungkin.
Secara rinci kewajiban dan tanggung jawab tersebut meliputi a) bertanggung jawab melaksanakan
dan menjaga keselamatan kerja di lingkungannya, wajib mematuhi instruksi yang diberikan dalam
rangka kesehatan dan keselamatan kerja, dan membantu mempertahankan lingkungan bersih dan
aman b) mengetahui kebijakan dan menerapkan prosedur kerja, pencegahan infeksi, dan mematuhi
dalam pekerjaan sehari–hari c) tenaga kesehatan yang menderita penyakit yang dapat meningkatkan
resiko penularan infeksi baik dari dirinya kepada pasien atau sebaliknya sebaiknya tidak merawat
pasien secara langsung d) bagi tenaga kesehatan yang mengidap HIV positif (Depkes, 2003).
Tenaga kesehatan yang berada di dalam area seperti ruang operasi, instalasi gawat darurat dan
laboratorium sangat rentan dan memiliki resiko tinggi untuk terekspose pada penularan penyakit
akibat infeksi virus atau bakteri. Di antara 35 juta tenaga kesehatan di seluruh dunia, terdapat
sekitar 3 juta tenaga kesehatan yang mengalami infeksi virus akibat luka pada jaringan kulit (per
cutaneous) setiap tahunnya, dengan kriteria sebanyak 2 juta tenaga kesehatan terinfeksi oleh virus
HBV, 0,9 juta tenaga kesehatan terinfeksi virus HCV dan 170.000 tenaga kesehatan terinfeksi virus
HIV. Dimana akibat infeksi virus tersebut, sebanyak 15.000 tenaga kesehatan menderita penyakit
Hepatitits C, 70.000 tenaga kesehatan menderita penyakit Hepatitis B dan sebanyak 1.000 tenaga
kesehatan menderita penyakit AIDS dan perlu diketahui pula, lebih dari 90% kasus infeksi ini
terjadi di negara berkembang. Penyebaran dan penularan penyakit terhadap tenaga kesehatan
sebenarnya dapat dicegah dan strategi untuk melindungi para tenaga kesehatan dari paparan virus
berbahaya adalah meliputi implementasi mengenai tindakan kewaspadaan universal, pemberian
vaksin Hepatitis B dan kemampuan serta kesadaran diri sendiri untuk melindungi diri dari paparan
infeksi virus (WHO, 2010). Menurut Kusman, dkk, (2007) di Amerika Serikat pada tahun 2001
terdapat 57 kasus tenaga kesehatan yang terinfeksi HIV akibat resiko pekerjaan. Dari 57 kasus
tersebut, 24 kasus diantaranya dialami oleh perawat. Di Indonesia, walaupun belum terdapat data
yang pasti, namun jika melihat pengendalian infeksi di puskesmas yang masih lemah, maka resiko
penularan infeksi termasuk HIV terhadap perawat bisa dikatakan masih cukup tinggi (Kusman dkk,
2007). Salah satu cara untuk mengendalikan penyebaran infeksi di puskesmas adalah dengan
tindakan Universal Precautions. Penerapan standar Universal Precautions penting untuk
mengurangi resiko penularan mikroorganisme yang berasal dari sumber infeksi yang diketahui dan
tidak diketahui (Nursalam, 2007). Pencegahan infeksi nosokomial di puskesmas dapat dilakukan
melalui pelaksanaan program universal precaution atau tindakan – tindakan aseptis dan antiseptis
yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, baik perawat maupun dokter. Tindakan universal
precaution ini meliputi : mencuci tangan, penggunaan sarung tangan, penggunaan cairan aseptik,
pengelolaan alat bekas pakai maupun instrument tajam.

B. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup kewaspadaan universal di Puskesmas Gunungpati meliputi seluruh area
atau ruangan yang terlibat kontak dengan pasien dan atau produk yang dihasilkan oleh pasien
(sputum, darah, dsb) serta linen yang pernah digunakan oleh pasien. Hail ini dikarena pasien
yang datang dianggap telah membawa (carier) kuman penyakit yang dapat ditularkan kepada
petugas. Sehingga ruang lingkup tersebut berada di: ruang pendaftaran, ruang pemeriksaan
(umum, anak, ibu), ruang laboratorium, IGD/rawat inap, ruang gizi, ruang IPWL, ruang farmasi
dan ruang IMS.

C. LANDASAN HUKUM
1. UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat.
BAB II
PENGORGANISASIAN

Struktur organisasi pelayanan obat Puskesmas Gunungpati sebagai berikut :


1. Penanggung jawab : Kepala Puskesmas
2. Penanggung jawab Pelayanan Klinis : Dr. Iftitah Indriani
3. Koordinator Universal Precaution :
4. Petugas :
1. Dr. Iftitah Indriani 11. Sukariyah 21. Sri Lestari
2. dr, Noor Khalifah 12. Sri Hastuti 22. Arifatus S
3. Wahyu Sulistyo 13. M. Heri P 23. Fitri
4. Abdul Rahman A 14. Mualimin 24. Supriyono
5. Sittaningrum 15. Idayani 25. Masrukin
6. Sulastri 16. Dewi R 26. Muslimin
7. Nurul H 17. Novi 27. Bambang
8. Ana Sukowati 18. Ichtya R 28. Sri Khayatun
9. drg. Andreas J 19. Indah 29. Sapto
10. Sri Lestari 20. Ika 30. Dyah Ayu E

31. Sri Hartatin


32. Anisah
33. Agung S
33. Imroatul K
34. Daniek Nur W
35. Siti Umuhani
BAB III.
STANDAR KETENAGAAN

Penyelenggaraan kewaspadaan universal dilakukan oleh seluruh petugas yang berhubungan


dengan pasien baik secara langsung maupun tidak. Seluruh petugas sudah mendapatkan refreshing
mengenai kewaspadaan universal. Adapun prinsip utama kewaspadaan universal pelayanan
kesehatan adalah menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan dan sterilisasi alat.
Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi 5 kegiatan pokok yaitu:
1. Cara cuci tangan
2. Pemakaian APD
3. Pengelolaan alkes bekas pakai
4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
5. Pengelolaan limbah
BAB IV.
STANDAR FASILITAS

Sarana yang diperlukan untuk menunjang kewaspadaan universal di puskesmas meliputi


sarana yang memilik fungsi :
1. Ruang sterilisasi
2. IPAL
BAB V
KEWASPADAAN UNIVERSAL

A. CUCI TANGAN

Mencuci tangan adalah prosedur kesehatan yang paling penting yang dapat dilakukan oleh
semua orang untuk mencegah penyebaran kuman. Mencuci tangan adalah tindakan aktif, singkat
dengan menggosok bersamaan semua permukaan tangan yang bersabun, yang kemudian diikuti
dengan membasuhnya dibawah air hangat yang mengalir (Barbara, 2002). Tujuannya adalah untuk
membuang kotoran dan organisme yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi jumlah
mikroba pada saat itu.
Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan
perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain untuk menghilangkan atau
mengurangi mikroorganisme yang ada ditangan sehingga penyebaran penyakit dapat dikurangi dan
lingkungan terjaga dari infeksi.
Aspek terpenting dari mencuci tangan adalah pergesekan yang ditimbulkan dengan
menggosok tangan bersamaan mencuci tangan dengan sabun, dengan air mengalir dan pergesekan
yang dilakukan secara rutin.
Tiga cara cuci tangan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan yaitu :
1) Cuci tangan higienik / rutin – mengurangi kotoran dan flora yang ada di tangan dengan
menggunakan sabun atau detergen.
2) Cuci tangan aseptik – sebelum tindakan aseptik pada pasien dengan menggunakan anti septik.
3) Cuci tangan bedah (surgical handscrub) – sebelum dilakukan tindakan bedah cara aseptik
dengan antiseptik dan sikap steril.
Pencucian tangan sangat penting dalam setiap lingkungan perawatan kesehatan karena
organisme transion dapat dengan mudah dihilangkan sebelum pindah ke pasien lain. Pencucian
tangan yang efektif adalah 10-15 detik, tetapi akan dibutuhkan lebih banyak waktu jika tangan
tersebut terlihat kotor.
Beberapa jenis larutan antiseptik yang sering digunakan diantaranya adalah Alkohol
(etil/isopropil), Chlorhexedin (HibitaneR, HibiscrubR), Hexachlorophen (pHisoHexR),
Yodium/Yod + Alkohol, dan Yodophor (BetadineR).
Gambar. 1 Cara Mencuci tangan (Depkes, 2003)

B. ALAT PELINDUNG DIRI


Alat pelindung tubuh digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari
resiko pajanan darah, semua cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir
pasien. Jenis tindakan yang dianggap beresiko dan memerlukan penggunaan alat pelindung diri
mencakup tindakan rutin, tindakan bedah tulang, otopsi atau perawatan gigi yang menggunakan bor
dengan kecepatan putar yang tinggi.
Jenis-jenis alat pelindung yaitu :
1) Sarung tangan
2) Pelindung wajah / masker / kaca mata
3) Penutup kepala
4) Gaun pelindung ( baju kerja / celemek )
5) Sepatu pelindung

Kaca Mata

Gambar. 2 Alat Pelindung Diri (Depkes, 2003)

1) Sarung tangan
CDC (Williams, 1983) menyebutkan alasan mengenakan sarung tangan adalah :
a) Mengurangi kemungkinan pekerja kontak dengan organisme infeksi yang menginfeksi
klien.
b) Mengurangi kemungkinan pekerja memindahkan flora endogen mereka sendiri ke klien.
c) Mengurangi kemungkinan pekerja menjadi tempat kolonisasi sementara mikroorganisme
yang dapat dipindahkan pada klien lain.
Sarung tangan harus dipakai bilamana :
a) Akan terjadi kontak tangan pemeriksa dengan darah, cairan tubuh, selaput lendir, atau kulit
yang terluka.
b) Akan melakukan tindakan medik invasif (pemasangan alat-alat vaskular seperti intravena
perifer).
c) Akan membersihkan sampah terkontaminasi atau memegang permukaan yang
terkontaminasi.
Sarung tangan mencegah penularan kuman patogen melalui cara kontak langsung
maupun tidak langsung. Ada 3 jenis sarung tangan, yaitu :
a) Sarung tangan bedah, dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif atau pembedahan.
b) Sarung tangan pemeriksaan, dipakai untuk melindungi petugas kesehatan sewaktu
melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin.
c) Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses peralatan menangani bahan-
bahan terkontaminasi dan sewaktu membersihkan permukaan yang terkontaminasi.
Yang dilakukan dan jangan dilakukan dalam pemakaian sarung tangan :
a) Pakailah ukuran yang sesuai.
b) Gantilah sarung tangan secara berkala pada tindakan yang
memerlukan waktu lama.
c) Potonglah kuku cukup pendek untuk mengurangi risiko
robek atau berlubang.
d) Tariklah sarung tangan sampai meliputi tangan baju (jika
pakai baju operasi).
e) Pakailah cairan pelembab untuk mencegah kulit dari
kekeringan atau berkerut.
f) Jangan pakai cairan atau krim berbasis minyak, karena
akan merusak sarung tangan.
g) Jangan pakai cairan pelembab yang terlalu wangi karena
dapat merangsang kulit dan menyebabkan iritasi.
h) Jangan simpan sarung tangan di tempat dengan suhu
terlalu panas atau terlalu dingin.
Langkah-langkah penggunaan sarung tangan :
a) Siapkan kemasan sarung tangan steril yang sesuai.
b) Lakukan cuci tangan dengan seksama.
c) Buka pembungkus bagian paling luar dari kemasan sarung tangan. Pisahkan dan lepaskan
sisi-sisinya.
d) Pegang bagian dalam kemasan dan letakkan pada permukaan yang bersih datar tepat di
atas tinggi siku. Buka kemasan, jaga supaya sarung tangan tetap di atas permukaan bagian
dalam pembungkus.
e) Jika sarung tangan tidak dibedak, ambil pak bedak dan pakai tipis-tipis pada tangan diatas
wastafel atau keranjang sampah.
f) Identifikasi sarung tangan kanan dan kiri. Kenakan sarung tangan dominan terlebih dahulu.
g) Dengan ibu jari dan telunjuk serta jari tengah dari tangan non dominan, pegang tepi dari
manset sarung tangan untuk tangan dominan sentuh hanya permukaan bagian dalam sarung
tangan.
h) Pakai sarung tangan pada tangan dominan, biarkan manset dan pastikan manset tidak
bertumpuk di pergelangan tangan. Pastikan ibu dan jari lainnya berada pada tempat yang
tepat.
i) Dengan tangan yang dominan yang bersarung tangan selipkan jari di dalam manset sarung
tangan kedua.
j) Kenakan sarung tangan kedua pada tangan nondominan. Jangan biarkan jari tangan dan ibu
jari tangan dominan yang bersarung tangan menyentuh setiap bagian tangan non dominan
yang dibuka. Jaga supaya ibu jari tangan dominan terabduksi kebelakang.
k) Setelah sarung tangan kedua dikenakan tautkan kedua tangan.

Gambar. 3 Cara Memakai Sarung Tangan Steril (Depkes, 2003)

Membuang sarung tangan :


a) Pegang bagian luar dari satu manset dengan tangan yang bersarung tangan hindari
menyentuh pergelangan tangan.
b) Lepaskan sarung tangan, balikan menjadi bagian dalam keluar. Buang ke pembuangan.
c) Dengan jari yang telah lepas tersebut ambil bagian dalam dari sarung tangan yang masih
dikenakan lepaskan sarung tangan bagian dalam keluar. Buang di tempat pembuangan.

Gambar. 4 Cara Melepas Sarung Tangan (Depkes, 2003)


2) Masker
Masker harus dikenakan bila diperkirakan ada percikan atau semprotan dari darah atau
cairan tubuh ke wajah. Selain itu, masker menghindarkan perawat menghirup mikroorganisme
dari saluran pernapasan klien dan mencegah penularan kuman patogen dari saluran pernapasan
perawat ke klien.
Masker yang dipakai dengan tepat terpasang pas nyaman di atas mulut dan hidung
sehingga kuman patogen dan cairan tubuh tidak dapat memasuki atau keluar dari sela-selanya.
Langkah-langkah penggunaan masker :
a) Ambil bagian atas masker (biasanya sepanjang tepi tersebut ada stip motal yang tipis).
b) Pegang masker pada 2 tali atau ikatan bagian atas belakang kepala dengan tali melewati
atas telinga.
c) Ikatkan dua tali bagian bawah masker sampai ke bawah dagu.
d) Dengan lembut jepitkan pita motal bagian atas pada batang hidung.
3) Gaun / baju pelindung
Gaun / baju pelindung atau jubah atau celemek, merupakan salah satu jenis pakaian kerja.
Seperti diketahui bahwa pakaian kerja dapat berupa seragam kerja, gaun bedah, jas
laboratorium dan celemek.
Tujuan pemakaian gaun pelindung adalah untuk melindungi petugas dari kemungkinan
genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lain yang dapat mencemari baju atau seragam.
Adapun jenis gaun pelindung tersebut ada berbagai macam bila dipandang dari berbagai
macam aspeknya, seperti gaun pelindung tidak kedap air dan gaun pelindung kedap air, gaun
pelindung steril dan non steril.
Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan para asistennya pada saat melakukan
pembedahan sedang gaun pelindung non-steril dipakai di berbagai unit yang berisiko tinggi,
misalnya pengunjung kamar bersalin, ruang pulih di kamar bedah, ruang rawat intensif (ICU),
rawat darurat dan kamar bayi.
Gaun pelindung dapat dibuat dari bahan yang dapat dicuci dan dapat dipakai ulang (kain),
tetapi dapat juga terbuat dari bahan kertas kedap air yang hanya dapat dipakai sekali saja
(disposable). Gaun pelindung sekali pakai ini biasanya dipakai dalam kamar bedah, karena
lebih banyak terpajan cairan tubuh yang dapat menyebabkan infeksi.
Gaun pelindung kedap air dapat pula dibuat dari bahan yang dapat dicuci melalui proses
dekontaminasi dan dapat dipakai ulang. Seperti misalnya plastik. Biasanya dipakai sebagai
pelapis di bagian dalam gaun pelindung steril tidak kedap air, untuk mencegah tembusnya
cairan tubuh kepada pemakai atau untuk keperluan lain, seperti misalnya pada saat
membersihkan luka, melakukan irigasi, melakukan tindakan drainase, menuangkan cairan
terkontaminasi ke dalam lubang pembuangan WC atau toilet, mengganti pembalut, menangani
pasien dengan pendarahan masif, melakukan tindakan bedah termasuk otopsi, perawatan gigi,
dan sebagainya.
Sebaiknya setiap kali bertugas, tenaga kesehatan selalu memakai pakaian kerja yang
bersih, termasuk gaun pelindung atau celemek. Gaun pelindung harus segera diganti bila
terkena kotoran, darah atau cairan tubuh. (Depkes RI, 2003)
Penggunaan gaun pelindung :
a) Lepaskan jam tangan anda dan letakkan di sisi yang bersih dari handuk kerja yang terbuka.
b) Cuci tangan anda.
c) Gaun dapat dipakai sendiri oleh pemakai atau dipakaikan oleh orang lain.
d) Kenakan gaun pelindung dengan memasukkan kedua lengan ke dalam lengan baju.
e) Selipkan jari-jari anda di bawah dalam tali leher baju dan tarik tali-tali tersebut ke
belakang. Ikat tali leher tersebut dengan simpul yang sederhana.
f) Raihlah bagian belakang dan tarik sisi gaun sehingga seragam anda tertutup seluruhnya.
Ikat tali pinggang dengan simpul sederhana.
Gambar. 5 Cara Memakai Gaun (Depkes, 2003)

Gambar. 6 Memakai Gaun Steril Dengan Bantuan (Depkes, 2003)


C. Dekontaminasi dan Sterilisasi
1) Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah menghilangkan mikroorganisme patogen dan kotoran dari suatu
benda sehingga aman untuk pengelolaan selanjutnya dan dilakukan sebagai langkah pertama
bagi pengelolaan alat kesehatan habis pakai.
Dekontaminasi bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau
suatu permukaan benda, misalnya HIV, hepatitis dan kotoran lain yang tidak tampak, sehingga
dapat melindungi petugas maupun pasien.
Dekontaminasi dilakukan dengan menggunakan bahan desinfektan, yaitu suatu bahan
atau larutan kimia yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme pada benda mati, dan
tidak digunakan untuk kulit dan jaringan mukosa.
Dapat dijumpai berbagai macam desinfektan di pasaran dengan daya kerja masing-
masing. Desinfektan yang biasa dipergunakan di negara berkembang seperti Indonesia adalah
larutan klorin 0,5% atau 0,05% sesuai dengan intensitas cemaran dan jenis alat atau permukaan
yang akan didekontaminasi.
Kebanyakan alat kesehatan terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh yang membawa
berbagai organisme penyakit. Oleh karena itu petugas kesehatan yang bekerja dengan resiko
terpajan oleh darah dan cairan tubuh harus menggunakan alat pelindung yang memadai dan
melaksanakan prosedur kerja yang meminimalkan resiko pajanan terhadap lapisan mukosa dan
kontak parenteral melalui bahan-bahan terkontaminasi.
Sedapat mungkin pemilahan dilakukan oleh sipemakai di tempat segera setelah
pemakaian selagi mereka mengenakan alat pelindung yang memadai, seperti misalnya di ruang
operasi. Apabila pemilahan harus dilakukan diluar tempat pemakai maka harus dibatasi pada
pemilahan antara alat yang akan diproses lebih lanjut dan alat sekali pakai. Pemilahan meliputi
pelepasan alat dari engsel dan kuncinya agar mudah dibersihkan namun harus dijaga agar alat
tersebut tetap berada dalam satu bungkus untuk memudahkan pemasangan kembali kala akan
digunakan nanti.
2) Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme dari alat
kesehatan termasuk endospora bakteri. Sterilisasi biasanya dilaksanakan di rumah sakit baik
secara fisik maupun secara kimiawi. Cara dan zat yang sering digunakan untuk sterilisasi di
rumah sakit adalah uap panas bertekanan, pemanasan kering, gas etilin oksida, zat kimia cair.
Istilah steril mengandung arti mutlak yang berarti semua bentuk dan jenis mikroorganisme
betul-betul musnah. Bila kontak dengan bahan kimia tersebut lebih singkat maka hanya
sebagian mikroorganisme saja yang mati dann proses tersebut disebut proses desinfeksi. Jadi
tidak ada istilah ”semi steril”.
Sterilisasi adalah proses pengelolaan suatu alat atau bahan dengan tujuan mematikan
semua mikroorganisme termasuk endospora. Sterilisasi adalah cara yang paling aman dan
paling efektif untuk pengelolaan alat kesehatan yang berhubungan langsung dengan darah atau
jaringan di bawah kulit yang secara normal bersifat steril.
Sterilisasi di Puskesmas Gunungpati menggunakan metode pemanasan kering (dryheat)
dapat dilakukan dengan menggunakan oven dan sinar ultraviolet. Sterilisasi terjadi melalui
oksidasi dan denaturasi protein. Pada pemanasan dengan oven dibutuhkan panas setinggi 150-
170 oC dengan waktu yang lebih lama dari otoklaf. Sebagai gambaran untuk mematikan spora
dibutuhkan waktu 2 jam dengan suhu 180 oC.
BAB VI
LOGISTIK KEWASPADAAN UNIVERSAL

Logistik kewaspadaan universal meliputi:


1. Sarung tangan
2. Masker
3. Afron
4. Wastafel beserta sabun dan tisu
5. Tempat sampah medis
6. Sterilisator
7. Disenfektan (sabun, alcohol, betadine dll)
8. Safety box
9. Mou pihak ketiga
BAB VII.
KENDALI MUTU KEWASPADAAN UNIVERSAL

Pengendalian mutu kewaspadaan universal merupakan kegiatan untuk mencegah terjadinya


penularan dari pasien kepada petugas atau kepada pasien lain.
Unsur-unsur yang mempengaruhi mutu pelayanan :
1. Unsur masukan (input), yaitu sumber daya manusia, ketersediaan dana dan Standar Prosedur
Operasional (SPO).
2. Unsur proses, yaitu tindakan yang dilakukan, komunikasi dan kerja sama.
3. Unsur lingkungan, yaitu kebijakan, organisasi, manajemen, budaya, respon dan tingkat
pendidikan masyarakat.
Pengendalian kewaspadaan universal terintegrasi dengan program pengendalian mutu
pelayanan kesehatan Puskesmas yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
BAB VIII
PENUTUP

Pedoman kewaspadaan universal di Puskesmas ditetapkan sebagai acuan pelaksanaan


kewaspadaan universal di Puskesmas. Untuk keberhasilan pelaksanaan pedoman kewaspadaan
universal di Puskesmas ini diperlukan komitmen dan kerja sama semua pemangku kepentingan
terkait. Hal tersebut akan menjadikan kewaspadaan universal di Puskesmas semakin optimal dan
dapat dirasakan manfaatnya oleh pasien dan masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan
citra Puskesmas dan kepuasan pasien atau masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai