Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi puskesmas sangat penting untuk
dilaksanakan di puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan,
disamping sebagai tolok ukur mutu pelayanan juga untuk melindungi
pasien, petugas, pengunjung dan keluarga serta lingkungan dari risiko
tertular penyakit infeksi karena perawatan, bertugas dan berkunjung ke
puskesmas. Healthcare Associated Infection (HAIs) atau penyakit infeksi
terkait pelayanan kesehatan merupakan salah satu masalah kesehatan di
berbagai Negara di dunia

Puskesmas sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang


memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran
yang sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Petugas kesehatan,masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan,dan
pengunjung di puskesmas memiliki resiko terjadinya infeksi terkait
pelayanan kesehatan,baik karena berobat atau karena berkunjung ke
puskesmas,untuk itu perlu dilakukan penerapan kewaspadaan standard
dan kewaspadaan berdasarkan transmisi dalam upaya pencegahan dan
pengendalian infeksi di puskesmas. Sehingga diharapkan dapat
meningkatkan mutu pelayanan puskesmas dan dapat menjamin
terlaksananya patien safety secara menyeluruh di Puskesmas Cawas II.

B. Tujuan
Mempunyai buku pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di
puskesmas sehingga puskesmas dapat melaksanakan pencegahan dan
pengendalian infeksi sesuai dengan buku yang telah diterbitkan oleh
Puskesmas Cawas II.

C. Ruang Lingkup
Pedoman ini memberi panduan bagi petugas kesehatan di Puskesmas
Cawas II dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada
pelayanan terhadap pasien yang menderita penyakit menular melalui
udara, kontak, droplet atau penyakit infeksi lainnya.
BAB II
KEBIJAKAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI PUSKESMAS CAWAS II

A. VISI
Terwujudnya Masyarakat Trucuk Sehat pada tahun 2020
B. MISI
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan.
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat.
3. Memelihara dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sesuai
dengan standart mutu yang telah ditetapkan.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan
perorangan,keluarga,masyarakat serta lingkungan
Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di puskesmas Cawas II
merupakan suatu pelayanan yang harus dilaksanakan untuk melindungi
pasien, petugas kesehatan dan pengunjung dari kejadian infeksi dengan
memperhatikan cost effectiveness, dalam bentuk upaya pencegahan,
surveilans dan pengobatan konvensional.
C. Dasar Hukum
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pedoman
pencegahan dan pengendalian Infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan .
D. Organisasi pencegahan dan pengendalian infeksi
1. Struktur Organisasi

KEPALA PUSKESMAS

Ketua PPI

IPCN Anggota lainnya


Gambar 1 : Struktur Organisai Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Susunan Tim Pencegahan dan Pengendalian infeksi pada Puskesmas


Cawas II
Pengarah/ Penanggung Jawab : Triyatno, SKM
Ketua : dr. Rindang Wiratini
Sekretaris : Isti Mufidatun A.Md. Kes
IPCN : Sumarno, SKM
Anggota :
1. dr. Endang S
2. Lia Yogi P.
3. Distri Karyaningsih S. Farm.
Apt

2. Tugas dan Tanggung Jawab


a. Kepala Puskesmas
1) Membentuk Tim PPI Dengan Surat Keputusan.
2) Bertanggung jawab dan miliki komitmen yang tinggi terhadap
penyelenggaraan upaya pencegahan Infeksi
3) Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan
prasarana termasuk anggaran yang dibutuhkan.
4) Menentukan kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi.
5) Mengadakan evaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian
infeksi berdasarkan saran dari tim PPI.
6) Mengesahkan Standar operasional prosedur (SOP) untuk PPI.
b. Ketua Tim PPI
Tugas dan tanggung jawab:
1) Terselenggaranya dan evaluasi program PPI
2) Penyusunan rencana strategis program PPI
3) Penyusunan program PPI
4) Tersedianya SOP PPI
5) Penyusunan dan penetapan serta mengevaluasi kebijakan PPI
6) Terselenggaranya pelatihan dan pendidikan PPI ( setelah
puskesmas mendapat pelatihan)
7) Melaporkan kegiatan PPI kepada kepala Puskesmas

c. IPCN ( Infection Prevention and Control Nurse )


Tugas dan Tanggung Jawab
1) Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian
infeksi yang terjadi dilingkungan kerjanya.
2) Memonitor pelaksanaan PPI, Penerapan SOP, kewaspadaan
isolasi.
3) Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada ketua
PPI
4) Bersama tim PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan
tentang PPI di Puskesmas Cawas II.
5) Memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah
penularan infeksi dari petugas kesehatan ke pasien atau
sebaliknya.
6) Memonitor Kesehatan Lingkungan.
7) Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiotika yang
rasional.
8) Membuat laporan surveilans dan melaporkan ke tim PPI.
9) Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan
kepatuhan PPI.
10) Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit
tentang PPI.
11) Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung
dan keluarga tentang topik infeksi yang sedang berkembang di
masyarakat, infeksi dengan insiden tinggi.
12) Sebagai koordinator antara unit dalam mendeteksi, mencegah
dan mengendalikan infeksi di puskesmas.
d. Anggota lainnya
Tugas :
1) Bertanggung jawab kepada ketua PPI dan berkoordinasi
dengan unit terkait lainnya dalam penerapan PPI.
2) Memberikan masukan pada pedoman maupun kebijakan terkait
PPI.
BAB III
PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI PUSKESMAS CAWAS II

Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas Cawas II


meliputi:
A. Kewaspadaan Standar
1. Kebersihan tangan/ Hand Hygiene
a. Definisi
Kebersihan tangan dari sudut pandang pencegahan dan pengendalian
infeksi, adalah praktek membersihkan tangan untuk mencegah infeksi
yang ditularkan melalui tangan.
b. Melakukan sebelum/setelah memakai sarung tangan, menyediakan
mempersiapkan obat-obatan.
c. Hindari menyentuh permukaan disekitar pasien agar tangan terhindar
kontaminasi patogen dari dan ke permukaan
d. Indikasi melakukan kebersihan tangan :
1) Sebelum kontak dengan pasien
2) Setelah kontak dengan pasien
3) Sebelum melakukan tindakan septik/aseptik
4) Setelah kontak dengan cairan tubuh
5) Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
e. Persiapan membersihkan tangan:
1) Air mengalir
2) Sabun
3) Larutan antiseptik
4) Tissu
f. Prosedur Standar Membersihkan Tangan
Teknik membersihkan tangan dengan sabun dan air harus dilakukan
seperti di bawah ini:
1) Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih.
2) Tuangkan sabun secukupnya, pilih sabun cair.
3) Menggosok kedua telapak tangan berlawanan arah jarum jam.
4) Gosok punggung tangan sebanyak 4 kali secara bergantian.
5) Gosok sela-sela jari tangan dengan cara menyilangkan jari kanan
dengan jari kiri.
6) Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.
7) Gosok ibu jari kiri dengan arah memutar dalam genggaman
tangan kanan dan lakukan sebaliknya.
8) Gosok dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak
tangan kiri dan sebaliknya.
9) Bilas kedua tangan dengan air mengalir.
10) Keringkan dengan tissue towel sampai benar-benar kering.
11) Gunakan tissue towel untuk menutup kran.

g. Handrub antiseptik ( handrub berbasis alkohol )


Teknik untuk menggosok tangan dengan antiseptik meliputi:
1) Tuangkan secukupnya handrub berbasis alkohol untuk dapat
mencakup seluruh permukaan tangan dan jari.
2) Menggosok kedua telapak tangan berlawanan arah jarum jam.
3) Gosok punggung tangan sebanyak 4 kali secara bergantian.
4) Gosok sela-sela jari tangan dengan cara menyilangkan jari kanan
dengan jari kir.
5) Jari-jari dalam dari kedua tangan saling mengunci.
6) Gosok ibu jari berputar dalam genggaman tangan kanan dan
lakukan sebaliknya.
7) Gosok dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak
tangan kiri dan sebaliknya.

Perhatian :
Lama penggosokan untuk pembersihan tangan dengan air dan sabun
minimal selama 40-60 detik, sedangkan untuk pembersihan tangan
dengan larutan berbahan dasar alcohol minimal selama 20-30 detik.

h. Hal – hal yang harus diperhatikan


1) Bila tangan kotor dan terkontraminasi harus cuci tangan dengan
sabun dan air mengalir.
2) Bila tidak kotor atau terkontraminasi, cuci tangan dengan handrub.
3) Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan.
4) Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum
pengisian ulang.
5) Jangan mengisi sabun yang masih ada isinya, penambahan dapat
menyebabkan kontaminasi bakteri pada sabun yang dimasukkan.
6) Jangan menggunakan baskom yang berisi air, walaupun
menggunakan antiseptik.
7) Kuku harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dari 3mm melebihi
ujung jari.
8) Tidak boleh menggunakan kuku buatan karena dapat
menimbulkan HAIs (Hedderwick et al.2000) sebagai reservoar
untuk bakteri gramn negatif.
9) Tidak diperkenankan menggunakan cat kuku dan perhiasan.

2. Penggunaan Alat Pelindung Diri


a. Definisi
Alat pelindung diri adalah alat pelindung sebagai barrier yang
digunakan untuk melindungi pasien dan petugas dari mikroorganisme
yang ada di Puskesmas.
b. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri (APD)
1) Sarung tangan
a) Dipakai apabila terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi
dan bahan terkontaminasi, mukus membran dan kulit yang
tidak utuh, kulit utuh yang potensial terkontaminasi
b) Dipakai sesuai dengan ukuran tangan dan jenis tindakan
c) Memakai sarung tangan sekali pakai saat merawat pasien
langsung
d) Memakai sarung tangan sekali pakai atau pakai ulang untuk
membersihkan lingkungan potensial
e) Melepaskan sarung tangan segera setelah selesai, sebelum
menyentuh benda dan permukaan yang tidak terkontaminasi,
sebelum beralih ke pasien lain.
f) Memakai bila mungkin terkotaminasi darah, cairan tubuh,
sekresi, ekskresi dan bahan terkontaminasi, mikus membran
dan kulit yang tidak utuh, kulit utuh yang potensial
terkontaminasi
g) Memakai sesuai dengan ukuran dan jenis tindakan
h) Memakai sarung tangan sekali pakai saat merawat pasien
langsung.
i) Memakai sarung tangan sekali pakai atau memakai ulang
untuk membersihkan lingkungan.
j) Melepas sarung tangan segera setelah selesai, sebelum
menyentuh benda dan permukaan yang terkontaminasi,
sebelum beralih ke pasien lain.
k) Jangan memakai sarung tangan 1 pasang untuk pasien yang
berbeda
l) Ganti sarung tangan bila tangan berpindah dari area tubuh
terkontaminasi ke area yang bersih
m) Mencuci tangan segera setelah melepaskan sarung tangan.
2) Masker/goggle
a) Masker/goggle dipakai untuk melindungi konjungtiva, mukus
membran mata, hidung dan mulut selama melaksanakan
prosedur dan aktifitas perawatan pasien yang beresiko terjadi
cipratan/semprotan dari darah, cairan tubuh, sekresi, dan
ekskresi.
b) Memilih sesuai tindakan yang dikerjakan.
c) Masker bedah dapat dipakai secara umum untuk petugas
puskesmas yaitu mencegah transmisi melalui partikel besar
dari droplet saat kontak erat (<3m) dari pasien saat
batuk/bersin.
d) Memakai selama tindakan yang menimbulkan aerosol
walaupun pada pasien tidak diduga infeksi
e) Jangan mengalungkan masker di leher segera lepas setelah
melakukan tindakan selesai.
3) Gaun/apron
a) Mengenakan gaun (bersih, tidak steril) untuk melindungi kulit,
mencegah baju menjadi kotor, kulit terkontaminasi selama
prosedur/merawat pasien yang memungkinkan terjadinya
percikan/semprotan cairan tubuh pasien.
b) Pilihlah gaun yang sesuai antara bahan dan tindakan yang
akan dikerjakan dan perkiraan jumlah cairang mungkin akan
dihadapi. Bila gaun tembus cairan, perlu dilapisi apron tahan
cairan mengantisipasi semprotan/cipratan cairan infeksius.
c) Lepaskan gaun segera dan cucilah tangan untuk mencegah
transmisi mikroba ke pasien lain atau lingkungan.
d) Kenakan saat merawat pasien infeksius, lepaskan saat akan
keluar ruangan pasien.
e) Jangan memakai gaun pakai ulang walaupun untuk pasien
yang sama.
4) Sepatu pelindung
a) Sepatu pelindung kaki digunakan jika ada resiko tertumpah
cairan, darah, urine dll.
b) Digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda
tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak
sengaja.
5) Topi
Digunakan untuk menutupi rambut dan kulit kepala sehingga
serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke dalam makanan ataupun
dalam melakukan tindakan perawatan luka/pembedahan. Topi
harus cukup besar untuk menutup semua rambut. Meskipun topi
dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi
tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari darah
atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.

3. Pemrosesan peralatan pasien

Pre- cleaning (Pembersihan awal)


Menggunakn detergen atau
Enzymatic, sikat

Pembersihan
( Cuci bersih dan tiriskan )

STERILISASI DISINFEKSI
(Peralatan Kritis )
Masuk dalam pembuluh
Darah / Jaringan tubuh

Disinfeksi Tingkat Tinggi Disinfeksi Tingkat Rendah


(Peralatan semi kritikal) (Peralatan non kritikal)
Masuk dalam mukosa tubuh Hanya pada permukaan tubuh
Endotracheal tube.NGT yang utuh
Tensimeter, termometer

Bersihkan dengan air


Direbus Kimiawi steril dan keringkan

Gambar 3 : Alur pemprosesan peralatan pasien


i.
4. Pengelolaan Limbah
Pengelolaan Limbah merupakan salah satu upaya kegiatan pencegahan
dan pengendalian infeksi DI Puskesmas. Limbah puskesmas berupa
limbah yang sudah terkontraminasi atau tidak terkontraminasi. Sekitar
85% limbah umum dihasilkan yang dihasilkan puskesmas tidak
terkontraminasi dan tidak berbahaya bagi petugas yang menangani,
namun demikian penanganan limbah ini harus dikelola dengan baik dan
benar.
1
2
3
4
a. Pengertian
Limbah puskesmas adalah semua limbah yang dihasilkan dari
kegiatan puskesmas dalam bentuk padat, cair dan gas.
1)
2)
3)
4)
a)
b. Tujuan Pengelolaan Limbah
1) Melindungi petugas pembuangan limbah dari perlukaan.
2) Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan.
3) Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya.
4) Membuang bahan-bahan berbahaya (bahan toksik dan radioaktif)
dengan aman
1
2
3
4
4.1
4.2
c. Jenis-jenis limbah
1) Limbah padat puskesmas adalah semua limbah puskesmas yang
berbentuk padat sebagai akibat kegiatan puskesmas yang terdiri
dari:
(a) Limbah medis padat adalah : limbah padat yang terdiri dari
limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah
farmasi
(b) Limbah pada non medis adalah : limbah padat yang dihasilkan
dari kegiatan puskesmas diluar medis yang berasal dari dapur
perkantoran, taman, dan halaman yang dapat dimanfaatkan
kembali apabila ada teknologinya.
2) Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang
berasal dari kegiatan rumah puskesmas yang kemungkinan
mengandung mikroorganisme.
3) Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang
berasal dari kegiatan pembakaran di puskesmas seperti dapur,
perlengkapan generator.
4) Limbah infeksius adalah limbah yang terkontraminasi dengan
darah, cairan tubuh pasien, eksresi, sekresi yang dapat
menularkan kepada orang lain.
d.
d. Pengelolaan Limbah
1) Identifikasi Limbah:
(a) Padat
(b) Cair
(c) Tajam
(d) Infeksius
(e) Non infeksius
2) Pemisahan
(a) Pemisahan dimulai dari awal penghasilan Limbah.
(b) Pisahkan limbah sesuai dengan jenis limbah.
(c) Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya.
(d) Limbah cair segera dibuang ke wastafel di spoelhok.
3) Labeling
(a) Limbah padat infeksius: plastik kantong kuning atau warna lain
tapi diikat tali kuning.
(b) Limbah padat non infeksius: plastik kantong warna hitam.
(c) Limbah benda tajam: wadah tahan tusuk dan air (safety box).
4) Kantong pembuangan diberi label biohazard atau sesuai jenis
limbah
5) Packing
(a) Tempatkan dalam wadah limbah tertutup.
(b) Tutup mudah dibuka, sebaliknya bisa dengan menggunakan
kaki.
(c) Kontainer dalam keadaan bersih.
(d) Kontainer terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak
berkarat.
(e) Tempatkan setiap kontainer limbah pada jarak 10-20meter.
(f) Ikat limbah jika sudah terisi ¾ penuh.
(g) Kontainer limbah harus dicuci setiap hari.
6) Penyimpanan
(a) Simpan limbah di empat penampungan sementara.
(b) Tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat dengan kuat.
(c) Beri label pada kantong plastik limbah.
(d) Setiap hari limbah diangkat dari tempat penampungan
sementara.
(e) Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong
khusus.
(f) Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup.
(g) Tidak boleh ada yang tercecer.
(h) Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah.
(i) Tempat penampungan sementara harus di area terbuka,
terjangkau oleh kendaraan, aman dan selalu dijaga
kebersihannya dengan kondisi kering.
7) Pengangkutan
(a) Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong
khusus.
(b) Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup.
(c) Tidak boleh ada yang tercecer.
(d) Sebaliknya jalan pengangkut limbah berbeda dengan jalan
pasien.
(e) Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah.
8) Treatment
(a) Limbah infeksius dimasukkan dalam incenerator.
(b) Limbah non infeksius dibawa ketempat pembuangan limbah
umum.
(c) Limbah benda tajam dimasukkan dalam incenerator.
(d) Limbah cair dalam westafell diruang spoelhok.
(e) Limbah Feces, urine kedalam WC.
3.1
3.2
3.3
3.4
4.1 Penanganan Limbah Benda Tajam
 Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam.
 Jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang tempat.
 Segera buang limbah benda tajam ke kontainer yang tersedia tahan
tusuk dan tahan air dan tidak bisa dibuka lagi.
 Selalu buang sendiri oleh si pemakai.
 Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai.
 Kontainer benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan.
4.2 Penanganan limbah pecahan kaca
 Gunakan sarung tangan rumah tangga.
 Gunakan kertas koran untuk mengumpulkan pecahan benda tajam
tersebut, kemudian bungkus dengan kertas.
 Masukkan dalam kontainer tahan tusukan beri label.
4.3 Unit Pengelolaan Limbah Cair
 Kolam stabilisasi air limbah.
 Kolam oksidasi air limbah.
 Sistem proses pembusukan anaerob.
 Septik tank.
4.4 Pembuangan Limbah Terkontaminasi
 Menuangkan cairan atau limbah basah ke sistem pembuangan
kotoran tertutup.
 Insinerasi (pembakaran) untuk menghancurkan bahan-bahan
sekaligus mikroorganismenya. Ini merupakan metode terbaik untuk
pembuangan limbah terkontaminasi. Pembakaran juga akan
mengurangi volume limbah dan memastikan bahwa bahan-bahan
tersebut tidak akan dijarah dan dipakai ulang. Bagaimanapun juga
pembakaran akan dapat mengeluarkan kimia beracun ke udara.
 Mengubur limbah terkontaminasi agar tidak tersentuh lagi.

4.5 Cara penanganan limbah terkontaminasi


 Untuk limbah terkontaminasi, pakailah wadah plastik atau disepuh
logam dengan tutup yang rapat.
 Gunakan wadah tahan tembus untuk pembuangan semua benda-
benda tajam.
 Tempatkan wadah limbah dekat dengan lokasi terjadinya limbah itu
dan mudah dicapai oleh pemakai.
 Peralatan yang dipakai untuk mengumpulkan dan mengangkut limbah
tidak boleh dipakai untuk keperluan lain diklinik atau rumah sakit.
 Cuci semua wadah limbah dengan larutan pembersih disinfektan dan
bilas teratur dengan air.
 Jika mungkin, gunakan wadah terpisah untuk limbah yang akan
dibakar dan yang tidak akan dibakar sebelum dibuang.
 Gunakan alat perlindungan diri (APD) ketika menangani limbah.
 Cuci tangan atau gunakan penggosok tangan antiseptik berbahan
dasar alkohol tanpa air setelah melepaskan sarung tangan apabila
menangani limbah.
4.6 Cara Pembuangan Limbah
a. Enkapluasi: dianjurkan sebagai cara termudah membuang benda-
benda tajam. Benda tajam dikumpulkan dalam wadah tahan tusukan
dan anti bocor. Sesudah ¾ penuh, bahan seperti semen, pasir, atau
bahan-bahan menjadi padat dan kering. Wadah ditutup, disebarkan
pada tanah rendah, ditimbun dan dapat dikuburkan. Bahan-bahan
sisa kimia dapat dimasukkan bersama dengan benda-benda tajam.
b. Insinerasi adalah proses dengan suhu tinggi untuk mengurangi berat
dan isi limbah. Pross ini biasanya dipilih untuk menangani limbah
yang tidak dapat didaur ulang, dipakai lagi, atau dibuang ke tempat
pembuangan limbah atau tempat kebersihan pealatan tanah.
c. Pembakaran terbuka tidak dianjurkan karena berbahaya, batas
pandangan tidak jelas, dan angin dapat menyebarkan limbah
kesekitar kemana-mana
d. Mengubur limbah difasilitasi kesehatan dengan sumber terbatas,
penguburan limbah secara aman pada atau dekat fasilitas mungkin
merupakan satu-satunya alternatif untuk pembuangan limbah.
Caranya: buat lubang sedalam 2,5m, setiap tinggi limbah 75cm
ditutupi kapur tembok, kemudian diisi lagi dengan limbah sampai
75cm ditutupi kapur tembok, kemudian diisi lagi dengan limbah
samapai 75cm, kemudian dikubur. Untuk mengurangi risiko dan polusi
lingkungan, beberapa aturan dasar adalah:
 Batas akses ketempat pembuangan limbah tersebut.
 Tempat penguburan sebaiknya dibatasi dengan lahan dengan
permeabilitas rendah (seperti tanah liat), jika ada.
 Pilih tempat berjarak setidak-tidaknya 50 meter dari sumber air
untuk mencegah kontaminasi permukaan air.
 Tempat penguburan harus terdapat pengaliran yang baik, lebih
rendah dari sumur, bebas genangan air dan tidak didaerah rawan
banjir.
e. Membuang limbah berbahaya: bahan-bahan kimia termasuk sisa-sisa
bahan-bahan sewaktu pengepakan, bahan-bahan kadaluarsa atau
kimia dekomposisi, atau bahan kimia tidak dapat dipakai lagi. Bahan
kimia yang tidak terlalu banyak dapat dikumpulkan dalam wadah
dengan limbah terinfeksi, dan kemudian diindinerasi, enkapsulasi atau
dikubur. Pada jumlah yang banyak, tidak boleh dikumpulkan dengan
limbah terinfeksi.
Karena tidak ada metode yang aman dan murah, maka pilihan
penanganannya sebagai berikut :
1) Insinerasi pada suhu tinggi merupakan opsi terbaik untuk
pembuangan limbah kimia.
2) Jika ini tidak mungkin, kembalikan limbah kimia tersebut
kepemasok karena kedua metode ini mahal dan tidak praktis,
maka jagalah agar limbah kimia terdapat seminimal mungkin.

f. Limbah Farmasi
Dalam jumlah yang sedikit limbah farmasi (obat dan bahan obat-
obatan), dapat dikumpulkan dalam wadah dengan limbah terinfeksi
dan dibuang dengan cara yang sama insinerasi, enkapluasi atau
dikubur secara aman. Perlu dicatat bahwa suhu yang dicapai dalam
insinerasi kamar tunggal seperti tong atau insinerator dari bata adalah
tidak cukup untuk menghancurkan total limbah farmasi ini, sehingga
tetap berbahaya.
Sejumlah kecil limbah farmasi, seperti obat-obatan kadaluarsa
(kecuali sitotoksik dan antibiotik), dan dapat dibuang ke pembuangan
kotoran tapi tidak boleh dibuang ke sungai, kali, telaga, atau danau.
Jika jumlahnya banyak, limbah farmasi dapat dibuang secara metode
berikut :
1) Antibiotik dapat di insenerasi, sisanya dikubur di tempat
pemerataan tanah (gunakan insinerator seperti untuk membuat
semen yang mampu mencapai suhu pembakaran hingga 800C).
Jika inspirasi tidak tersedia, bahan farmasi di rekapsulasi.
2) Bahan yang larut dengan air, campuran ringan bahan farmasi
seperti larutan vitamin, obat batuk, cairan intravena, tetes mata,
dan lain-lain dapat diencerkan dengan sejumlah besar air lalu
dibuang dalam tempat pembuangan kotoran.
3) Jika semua gagal, kembalikan ke pemasok, jika mungkin.

g. Limbah dengan bahan mengandung logam berat


Baterai, termometer, dan lain-lain benda mengandung logam berat
seperti air raksa atau kadmium.
Cara pembuangannya sebagai berikut:
1) Pelayanan daur ulang tersedia.
2) Enkapsulasi, jika daur ulang tidak mungkin maka pembuangan
limbah enkapsulasi dapat dilakukan, jika tersedia.
Jenis limbah ini tidak boleh di insinerasi karena uap logam beracun
yang dikeluarkan, juga tidak boleh dikubur tanpa enkapsulasi karena
mengakibatkan polusi lapisan air tanah. Biasanya, limbah jenis ini
hanya terdapat dalam jumlah yang kecil di fasilitas kesehatan.

Air raksa merupakan neurotoksin kuat, terutama pada masa tumbuh


kembang janin dan bayi. Jika dibuang dalam air atau udara, air raksa
masuk dan mengkontaminasi danau, sungai, dan aliran air lainnya.
Untuk mengurangi resiko polusi, benda-benda yang mengandung air
raksa seperti termometer dan tensimeter sebaiknya dengan yang
tidak mengandung air raksa.
Jika termometer pecah :
 Pakai sarung tangan pemeriksaan pada kedua belah tangan.
 Kumpulkan semua butiran air raksa yang jatuh dengan sendok,
dan tuangkan dalam wadah kecil tertutup untuk dibuang atau
dipakai kembali.
Wadah penyembur aerosol tidak daur ulang
 SSemua tekanan sisa harus dikeluarkan sebelum aerosol
dikubur.
 Wadah bertekanan gas tidak boleh dibakar atau diinsinerasi
karena dapat meledak .
Sebagai kesimpulan, sedapat-dapatnya hindarkan membeli atau,
memakai produk kimia yang sukar atau sangat mahal untuk
dibuang.

4.7
5. Pengendalian Lingkungan Puskesmas
Pengendalian lingkungan puskesmas atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya merupakan salah satu aspek dalam upaya pencegahan
pengendalian infeksi dirumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya. Lingkungan puskesmas jarang menimbulkan transmisi penyakit
infeksi nosokomial, namun pada pasien-pasien yang immunocompromise
harus lebih diwaspadai dan perhatian karena dapat menimbulkan
beberapa penyakit infeksi lainnya seperti infeksi saluran pernapasan,
aspergillus, legionella, mycobacterium TB, varicella zoster, virus hepatitis
B, HIV.
Pengendalian lingkungan puskesmas meliputi ruang bangunan,
penghawaan, kebersihan, saluran limbah dan lain sebagainya.
Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat diminimalkan
dengan melakukan :
1. Pembersihan Lingkungan.
2. Disinfeksi lingkungan yang terkontraminasi dengan darah atau
cairan tubuh pasien.
3. Melakukan pemeliharaan peralatan medik dengan tepat.
4. Mempertahankan mutu air bersih.
5. Memperhatikan ventilasi yang baik.

e.
a. Pengertian
Pembersihan lingkungan adalah proses membuang semua atau
sebagian besar patogen dari permukaan dan benda yang
terkontraminasi. Pembersihan permukaan dilingkungan pasien sangat
penting karena agen infeksius yang dapat menyebabkan ISPA dapat
bertahan di lingkungan selama beberapa jam atau bahkan beberapa
hari. Pembersihan dapat dilakukan dengan air dan detergen netral.
b. Tujuan
Tujuan pengendalian lingkungan puskesmas atau fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya adalah untuk menciptakan lingkungan yang bersih
aman dan nyaman sehingga dapat menimilkan atau mencegah
terjadinya transmisi mikroorganisme dari lingkungan kepada pasien,
petugas, pengunjung, dan masyarakat disekitar rumah sakit dan
fasilitas kesehatan sehingga infeksi nosokomial dan kecelakaan kerja
dapat di cegah.
c. Prinsip dasar pembersihan lingkungan
1) Semua permukaan horizontal ditempat dimana pelayanan yang
disediakan untuk pasien harus dibersihkan setiap hari dan terlihat
kotor. Permukaan tersebut juga harus dibersihkan bila pasien
sudah keluar dan sebelum pasien baru masuk.
2) Bila permukaan tersebut, meja pemerikasaan atau peralatan
lainnya pernah bersentuhan langsung dengan pasien, permukaan
tersebut harus dibersihkan dan disinfeksi diantara pasien-pasien
yang berbeda.
3) Semua kain lap yang digunakan harus dibasahi sebelum
digunakan. Membersihkan debu dengan kain kering atau dengan
sapu dapat menimbulkan aerosolisasi dan harus dihindari.
4) Larutan, kain lap dan kain pel harus diganti secara berkala sesuai
dengan peraturan setempat.
5) Semua peralatan pembersih harus dibersihkan dan dikeringkan
setelah digunakan.
6) Kain lap pel yang dapat digunakan kembali harus dicuci dan
dikeringkan setelah digunakan.
7) Tempat-tempat disekitar pasien harus bersih dari peralatan serta
perlengkapan yang tidak perlu sehingga memudahkan
pembersihan menyeluruh setiap hari.
8) Meja pemeriksaan dan peralatan disekitarnya yang telah
digunakan pasien yang diketahui atau suspek terinfeksi ISPA yang
dapat menimbulkan kekhawatiran harus dibersihkan dengan
disinfektan segera setelah dugunakan.
d. APD untuk pembersihan Lingkungan
Kegiatan pembersihan adalah tugas berat yang memerlukan banyak
pekerja dan dilingkungan tertentu risiko terpajan benda-benda tajam
sangat tinggi.
Petugas kesehatan harus mengenakan:
1) Sarung tangan karet.
2) Gaun pelindung dan celemek karet.
3) Sepatu yang rapat dan kuat seperti sepatu bot.
e. Pembersihan tumpahan dan percikan
Saat membersihkan tumpahan atau percikan cairan tubuh atau
sekresi, petugas kesehatan harus menggunakan APD yang memadai,
termasuk sarung tangan karet dan gaun pelindung.
f. Tahap-tahap pembersihan tumpahan adalah sebagai berikut :
1) Pasang gaun pelindung atau celemek dan sarung tangan karet.
2) Bersihkan bagian permukaan yang terkena tumpahan tersebut
dengan air dan detergen menggunakan kain pembersih sekali
pakai.
3) Buang kain pembersih ke wadah limbah tahan bocor yang sesuai.
4) Lakukan disinfeksi pada bagian permukaan yang terkena
tumpahan.
5) Lepas sarung tangan karet dan celemek dan tempatkan
perlengkapan tersebut ke wadah yang sesuai untuk pembersihan
dan disinfeksi lebih lanjut.
6) Tempatkan gaun pelindung dan masukkan kewadah yang sesuai.
7) Bersihkan tangan .

Hal-hal penting mengenai pembersihan dan disinfeksi


1) Lingkungan yang digunakan oleh pasien harus dibersihkan dengan
teratur.
2) Pembersihan harus menggunakan teknik yang benar untuk
menghindari aerosolisasi debu.
3) Hanya permukaan yang bersentuhan dengan kulit/ mukosa pasien
dan permukaan yang sering disentuh oleh petugas kesehatan
yang memerlukan disinfeksi setelah dibersihkan.
4) Petugas kesehatan harus menggunakan APD untuk melakukan
pembersihan dan diinfeksi peralatan pernapasan dan harus
membersihkan tangan setelah APD dilepas.

Ruang Lingkup pengendalian lingkungan


Kontruksi bangunan puskesmas
1) Dinding
Permukaan dibuat harus kuat, rata dan kedap air sehingga mudah
dibersihkan secara periodik dengan jadwal yang tetap 3-6 bulan
sekali. Cat dinding berwarna terang dan menggunakan cat yang
tidak luntur serta tidak menggunakan logam yang berat.
2) Langit-Langit
Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan,
tingginya minimal 2,70 meter dari lantai, kerangka langit-langit
harus kuat dan bila terbuat dari kayu harus anti rayap.

3) Lantai
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, halus, kedap air, tidak
licin, warna terang, permukaan rata, tidak bergelombang sehingga
mudah dibersihkan secara rutin, 3 kali sehari atau kalau perlu.
Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan
yang cukup kearah saluran pembuangan air limbah. Pertemuan
lantau dengan dinding harus berbentuk lengkung agar mudah
dibersihkan.
4) Atap
Atap harus kuat, tidak bocor dan tidak menjadi tempat perindukan
serangga, tikus dan binatang penggangu lainnya.
5) Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah
masuknya serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
6) Jaringan Instalasi
Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air limbah,
gas, listrik, sistem penghawaan, sarana komunikasi dan lain-
lainnya harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan agar
nyaman dan aman, mudah dibersihkan dari tumpukan debu.
Pemasangan pipa air minum tidak boleh bersilang dengan pipa air
limbah dan tidak boleh bertekanan negatif untuk menghindari
pencemaran air minum.
7) Furniture
Dibersihkan secara rutin setiap hari, khusus tempat tidur pasien
gunakan cairan disinfektan, tidak menggunakan bahan yang dapat
menyerap debu, sebaiknya bahan yang mudah dibersihkan dari
debu maupun darah atau cairan tubuh lainnya.
8) Fixture dan fitting
Peralatan yang menetap di dinding hendaknya didesain
sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan.
Alkohol hand scrub perlu disediakan ditempat yang mudah diraih
saat tangan tidak tampak kotor.

g. Lingkungan
1) Ventilasi Ruangan
(a) Definisi
 Ventilasi ruangan adalah proses memasukkan dan
menyebabkan udara luar, dan / atau udara daur ulang yang
telah diolah dengan tepat dimasukkan kedalam gedung atau
ruangan.
 Pengkondisian udara adalah mempertahankan udara dalam
ruang agar bertemperatur nyaman.
(b) Tujuan
 Untuk mempertahankan kualitas udara dalam ruangan yang
baik, aman untuk keperluan pernapasan.
 Ventilasi yang memadai dan aliran satu arah yang terkontrol
harus diupayakan di rumah sakit.
 Untuk mengurangi penularan patogen yang ditularkan
dengan penularan obligat atau preferensial melalui airborne.
Ventilasi ruangan untuk infeksi pernapasan
Ruang ventilasi memadai adalah ruangan dengan pertukaran
udara >12x /jam tapi aliran udaranya tidak ditentukan diperlukan
bila ada kemungkinan penularan droplet nuklei. Direkomendasikan
ventilasi ruangan ACH ≥12 dan aliran udara yang diharapkan,
dapat dicapai dengan ventilasi alami atau mekanik.

Tabel 1: Tabel pertukaran udara pada ventilasi alami

Kondisi Ruangan ACH


( Pertukaran udara per jam )
Jendela dan pintu dibuka Penuh 29,3-93,2
Jendela dibuka penuh, Pintu 15,1-31,4
ditutup
Jendela dibuka separuh, Pintu 10,5-24
ditutup
Jendela ditutup 8,8

(c) Jenis-jenis ventilasi:


1. Ventilasi mekanis: menggunakan fan untuk mendorong
aliran udara melalui suatu gedung, jenis ini dapat
dikombinasi dengan pengkondisian dan penyaringan
udara.
2. ventilasi alami: menggunakan cara alami untuk mendorong
aliran udara melalui suatu gedung, adalah tekanan angin
dan tekanan yang dihasilkan oleh perbedaan kepadatan
antara udara didalam dan diluar gedung, yang dinamakan
”efek cerobong".
3. Ventilasi gabungan memadukan ventilasi mekanis dan
alami.

Faktor utama dalam pemilihan ventilasi mekanis di puskesmas


:
a. Metode efektif dengan persyaratan ACH minimal:
 12 ACH dapat membantu pencegahan penularan
patogen infeksius melalui drople nuklei.
 Sistem ventilasi mekanik maupun alami yang
dirancang dengan baik dapat memenuhi persyaratan
minimal efektif.
 Ventilasi mekanis lebih mudah dikontrol.
 Ventilasi alami dengan sistem rancangan dan sistem
kontrol yang lebih baik, ventilasi alami lebih efektif.
 Efektivitas ventilasi alami tergantung pada kecepatan
angin dan atau temperatur, daerah bersuhu ekstrem
dan kecepatan angin yang selalu rendah tidak cocok
untuk penggunaan ventilasi alami.
b. Prasarana di puskesmas
 Ventilasi mekanik dengan sistem ventilasi sentral, dan
pemasangan sistem kontrol diruang isolasi merupakan
pilihan terbaik.
 Ventilasi alami yang dipasukan dengan exhaust fan.

Tabel 2 : Kelebihan dan Kekurangan sistem Ventilasi


Jenis Ventilasi Ventilasi Mekanis Ventilasi Alami
Kelebihan  Cocok untuk semua iklim  Biaya modal, operasional
dan cuaca. dan pemeliharaan lebih
 Lingkungan yang lebih murah
terkontrol dan nyaman  Dapat mencapai tingkat
ventilasi yang sangat
tinggi sehingga dapat
membuang sepenuhnya
polutan dalam gedung
 Kontrol lingkungan oleh
penghuni
 Lebih sulit perkiraan,
analisa, dan
rancangannya
Kekurangan  Biaya pemasangan dan
pemeliharaan mahal  Mengurangi tingkat
 Memerlukan keahlian. kenyamanan penghuni
saat cuaca tidak
bersahabat, seperti terlalu
panas, lembab, atau
dingin
 Tidak mungkin
menghasilkan tekanan
negatif ditempatisolasi bila
perlu
 Risiko pajanan terhadap
serangga atau vektor

2) Air
Air yang dianjurkan untuk puskesmas:
(a) Pertahankan temperatur air, panas 51ºC, dingin 20ºC.
(b) Pertahankan resirkulasi tetap panas air didistribusikan ke unit
perawatan.
(c) Anjurkan pasien, keluarga, pengunjung menggunakan air dari
keran.
(d) Uji kualitas mutu air minimal 6 bulan sekali.

3) Permukaan Lingkungan
Permukaan lingkungan meliputi permukaan lingkungan di area
perawatan, lantai, dinding, permukaan yang sering disentuh
(pegangan pintu, bed rails, light switch), blinds dan jendela tirai
perawatan pasien, kamar operasi serta karpet. Teknik
pembersihan permukaan lingkungan meliputi:
(a) Area perawatan
 Disamping pembersihan secara seksama disinfeksi bagi
peralatan tempat tidur dan permukaan perlu dilakukan,
seperti dorongan tempat tidur, meja disamping tempat
tidur, kereta dorong, lemari baju, tombol pintu, keran,
tombol lampu, bel panggilan, telepon, TV, temote kontrol.
 Virus dapat dinonaktifkan oleh alkohol 70% dan klorin
0,5%.
 Dianjurkan untuk melakukan pembersihan permukaan
lingkungan dengan detergen yang netral dilanjutkan
dengan larutan disinfektan.
 Bersihkan dan disinfeksi permukaan lingkungan di area
perawatan.
 Lakukan pembersihan dua kali sehari atau bila kotor.
 Pilih disinfeksi yang terdaftar dan digunakan sesuai
petunjuk pabrik.
 Jangan menggunakan high level disinfektan/ cairan
chemikal untuk peralatan non kritikal dan permukaan
lingkungan.
 Ikuti petunjuk pabrik untuk pembersihan dan pemeliharaan
peralatan non kritikal.
 Pembersihan dari pabrik ikuti petunjuk dari pabrik dan bila
tidak ada petunjuk pembersihan dari pabrik ikuti prosedur
yang telah ditentukan.
 Jangan melakukan disinfeksi fogging di area keperawatan.
 Hindari metode pembersihan permukaan yang luas yang
menghasilkan mist atau aerosol.

(b) Membersihkan permukaan lantai, dinding dan meja.


 Gunakan detergen, jangan menggunakan high level
disinfektan/ cairan chemikal untuk peralatan non
kritikal dan permukaan lingkungan.
 Ikuti petunjuk pabrik untuk pembersihan dan
pemeliharaan peralatan non kritikal.
 Jika tidak ada petunjuk/ disinfektan yang terdaftar
untuk pembersihan dan disinfeksi ruangan perawatan
pasien gunakan detergen atau air untuk pembersihan
permukaan non perawatan seperti perkantoran
administrasi.
(c) Pembersihan permukaan yang sering disentuh seperti
pegangan pintu, bed rails, light switch.
 Bersihkan dinding, blinds dan jendela, tirai diarea
perawatan pasien.
 Hindari metode pembersihan permukaan yang luas
yang menghasilkan mist atau aerosol.
 Ikuti prosedur tepat yang efektif menggunakan mops,
cloths and solution.
 Siapkan cairan pembersih setiap hari atau jika
diperlukan, dan gunakan cairan yang baru.
 Ganti mop setiap hari.
 Bersihkan mop dan kain pembersih setelah dipakai
dan dibiarkan kering sebelum dipakai lagi.
 Berikan perhatian ketat untuk pembersihan dan
disinfeksi permukaan yang sering disentuh diarea
perawatan seperti charts, bedside commode,
pegangan pintu.
(d) Karpet diarea umum fasilitas pelayanan sarana kesehatan
dan area umum
 Vacum karpet diarea umum fasilitas pelayanan sarana
kesehatan dan area umum pasien secara regular.
 Secara periodik pembersihan sampai kedalam karpet.
 Hindari penggunaan karpet didaerah keramaian di
ruang perawatan pasien.
 Hindari tumpahan darah seperti unit terapi, ruang
operasi, laboratorium, intensive care.
(e) Perawatan Bunga
 Bunga dan tanaman pot tidak dianjurkan diarea
pelayanan pasien.
 Perawatan dan pemeliharaan bunga dan tanaman pot
dilakukan oleh petugas khusus (bukan yang merawat
pasien). Namun jika tidak ada petugas khusus maka
petugas memakai sarung tangan dan cuci tangan
setelah melepas sarung tangan.
 Tidak mengizinkan bunga segar atau kering atau
tanaman pot di area perawatan.
 Lakukan pest control secara rutin.

Prinsip Pembersihan Lingkungan


 Pakai APD selama prosedur pembersihan dan disinfeksi.
 Lakukan pembersihan dan disinfeksi untuk pengendalian
lingkungan yang terkontaminasi sesuai prosedur.
 Pastikan kepatuhan dari petugas kebersihan untuk
pembersihan dan disinfeksi.
 Pakai cairan disinfektan yang sesuai.
 Kultur permukaan lingkungan dapat dilakukan bila terjadi
KLB.
 Pembersihan dan disinfeksi lingkungan permukaan
peralatan medis secara regular.
 Anjurkan keluarga, pengunjung dan pasien tentang
pentingnya kebersihan tangan.
 Untuk meminimalkan penyebaran Mikroorganisme.
 Jangan menggunakan disinfeksi tingkat tinggi untuk
kebersihan lingkungan.
 Jangan lakukan rendom pemeriksaan mikrobologi udara,
air dan permukaan lingkungan, bila indikasi lakukan
sampling mikrobiologi sebagai investigasi epidemiologi
atau sepanjang pengkajian kondisi lingkungan berbahaya
untuk menditeksi atau verifikasi adanya bahaya.
 Batasi sampling mikrobiologi untuk jaminan kualitas.
(f) Binatang
 Anjurkan pasien menghindari dari kotoran, air liur, urine
binatang.
 Jangan membiarkan binatang anjing kucing berkeliaran
disekitar puskesmas
 Bersihkan lingkungan rumah sakit dari kotoran binatang.
(g) Pembuangan sampah
Semua sampah yang dihasilkan dalam ruangan atau area
isolasi harus dibuang dalam wadah atau kantong yang sesuai:
 Untuk sampah infeksius gunakan kantong plastik kuning
atau bila tidak tersedia dapat menggunakan kantong
plastik warna lain yang tebal atau lapis dua (kantong
ganda). Kemudian diikat dengan tali warna kuning atau di
beri tanda ”infeksius”. Semua sampah dari suatu ruangan/
area yang merawat pasien dengan penyakit menular
melalui udara (airborne) harus ditangani sebagai sampah
infeksius.
 Untuk sampah non-infeksius/ tidak menular gunakan
kantong plastik hitam.
 Untuk sampah benda tajam atau jarum ditaruh dalam
wadah tahan tusukan.

Kantong sampah apabila sudah penuh, Bagian penuh harus


segera diikat dengan tali dan tidak boleh dibuka kembali.
Petugas yang bertanggung jawab atas pembuangan sampah
dari bangsal/ area isolasi harus menggunakan APD lengkap
ketika membuang sampah.
Satu lapis kantong kuning sampah biasanya mamadai, bila
sampah dapat dibuang kedalam kantong tanpa mengotori
bagian luar kantong. Jika hal tersebut tidak mungkin
dibutuhkan dua lapis kantong (kantong ganda).
Kantong pembuangan sampah perlu diberi label biohazard
yang sesuai dan ditangani dan dibuang sesuai dengan
kebijakan rumah sakit dan peraturan nasional mengenai
sampah rumah sakit.
Limbah cair seperti urin atau feses dapat dibuang kedalam
sistem pembuangan kotoran yang tertutup dan memenuhi
syarat dan disiram dengan air yang banyak.

6. Kesehatan karyawan/ perlindungan petugas kesehatan

Petugas kesehatan Puskesmas Cawas II setiap tahun dilakukan


pemeriksaan kesehatannya terutama petugas yang bekerja diruangan
berisiko terinfeksi, karena dapat mentransmisikan infeksi kepada pasien
maupun petugas kesehatan yang lain. Semua karyawan baru seorang
petugas kesehatan harus diperiksa riwayat pernah infeksi apa saja,
status imunisasinya.
Imunisasi yang diberikan untuk petugas kesehatan adalah hepatitis B,
dan bila memungkinkan A, influenza, campak, tetanus, difteri, rubella.
Petugas yang dinyatakan menderita penyakit menular akan dipantau
dan diberikan pengobatan sesuai penyakitnya.
Petugas yang terpajan/ tertusuk jarum yang terinfeksi HIV, HBV, HCV
segera membersihkan daerah yang terluka dengan air mengalir dan
berikan desinfektan, kemudian lapor ke perawat jaga kalau diluar jam
kerja, kemudian periksa ke dokter UGD atau kedokter penyakit dalam
didalam jam kerja, kemudian periksa laboratorium sesuai dengan
pejanan, kemudian di follow up sesuai penyakitnya.
Alur paksa panjanan harus dibuat dan pastikan dipatuhu untuk HIV,
HBV, HCV nesseria meningititis, MTB, hepatitis A, Difteri, Varicell
zaster, bordetella pertusis, rabies.

Pejanan terhadap virus HIV


Resiko terpajan 0,2 – 0,4 % perinjuri
Upaya menurunkan resiko terpajan patogen melalui darah dapat
melalui:
 Rutin menjalankan kewaspadaan setandar, memakai APD yang
sesuai.
 Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada wadah
yang tepat.
 Edukasi petugas tentang praktek aman menggunakan jarum,
benda tajam.

Faktor yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi paska pajanan:


 Tusukan yang dalam.
 Tampak darah pada alat penimbun pajanan.
 Tusukan masuk kepembulu darah.
 Sumber pajanan mengandung virus kadar tinggi.
 Jarum berlubang ditengah.
Tindakan pencegahan harus terinformasi kepada seluruh petugas.
Pelaturanya harus termasuk memeriksa sumber pajanan, penata
laksanaan jarum dan alat tajam yag benar, alat pelindung diri, penata
lakasanaan luka tusuk, sterilisasi dan disinfeksi.

Alur penatalaksanaan pajanan di puskesmas akan dilakukan


mekanisme rujukan dimana penatalaksanaannya harus termasuk
pemeriksaan laboratorium yang harus dikerjakan, profilaksis paska
pajanan harus telah diberikan dalam waktu 4 jam paska pajanan,
dianjurkan pemberian antiretroviral (ARV) kombinasi AJT (Zidopudine),
3 TC (Lamivudine) dan Indinavir atau sesuai pedoman lokal.

Paska pajanan harus segera dilakukan pemeriksaan HIV serologi dan


dicatat samapi jadwal pemeriksaan monitoring lanjutannya
kemungkinannya serokonversi. Petugas terinpormasi tentang sindroma
ARV akut, mononukliosis akut pada 70 – 90 % infeksi HIV akut,
melaporkan semua gejala sakit yang dialam selama 3 bulan .
Kemungkinan resiko pajanan dapat terjadi kapan saja tetapi konseling,
pemeriksan laboratorium dan pemberian ARV harus difasilitasi dalam 24
jam. Penelusuran paska pajanan harus standar sampai waktu 1 tahun.
Diulang tiap 3 bulan sampai 9 bulan ataupun 1 tahun.

Pajanan terhadap virus Hepatitis B


Probabilitas infeksi hepatitis B paska pajanan antara 1,9 – 40%
perpajanan. Segera paska pajanan harus dilakukan pemeriksaan.
Petugas dapat terjadi infeksi bila sumber pajanan positif HbSaG atau
HbEAg.

Profilaksi paska pajanan


Tidak perlu divaksinasi bila petugas telah mengandung anti HbS lebih
dari 10 mlU/ml. Hb imunoglobulin IM segera, dianjurkan dalam waktu 40
jam dan lebih 1 minggu PP, dan 1 seri paksinasi hepatitis B dan
dimonitordengan tes serologik. Hepatitis B timbul pada individu dengan
hepatitis B, ditransmisikan dengan cara yang sama demikian dengan
cara memonitornya.

Pajanan terhadap virus Hepatitis C


Transmisi sama dengan hepatitis B. Belum ada terapi provilaksi paska
pejanan yang dapat diberikan, tetapi perlu dilakukan monitoring
pemeriksaan adakah serokonfersi dan didokumentasikan. Sumber
pajanan juga harus diperiksa. Segala pajanan patogen yang terjadi saat
okupasi harus dilaklukan konseling, pemeriksaan klinis dan harus
dimonitor dengan pemeriksaan serologis.

Infeksi Nesseria Meningitidis


N meningitidis dapat ditransmisilan lewat sekresi respiratorik, jarang
terjadi saat okupasi. Perlu terapi provilaksis bila telah terjadi kontak erat
petugas dengan pasien misal saat resusitasi mulut ke mulut, diberikan
rimfamfisin 2x60mg selama 2 hari atau dosis tunggal Cyfrifloxacin 500
mg atau Ceptriakson Im.
Mikobakterium tuberkolosis transmisi kepada petugas lewat air borne,
droplet nuclei biasanya dari pasien TB paru. Sekarang perlu perhatian
hubungan antara TB, infeksi HIV dan MDR TB. Petugas yang paska
terekspos perlu di tes mantuk bila indurasinya lebih dari 10mm perlu
diberikan provilaksis INH sesuai rekomendas lokal. Infeksi lain
(Varicella, hepatitis A, hepatitis E, influenza, pertusis, dipteria dan
rabies).
Transmisinya tidak basa, tetapi harus dibuat penata lakasanan untuk
petugas. Dianjurkan vaksinasi untuk petugas terhadap varicella dan
hepatitis A, rabies untuk daerah yang indemis.

Tabek 4. Kesehatan petugas dan pencegahan Infeksi


PENYAKI MAS MENULAR CARA TRANSMISI KEWASP MASA
T A SELAMA/ ADAAN PETUG
INKU VIRUS YANG AS/
BASI SHEDDIN PERLU REKOM
G DIJALAN ENDASI
KAN
Abses Selama Kontak Kontak
luka
mengeluar
kan tubuh
Acinetobact Luka bakar Flora N kulit Standar
er baumanii yang di manusia,mukosa dan
hydroterapi membran dan kontak
tanah. Bertahan di
tempat lembab
dan kering sampai
berbulan, menular
melalui peralatan
rawat respirasi,
tangan petugas,
humindifter,
stetoscop,
termometer,
matras, bantal,
permukaan TT,
mop, gordeng,
tempat mandi, luka
bakar
Adenovirus 6-9 hr Sekret Droplet,
type 1-7 saluran kontak
nafas
Aspergilosis
Candidiasis Infeksi Inhalasi stadium Kontak
jaringan airborne, conidin dan
luas airborne
dengan
cara
berlebihan
Chlamidia Standar,k
C ontak
trachomitis

Congenital Standar
rubella kontak
langsung
termasuk
seksual
Congenitis
*adenovirus
type 8
Campak Sampai Kontak dengan Standar,
umur bahan nasofaring kontak
1tahun dan urin
Campilobac 5-12 14 hari Kontak dengan Kontak,
Sampai
ter hari setelah tangan, alat standar
mata
onset terkontaminasi tidak
keluar
kotoran
Clostridium 5-12 3-4 hari Droplet yang besar Transmisi Retiksi
dufficille hari setelah (kontak dekat) & udara 7 hari
bercak udara setelah
timbul bercak
melalui merah
nasofaring timbul
( yang
imun ) 5
hari
setelah
ekspos
– 21
hari
setelah
ekspos
Cytomegalo Standar
virus
Difteria Kontak
Gastroenter Tidak Tahan di Kontak dengan Standar, Tidak
itis diket lingkungan sekresi & hand perlu
*salmonella ahui dalam ekskresi : saliva & hygiene
*Shigella waktu urin
*yenterocolitc pendek
a
Giardia Sekresi dari mulut Dopler, Sampai
lamblia mengandung c kontak terapi
difteriae antibioti
ka telah
lengkap
dan
sampai
2 kultur
berjarak
24 jam
dinyakat
an
negatif,
perlu
imunisa
si tiap
10 thn
Hepatitis A Kontak px, Standar Tidak
konsumsi atau mengol
makanan/air kontak ah
terkontaminasi makana
n
sampai
2xjarak
24 jam
kultur
feses
negatif
Hepatitis Feses Kontak
B,D
Hepatitis 15-50 2 minggu, Fekal oral, melalui Standar Libur di
C,F,G hari kadang – feses area
kadang perawat
sampai an/
6 bulan pengola
(prematur) han
makana
n,1
minggu
setelah
sakit
kuning
imunisa
si paska
ekspos
Herpes B:6- Akut atau Perkutaneus, Standar Tidak
simplex 24 kronik mukosa, kulit yang perlu
ming dengan tidak utuh kontak dibatasi
gu HbsAg dengan darah, sampai
D:3-7 positif semen,cairan HbeAg
ming vagina,cairan negatif
gu tubuh yang lain
HIV Perkutaneus, Standar
mukosa, kulit yang
tidak utuh kontak
dengan darah,
semen, cairan
vagina, cairan
tubuh yang lain
Helicobacte 2-14 Asimptoma Kontak dengan Standar, Restriks
rpylori hari ti dapat ludah karier kontak i tidak
mengeluar mengandung virus tangan perlu,
kan virus langsung/ lewat tapi
sekresi luka batasi
aberasi / cairan kontak
vesike dengan
px

Influenza Perkutaneus, Standar


mukosa, kulit yang
tidak utuh kontak
dengan
darah,semen,
cairan vagina,
cairan tubuh yang
lain
Hemophilus Standar
influenzae
 Dewasa
 *anak
Human Kontak luka Kontak
Metapneum
o virus
(HMPV)
Norovirus
N 1-5 Infeksius Airborne, kontak Kontak Vaksina
meningitidis hari pada 3 langsung atau si pada
hari droplet dengan petugas
pertama sekresi saluran yang
sakit. Virus napas rentan.
dapat Amanta
dikeluarka din
n sebelum untuk
gejala kontak
timbul dengan
sampai 7 influenz
hari aA
setelah
melalui
sakit, lebih
panjang
pada anak
dan orang
Parotitis/ 12-48 Batuk non Droplet sekret Standar Libur
Mumps jam produktif, respirasi Droplet sampai
kongesti 2 jam
nasal setelah
wheezine, terapi
bronkhioliti paska
s,pneumon ekspos.
ia pada Rifampi
anak +11,5 n
tahun 2x600
mg, 2
hari
ciproflox
acin 1x
500 mg
atau
ceftriaxo
n 250
mg IM
Parvovirus/ 2-10 Diare,KLB Makanan, air Kontak,D Vaksina
B19 hari terkontaminasi roplet si
feses efektif,M
MR
Restriks
i sampai
9 hari
setelah
onset
parotitis
petugas
rentan :
12 hari
paska
ekspos
pertama
sampai
25 hari
setelah
ekspos
terakhir.
Pertusis 16-18 Coommuni Kontak dengan Kontak,m Tidak
hari ty sekret saluran akanan,ai Perlu
(12- acquired,vi napas r restriksi
25 rus berada
hari) dalam
saliva 6-
7hari
sebelum
parotitis
sampai 9
hari
setelah
onset Px
immunoko
mpromais
Poliomyeliti 6-10 Menular Kontak dengan Transmisi Vaksin
s hari sebelum droplet atau melalui direkom
bercak langsung dengan droplet en umur
merah sekret saluran 11-64th
sampai 7 napas, yaitu saliva, petugas
hari hidung&mulut dengan
setelah pertusis
onset :
Restriks
i fase
catarrha
l sampai
minggu
3
setelah
onset
atau 5
hari
setelah
teraphi
antibioti
k kontak
saja
tidak
perlu
restriksi.
Tindakan pertama pada pejanan bahan kimia atau cairan tubuh
 Pada mata : bilas dengan air mengalir – 15 menit.
 Pada kulit : bilas dengan air mengalir – 1 menit.
 Pada mulut : segera kumur-kumur – 1 menit.
 Lapor ke tim PPI.

Program pada Petugas Kesehatan


Adalah program sebagai strategi preventif terhadap infeksi yang dapat
di transmisikan dalam kegiatan pelayanan kesehatan, antara lain:
 Monitoring dan suport kesehatan petugas.
 Vaksinasi bila dibutuhkan.
 Vaksinasi terhadap infeksi saluran napas akut bila memungkinkan.
 Menyediakan anti virus profilaksis.
 Surveilans ILI membantu mengenal tanda awal transmisi infeksi
saluran napas akut dari manusia-manusia.
 Terapi dan follow up epi/ pandemic infeksi saluran napas akut
pada petugas.
 Rencanakan petugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran
risiko bila terkena infeksi.
 Upayakan support psikososial.

Tujuannya :
 Menjamin keselamatan petugas dilingkungan puskesmas
 Memelihara kesehatan petugas kesehatan.
 Mencegah ketidakhadiran petugas, ketidakmampuan bekerja,
kemungkinan medikolegal dan KLB.

Unsur yang dibutuhkan


 Petugas yang berdedikasi.
 SOP yang jelas dan tersosialisasi.
 Administrasi yang menunjang.
 Koordinasi yang baik antar instalasi/ unit.
 Penanganan paska pajanan infeksius.
 Pelayanan konseling.
 Perawatan dan kerahasiaan medikal record.
Evaluasi sebelum dan setelah penempatan
Meliputi :
 Status imunisasi.
 Riwayat kesehatan yang lalu.
 Terapi saat ini.
 Pemeriksaan fisik.
 Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi.

Edukasi
Sosialisasi SOP pencegahan dan pengendalian infeksi misal:
Kewaspadaan Isolasi, Kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan
berbasis transmisi, Kebijakan Departemen Kesehatan tenatang
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) terkini.

Program Imunisasi
Keputusan pelaksanaan imunisasi petugas tergantung pada:
 Risiko ekspos petugas
 Kontak petugas dengan pasien
 Karakteristik pasien puskesmas
 Dana puskesmas

Riwayat imunisasi yang tercatat baik secara periodik menyiapkan


apakah seorang petugas memerlukan booster atau tidak. Imunisasi
influenza dianjurkan sesuai dengan strain yang ada.

ALUR PASKA PAJANAN

PETUGAS YANG TERPAJAN

DOKTER
IPCN/ perawat ppi LABORATORIUM

Gambar 5 : Alur Paska Pajanan

7. Penempatan Pasien
8.
9.
a. Penanganan Pasien Dengan Penyakit Menular/ Suspek
1) Terapkan dan lakukan pengawasan terhadap Kewaspadaan
Standar untuk kasus / dugaan kasus penyakit menular melalui
udara.
2) Letakkan pasien didalam satu ruangan tersendiri. Jika ruangan
tersendiri ntidak tersedia, kelompokkan kasus yang telah
dikonfirmasi secara terpisah didalam ruangan atau bangsal
dengan beberapa tempat tidur dari kasusu yang belum
dikonfirmasi atau sedang didiagnosis (kohorting). Bila ditempatkan
dalam 1 ruangan, jarak antar tempat tidur harus lebih dari 2 meter
dan diantara tempat tidur harus ditempatkan penghalang fisik
seperti tirai atau sekat.
3) Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri udara
bertekanan negatif yang dimonitor (ruangan bertekanan negatif)
dengan 6-12 pergantian udara per jam dan system pembuangan
udara keluar atau menggunakan saringan udara partikulasi
efisiensi tinggi (filter HEPA) yang termonitor sebelum masuk ke
sistem sirkulasi udara lain di Rumah Sakit.
4) Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negatif dengan sistem
penyaringan udara partikulasi efiesiensi tinggi, buat tekanan
negatif didalam ruangan pasien dengan memasang pendingin
ruangan atau kipas angin dijendela sedemikian rupa agar aliran
udara keluar gedung melalui jendela. Jendela harus membuka
keluar dan tidak mengarah kedaerah publik. Uji untuk tekanan
negatif dapat dilakukan dengan menempatkan sedikit bedak tabur
dibawah pintu dan amati apakah terhisap kedalam ruangan. Jika
diperlukan kipas angin tambahan didalam ruangan dapat
meningkatkan aliran udara.
5) Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien
mengenai perlunya tindakan tindakan pencegahan ini.
6) Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD
yang sesuai: masker (bila memungkinkan masker efisiensi tinggi
harus digunakan, bila tidak, gunakan masker bedah sebagai
alternatif ) gaun, pelindung wajah atau pelindung mata dan sarung
tangan.
7) Pakai sarung tangan bersih, non steril ketika masuk ruangan.
8) Pakai gaun yang bersih, non- steril ketika masuk ruangan jika akan
berhubungan dengan pasien atau kontak dengan permukaan atau
barang -barang didalam ruangan.
Pertimbangkan pada saat penempatan pasien :
(a) Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luas terhadap
lingkungan, misal : luka lebar dengan cairan keluar, diare,
perdarahan tidak terkontrol.
(b) Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi
melalui udara kekontak, misal : luka dengan infeksi kuman
gram positif.
(c) Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar
dengan exhaust ke area tidak ada orang lalu lalang, misal :
TBC.
(d) Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai
transmisi airborne luas, misal : varicella.

(e) Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga


kebersihan (anak, gangguan mental).
Bila kamar terpisah tidak memungkinkan dapat kohorting. Bila
pasien terinfeksi dicampur dengan non infeksi maka pasien,
petugas dan pengunjung menjaga kewaspadaan untuk
mencegah transmisi infeksi.
b. Transport pasien infeksius
1) Dibatasi, bila perlu saja.
2) Bila mikroba pasien virulen, 3 hal perlu diperhatikan :
o Pasien diberi APD ( masker, gaun).
o Petugas diarea tujuan harus diingatkan akan kedatangan
pasien tersebut melaksanakan kewaspadaan yang sesuai
o Pasien diberi informasi untuk dilibatkan kewaspadaannya
agar tidak terjadi transmisi kepada orang lain.

8. Kebersihan pernafasan / etika batuk dan bersin


Kebersihan pernapasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk
mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya.
Semua Pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan
untuk selalu mematuhi etika batuk dan kebersihan pernapasan untuk
mencegah sekresi pernapasan.
Saat anda batuk atau bersin :
a. Tutup hidung dan mulut anda
b. Segera buang tisu yang sudah dipakai
c. Lakukan kebersihan tangan
Di fasilitasi pelayanan kesehatan, sebaiknya gunakan masker bedah
bila Anda sedang batuk. Etika batuk dan kebersihan pernapsan harus
diterapkan disemua bagian puskesmas, dilingkungan masyarakat, dan
bahkan di rumah.
Tindakan penting ini harus selalu dilakukan untuk mengendalikan
sumber infeksi potensial.

9. Praktek Menyuntik Yang aman


a. Petugas kesehatan menggunakan alat perlindungan diri level 2.
b. Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk
mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi.
c. Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose. Jarum atau
spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam vial multidose
dapat menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat
obat dipakai untuk pasien lain.
B. Kewaspadaan Isolasi ( Isolation Precautions )
Kewaspadaan isolasi diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien
dalam rumah sakit baik terdiagnosis infeksi, diduga terinfeksi atau kolonisasi.
Bertujuan untuk mencegah transmisi silang sebelum diagnosis ditegakkan
atau hasil pemeriksaan laboratorium belum ada, strategi utama untuk PPI
adalah menyatukan kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan
transmisi. Kewaspadaan standar seperti yang sudah diuraikan diatas dengan
melaksanakan 10 pilar pencegahan dan pengendalian infeksi.

1. Kewaspadaan berdasarkan transmisi

Dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab


infeksi dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun
dugaan terinfeksi atau terkolonisasi patogen yang dapat di transmisikan
lewat udara, droplet, kontak dengan kulit atau permukaan
terkontaminasi.
Jenis Kewaspadaan berdasarkan transmisi:
a. Kontak
b. Melalui droplet
c. Melalui udara ( Airborne )
d. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, peralatan )
e. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)
Catatan : suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara.
Kewaspadaan berdasarkan transmisi ini dapat dilaksanakan secara
terpisah ataupun kombinasi dengan Kewaspadaan Standar seperti
kebersihan tangan dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan menggunakan sabun, antiseptik ataupun antiseptik berbasis
alkohol, memakai sarung tangan sekali pakai bila kontak dengan cairan
tubuh, gaun pelindung dipakai bila terdapat kemungkinan terkena
percikan cairan tubuh, memakai masker, goggle untuk melindungi wajah
dari percikan cairan tubuh.
Sebagai tambahan kewaspadaan Standar, terutama setelah terdiagnosis
jenis infeksinya.

a. Kewaspadaan transmisi Kontak ( 5,7,10 )


Cara transmisi yang terpenting dan tersering menimbulkan HAIs.
Ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi mikroba yang secara
epidemiologi di transmisikan melalui kontak langsung atau tidak
langsung. Kontak langsung meliputi kontak permukaan kulit
terluka/ abrasi orang yang rentan/ petugas dengan kulit pasien
terinfeksi atau kolonisasi. Misal perawat membalikkan tubuh
pasien, memandikan, membantu pasien bergerak, dokter bedah
dengan luka basah saat mengganti verband petugas tanpa sarung
tangan merawat oral pasien HSV atau scabies.

Transmisi kontak tidak langsung terjadi kontak antara orang yang


rentan dengan benda yang terkontaminasi mikroba infeksius
dilingkungan, instrumen yang terkontaminas, jarum, kassa, tangan
terkontaminasi dan belum dicuci atau sarung tangan yang tidak
diganti saat menolong pasien satu dengan yang lainnya, dan
melalui mainan anak. Kontak dengan cairan sekresi pasien
terinfeksi yang di transmisikan melalui tangan petugas atau benda
mati dilingkungan pasien.

Sebagai cara transmisi tambahan melalui droplet besar pada


patogen infeksi saluran napas misal: para influenza, RSV, SARS,
H5N1.(10)
Pada pedoman Isolation tahun 2007, dianjurkan juga kenakan
masker saat dalam radius 6-10 kaki dari pasien dengan mikroba
virulen.

Diterapkan terhadap pasien dengan infeksi atau terkolonisasi (ada


mikroba pada atau dalam pasien tanpa gejala klinis infeksi) yang
secara epidemiologi mikrobanya dapat ditransmisikan dengan cara
kontak langsung atau tidak langsung. ( Kategori IB)

Petugas harus menahan diri untuk menyentuh mata, hidung, mulut


saat masih memakai sarung tangan terkontaminasi ataupun tanpa
sarung tangan.

Hindari mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak


berhubungan dengan perawatan pasien misal: pegangan pintu,
tombol lampu, telepon (10)

b. Kewaspadaan transmisi droplet (6,10,11)


Diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan Standar terhadap
pasien dengan infeksi diketahui atau suspek mengidap mikroba
yang dapat ditransmisikan melalui droplet (>5 µm). Droplet yang
besar terlalu berat untuk melayang diudara dan akan jatuh dalam
jarak 1-2 m dari sumber (10,11) Transmisi droplet melibatkan
kontak konjungtiva atau mucus membrane hidung/ mulut, orang
rentan dengan droplet partikel besar mengandung mikroba berasal
dari pasien pengidap atau carrier dikeluarkan saat batuk, bersin,
muntah, bicara, selama prosedur suction, bronkhoskopi.
Dibutuhkan jarak deket antara sumber dan resipien <3 kaki.
Karena droplet tidak bertahan diudara.

Transmisi droplet langsung, dimana droplet mencapai mucus


membrane atau terinhalasi. Transmisi droplet kekontak, yaitu
droplet mengkontaminasi permukaan tangan dan ditransmisikan ke
sisi lain misal : mukosa, membrane.

Transmisi jenis ini lebih sering terjadi daripada transmisi droplet


langsung misal : commoncold, respiratory syncitial virus (RSV).
Dapat terjadi saat pasien terinfeksi batuk, bersin, bicara, intubasi
endotrakheal, batuk akibat induksi fisioterapi dada, resusitasi
kardiopulmoner.

c. Kewaspadaan transmisi melalui udara ( Airborne Precautions)


(4,10)
Kewaspadaan transmisi melalui udara ( kategori IB) diterapkan
sebagai tambahan kewaspadaan Standar terhadap pasien yang
diduga atau telah diketahui terinfeksi mikroba yang secara
epidemilogi penting dan di transmisikan melalui jalur udara. Seperti
misalnya transmisi partikel terinhalasi (varicella zoster) langsung
melalui udara.

Ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi udara mikroba


penyebab infeksi baik yang ditransmisikan berupa droplet nuklei
(sisa partikel kecil<5µm evaporasi dari droplet yang bertahan lama
diudara) atau partikel debu yang mengandung mikroba penyebab
infeksi. Mikroba tersebut akan terbawa aliran udara >2m dari
sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan diruang yang sama
dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada factor
lingkungan, misal penanganan udara dan ventilasi yang penting
dalam pencegahan transmisi melalui udara, droplet nuklei atau
sisik kulit terkontaminasi ( S. Aureus).

Tabel 5 : KEWASPADAAN BERBASIS TRANSMISI


KEGIATAN KONTAK DROPLET UDARA/ AIRBONE
Penempatan Tempatkan Tempatkan pasien di Tempatkan pasien
diruang rawat ruang terpisah, bila diruang terpisah yang
terpisah, bila tidak mungkin mempunyai :
tidak mungkin kohortin. Bila 1. tekanan negatif
kohorting,bila keduanya tidak 2. aliran udara 6-12X/
keduanya tidak mungkin, buat jam
mungkin maka pemisah dengan 3. pengeluaran udara
pertimbangkan jarak >1 meter antar terfiltrasi sebelum
epidemiologi TT dan jarak dengan udara mengalir ke
mikroba dan pengunjung. ruang atau tempat
populasi pasien. Pertahankan pintu lain di Rumah Sakit.
Bicarakan terbuka, tidak perlu Usahakan pintu
dengan petugas penanganan khusus ruang pasien
PPI (kategori IB) terhadap udara dan tertutup. Bila ruang
tempatkan ventilasi (kategori IB ) terpisah tidak
dengan jarak memungkinkan,
>1meter 3 kaki tempatkan pasien
antar TT jaga dengan pasien lain
agar tidak ada yang mengidap
kontaminasi mikroba yang sama,
silang jangan dicampur
kelingkungan dengan infeksi lain
dan pasien lain (kohorting) dengan
(kategori IB) jarak>1meter.
Konsultasikan
dengan petugas
PPIRS sebelum
menempatkan
pasien bila tidak ada
ruang isolasi dan
kohorting tidak
memungkinkan.
(kategori IB)
Transport Batasi gerak, Batasi gerak dan Batasi gerakan dan
Pasien transport pasien transportasi untuk transport pasien hanya
hanya kalau batasi droplet dari kalau diperlukan saja.
perlu saja. Bila pasien dengan Bila perlu untuk
diperlukan mengenakan masker pemeriksaan pasien
pasien keluar pada pasien (kategori dapat diberi masker
ruangan perlu IB) dan menerapkan bedah untuk cegah
kewaspadaan hygiene respirasi dan menyebarkan droplet
agar risiko etika batuk nuclei (kategori IB)
minimal transmisi
kepasien lain
atau lingkungan
(kategori IB)
APD Petugas Sarung tangan Masker Perlindungan saluran
dan cuci tangan Pakailah bila bekerja napas
Memakai sarung dalam radius 1m Kenakan masker
tangan bersih terhadap pasien respirator (N95/Kategori
non steril, lateks (kategori IB), saat N pada efisiensi 95%)
saat masuk kontak erat masker saat masuk ruang
keruang pasien, seyogyanya pasien atau suspek TB
ganti sarung melindungi hidung paru. Orang yang rentan
tangan setelah dan mulut, pakai saat seharusnya tidak boleh
kontak dengan memasuki ruang masuk ruang pasien
bahan infeksius Rawat pasien yang diketahui atau
(feses, cairan dengan infeksi suspek campak, cacar
drain) saluran napas. air kecuali petuga yang
Lepaskan sarung telah imun.
tangan sebelum
keluar dari kamar Bila terpaksa harus
pasien dan cuci masuk maka harus
tangan dengan mengenakan masker
antiseptic respirator untuk
(kategori IB) pencegahan. Orang
Gaun yang telah pernah sakit
Pakaian gaun campak atau cacar air
bersih, tidak steril tidak perlu memakai
saat masuk masker (kategori IB)
ruang pasien Masker Bedah /
untuk melindungi prosedur (min) sarung
baju dari kontak tangan gaun goggel bila
dengan pasien, melakukan tindakan
permukaan dengan kemungkinan
lingkungan, timbul aerosol.
barang diruang
pasien, cairan
diare pasien,
ileostomy,
coloctomy, luka
terbuka.
Lepaskan gaun
sebelum keluar
ruangan. Jaga
agar tidak ada
kontaminasi
silang
kelingkungan
dan pasien lain
(kategori IB)
Apron
Bila gaun
permeable, untuk
mengurangu
penetrasi cairan,
tidak dipakai
sendiri
Peralatan Bila Tidak perlu Transmisi pada TB
untuk memungkinkan penanganan udara Sesuai pedoman TB
perawatan peralatan secara khusus CDC ”Guidelinefor
pasien nonkritikal karena mikroba tidak Preventing of
dipakai untuk 1 bergerak jarak jauh. tuberculosis in
pasien atau Healthcare Facilities”
dengan infeksi dan referensi nomor 10.
mikroba yang
sama, bersihkan
dan disinfeksi
mikroba yang
sama. Bersihkan
dan disinfeksi
sebelum dipakai
untuk pasien lain
(kategori IB)
Peralatan MDRO,MRSA, B. pertussis, SARS, MTB (obligat airborne)
Untuk VRSA, VISA, RSV influenza, campak, cacat air
Perawatan VRE, MDRSP Adenovirus, (kombinasi transmisi)
Pasien (Strep Rhinovirus,N.meningi Norovirus (partikel
pneuminiae) tidis, streptococ grup feses,vomitus),Rotavirus
Virus Herpes A, Mycoplasma melalui partikel kecil
simplex SARS pneumoniae. aerosol.
RSV (indirex mel
mainan), S.
Aureus, MDRO,
VRE, C.
Difficile,P.
Aeruginosa,
influenza,
Norovirus (juga
makanan dan
air )

Tujuan terpenting PPI adalah menjaga petugas, peralatan dan


permukaan tetap bersih.
Bersih diartikan :
 Bebas dari kotoran
 Telah dicuci setelah terakhir dipakai
 Penjagaan kebersihan tangan personal
 Bebas polutan dan bahan tidak diinginkan

d. Peraturan untuk kewaspadaan isolasi


Harus dihindari transfer mikroba patogen antar pasien dan petugas
sat perawatan pasien rawat inap.
Perlu dijalankan hal berikut :
1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekresi
dan sekresi dari seluruh pasien untuk meminimalisir risiko
transmisi infeksi.
2. Dekontaminasi tangan sebelum kontak diantara pasien.
3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan
cairan tubuh).
4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk
menghindari menyentuh bahan infeksius.
5. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan
darah dan cairan tubuh serta barang yang terkontaminasi.
Disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung tangan.
Ganti sarung tangan antara pasien.
6. Penanganan limbah feses, urin, dan sekresi pasien yang lain
dalam lubang pembuangan yang disediakan, bersihkan dan
disinfeksi bedpan, urinal dan ontainer pasien yang lain.
7. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur
8. pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen infeksius pasien
telah dibersihkan dan didisinfeksi dengan benar antar pasien.
C.
BAB IV
PETUNJUK PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
UNTUK PENGUNJUNG

Merupakan petunjuk pencegahan dan pengendalian infeksi untuk pengunjung


dengan penyakit saluran nafas. Pengunjung/ anggota keluarga yang sakit
saluran pernafasan perlu menggunakan alat perlindungan diri.

Pengunjung puskesmas dengan penyakit menular melalui udara :


1. Petugas kesehatan atau Tim pencegahan dan pengendalian infeksi perlu
mendidik pengunjung pasien dengan penyakit menular tentang cara
penularan penyakit, dan menganjurkan mereka untuk menghindari kontak
selama masa penularan.
2. Petugas kesehatan perlu mengawasi pemakaian APD dan masker secara
benar bagi pengunjung.
3. Ketika pengunjung meninggalkan ruangan, ia harus melepas APD dan
mencuci tangan. Tidak menggantung masker dileher.
4. Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik semua pengunjung tentang
penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi dan wajib mentaatinya
ketika mengunjungi pasien penyakit menular.

a. Menjaga kebersihan alat pernapasan dan etika batuk ditempat


pelayanan kesehatan.

Untuk mencegah penularan infeksi saluran pernapasan difasilitasi


pelayanan kesehatan, kebersihan saluran pernapasan dan etika batuk
harus merupakan bagian mendasar dari prilaku sehat.
Setiap orang yang memiliki tanda atau gejala infeksi pernapsan (batuk,
bersin) harus :
1) Menutup hidung/ mulut ketika batuk atau bersin
2) Menggunakan tisu untuk menahan sekresi pernapasan dan dibuang
ditempat limbah yang tersedia.
3) Cuci tangan segera setelah kontak dengan sekresi pernapasan.

b. Fasilitasi pelayanan kesehatan harus menjamin tersedianya :


1) Tempat limbah tertutup yang tidak perlu disentuh atau dapat dioperasikan
dengan kaki disemua area.
2) Fasilitas cuci tangan dengan air mengalir diruang tunggu.
3) Pengumuman / informasi tertulis untuk menggunakan masker bagi setiap
pengunjung yang batuk.

Jika memungkinkan, dianjurkan bagi orang yang batuk untuk duduk pada jarak
1 meter dari yang lainnya diruang tunggu.
Pada pintu masuk dan diruang fasilitas rawat jalan seperti ruang gawat darurat,
ruangan dokter, klinik rawat jalan, perlu dipasang instruksi etika batuk atau
bersin. Pasien dan orang yang menemaninya agar mempraktekkan kebersihan
alat saluran pernapasan dan etika batuk atau bersin, dan memberitahukan
kepada petugas sesegera mungkin tentang gejala penyakit yang diderita, bagi
orang yang batuk harus disediakan masker.
c. Pencegahan dan pengendalian infeksi sehubungan dengan
pembangunan dan renovasi bangunan

1) Pengertian :
(a) Semua kegiatan kontruksi dan renovasi bangunan harus diatur
dengan baik sehingga paparan terhadap debu, uap dan bahaya-
bahaya yang menyertainya dapat dibatasi
(b) Pengendalian debu dan materi sisa kontruksi bangunan bertujuan
untuk melindungi karyawan dan pengunjung dari kemungkinan
dampak penyakit.
2) Tujuan :
(a) Meminimalisasi resiko infeksi pada pasien yang mungkin bisa terjadi
ketika ada penyebaran jamur atau bakteri di udara dengan debu dan
aerosol atau air selama kontruksi dan renovasi di puskesmas
(b) Mengontrol penyebaran debu dari komponen bangunan selama
renovasi di puskesmas.

d. Unit atau unsure-unsur yang yang terlibat


1. Tim PPI
a. Meninjau ulang prosedur yang dibuat oleh penanggung jawab proyek
dan diserahkan untuk disetujui oleh penanggung jawab proyek dan
diserahkan untuk disetujui.
b. Manager, staf medis, bagian pelayanan dan staf lainnya harus
mengetahui tentang resiko pasien yang terekspose dengan debu
bangunan.
c. Menentukan posisi pembangunan yang meningkatkan resiko
sehingga pasien harus dipindahkan ke fasilitas yang tidak dalam
pembangunan.
d. Memeriksa area pembangunan yang akan ditempati setelah tahap
akhir pembersihan dan merencanakan untuk pembukaan area
tersebut.
e. Melakukan investigasi lingkungan dengan hati-hati termasuk
konfirmasi biakan dilingkungan tersebut jika memungkinkan, karena
sekelompok pasien yang berpotensi mengalami infeksi yang
berhubungan dengan pembangunan/ renovasi
2. Tim PPI melakukan edukasi dan supervisi tentang keamanan dan
keselamatan. Menyertakan kalimat berikut pada semua perawatan
konstruksi dan atau kontrak renovasi “SEDANG RENOVASI” dan
penanggung jawab proyek harus menyetujui proyek-proyek yang
melibatkan manipulasi terhadap langit-langit, kegiatan yang menghsilkan
debu dan suara bising.
3. Unit/ruangan:
a. Membantu mengidentifikasi pasien beresiko tinggi
b. Merelokasi pasien-pasien beresiko tinggi pada area yang aman
sebelum kegiatan kontruksi/renovasi dimulai.
c. Hindari melakukan perawatan, pemeriksaan dan pengobatan yang
tidak emergensi selama masa pembangunan/renovasi.
4. Bagian keamanan, menyakut tentang penjagaan keamanan sekitar
Puskesmas.
Peran Tim PPI
1. Membuat Infection Control Risk Assessment
2. Mengembangkan ijin renovasi yang ditanda tangani oleh Ketua
Komite/Panitia/Tim PPI, pimpinan unit kerja dan pimpinan proyek
3. Memberikan edukasi sebelum memulai pekerjaan pada penggunaan
alat pelindung diri (APD).
4. Melakukan supervisi, monitoring dan evaluasi dengan menggunakan
check list
5. Mengikuti pertemuan/rapat selama proses renovasi dengan seluruh
tim.S

Langkah-langkah kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi akibat


kontruksi dan renovasi

1. Identifikasi Tipe / Jenis Kontruksi Kegiatan Proyek


TYPE KRITERIA
Inspeksi dan aktifitas non-invasive
Termasuk tapi tidak terbatas pada :
- Mengangkat papan langit-langit untuk inspeksi visual terbatas
pada 1 papan per 50 meter persegi
A - Pengecatan (tetapi bukan melakukan plesteran)
- Dinding penghalang, pekerjaan jaringan listrik, pompa minor,
dan aktivitas yang tidak menghasilkan debu atau membutuhkan
pemotongan dinding atau akses ke langit-langit dibandingkan
dengan inspeksi visual.
Skala kecil, durasi aktfitas pendek yang dapat menghasilkan debu
minimal
Termasuk, tapi tidak terbatas pada :
B - Instalasi telepon dan kabel komputer
- Akses untuk ke ruangan
- Memotong dinding atau langit-langit dimana migrasi debu dapat
dikontrol
Aktivitas yang menghasilkan debu dari tingkat moderat sampai tinggi
atau membutuhkan penghancuran atau pemusnahan komponen
kerangka gedung
Termasuk, tapi tidak terbatas pada :
- Melakukan plesteran dinding untuk dicat atau pelapisan dinding
C - Mengangkat penutup lantai, papan langit-langit, dan papan
penghalang
- Membuat akses kerja minor atau pekerjaan listrik di atas langit-
langit
- Aktivitas kabel mayor
- Pekerjaan yang tidak bisa diselesaikan dalam satu shift
D Penghancuran mayor dan proyek bangunan
Termasuk, tapi tidak terbatas pada :
- Aktivitas yang membutuhkan kerja shift yang berkelanjutan
- Membutuhkan penghancuran besar atau pengangkatan system
kabel yang lengkap
- Konstruksi baru

2. Identifikasi the patient risk group

Resiko Resiko
Resiko Sedang Resiko Tinggi
Terendah Rendah

- Bangunan - Area - Ruang - Ruang


terpisah perkantor fisioterapi tindakan
- Manajement - Farmasi
perkantoran Laboratorium
- Pelayanan (specimen)
pasien - Unit Rawat
masuk dan Jalan
keluar
- Koridor
umum

3. Matrix-Class of precautions : Construction Project by Patient Risk


Kelompok Pasien Typ Typ Typ Typ
Resiko eA eB eC eD
Resiko Terendah 0 0 0 0
Resiko Rendah III /
I II II
IV
Resiko Medium I II III IV
Resiko Tinggi III /
I II IV
IV

4. Deskripsi tindakan berdasarkan kelas


KELAS 0 1. Tidak memerlukan pengendalian infeksi
KELAS I Tanggal Mulai Bekerja
Tindakan 1. Bekerja sesuai prosedur untuk mengurangi debu akibat
pencegahan pekerjaan
2. Memeriksa dan segera mengganti atap yang rusak

KELAS II Tanggal Mulai Bekerja


Tindakan 1. Lakukan langkah-langkah aktif untuk mencegah
pencegahan penyebaran debu lewat udara
2. Menyegel semua pintu yang tidak digunakan
3. Limbah konstruksi ditempatkan dalam wadah yang
ditutup rapat sebelum dipindahkan
4. Membersihkan daerah kerja setiap hari dengan lap
basah dan vacum cleaner yang dilapisi HEPA
5. Meletakkan keset debu disetiap pintu masuk dan keluar
area kerja dan keluar area kerja dan mengganti bila
sudah tidak dapat digdan mengganti bila sudah tidak
dapat digunakan
6. Menerapkan sistem HVAC di daerah kerja
7. Membersihkan semua alat kerja setelah proyek selesai
8. Menjaga sistem keamanan daerah kerja dengan
menggunakan pembatas
9. Menutup semua pintu dan menempatkan tanda “sedang
ada pekerjaan“
10. Membuat alur keluar masuk orang untuk meminimalkan
paparan terhadap pasien
11. Membersihkan semua genangan air

KELAS III Tanggal Mulai Bekerja


1. Memastikan daerah pekerjaan tertutup dan meminta
pengawalan bagian keamanan sebelum pekerjaan
dimulai
2. Mempertahankan tekanan udara negatif di daerah kerja
menggunakan HEPA filter atau metode lain. Keamanan
publik akan memonitor tekanan udara
3. Tidak memindahkan pembatas dari daerah kerja
memindahkan pembatas dari daerah kerja sampai
pekerjaan selesai dibersihkan dan meminta pemeriksaan
petugas keamanan
4. Membersihkan daerah konstruksi dengan lap basah atau
vacum 2 kali tiap 8 jam kegiatan kontruksi atau sesuai
kebutuhan
5. Memindahkan batas material secara hati-hati untuk
meminimalkan penyebaran debu dan limbah konstruksi
Tindakan
dan sebelumnya dibersihkan dengan lap basah atau
pencegahan
vacum
6. Membungkus limbah konstruksiu dengan rapat sebelum
dibuang
7. Meletakkan keset debu di setiap pintu masuk dan keluar
area kerja dan mengganti apabila sudah tidak dapat
digunakan
8. Membersihkan semua alat kerja setelah proyek selesai
9. Menjaga sistem kemanan daerah kerja dengan
menggunakan pembatas
10. Menutup semua pintu dan menempelkan tanda “sedang
ada pekerjaan”
11. Membuat alur keluar masuk orang untuk meminimalkan
paparan terhadap pasien
12. Membersihkan semua genangan air

5. Identifikasi daerah sekitar area proyek, menilai dampak potensial


No
Lokasi Unit Nama Unit Kelompok Resiko
.
1. Bawah
2. Atas
3. Samping Kanan
4. Samping Kiri
5. Depan
6. Belakang
BAB V
SURVEILANS INFEKSI PUSKESMAS

A. Definisi
Surveilans infeksi puskesmas adalah suatu proses yang dinamis,
sistematis terus menerus, dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan
interprestasi dari data kesehatan yang penting pada suatu populasi spesifik
yang dideseminasikan secara berkala kepada pihak-pihak yang
memerlukan untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan, dan
evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.

Infeksi puskesmas adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama


pengobatan yang tidak ditemukan dan tidak dalam masa inkubasi saat
pasien masuk ke puskesmas.

B. Tujuan
1. mendapatkan data dasar Infeksi puskesmas
2. meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah yang
memerlukan penanggulangan.
3. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPI di puskesmas
4. Memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan
5. Salah satu unsur pendukung untuk memenuhi akreditasi puskesmas

C. Metode Surveilans
Metode surveilans puskesmas Trucuk 1 menggunakan metode Surveilans
target (targetted/sentinel surveillance) adalah surveilans yang terfokus
pada ruangan, kelompok pasien, atau tindakan dengan resiko infeksi
spesifik.

D. MANAJEMEN SURVEILANS
1. Identifikasi Kasus
Surveilans yang dilakukan di puskesmas adalah surveilans aktif yaitu
kegiatan yang secara khusus dilakukan untuk mencari kasus Dalam hal ini
diperlukan pengamatan langsung diruang perawatan dan diskusi dengan
dokter atau perawat yang merawat.
Pengumpulan dan pencatatan data dilakukan oleh tim PPI puskesmas dan
Pelaksanaannya dilakukan oleh IPCN.

Surveilans puskesmas difokuskan pada pasien batuk diruang pelayanan


yaitu diperioritaskan di Ruang pemeriksaan umum dan ruang pemeriksaan
kesehatan ibu dan anak. Pelaksanaanya Tim PPI harus memiliki akses
yang luas atas sumber data serta perlu mendapatkan kerjasama dari
semua bagian / unit di puskesmas, agar dapat melaksanakan surveilans
dengan baik atau melaksanakan penyelidikan suatu KLB.

Sumber dari dokter, perawat, pasien maupun keluarga pasien, dari


farmasi, catatan medik, catatan perawat, untuk mengingatkan Tim PPI
kepada suatu infeksi baru dan juga mencari rujukan mengenai cara
pencegahan dan pengendaliannya.
2. Sumber data dan teknik pengumpulan data
Sumber Data :
a. Catatan Medis/ catatan perawat
b. Catatan hasil pemeriksaan penunjang (Laboratorium)
c. Pasien/ Keluarga Pasien
d. Farmasi
e. Rekam Medik

1. Analisis Data
Menentukan dan menghitung laju.
Laju adalah suatu probabilitas suatu kejadian.
Biasa dinyatakan dalam formula sebagai berikut :

X = Numerator, adalah jumlah kali kejadian selama kurun waktu tertentu


Y = Denominator, adalah jumlah populasi darimana kelompok yang
mengalami kejadian tersebut berasal selama kurun waktu yang
sama.
K = Angka bulat yang dapat membantu angka laju dapat mudah dibaca
(100,1000 atau 10.000).

Kurun waktu harus jelas dan sama antara numerator dan denominator
sehingga laju tersebut mempunyai arti.

Ada tiga macam laju yang dipakai dalam surveilans IRS atau surveilans
lainnya, yaitu incidence, prevalence dan incidence density.
1. Incidence
Adalah jumlah kasus baru dari suatu penyakit yang timbul dalam satu
kelompok populasi tertentu dalam kurun waktu tertentu pula.
Didalam surveilans IRS maka incidence adalah jumlah kasus IRS baru
dalam kurun waktu tertentu dibagi oleh jumlah pasien dengan resiko
untuk mendapatkan IRS yang sama dalam kurun waktu yang sama
pula.
2. Prevalence
Adalah jumlah total kasus baik baru maupun lama suatu kelompok
populasi dalam satu kurun waktu tertentu (period prevalence) atau
dalam satu waktu tertentu (point prevalence).
Point prevalence nosokomial rates adalah jumlah kasus IRS yang dapat
dibagi dengan jumlah pasien dalam survei.

Rhame menyatakan hubungan antara incidence dan prevalence adalah


sebagai berikut:
I = Incidence rates
P = Prevalence rates
LA = Nilai rata-rata dari lama rawat semua pasien
LN = Nilai rata-rata dari lama rawat pasien yang mengalami
satu atau lebih IRS
INTN = Interval rata-rata antara waktu masuk rumah sakit dan
hari pertama terjadinya IRS
Pada pasien-pasien yang mengalami satu atau lebih IRS tersebut.
Dalam penerapan dirumah sakit maka prevalence rates selalu
memberikan over estimate untuk resiko infeksi oleh karena lama rawat
dari pasien yang tidak mendapat IRS biasanya lebih pendek dari lama
rawat pasien dengan IRS.
Hal ini dapat lebih mudah dilihat dengan menata ulang formula sebagai
berikut :
Dimana prevalence sama dengan incidence dikali Lama Infeksi
3. Incidence Density
Adalah rata-rata instant dimana infeksi terjadi, relatif terhadap besaran
populasi yang bebas infeksi. Incidence density diukur dalam satuan
jumlah kasus penyakit per satuan orang per satuan waktu.
Contoh populer dari Incidence Density Rates (IDR) yang sering dipakai
dirumah sakit adalah jumlah IRS per 1000 pasien/ hari.
Incidence density sangat berguna terutama pada keadaan sebagai
berikut:
a. Sangat berguna bila laju infeksinya merupakan fungsi linier dari
waktu panjang yang dialami pasien terhadap faktor risiko (misalnya
semakin lama pasien terpajan, semakin besar risiko mendapat
infeksi).
Contoh incidence density rate (IDR):
Jumlah kasus ISK/ jumlah hari pemasangan kateter.
Lebih baik daripada Incidence Rate (IR) dibawah ini
Jumlah ISK jumlah pasien yang terpasang kateter urin.
Oleh karena itu IDR dapat mengontrol lamanya pasien terpajan oleh
faktor risikonya (dalam hal ini pemasangan kateter urin) yang
berhubungan secara linier dengan risiko infeksi.
b. Jenis laju lain yang sering digunakan adalah Atack Rate (AR) yaitu
suatu bentuk khusus dari incidence rate. Biasanya dinyatakan
dengan persen (%) dimana k= 100 dan digunakan hanya pada KLB
IRS yang mana pajanan terhadap suatu populasi tertentu terjadi
dalam waktu pendek.

Surveilans merupakan kegiatan yang sangat membutuhkan waktu dan


menyita hampir separuh waktu kerja seorang IPCN sehingga
dibutuhkan penuh waktu (full time). Dalam hal ini bantuan komputer
akan sangat membantu, terutama akan meningkatkan efisien pada saat
analisis. Besarnya data yang harus dikumpulkan dan kompleksitas cara
analisisnya merupakan alasan mutlak untuk menggunakan fasilitas
komputer, meski dirumah sakit kecil sekalipun. Lagi pula sistem
surveilans tidak hanya berhadapan dengan masalah pada waktu
sekarang saja, tetapi juga harus mengantisipasi tantangan di masa
depan.
4. Evaluasi, Rekomendasi dan Diseminasi
Hasil Surveilans dapat digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan
program pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit (PPIRS)
dalam satu waktu tertentu.
Memperbandingkan Laju Infeksi Diantara Kelompok Pasien
Denominator dari suatu laju Infeksi Diantara Kelompok Pasien
Denominator dari suatu laju (rate) harus menggambarkan populasi at
risk. Dalam membandingkan laju antar kelompok pasien didalam suatu
rumah sakit, maka laju tersebut harus disesuaikan terlebih dahulu
terhadap faktor risiko yang berpengaruh besar akan terjadinya infeksi.
Kerentanan pasien untuk terinfeksi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
risiko tertentu, seperti karakteristik pasien dan pajanan.
Pelaporan
Laporan sebaiknya sistematik, tepat waktu, informatif. Data dapat
disajikan dalam berbagai bentuk, yang penting mudah dianalisa dan di
interprestasi. Penyajian data harus jelas, sederhana, dapat dijelaskan
diri sendiri. Bisa dibuat dalam bentuk table, grafik, pie. Pelaporan
dengan narasi singkat.

Tujuan untuk :
 Memperlihatkan pola IRS dan perubahan yang terjadi (trend)
 Memudahkan analisis dan interprestasi data

Laporan dibuat secara periodik, setiap bulan, triwulan, semester,


tahunan.

Desiminasi
Surveilans didesininasikan kepada yang berkepentingan untuk
melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi. Oleh sebab itu
hasil surveilans angka infeksi harus disampaikan keseluruh anggota
komite, direktur rumah sakit, ruangan atau unit terkait secara
berkesinambungan. Disamping itu juga perlu didesiminasikan kepada
kepala unit terkait dan penanggung jawab ruangan beserta stafnya
berikut rekomendasinya.
Oleh karena itu mengandung hal yang sangat sensitif, maka data yang
dapat mengarah kepasien atau perawatan harus benar-benar terjaga
kerahasiaannya. Dibeberapa negara data seperti ini bersifat rahasia.
Data seperti ini tidak digunakan memberikan sanksi tetapi hanya
digunakan untuk tujuan perbaikan mutu pelayanan.

Tujuan diseminasi agar pihak terkait dapat memanfaatkan informasi


tersebut untuk menetapkan strategi pengendalian IRS. Laporan
didesiminasikan secara periodik bulanan, triwulan, tahunan. Bentuk,
penyampaian dapat secara lisan dalam pertemuan, tertulis, papan
buletin.S
Tabel 7. dibawah ini menggambarkan hubungan unsur-unsur metode surveilans
terhadap Laju Infeksi Rumah Sakit.

UNSUR DATA
POPULASI TEMPAT LAJU/
SURVEIL DENOMINAT
AT RISK INFEKSI RATIO
ANS OR
Data
Yang
Diperluka
n
Surveilan Semua Semua Jumlah : Laju setiap 1000
s pasien yang temoat Pasien pasien masuk
Kompreh memenuhi infeksi dan masuk atau atau keluar :
ensif kriteria tanggal keluar dari a. secara
masuk infeksi setiap keseluruhan
dalam dalam bulan aplikasi b. spesifikasi
surveilans yang sama surveilans bagi tempat
tertentu

BAB VI
TATA NILAI

Lima tata nilai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat :

1. Cepat dan Tepat


1) Cepat :
i. Cakupan waktu tunggu pelayanan rawat jalan sesuai dengan
standart waktu mencapai 100 %.
ii. Respon terhadap keluhan pelanggan 1 x 24 jam
2) Tepat :
i. Tepat sasaran : Cakupan kegiatan sesuai target mencapai
100%
ii. Tepat waktu : Kegiatan dilakukan sesuai dengan jadwal
mencapai 100%.
2. Berpihak kepada masyarakat
Memberikan pelayanan yang berorientasi kepada kebutuhan masyarakat.
Tingkat kepuasan masyarakat minimal 80 %
3. Disiplin
Tertib melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap pelaksanaan
kegiatan.
Ketepatan pengiriman laporan ke Dinas Kesehatan mencapai 100%
4. Transparan :
Kelengkapan pertanggungjawaban keuangan pelaksanaan kegiatan
mencapai 100%
5. Akuntabel
Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat
dipertanggungjawabkan karena dilaksanakan sesuai dengan standart
operasional prosedur ( SOP )
Tingkat kepatuhan petugas dalam melaksanakan standart operasional
prosedur 100 %.
BAB VII
PENUTUP

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Puskesmas Cawas II


merupakan sebagai acuan dalam penerapan pencegahan Infeksi, dengan harapan
dapat melindungi pasien, petugas dan masyarakat yang mendapatkan pelayanan di
puskesmas serta dapat meningkatkan mutu pelayanan dengan melakukan suveilans
puskesmas.

Infeksi puskesmas menjadi masalah yang tidak bisa dihindari di Puskesmas Cawas II
maupun di puskesmas lain, sehingga untuk saat ini pemantauan dititikberatkan kepada
kepatuhan 5 moment cuci tangan

Pelaksanaan surveilans memerlukan tenaga khusus yang termasuk tugas dari IPCN.
Untuk itu diperlukan tenaga IPCN yang purna waktu sesuai standar .

Pedoman pencegahan pengendalian infeksi Puskesmas Cawas II semoga dapat


bermanfaat bagi petugas puskesmas maupun Tim PPI.

Anda mungkin juga menyukai