Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


PASIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

I. KASUS (MASALAH UTAMA) :


Gangguan persepsi sensori : halusinasi

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Stuart (2016) mendefinisikan halusinasi adalah distorsi persepsi palsu
yang terjadi pada respons neurobiologis maladaptif. Klien sebenarnya
mengalami distorsi sensorik sebagai hal yang nyata dan meresponsnya. Pada
halusinasi, tidak ada stimulus eksternal atau internal yang diidentifikasi.
2. Rentang Respon
Respon adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis Distorsi pikiran Waham


Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi Konsisten Menarik diri Sulit berespons
Perilaku sesuai Reaksi emosi > / < Perilaku disorganisasi
Hubungan sosial Perilaku tidak biasa Isolasi sosial

Menurut Stuart (2016), halusinasi merupakan salah satu respon


maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
a. Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
b. Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra
yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang
sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
c. Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek
keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung
tidak lama.
d. Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social dan
budaya umum yang berlaku.
e. Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut
hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam
bentuk kerjasama.
f. Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi
impuls eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran
sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan
kejadian yang telah dialami sebelumnya.
g. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek
keluar berlebihan atau kurang.
h. Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan
nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma –
norma social atau budaya umum yang berlaku.
i. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma
sosial atau budaya umum yang berlaku.
j. Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
k. Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam
berinteraksi
3. Penyebab
Etiologi halusinasi menurut Stuart (2016) dibedakan menjadi faktor
predisposisi dan faktor presipitasi :
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang menyebabkan halusinasi adalah:
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien
tidakmampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya
diri dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivasinya neurotransmitter otak.
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan
sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil
studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh
otak untuk diinterpretasikan.
2) Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
3) Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stress.
4. Tanda dan Gejala
Berdasarkan jenis dan karakteristik halusinasi tanda dan gejalanya sesuai.
Berikut ini merupakan beberapa jenis halusinasi dan karakteristiknya menurut
(Stuart, 2016 ) meliputi :
a. Halusinasi pendengaran
Karakteristik : Mendengar suara atau bunyi, biasanya suara orang. Suara
dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang bicara
mengenai klien. Jenis lain termasuk pikiran yang dapat didegar yaitu
pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkan oleh klien dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu yang kadang-kadang berbahaya.
b. Halusinasi penglihatan
Karakteristik : Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar
geometris, gambar karton atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau sesuatu yang
menakutkan seperti monster.
c. Halusinasi penciuman
Karakteristik : Membau bau-bau seperti darah, urine, feses umumnya
bau-bau yang tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan demensia.
d. Halusinasi pengecapan
Karakteristik : Merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan
seperti darah, urine, atau feses.
e. Halusinasi perabaan
Karakteristik : Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas, rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.

Menurut Stuart (2016) data subyektif dan obyektif klien halusinasi


adalah sebagai berikut:
a. Data Obyektif:
1) Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
2) Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3) Gerakan mata cepat
4) Respon verbal lamban atau diam
5) Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan
6) Terlihat bicara sendiri
7) Menggerakkan bola mata dengan cepat
8) Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu
9) Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba berlari ke ruangan
lain
10) Disorientasi (waktu, tempat, orang)
11) Perubahan perilaku dan pola komunikasi
12) Gelisah, ketakutan, ansietas
13) Peka rangsang
14) Melaporkan adanya halusinasi
b. Data Subyektif:
1) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata.
2) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata.
3) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
4) Klien merasa makan sesuatu.
5) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
6) Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan didengar.
7) Klien ingin memukul/ melempar barang-barang
5. Proses Terjadinya
Visual object input

Primary sensory organ III, IV, and VI nuclei


(e. g. Retina)CBS

MLF
RAS PS Thalamic Relay
ILnPD
(e. g. LGN)PD/DLB Superior colliculus

Brainstem neuromodulators Primary sensory cortex

Dopamine: (e. g. V1)E,M,AS,PCA


acetyl cholinePH,Mod
DAN
SerotoninMod

(Arnygdala)PD,PTSD

Serotonin

VAN

Mekanisme saraf umum untuk halusinasi visual (diadaptasi dari Shine et


al., 2014). Kerusakan patologis di berbagai daerah di sepanjang jalur persepsi
visual bermanifestasi sebagai kesalahan persepsi dan halusinasi karena
gangguan komunikasi antara jaringan kontrol perhatian, seperti jaringan mode
default (DAN =default mode network ).
Singkatan:
RAS - retikular activating system (sistem pengaktif retikular)
ILn - intra laminar nuelei of the thalamus
LGN - lateral geniculate nucleus,
VI - Visual region I (Visual area I)
MLF - medial longitudinal fasiculus (fasikula longitudinal medial)
PD - parkinson's disease (penyakit parkinson)
DLB - dimentia with lewy bodies (dimensia dengan badan yangagak longgar
atau pendek)
PH - peducular hallucinosis (halusinasi pedicular)
PS - Parasomnic
PTSD - post traumatic stress disorder (stress pasca trauma)
E - Epilepsi
M - migraine (migrain)
AS - Anton Syndrome,
PCA - Posterior cortical atrophy (nama lainnya benson syndrome)
CBS - charles bonnet syndrome,
Med - medication (pengobatan)
SZ - schizophrenia,

6. Fase Halusinasi
Terjadinya Halusinasi dimulai dari beberapa fase. Hal ini dipengaruhi
oleh intensitas keparahan, respon individu dalam menanggapi adanya
rangsangan dari luar, dan mengendalikan dirinya. Menurut (Stuart, 2007)
tahapan halusinasi ada empat tahap. Semakin berat tahap yang diderita klien,
maka akan semakin berat klien mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh
halusinasinya. Berikut ini merupakan tingkat intensitas halusinasi yang dibagi
dalam empat fase:
a. Fase I: Comforting
Ansietas tingkat sedang, secara umum halusinasi bersifat menyenangkan.
Karakterisitik:
klien mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa
bersalah, dan takut serta mencoba untuk memusatkan pada penenangan
pikiran untuk mengurani ansietas, individu mengetahui bahwa pikiran
dan sensori yang dialaminya tersebut dapat dikendalikan jika ansietasnya
bisa diatasi (Non psikotik).
Perilaku klien:
 Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
 menggerakkan bibir tanpa menimbulkan suara
 pergerakan mata yang cepat
 respon verbal yang lambat
 diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan
b. Fase II: condemning
Ansietas tingkat berat, Secara umum halusinasi bersifat menjijikan.
Karakteristik:
Pengalaman sensori yang bersifat menjijikan dan menakutkan. Orang
yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan mungkin
berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan,
individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan
menarik diri dari orang lain (Non psikotik).
Perilaku klien:
 Peningkatan syaraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya,
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
 Penyempitan kemampuan konsentrasi
 Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan
realitas.
c. Fase III: Controling
Ansietas tingkat berat, pengalaman sensori menjadi berkuasa.
Karakteristik:
Orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman
halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Isi halusinasi
dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika
pengalaman sensori tersebut berakhir (Psikotik).
Perilaku klien:
 Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh
halusinasinya daripada menolaknya
 Kesulitan berhubungan dengan orang lain.
 Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
 Gejala fisik dari ansietas berat, seperti berkeringat, tremor,
ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk
d. Fase IV: Conquering
Ansietas tingkat panic, Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan
saling terkait dengan delusi.
Karakteristik:
Pengalaman sensori menjadi menakutkan dan mengancam jika klien
tidak mengikuti perintah. Halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa
jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik (Psikotik).
Perilaku klien:
 Perilaku menyerang seperti panic
 Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang
lain
 Aktivitas fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk,
agitasi, menarik diri, atau katatonik
 Tidak mampu berespons terhadap petunjuk yang kompleks
 Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang
7. Akibat
Halusinasi yang berisi perintah dapat menyuruh seseorang untuk
melakukan sesuatu, seperti membunuh dirinya sendiri, melukai orang lain, atau
bergabung dengan seseorang di kehidupan sesudah mati.

III. A. POHON MASALAH

Efek / Akibat Risiko Resiko menciderai diri sendiri,


orang lain, dan lingkungan

Masalah utama Gangguan Persepsi


Sensori :
Halusinasi

Penyebab Isolasi sosial


B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
Pengkajian merupakan langkah awal didalam pelaksanaan asuhan
keperawatan. Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada
pasien dan keluarga. Tanda dan gejala gangguan sensori persepsi halusinasi dapat
ditemukan dengan wawancara, melalui pertanyaan sebagai berikut
1. Dari pengamatan saya sejak tadi, bapak/ibu tampakseperti bercakap-cakap
sendiri apa yang sedang bapak/ibu dengar/lihat?
2. Apakah bapak/ibu melihat bayangan-bayangan yang menakutkan?
3. Apakah ibu/bapak mencium bau tertentu yang menjijikkan?
4. Apakah ibu/bapak meraskan sesuatu yang menjalar ditubuhnya?
5. Apakah ibu/bapak merasakan sesuatu yang menjijikkan dan tidak mengenakkan?
6. Seberapa sering bapak//ibu mendengar suara-suara atau melihat bayangan
tersebut?.
7. Kapan bapak/ ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang?
8. Pada situasi apa bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang?
9. Bagaimana perasaaan bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayangan
tersebut?
10. Apa yang sudah bapak/ibu lakukan, ketika mendengar suara dan melihat
bayangan tersebut?

Langkah selanjutnya menyusun masalah keperawatan berdasarkan tanda dan


gejala gangguan sensori persepsi : halusinasi yang ditemukan.
No Data Masalah keperawatan
1. Data Objektif : Halusinasi
• Bicara atau tertawa sendiri
• Marah marah tanpa sebab
• Mengarahkan telinga ke posisi tertentu.
• Menutup telinga

Data Subjektif :
• Mendengar suara-suara atau kegaduhan
• Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
• Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu
yang berbahaya
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan hasil pengkajian pasien menunjukkan tanda dan gejala gangguan
sensori persepsi : halusinasi, maka diagnosis keperawatan yang ditegakkan adalah:

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

V. RENCANA KEPERAWATAN
a. Diagnosa keperawatan : Perubahan persepsi sensori : halusinasi berhubungan
dengan menarik diri.
1) Tujuan Umum:
Klien dapat berinteraksi untuk membina hubungan saling percaya.
2) Tujuan Khusus
a) TUK 1
Perkenalan dan membina hubungan saling percaya
(1) Kriteria Hasil:
Setelah …x pertemuan, pasien dapat menerima kehadiran
perawat. Pasien dapat mengungkapkan perasaan dan
keberadaannya saat ini secara verbal:
 Mau membalas salam
 Mau berjabat tangan
 Mau menyebut nama
 Mau tersenyum
 Ada kontak mata
 Mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
(2) Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi
terapeutik
 Beri salam dan panggil nama klien
 Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
 Jelaskan maksud hubungan interaksi
 Jelaskan kontrak yang akan dibuat
 Beri rasa aman dan tunjukkan sikap empati
 Lakukan kontak singkat tetapi sering
 Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
b) TUK 2
Pasien dapat mengenal halusinasi dan mengontrol menggunakan
cara menghardik.
(1) Kriteria Hasil:
Setelah …x pertemuan, pasien dapat:
 Mengenal halusinasi (waktu, isi, frekuensi, serta perasaan
terhadap halusinasi)
 Menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi dengan
cara pertama menghardik.
(2) Intervensi
 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
 Observasi tingkah laku klien terkait dengan
halusinasinya : bicara dan tertawa tanpa stimulus,
memandang kekiri/ kekanan/ kedepan seolah- olah ada
teman bicara.
 Bantu klien mengenal halusinasinya.
 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan
jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri
dan lain- lain).
 Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika
bermanfaat beri pujian.
 Diskusikan cara baru untuk memutus / mengontrol
timbulnya halusinasi : menghardik
c) TUK 3
Pasien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
(1) Kriteria Hasil
Setelah ….x interaksi, pasien menyebutkan:
 Manfaat minum obat
 Kerugian tidak minum obat
 Nama, warna, dosis, efek samping obat
Setelah ….x interaksi, pasien mampu mendemonstrasikan
penggunaan obat dan menyebutkan akibat berhenti minum obat
tanpa konsultasi dokter
(2) Intervensi
 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis,
frekuensi dan manfaat obat.
 Anjurkan klien meminta obat sendiri pada perawat dan
merasakan manfaatnya.
 Anjurkan klien bicara sendiri dengan dokter tentang
manfaat dan efek samping obat yang dirasakan.
 Diskusikan akibat berhenti obat- obat tanpa konsultasi.
 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

DAFTAR PUSTAKA

Stuart, Gain., W. (2016). Prinsip dan Praktik Keperawatan Jiwa Stuart. Jakarta : Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai