Isip - Preskas - PPH - Laserasi Perineum
Isip - Preskas - PPH - Laserasi Perineum
Disusun oleh :
dr. Steven Culbert
Pembimbing :
dr. Harist Hamonangan Simanjuntak, MKM
DAFTAR ISI........................................................................................................... 2
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. 3
DAFTAR TABEL................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................5
BAB II ILUSTRASI KASUS.................................................................................6
2.1 Identitas Pasien.............................................................................................6
2.2 Anamnesis.................................................................................................... 6
2.3 Pemeriksaan Fisik........................................................................................ 9
2.4 Resume....................................................................................................... 11
2.5 Diagnosis....................................................................................................11
2.6 Pemeriksaan Penunjang............................................................................. 12
2.7 Diagnosis Kerja..........................................................................................14
2.8 Diagnosis Banding..................................................................................... 14
2.9 Prognosis.................................................................................................... 14
2.10 Saran Pemeriksaan Penunjang................................................................. 14
2.11 Tatalaksana............................................................................................... 14
2.12 Follow up................................................................................................. 16
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 18
3.1 Definisi..................................................................................................18
3.2 Epidemiologi......................................................................................... 19
3.3 Klasifikasi............................................................................................. 20
3.4 Anatomi.................................................................................................20
3.5 Faktor Risiko.........................................................................................21
3.6 Etiologi dan Diagnosis.......................................................................... 23
3.7 Manifestasi Klinis................................................................................. 27
3.8 Tatalaksana............................................................................................ 28
3.9 Komplikasi............................................................................................ 31
BAB IV ANALISA KASUS.................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................35
2
DAFTAR GAMBAR
3
DAFTAR TABEL
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Nama : Ny. P
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 30 tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan: Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. Rekam Medis : 011774
Masuk RS : 08/10/2023
2.2 Anamnesis
6
transfusi darah sebelumnya, perdarahan yang hebat saat haid maupun
perdarahan saat kehamilan.
c. Riwayat Obstetri
e. Riwayat Menstruasi
Pasien mengatakan haid pertama kali pada usia 15 tahun. Siklus
menstruasi pasien teratur dengan rentang waktu 28 hari dan durasi 7 hari.
Setiap harinya pasien dapat mengganti pembalut sehari tiga kali. Pasien
menyangkal keluhan nyeri perut saat menstruasi, dan menyangkal
perdarahan yang terlalu berlebih.
7
dengan 1 pasangan seksual. Pasien menyangkal pernah terpapar penyakit
infeksi menular seksual sebelumnya.
g. Riwayat Ginekologi
Pasien menyangkal riwayat keputihan ataupun perdarahan diluar siklus
menstruasi. Pasien mengaku belum pernah melakukan pemeriksaan pap
smear sebelumnya dan menyangkal menggunakan alat kontrasepsi
hormonal maupun non hormonal.
k. Riwayat Operasi
Pasien tidak memiliki riwayat operasi sebelumnya.
8
m. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan atau obat-obatan.
a. Tanda-tanda vital
● Tekanan darah : 111/86 mmHg
● Nadi : 112 x/menit
● Pernapasan : 20 x/menit
● Suhu : 36.2 °C
● Saturasi O2 : 97% on RA
b. Status Generalis
Kepala
Tengkorak Normosefali, deformitas (-), luka (-)
Wajah Normofasies, pucat (-), ikterik (-), sianosis (-)
Mata Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Pupil bulat, isokor 3mm/3mm
RCL (+/+), RCTL (+/+)
Telinga Normotia, sekret (-) serumen (-), darah (-/-)
9
Hidung Polip (-), deviasi septum (-), deformitas (-)
Tidak ada pernapasan cuping hidung
Darah (-/-), sekret (-/-)
Bibir Lembab, sianosis (-)
Leher
Deviasi trakea (-), Pembesaran KGB (-)
Mammae
Simetri Simetris
Perubahan kulit (-)
payudara
Massa (-)
Nipple discharge (+) ASI
KGB aksila Pembesaran (-), nyeri tekan (-)
Thoraks
Inspeksi Bentuk dan pergerakan dada statis dan dinamis
Palpasi Pengembangan dada simetris
Perkusi Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi Vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi Cembung, linea nigra (+), striae gravidarum (+)
Auskultasi Bising usus (+)
Perkusi Timpani (+) di seluruh lapang abdomen
Palpasi Nyeri tekan (-)
TFU 1 jari dibawah pusat
Kontraksi uterus (+)
Obstetrik v/v: luka perineum (+) hingga sfingter ani eskterna,
darah(+) berwarna merah segar, nyeri(+)
c. Status Lokalis
● Terpasang IV line pada antebrachii sinistra
10
2.4 Resume
2.5 Diagnosis
11
2.6 Pemeriksaan Penunjang
DIFFERENTIAL COUNT
12
Erythrocyte (RBC) 2.69 10^6/μL 4.10-5.10
DIFFERENTIAL COUNT
GOLONGAN DARAH
ABO + A+
13
(WBC)
DIFFERENTIAL COUNT
● -
2.9 Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
2.11 Tatalaksana
Non Medikamentosa :
● Konsul Sp.OG
● Rawat inap untuk pemantauan dan monitor TTV lebih lanjut
● Tirah baring
14
● Observasi TTV
● Edukasi keluarga pasien tentang kondisi pasien serta informed
consent untuk dilakukan rawat inap
Medikamentosa :
● RL 500cc/8 jam
● Cefadroxil tab 2x500mg
● Asam mefenamat tab 3x500mg
● Vitamin B complex tab 2x1
● Methergine IM 3x0.2mg
15
2.12 Follow up
16
9 Oktober 2023 (10.00 WIB)
S Pasien di ruang rawat inap Akasia. Perdarahan dari jalan lahir saat ini
dikeluhkan oleh pasien sudah mulai berkurang. Pasien saat ini sudah
tidak mengeluhkan adanya mual. Nyeri perut (-). BAB & BAK (+)
spontan. Pasien dapat intake makan & minum peroral.
O KU : Tampak sakit sedang
GCS : E4M6V5 (Komposmentis)
TD : 100/70mmHg
HR : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36.6C
Pemeriksaan Fisik:
Mata: Anemis(-/-), Ikterik(-/-)
Leher: Dbn
Thorax: Vesikuler(+/+), Rh(-/-), Wh(-/-), S1/S2 reguler, m(-), g(-)
Abdomen: Supel, Peristaltik(+), NT(-), TFU 3 jari dibawah pusat,
Kontraksi uterus (+)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT<2detik
Vulvo-vagina: Bekas jahitan perineum (+)
A ● P1A0 30 tahun dengan post partum hemorrhage et anemia derajat
sedang ec perineum laceration
P Medikamentosa :
● Aff Infus
● Aff Kateter no. 18
● Cefadroxil tab 2x500mg
● Asam mefenamat tab 3x500mg
● Vitamin B complex tab 2x1
● Misoprostol tab 3x1
● Methergine IM 3x0.2mg (STOP)
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Perdarahan pasca persalinan (PPS) atau post partum hemorrhage
merupakan perdarahan yang umumnya terjadi sesudah proses persalinan
berlangsung dengan volume perdarahan ≥500 ml pada persalinan
pervaginam atau ≥1000 ml pada SC yang berpotensi mengganggu
hemodinamik ibu. Perdarahan pasca persalinan kemudian dikategorikan
menjadi perdarahan yang minor apabila volume perdarahan 500-1000 ml,
perdarahan sedang dengan volume perdarahan 1000-2000 ml, dan
perdarahan berat dengan volume perdarahan >2000 ml.1,2,3
Terdapat berbagai faktor yang dapat menyebabkan perdarahan
pasca persalinan. Ruptur perineum merupakan penyebab kedua terbanyak
dari perdarahan pasca persalinan setelah atonia uteri. Namun, ruptur
perineum dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Ruptur perineum
didefinisikan sebagai perlukaan pada jalan lahir yang terjadi pada saat
kelahiran bayi baik menggunakan alat maupun tidak menggunakan alat.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ruptur perineum berupa
paritas, jarak kelahiran, berat badan bayi, pimpinan persalinan yang tidak
sesuai standar, penggunaan ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, trauma alat,
dan episiotomi.2,3
18
3.2 Epidemiologi
Perdarahan merupakan penyebab kematian ibu terbesar sebesar
30.3%, dimana merupakan ¼ kasus penyebab kematian maternal di
seluruh dunia. Berdasarkan World Health Organization (WHO)
diperkirakan ada setidaknya 500.000 kematian ibu melahirkan di seluruh
dunia setiap tahunnya. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2012, menyebutkan bahwa angka kematian ibu
mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ini meningkat
sebesar 57% jika dibandingkan pada tahun 2007 yang hanya sebesar 248
per 100.000 kelahiran hidup. Perdarahan pasca persalinan merupakan
penyebab kematian maternal tertinggi pada angka 27,15% dan diikuti oleh
hipertensi sebesar 14%, sepsis 10,7%, aborsi 7,9% dan emboli 3,2%. Di
Indonesia sendiri, perdarahan pasca persalinan merupakan salah satu dari
tiga penyebab terbanyak kematian ibu, diikuti oleh infeksi dan
preeklampsia.1,4
Masalah yang umumnya menyebabkan kematian pada perdarahan
pasca persalinan umumnya disebabkan akibat keterlambatan dalam
merujuk, terlambat mencapai tempat rujukan dan terlambat mendapat
pertolongan yang adekuat di tempat rujuk. Ketiga hal tersebut merupakan
permasalahan besar yang sering terjadi di Indonesia dengan tingkat
mortalitas ataupun morbiditas maternal yang tinggi. Morbiditas yang dapat
terjadi adalah anemia, kelelahan, depresi, risiko transfusi darah serta
gangguan sosial dan psikologis.4
19
3.3 Klasifikasi
Perdarahan pasca persalinan umumnya dapat dibagi berdasarkan
durasi dan volume perdarahan yang dialami. Berdasarkan durasinya,
perdarahan pasca persalinan dapat terbagi menjadi PPS primer dan PPS
sekunder. PPS primer merupakan perdarahan yang terjadi dalam 24 jam
pasca persalinan, sedangkan PPS sekunder merupakan perdarahan yang
terjadi dari 24 jam hingga 6 minggu pasca persalinan. PPS primer dapat
disebabkan oleh gangguan pada tonus (atonia uteri & inversio uteri),
gangguan tissue (retensio plasenta), dan gangguan trauma (ruptur
perineum). PPS sekunder dapat disebabkan oleh gangguan tissue (sisa
plasenta) dan gangguan koagulasi. Berdasarkan volume perdarahan yang
dialami, perdarahan pasca persalinan terbagi menjadi perdarahan minor
dengan perdarahan 500-1000ml, perdarahan sedang dengan perdarahan
1000-2000ml, dan perdarahan berat dengan perdarahan >2000ml.5
3.4 Anatomi
Plasenta terdiri dari bagian fetus atau chorionic plate dan bagian
maternal basal plate. Tali pusat sendiri merupakan penghubung antara
plasenta dan janin yang memiliki satu vena (vena umbilikalis) dan dua
arteri (arteri umbilikalis). Darah maternal mengalir ke ruang intervilus
dalam bentuk corong, dan pertukaran terjadi dengan darah janin saat darah
ibu mengalir di sekitar vili. Darah arteri yang mengalir masuk mendorong
darah vena ke dalam vena endometrium yang tersebar di seluruh
permukaan desidua basalis. Darah teroksigenasi melewati arteri
umbilikalis ke plasenta. Lobus plasenta dipisahkan oleh septa plasenta
(desidua) dengan satu sama lain. Plasenta meiliki sekitar 10-40 kotiledon
pada bagian maternal yang dipisahkan oleh sulkus. Plasenta sendiri
memiliki fungsi yang sangat penting yaitu untuk menciptakan pemisahan
antara sirkulasi ibu dan janin, memberikan nutrisi dan oksigen serta
membuang bahan limbah dan karbon dioksida serta melindungi janin dari
infeksi dan gangguan yang dimiliki ibu.1,2,5
20
Gambar 3.1 Plasenta Feto-maternal
21
● Berat badan lahir >4 kg
● Induksi persalinan
● Riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya
Selain itu, juga terdapat faktor risiko perdarahan pasca persalinan antepartum
maupun intrapartum serta etiologi perdarahan yang dapat terjadi akibat berbagai
etiologi tersebut, berupa: 1,3
22
Partus presipitatus Trauma/tonus
23
ataupun riwayat atonia sebelumnya merupakan faktor risiko yang dapat
menyebabkan gangguan tous pada ibu pasca persalinan. Untuk mencegah
hal tersebut dapat dilakukan manajemen aktif kala III, pemberian
misoprostol 400-600μg segera setelah bayi lahir.
2. Trauma
Perdarahan pasca persalinan juga dapat disebabkan oleh robekan jalan
lahir dari perineum, vagina sampai uterus yang menyebabkan trauma.
Pertolongan persalinan dengan berbagai manipulasi dapat menyebabkan
trauma sehingga memudahkan robekan jalan lahir. Berbagai faktor yang
dapat menyebabkan trauma pada jalan lahir berupa episiotomi, robekan
spontan perineum, trauma forceps, vakum ekstraksi atau versi ekstraksi
dan hal ini termasuk robekan ringan (laserasi atau robekan perineum)
sampai berat (ruptur perineum totalis, ruptur uterus). Berdasarkan derajat
keparahannya ruptur perineum dapat diklasifikasikan menjadi 4 berupa:
Derajat Penjelasan
24
2 Melibatkan kerusakan pada otot-otot perineum, tetapi
tidak melibatkan kerusakan sfingter ani
25
Derajat III & IV : Membutuhkan jahitan (Dilakukan di Faskes
Sekunder)
3. Tissue
Perdarahan akibat etiologi tissue dapat disebabkan oleh retensio plasenta
ataupun rest placenta. Retensio plasenta merupakan plasenta yang tetap
tertinggal dalam uterus setelah percobaan pelahiran plasenta selama 2x15
menit setelah anak dilahirkan. Plasenta yang tertinggall dapat disebabkan
oleh implantasi yang menembus desidua basalis dan nitabuch layer
(plasenta akreta), atau menembus miometrium (plasenta inkreta) dan vili
korialis menembus perimetrium (plasenta perkreta). Namun, apabila
plasenta telah dikeluarkan namun sebagian kecil dari plasenta masih
tertinggal dalam uterus maka disebut dengan rest placenta. Etiologi tissue
dapat ditegakkan apabila kotiledon plasenta belum terlepas pada retensio
plasenta sehingga perlu dilakukan manual plasenta, ataupun dengan
kotiledon yang tidak lengkap apabila rest placenta terjadi. Pada rest
placenta, dapat ditemukan perdarahan dari ostium uteri eksternum
walaupun kontraksi sudah membaik dan robekan jalan lahir sudah terjahit,
sehingga perlu dilakukan eksplorasi manual atau tindakan kuretase disertai
dengan pemberian agen uterotonika untuk dapat mencegah terjadinya
perdarahan.
4. Thrombin
Gangguan pembekuan darah juga dapat menyebabkan perdarahan pasca
persalinan, etiologi thrombin dipikirkan terakhir apabila penyebab lain
telah disingkirkan. Beberapa faktor yang menyebabkan gangguan trombin
berupa solusio plasenta, kematian janin dalam kandungan, eklampsia, dan
sepsis. Umumnya pasien akan mengatakan bahwa hal tersebut sudah
pernah terjadi pada persalinan sebelumnya, dan perdarahan terjadi bukan
hanya pada jalan lahir tetapi juga terjadi pada gusi, rongga hidung, lokasi
penyuntikan. Pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan waktu
26
pembekuan yang memanjang, trombositopenia, hipofibrinogemia, adanya
fibrin degradation product (FDP) dan pemanjangan PT serta aPTT.
27
3.8 Tatalaksana
Derajat perdarahan pasca persalinan dilakukan dengan
menggunakan prinsip “HAEMOSTASIS” yang merupakan singkatan
dari:1,8,9
● Ask for HELP
Meminta pertolongan dari spesialis obstetri, bidan dan anestesi
dengan merujuk ke rumah sakit bila persalinan di
bidan/puskesmas. Penting dalam penanganan kasus perdarahan
dikerjakan oleh sekelompok tim, dan tidak dilakukan secara
sendiri. Penting juga untuk memonitor TTV, elektrolit, parameter
koagulasi dan pemberian cairan bagi pasien ini.
● Assess (vital parameter, blood loss) and Resuscitate
Penilaian derajat perubahan hemodinamik, estimasi jumlah
kehilangan darah, tingkat kesadaran, nadi, tekanan darah, dan
saturasi oksigen. Pengambilan spesimen darah juga perlu dilakukan
secara segera bersamaan dengan pemasangan jalur infus untuk
pemberian cairan kristaloid dan koloid. Spesimen diperlukan untuk
pemeriksaan hemoglobin, profil pembekuan darah, elektrolit,
penentuan golongan darah, serta crossmatch.
● Establish Etiology
Penentuan etiologi dari perdarahan pasca persalinan dapat
dilakukan selama resusitasi berlangsung, yaitu berupa penilaian
kontraksi uterus, pencarian adanya cairan bebas di abdomen, risiko
trauma dan kondisi pasien. Kelengkapan plasenta dan selaput
plasenta yang berhasil dikeluarkan juga patut dicek kembali.
● Massage the uterus
Tindakan masase uterus dilakukan sebagai salah satu penanganan
perdarahan masif pasca kelahiran plasenta. Kompresi bimanual
interna perlu dilakukan dengan menggunakan kepalan tangan di
dalam untuk menekan forniks anterior sehingga terdorong ke atas
28
dan telapak tangan di luar melakukan penekanan pada fundus
belakang sehingga uterus terkompresi jika uterus tetap lembek.
● Oxytocin infusion/prostaglandins - IV/ per rectal/ IM/
Intramyometrial
Pemberian oksitosin 40 unit dapat diberikan dalam 500 cc normal
salin dengan kecepatan 125cc/jam. Kelebihan cairan perlu
diwaspadai agar tidak menyebabkan edema pulmoner hingga
edema otak yang dapat berkomplikasi menjadi kejang akibat
hiponatremia. Apabila tidak tersedia oksitosin ataupun masih
terjadi perdarahan dapat diberikan ergometrin sebagai lini kedua
secara intramuskular atau intravena dengan dosis awal 0.2 mg
bolus secara perlahan dan dosis lanjutan 0.2 mg setelah 15 menit
jika masih diperlukan. Pemberian dapat diulang setiap 2-4 jam bila
masih diperlukan dengan dosis maksimal 1 mg atau 5 dosis per
hari. Jika perdarahan pasca persalinan belum berhasil diatasi maka
dapat diberikan misoprostol 800-1000μg per rektal. Jika terjadi
perdarahan masif maka perlu diberikan transfusi darah, bahkan
disertai pemberian fresh frozen plasma (FFP) untuk menggantikan
faktor pembekuan yang turut hilang. Pemberian 1 liter FFP (15
mL/kg) direkomendasikan setiap 6 unit darah. Trombosit
dipertahankan di atas 50.000, bila perlu diberikan transfusi
trombosit. Kriopresipitat direkomendasikan bila terjadi DIC yang
ditandai dengan kadar fibrinogen <1 gr/dL (10gr/dL).
● Shift to theater - exclude retained products and trauma/bimanual
Jika perdarahan masif masih tetap terjadi, evakuasi pasien ke ruang
operasi segera dilakukan. Selama persiapan rujukan tetap
dilakukan intervensi mekanik berupa kompresi bimanual hingga
pasien dibawa ke ruang operasi dan pemberian agen uterotonika
secara drip.
● Tamponade balloon/uterine packing
29
Koagulopati yang menyertai atonia yang refrakter dapat dipikirkan
jika perdarahan masih berlangsung. Tamponade uterus dapat
membantu mengurangi perdarahan. Tindakan tersebut juga dapat
memberi kesempatan koreksi faktor pembekuan. Pemasangan
tamponade uterus dilakukan pada pasien yang tidak membaik
dengan terapi medis dengan menggunakan balon relatif mudah
dilaksanakan dan hanya memerlukan waktu beberapa menit.
Tindakan ini dapat menghentikan perdarahan dan mencegah
koagulopati karena perdarahan masif serta kebutuhan tindakan
bedah. Pemasangan tamponade uterus dapat menggunakan Bakri
SOS balon dan tampon balon kondom kateter. Pemasangan balon
kateter harus dilakukan dengan benar, karena dapat menyebabkan
terjadinya concealed bleeding apabila dipasang secara tidak benar.
● Apply compression sutures - B-Lynch/Modified
Keadaan pasien dinilai ulang berdasarkan perkiraan jumlah darah
yang keluar, perdarahan yang masih berlangsung, keadaan
hemodinamik, dan paritasnya sebelum mencoba setiap prosedur
bedah konservatif. Kemudian, tindakan laparotomi dilakukan
segera setelah melakukan informed consent terhadap segala
kemungkinan tindakan yang akan dilakukan di ruang operasi. Pada
ikatan B-Lynch, benang yang dapat dipakai adalah kromik catgut
no.2, Vicryl 0 (ethicon), chromic catgut 1 dan PDS 0 tanpa adanya
komplikasi.
● Systemic pelvic devascularization - uterine/ ovarian/ quadruple/
internal iliac
● Interventional radiology, if appropriate, uterine artery embolization
● subtotal/ total abdominal hysterectomy
30
3.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan perdarahan
pasca persalinan berupa:10,11
● Anemia dengan derajat sebagai:
○ Anemia ringan : 10.0 - 10.9 g/dL
○ Anemia sedang : 7.0 - 9.9 g/dL
○ Anemia berat : < 7.0 g/dL
● Perdarahan masif hingga berkembang menjadi syok
hipovolemik
● Iskemia pada hati, jantung, otak, dan ginjal
● Post partum hypopituitarism (sheehan syndrome)
● Transfusi darah
○ Infeksi
○ Reaksi hemolitik pasca transfusi
○ Transfusion associated circulatory overload
(TACO)
○ Transfusion related acute lung injury (TRALI)
31
BAB IV
ANALISA KASUS
32
tonus, tissue, trauma, dan pembekuan darah. Etiologi akibat gangguan tonus dapat
disingkirkan karena pada pemeriksaan fisik tinggi fundus berada 1 jari dibawah
pusat dengan uterus yang globular dan kontraksi yang adekuat. Etiologi tissue
dapat disingkirkan karena plasenta lahir utuh, dan tidak adanya sisa jaringan yang
melekat pada dinding rahim. Etiologi thrombin dapat disingkirkan karena pasien
tidak pernah mengalami keluhan serupa dari kehamilan sebelumnya, tidak ada
riwayat transfusi darah sebelumnya, maupun gangguan pada faktor koagulasi
maupun pembekuan darah. Oleh karena itu, pasien dapat dipikirkan mengalami
pendarahan pasca persalinan dengan etiologi trauma, hal ini juga didukung
dengan adanya bukti pada saat pemeriksaan fisik berupa luka pada perineum
hingga otot sfingter ani eksterna.
Pada pasien ini diberikan terapi awal berupa stabilisasi kondisi pasien
meliputi survei primer dengan dilakukan tirah baring, dan pemberian carian
berupa Ringer Lactate 500cc/8 jam. Selanjutnya, untuk penanganan perdarahan
pasca persalinan mengikuti prinsip “HAEMOSTASIS”. Prinsip HAEMOSTASIS
meliputi meminta bantuan, resusitasi, mencari etiologi, masase uterus, pemberian
agen uterotonik, intervensi mekanik berupa tampon atau kompresi, jahit kompresi,
ligasi arteri, intervensi radiologi, dan histerektomi total/subtotal.
Pada saat pasien datang langsung dipersiapkan tim yang siap untuk
menangani perdarahan pasca persalinan. Dikarenakan pasien sempat mengalami
perdarahan maka diberikan cairan maintenance sebesar 500cc/8 jam. Selain itu,
pasien sempat mengalami anemia dengan kadar hemoglobin 7.7, maka diberikan
transfusi PRC. Perhitungan transfusi PRC berupa: .
33
dipikirkan etiologi disebabkan oleh gangguan trauma berupa ruptur perineum
derajat 3b dikarenakan robekan telah mencapai >50% otot sfingter ani eksterna,
namun belum mencapai otot sfingter ani interna. Selanjutnya pada pasien
diberikan agen uterotonik berupa methergin 3x0.2mg secara intramuskular yang
bertujuan untuk meningkatkan kontraksi uterus sehingga perdarahan dapat
berkurang. Dikarenakan perdarahan pasca persalinan disebabkan oleh ruptur
perineum maka tatalaksana definitifnya berupa penjahitan untuk menutup luka
yang menjadi sumber perdarahan. Sehingga, pasien dikonsultasikan kepada dokter
spesialis obstetri dan ginekologi untuk dilakukan tindakan penjahitan ruptur
perineum.
Pasien juga diberikan terapi medikamentosa lainnya berupa cefadroxil tab
2x500 mg, asam mefenamat tab 3x500 mg, vitamin B kompleks tab 2x1, dan
misoprostol tab 3x1. Cefadroxil merupakan antibiotik golongan sefalosporin yang
digunakan untuk membunuh dan mencegah pertumbuhan bakteri, sehingga dapat
mengatasi infeksi setelah persalinan maupun tindakan penjahitan luka. Asam
mefenamat merupakan obat golongan anti inflamasi non steroid yang bekerja
dengan cara menghambat siklooksigenase 1 dan 2, sehingga mengakibatkan
penurunan laju sintesis prostaglandin dan dapat mengatasi nyeri pada tingkat
ringan hingga sedang. Misoprostol bekerja dengan berikatan pada sel miometrium
yang mengakibatkan kontraksi dan pengeluaran jaringan dari dalam rahim, serta
membantu terhadap perlunakan dan dilatasi serviks.
Setelah perdarahan telah teratasi, penting juga untuk mengedukasikan
pada pasien dan keluarga beberapa langkah untuk mencegah perineum tidak kaku
agar dapat mencegah kejadian ruptur perineum selanjutnya. Hal yang dapat
dilakukan berupa melakukan senam kegel untuk memperkuat otot dasar panggul
dan meningkatkan kelenturan jalan lahir, melakukan pemijatan perineum secara
rutin selama hamil dan menjelang persalinan, mengompres perineum dengan
handuk hangat menjelang persalinan untuk meningkatkan aliran darah dan
membuat otot rileks, dan menjaga kondisi kesehatan selama hamil dengan
menjalani pola makan sehat dan olahraga teratur serta mengkonsumsi vitamin
prenatal.
34
DAFTAR PUSTAKA
35
2023 Dec 22];95(7):442–9. Available from:
https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2017/0401/p442.html
9. Escobar MF, Nassar AH, Theron G, Barnea ER, Nicholson W,
Ramasauskaite D, et al. FIGO recommendations on the management of
postpartum hemorrhage 2022. International Journal of Gynecology &
Obstetrics. 2022 Mar;157(S1):3–50.
10. Wormer KC. Acute Postpartum Hemorrhage [Internet]. National Library of
Medicine. [cited 2023 Dec 26]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499988/
11. Network SMaNC. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guideline.
Primary postpartum haemorrhage. Queensland: Queensland Government;
2012.
36