I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S.K
Umur : 39 thn
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat/Tanggal lahir : Manado, 28 Februari 1976
Status perkawinan : Balum Menikah
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Suku/ bangsa : Minahasa/ Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Alamat sekarang : Ranotana Lingkungan III, Manado
Tanggal MRS :
Cara MRS : Pasien datang diantar oleh keluarga
Tanggal pemeriksaan : 28 April 2015
No. Telp : Tidak ada
A. Keluhan Utama
Memukul ibunya, mendorong sepupunya ke jurang, marah-marah dan
susah tidur
B. Riwayat Gangguan Sekarang
1
Pasien diantar keluarga dengan keluhan marah-marah, merontak dan
memukul ibunya, pasien memukul ibunya dengan gelas plastik yang keras di
kepala sehingga berdarah karena ibu pasien tidak mau menuruti kehendak
pasien, pasien juga mengejar serta mendorong sepupunya ke jurang sehingga
mengalami cedera.
Keadaan pasien yang marah – marah berawal ketika ibunya hendak akan
berencana berangkat ke Jakarta kemudian pasien melihat kalau tiket yang
dibeli ibunya hanya untuk satu orang saja, pasien langsung marah serta
merontak, pasien merasa ibunya sudah tidak menyayanginya lagi dan akan
meninggalkan pasien seorang diri, keluarga pasien sudah mencoba untuk
menjelaskan dan menenangkan pasien tapi hal itu hanya memperparah keadaan
sampai pasien mengambil gelas plastik yang berbahan keras dan
membenturkan gelas di kepala ibu pasien sehingga mengakibatkan kepala ibu
pasien berdarah, kemudian karena dimarahi sepupunnya pasien langsung
mengejar sepupunya sampai ke pinggir jurang dan tidak segan-segan
mendorong sepupunya ke jurang sehingga mengakibatkan sepupunya cedera,
keadaan pasien yang tidak bisa tenang dan merontak ini menyebabkan pasien
tidak bisa tidur pada malam hari dan jika pasien sudah tenang pasien tetap
merasa susah untuk memulai tidurnya, keadaan pasien yang susah tidur pada
malam hari membuat ibu pasien juga susah tidur karena diminta untuk
menemani pasien bercerita sampai pasien merasa mengantuk.
Menurut keterangan ibunya, pasien sudah beberapa kali dirawat serta
dipulangkan dari rumah sakit Prof. Dr. V.L. Ratumbuysang, ketika di rumah,
pasien sudah tidak marah-marah tanpa sebab lagi, bahkan melakukan pekerjaan
rumah seperti biasanya, menurut ibu pasien lingkungan serta keluarga di
sekitar pasien sudah tidak menerima pasien karena penyakit jiwa yang
dialaminya. Ibunya merasa bahwa dengan tinggalnya pasien di rumah sakit
jauh lebih baik bagi dia.
2
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Gangguan Psikiatri
Menurut rekam medis, diketahui pasien sudah pernah mengalami
keluhan seperti ini dan selalu keluar masuk dirawat di RS. Prof. Dr. V.L.
Ratumbuysang, setelah dirawat dan mendapatkan pengobatan rutin
biasanya pasien kembali normal.
Hal ini sesuai dengan data rekam medik, yang mana diketahui pasien
sudah pernah dirawat di RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang dan selalu
keluar masuk rumah sakit sejak tahun 2000 dengan diagnosis skizofrenia
paranoid.
3
B. Masa Kanak Awal (usia 0-3 tahun)
Pada stadium oral, menurut ibu pasien saat lapar atau haus pasien akan
menangis dengan kencang, dan segera mungkin ibu memberi ASI. Setelah
diberi ASI, pasien kembali tenang dan tertidur. Saat meminum ASI, salah satu
tangan pasien selalu menyentuh payudara ibunya.
Pada stadium anal, pasien mulai berbicara, berjalan, dan makan. Pasien
sudah bisa menggenggam benda-benda kecil dan sudah bisa mengucapkan
beberapa kata. Pasien diajarkan BAB di toilet oleh ibunya. Ketika pasien ingin
BAB, sudah bisa bicara ke ibunya. Pasien minum ASI sampai dengan usia 7
bulan dan tidak terdapat masalah dalam makanan pengganti. Pasien tidak
memiliki penyakit psikiatrik atau medis. Pasien diasuh dengan kasih sayang
oleh ibunya sendiri.
Pada stadium uretheral (transisional), pasien diajarkan BAK di toilet (toilet
training) oleh ibunya, dan dapat ke toilet sendiri saat ingin BAK, sebelumnya
menurut pengakuan ibunya, pasien suka mengompol di celana dan tempat
tidur.
Pada stadium kepercayaan dasar lawan ketidakpercayaan dasar, saat
ditinggalkan ibunya keluar rumah pasien menangis, dan langsung segera
ditenangkan. Menurut ibu pasien, pasien merangkak mulai usia 8 bulan dan
berjalan tanpa berpegangan tangan saat berusia 12 bulan.
Pada stadium otonomi lawan rasa malu dan ragu, pasien kadang dilarang
melakukan sesuatu hal seperti melarang pasien untuk bermain saat hujan atau
di bawah sinar matahari ketika siang bolong, dengan alasan nanti sakit atau
takut kulitnya hitam.. Pasien sudah bisa mengucapkan kata mama-papa.
4
Pada stadium latensi, pasien senang bermain bersama dengan teman-
temannya, di sekolah maupun lingkungan rumah. Pasien juga senang bermain.
Inisiatif untuk bermain baik dan ketika disuruh belajar oleh ibunya, pasien
menurut. Saat melakukan kesalahan dan dimarahi, pasien hanya diam dan
kemudian tidak melakukannya lagi.
Pada stadium industri lawan inferioritas, pasien senang dalam hal belajar,
menurut keluarganya pasien adalah salah satu siswa yang rajin di dalam kelas,
melakukan tugas kelas dengan baik dan saling bekerja sama dengan teman-
teman yang lain. Pasien masuk sekolah di SD usia 5 tahun 6 bulan. Saat SD
sampai tamat, pasien merupakan murid berprestasi dan selalu mendapatkan
ranking 1 di kelasnya. Pasien juga merupakan murid kesayangan gurunya.
5
E. Masa Dewasa
1. Riwayat Pendidikan
Pasien bersekolah dengan mendapatkan nilai yang baik mulai dari SD
sampai SMEA dan melanjutkan pendidikan sampai tingkat perguruan
tinggi tapi tidak selesai.
2. Riwayat Keagamaan
Pasien beragama kristen. Pasien rajin dan taat dalam beribadah.
3. Riwayat Pernikahan
Pasien sudah menikah tetapi dalam kehidupan keluarganya tidak
berjalan dengan baik. Pasien hidup terpisah dengan suami dan anaknya
yang tinggal di Jakarta sedangkan pasien tinggan bersama ibunya di
Manado.
4. Riwayat Pekerjaan
Pasien sempat bekerja di kantor Kejaksaan Negeri Manado selama 5
tahun setelah itu berhenti karena mengalami gangguan jiwa.
5. Riwayat Psikoseksual
Sebelum menikah pasien pernah 1 kali dekat dengan pria. Pria itu
adalah T (teman SMEA), yang menurutnya berkesan, karena cinta
pertama. Orang tuanya tidak setuju dengan gaya berpacaran pasien karena
menurut orang tuanya terlalu mesra. Pasien merasa agak kecewa dan mulai
memilih-milih cowok untuk dijadikan pacarnya.
Pada tahun 1988 pasien sempat diculik oleh sekumpulan orang yang
tidak dikenal. Orang tuanya kemudian melaporkan kejadian tersebut
dikantor polisi, dan setelah 12 jam kemudian pasien ditemukan sudah
berada di RSJ dalam keadaan yang mengenaskan. Menurut cerita pasien, ia
mengatakan sempat diperkosa dan dibawa jalan-jalan oleh pelaku yang
menculiknya.
6
6. Riwayat Sosial
Pasien mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga dan orang-
orang disekitarnya sebelum mengalami gangguan jiwa.
9. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak tunggal. Dalam keluarga ayah maupun ibu tidak ada
yang menderita gangguan mental.
7
Genogram
= Pasien
= Keluarga pasien
8
2. Perilaku dan Aktifitas Psikomotor
Selama wawancara pasien duduk tenang. Pasien dapat merespon saat
diucapkan salam, dapat menjawab pertanyaan mengenai identitas dirinya
dan pasien juga dapat menjawab pertanyaan - pertanyaan lainnya dengan
benar.
C. Karakteristik Bicara
Selama wawancara pasien menyimak pertanyaan dan menjawab dengan
jawaban yang cukup cepat dan tepat. Artikulasi jelas, volume sedang dan
intonasi tidak jelas.
D. Gangguan Persepsi
Halusinasi auditorik dan visual (-) 1 bulan terakhir sudah tidak ada
E. Pikiran
1. Proses/ Arus Pikiran : Koheren
2. Isi pikiran : Waham/ delusi (-), tidak ada inisiatif,
adanya abulia (perilaku yang sangat terbatas dan cenderung
mengurung diri)
9
F. Kesadaran dan Kognitif
1. Taraf Kesadaran dan Kesiagaan
Kompos mentis. Pasien dapat mengarahkan, mempertahankan,
mengalihkan dan memusatkan perhatiannya.
2. Orientasi
Waktu : Baik, pasien bisa membedakan siang dan malam
Tempat: Baik, pasien mengetahui bahwa dirinya berada di RS
Orang :Baik, pasien dapat mengenali orang-orang disekitarnya
3. Daya ingat
Jangka panjang : Baik
Jangka sedang : Baik
Jangka pendek : Baik
Segera : Baik
6. Pengendalian impuls
Baik, pasien dapat mengikuti wawancara dalam waktu yang cukup
lama.
10
Terganggu, pasien mengatakan ingin memukuli ibunya apabila
tidak menuruti permintaannya.
8. Derajat tilikan
Derajat 4, pasien menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namun
tidak memahami penyebab sakitnya.
B. Status Neurologis
GCS : E4M6V5
Mata : Gerakan normal searah, pupil bulat isokor, refleks cahaya +/+
Pemeriksaan Nervus Kranialis
1. Nervus Olfaktorius (N.I)
tidak dilakukan evaluasi
2. Nervus Optikus (N.II)
tidak dilakukan evaluasi
3. Nervus Okulomotoris (N.III), Nervus Troklearis (N.IV), dan Nervus
Abducens (N.VI)
11
selama wawancara berlangsung dapat diamati bahwa pasien memiliki
gerakan bola mata yang wajar (pasien mampu melirikkan bola matanya
ke kiri dan ke kanan).
4. Nervus Trigeminus (N.V)
selama wawancara berlangsung terlihat wajah pasien simetris.
5. Nervus Facialis (N.VII)
tidak dilakukan evaluasi
6. Nervus Vestibulokoklearis (N.VIII)
selama wawancara berlangsung, pasien kooperatif menjawab pertanyaan
yang diberikan. Hal ini memberi kesan bahwa pendengaran pasien normal.
7. Nervus Glossofaringeus (N.IX)
tidak dilakukan evaluasi
8. Nervus Vagus (N.X)
tidak dilakukan evaluasi
9. Nervus Aksesorius (N.XI)
Selama wawancara berlangsung terlihat bahwa pasien dapat
menggerakkan kepalanya ke kiri dan kanan, hal ini menandakan bahwa
fungsi Nervus Aksesorius pasien dalam keadaan normal
10. Nervus Hipoglosus (N.XII)
tidak dilakukan evaluasi
Sindrom Ekstrapiramidal normal
C. Pemeriksaan penunjang
Saat dilakukan wawancara tanggal 28 April 2015, Tidak dilakukan
pemeriksaan penunjang.
12
dan saudara pasien ke RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang pada tanggal 22
April 2015.
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan sering marah – marah,
merontak dan mengejar sepupunya sampai jatuh ke jurang serta memukuli
ibunya sejak ± 1 hari sebelum MRS. Pasien juga mengalami susah tidur ( + ),
kurang nafsu makan (+). Sebelumnya pasien sudah pernah beberapa kali di
rawat dengan keluhan marah – marah, bicara kacau dan kurang tidur.
Pasien ini juga mempunyai sifat pemarah yang tinggi pada ibunya apabila
tidak dituruti permintaannya. Pasien pertama kali masuk RS. Prof. Dr. V. L.
Ratumbuysang pada tanggal 21 April 2000 dengan keluhan tiba-tiba
memukul orang, banyak bicara, banyak tertawa, berhalusinasi visual dan
auditorik serta tampak manik, dan pasien sering keluar masuk rumah sakit
dengan diagnosis Skizofrenia Paranoid.
VII.DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Axis I : Gangguan skizofrenia residual
Axis II : Gangguan kepribadian mudah marah dan merontak
Axis III : Tidak ditemukan gangguan
Axis IV : Mudah marah dan merontak serta memukuli ibunya, apabila
permintaannya tidak dituruti
Axis V : GAF 80 - 71 gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas
ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah, dll
VIII. PROBLEM
A. Organobiologik
Terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter di otak sehingga
membutuhkan farmakoterapi.
B. Psikologis
Adanya hendaya berat dalam menilai realita sehingga memerlukan
psikoterapi dan farmakoterapi.
13
C. Sosial
Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan dan
penggunaan waktu senggang sehingga pasien membutuhkan psikoterapi dan
farmakoterapi.
14
c. Terapi Kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia residual biasanya memusatkan pada
rencana, masalah dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok
mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika
atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan
isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan dan meningkatkan tes realita
bagi pasien skizofrenia residual. Kelompok yang memimpin dengan
cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling
membantu bagi pasien skizofrenia residual.
d. Psikoterapi Individu
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan
didalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakan hubungan
seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia residual seringkali
kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan
kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika ada
yang mendekati. Perintah sederhana, pengamantan dari jauh yang
cermat, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial
adalah lebih disukai dari pada kehangatan persahabatan berlebihan yang
tidak tepat.
2. Intervensi Psikososial
a. Terhadap Pasien
Memberikan edukasi terhadap pasien agar memahami gangguannya
lebih lanjut, cara pengobatannya, efek samping yang kemungkinan
muncul, serta pentingnya kepatuhan dan keteraturan minum obat.
Memberikan dukungan untuk meningkatkan rasa percaya diri,
perbaikan fungsi sosial dan pencapaian kualitas hidup yang baik.
Memberikan motivasi kepada pasien agar pasien tidak merasa putus
asa dan agar semangat juangnya dalam menghadapi hidup ini tidak
kendur.
15
b. Terhadap Keluarga Pasien
Dengan psiko-edukasi yang menyampaikan informasi kepada
keluarga mengenai berbagai kemungkinan penyebab penyakit,
perjalanan penyakit, dan pengobatan sehingga keluarga dapat
memahami dan menerima kondisi pasien untuk minum obat dan
kontrol secara teratur serta mengenali gejala-gejala kekambuhan.
Meminta keluarga untuk tetap memastikan pasien tetap berada dalam
pengawasan keluarga
Memberikan edukasi kepada keluarga bahwa penyakit pasien
bukanlah berhubungan dengan hal-hal gaib, melainkan adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter otak sehingga memunculkan
gejal yang aneh.
B. Psikoedukasi
1. Terhadap Pasien
Memberikan edukasi kepada pasien agar memahami gangguannya lebih
lanjut, cara pengobatan, efek samping yang dapat muncul, serta pentingnya
kepatuhan dan keteraturan minum obat.
2. Terhadap keluarga
a. Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang terdekat pasien
tentang keadaan pasien dan menciptakan lingkungan yang kondusif agar
dapat membantu proses penyembukan pasien.
b. Meminta keluarga untuk mengawasi pasien dalam minum obat.
X. PROGNOSIS
A. Ad vitam : Bonam
B. Ad fungsionam : Dubia ad bonam
C. Ad sanationam : Dubia ad malam
16
XI. ANJURAN
Dianjurkan kepada keluarga pasien agar mengawasi pasien dengan
memberikan perhatian dan kasih sayang yang tulus, karena pasien membutuhkan
dorongan motivasi untuk dapat semubuh dan tidak terbeban dengan masalahnya.
Memberikan nasehat edukasi pada pasien agar mengerti keadaannya, rajin untuk
minum obat. Memberikan pengertian kepada keluarga akan pentingnya peran
keluarga pada perjalanan penyakit.
XII. DISKUSI
A. Diagnosis
Skizofrenia merupakan gangguan psikiatri yang menunjukan adanya
perubahan pola pikir, persepsi, pikiran, dan perilaku suatu individu. Hampir
1% penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. 1 Prevalensi
penderita skizofrenia di Sulawesi Utara sebesar 2,4%. 2 Dari data American
PsychiatricAssociation (1995) menyebut 75% penderita Skizofrenia mulai
mengidapnya pada usia 16-25 tahun dikarenakan pada usia tersebut merupakan
usia remaja dan dewasa muda yang beresiko tinggi karena tahap kehidupan ini
penuh stresor. Hasil penelitian ini menunjukkan penderita skizofrenia dengan
jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jenis kelamin
perempuan. Penderita laki-laki sebanyak 95 pendeita (66,9%) sedangkan
penderitaperempuan sebanyak47penderita (33,1%). Pria mempunyai onset
skizofrenia lebih awal dari pada wanita.2,3
Gejala skizofrenia yang paling menonjol adalah wahamdan
halusinasi.skizofrenia terbagimenjadi beberapa subtype berdasarkan variabel
kliniknya yaitu skizofrenia paranoid, skizofrenia hebrefenik, skizofrenia
katatonik,skizofrenia tak terinci, skizofrenia residual,dan skizofrenia
simpleks.1,2
Berdasarkan DSM V, kriteria diagnosis skizofrenia:
a. Gejala karakteristik : 2 atau lebih gejala di bawah ini, setiap gejala spesifik
dialami selama kurang lebih1 bulan. Di antaranya:
waham
halusinasi
17
inkohorensia
tingkah laku katatonik
gejala-gejala negative seperti emosi, dll.
b. Disfungsi sosial atau pekerjaan.
c. Tanda yang terus menerus menetap selama kira-kira 6 bulan.
d. Penyingkiran gangguan skizoaktif dan gangguan mood.
e. Penyingkiran zat atau kondisi medis umum.
f. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasive.1,4
Waham dan halusinasi yang mencolok merupakan gejala psikotik
karakteristik untuk skizofrenia. Diagnosis pasien ditegakkan dengan adanya
gangguan nyata dalam fungsi pekerjaan dan sosial dan tidak adanya gangguan
mood yang berlarut - larut dan faktor organik yang mungkin berperan dalam
gangguan. Ada beberapa tipe Skizofrenia diantaranya Skizofrenia residual.
Pasien dengan Skizofrenia tipe residual gejala negatif dari skizofrenia yang
menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang
menumpul, sikap pasif, dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas
atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk seperti dalam ekspresi
muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan
kinerja social yang buruk. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun
dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti wahan dan halusinasi
telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari
skizofrenia.4,5
Pada pasien ini memiliki sikap sering marah - marah, bicara kacau, susah
tidur, kurang nafsu makan dan merontak dan terjadi berulang. Sebelumnya
pasien sempat dirawat dengan keluhan yang sama.
B. Terapi
a. Psikofarmaka
Medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia. Antipsikotik
termasuk tiga kelas obat yang utama: antagonis reseptor dopamin, risperidone
(rispedal), dan clozapine (clozaril). Pemakaian medikasi antipsikotik pada
skizofrenia harus mengikuti lima prinsip utama: (1) klinisi harus secara
18
cermat menentukan gejala sasaran yang akan diobati; (2) suatu antiosikotik
yang telah bekerja dengan baik di masa lalu pada pasien harus digunakan lagi.
Jika tidak ada informasi tersebut, pemilihan antipsikotik biasanya didasarkan
pada sifat efek samping. Data sekarang tersedia menyatakan bahwa
risperidon, remoxipride, dan obat-obat yang mirip dengannya yang akan
diperkenalkan di tahun-tahun mendatang mungkin menawarkan suatu sifat
efek samping yang unggul dan kemungkinan kemanjuran yang unggul; (3)
lama minimal percobaan antipsikotik adalah empat sampai enam minggu
pada dosis yang adekuat. Jika percobaan tidak berhasil, suatu antipsikotik,
yang biasanya dari kelas lain, dapat dicoba; (4) pada umumnya, penggunaan
lebih dari satu medikasi antipsikotik pada satu waktu adalah jarang
diindikasikan, walaupun beberapa dokter psikiatrik menggunakan
thioridazine (tegretol) mungkin diindikasikan; (5) pasien harus dipertahankan
pada dosis efektif yang serendah mungkin yang diperlukan untuk mencapai
pengendalian gejala selama episode psikotik.8
Pada pasien ini diberikan Trihexyphendil (THP) dengan dosis 2mg 1 x 1
tab/ hari yaitu golongan obat anti parkinson. THP digunakan untuk
mengurangi kegoyahan dan gelisah yang dapat disebabkan oleh beberapa obat
penenang. Selain itu juga pasien diberikan Halopereidol dengan dosis 5mg x
1 tab/hari yang merupakangolongan antiansietas. Haloperidol merupakan
golongan anti ansietas. Haloperidol merupakan golongan potensi rendah
untuk mengatasi penderita dengan gejala dominan gaduh, gelisah,
hiperaktifdan sulit tidur. Haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan
mania pasien psikosis. Reaksi ekstrapiramidal timbul pada 80% pasien yang
diobati haloperidol. Selain itu untuk mengatasi insomnia yang berhubungan
dengan kecemasan pasien maka diberikan valdimex 5 mg 0 - 0 - 1.2
Pasien ini juga diberikan terapi lain berupa psikoterapi. Dalam hal ini
diberikan melalui edukasi terhadap pasien agar memahami gangguannya, cara
pengobatan, efek samping yang dapat muncul, dan pentingnya kepatuhan dan
keteraturan minum obat. Keluarga pasien juga diberikan terapi keluarga
dalam bentuk psikoedukasi dimana diberikan pengertian bahwa peran
19
keluarga sangat penting dalam memotivasi agar pasien tidak merasa putus asa
dan semangat juangnya dalam menghadapi hidup ini tidak kendur.
b. Psikoterapi
1. Psikoterapi
Ventilasi : memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan perasaan dan keluhannya sehingga
pasien merasa lega.
Konseling : memberikan penjelasan kepada pasien sehingga
dapat membantu pasien dalam memahami penyakit
dan cara mengatasinya
2. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang disekitar tentang
penyakit pasien sehingga dapat memberikan dukungan moral dan
menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga dapat membantu
proses penyembuhan.
C. Prognosis
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad funsionam : Dubia ad bonam
3. Ad sanationam : Dubia ad malam
Faktor pendukung
1. Pasien cukup mudah diajak berkomunikasi dan bekerjasama
2. Mempunyai keluarga yang mendukung dalam pengobatan dan terapinya
3. Adanya gejala positif yang lebih menonjol.
Faktor penghambat
1. Pasien dengan rasa cemburu yang berlebihan
2. Pasien dengan kuat percaya akan adanya ayahnya yang ikut merasakan apa
yang dia rasakan.
20
XIII.WAWANCARA PSIKIATRIK
Wawancara dilakukan pemeriksaan di depan ruangan bangsal Cakalele
RS. Prof. dr. V. L. Ratumbuysang Manado pada tanggal 28 April 2015, pukul
14.00 WITA.
Keterangan :
A : Pemeriksa
B : Pasien
21
A : Ini baru pertama kali Ibu begini atau so pernah seperti ini ?
B : So pernah dok
A : Karena apa kong Ibu masuk disini ?
B : kita ada marah - marah kong merontak - rontak
A : Ibu sadar waktu di bawah kesini?
B : Sadar dok, kita kwa dok dorang bilang suka marah - marah kong
merontak - rontak, kita ada pukul kita pe mama pake mangko alumunium yang
sadiki keras, kong kita pe mama sampe luka di kepala, setelah itu kita kejar kita pe
sepupu, sampe kita pe sepupu jatuh di jurang dan dape kaki luka.
A : Kyapa ibu marah - marah dank ?
B : Kita kwa dok mau suka ikut ke Jakarta, mar kita pe mama cuma beli tiket
satu, nyanda beli akang pakita, kita marah noh.
A : Kong ada rasa apa lagi dank Bu ?
B : kita pe mama mo se tinggal pa kita sandiri kita nimau
A : Ooo bagitu dang, Makasi neh Bu sudah berbagi cerita
B : Sama - sama dokter.
22
B : Begini dokter, kita pe anak ini kasiang suka marah-marah dan merontak
sampe kita dia ada bage deng mangko alumunium yang keras dan sampe kita pe
kepala robek dan dia pe sepupu dia kejar kong jatuh di jurang kasiang.
A : Kenapa bisa begitu oma ?
B : Oma kwa ada mau berangkat ke Jakarta, mau jenguk dia pe anak yang
ada sekolah di sana, dia mo ikut mar nembole kasiang, lantaran ada sakit
gangguan jiwa ini noh. Kita beli tiket pesawat Cuma 1 kong dia marah.
A : Begitu kang oma, kalau boleh tau ibu leh susah tidur oma ?
B : Iyo noh dok susah tidur leh dia, musti ditemani cerita sampai dia ta tidur.
A : so dari kapan ibu ester bagini dang?
B : depe carita kwa panjang, tahun 2000 dia pernah ada orang bawa lari kong
kita kurang dorang se kabar ester so di rumah sakit, dia kasiang orang da perkosa.
Mar dia sempat bae sampe ada riki sempat bakerja, mar mulai dari tahun 2013 dia
so ja bamarah-marah deng marontak ulang, dari situ noh dia kurang da bale-bale
ni rumah sakit, terakhir ini depe sudara-sudara samua so nimau trima pa dia di
rumah.
A : Makasih ibu so meluangkan waktu bacarita ne.
B : Sama - sama dok
23
DAFTAR PUSTAKA
Udayana 2013
Psikiatri Klinis Jilid II. Binarupa Aksara Publisher; Tangerang. 2010. h. 266.
24
LAMPIRAN
25