Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi imunisasi
adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara
memasukkan vaksin kedalam tubuh manusia. Sedangkan kebal adalah suatu
keadaan dimana tubuh mempunyai daya kemampuan mengadakan
pencegahan penyakit dalam rangka menghadapi serangan kuman tertentu.
Kebal atau resisten terhadap suatu penyakit belum tentu kebal terhadap
penyakit lain. (Depkes RI, 2014).
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada
antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. (Anik Maryunani, 2010).
Imunisasi adalah suatu proses untuk membuat system pertahanan
tubuh kebal terhadap invasi mikroorganisme (bakteri dan virus) yang dapat
menyebabkan infeksi sebelum mikroorganisme itu memiliki kesempatan
untuk menyerang tubuh kita. Setelah melakukan imunisasi, tubuh kita akan
terlindung dari infeksi begitu pula orang lain karena tidak tertular dari kita
(Marmi dan Kukuh Raharjo, 2012).
Data dari Unicef (2013) menyatakan ditahun 2012 presentasi
pelaksanaan imunisasi secara global mencapai 83% dan tidak mengalami
perkembangan dari tahun 2010. Asia tenggara pada tahun 2011 menjadi
benua dengan tingkat presentasi pelaksanaan imunisasi tertinggi
dibandingkan dengan benua lain yaitu mencapai 91% dan tingkat
keberhasilan pencapaian pelaksanaan imunisasi meningkat ditahun 2012
mencapai 95% (WHO, 2013). Tingkat pelaksanaan imunisasi di Indonesia
menurut data dari dirjen PPPL Kemenkes RI (2014) hanya mencapai 48,4%.
Bali menduduki perinngkat teratas dengan 62, sedangkan Maluku utara
dengan 17,7%, Jawa tengah menduduki perinhkat keempat dengan 56,6%
setelah DKI Jakarta dan Bangka Belitung.

1
2

Pencapaian Universal Child Imunization (UCI) ialah tercapainya


imunisasi dasar secara lengkap pada bayi (0-11 bulan). Kelurahan UCI
merupakan gambaran dengan ≥80% jumlah bayi yang ada dikelurahan
tersebut sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap dalam waktu 1 tahun.
Pencapaian kelurahan UCI di Provinsi Sulawesi Selatan dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan pada tahun 2011 sebesar 84,42%, tahun 2012
sebesar 83,64%, tahun 2013 sebesar 86,83%, dan tahun 2014 sebesar
91,95%.
Cakupan Imunisasi di Puskesmas Samata Tahun 2018 yang terdiri dari
BCG (92,7%), HB0 (90,2%), DPT/HB1 (96%), DPT/HB3 (92,9%), Polio 4
(93,5%), Campak (99,2%), dan Imunisasi dasar lengkap (93,2%).
Imunisasi pada masa bayi dan anak – anak merupakan sumber nyeri
dan penderitaan paling utama yang dapat menimbulkan kecemasan dan
trauma tidak hanya pada anak namun juga dapat terjadi pada keluarga
(Rezek dan EL-Dein, 2009). Kecemasan dan trauma yang ditimbulkan dari
nyeri imunisasi harus segera diminimalkan karena dapat memperbesar
potensi anak mengalami fobia terhadap jarum dan tindakan medis serta
dapat juga menimbulkan ketidak patuhan terhadap pelayanan kesehatan
dimasa mendatang (Schechter et al, 2007).
Atraumatic care merupakan cara untuk meminimalkan kecemasan dan
trauma pada anak terutama nyeri yang disebabkan oleh injeksi imunisasi
(Lory,2009 dalam Ismanto, 2015). Atraumatic Care pada anak selain untuk
meminimalkan kecemasan dan trauma juga merupakan tindakan yang
bertujuan untuk mengurangi distress psikologis pada keluarga terutama
orang tua yang mendampingi anak (Subandi, 2012). Atraumatic Care yang
diterapkan dengan benar juga dapat meminimalkan trauma berkepanjangan
yang biasanya terbawa sampai dewasa sehingga akan terjadi ketidak
patuhan terhadap pelayanan kesehatan selanjutnya (Taddio et aL, 2010).
Atraumatic Care mempunyai banyak metode yang dapat diterapkan
salah satu metode dalam atraumatic care adalah dengan ice application atau
3

bisa disebut dengan kompres es. Menurut penelitian Jose dan Umarani
(2013) kompres es terbukti dapat menurunkan persepsi nyeri pada anak usia
toodler saat dilakukan imunisasi. Intensitas nyeri yang ditimbulkan dari
tindakan pengambilan darah vena pada anak yang dirawat dirumah sakit
terbukti mengalami penurunan setelah dilakukan tindakan kompres es
(Kiran et aL, 2013). Pemberian kompres es juga terbukti dapat menurunkan
tingkat kecemasan pada anak pra-sekolah yang akan dilakukan pemasangan
infuse di rumah sakit (Sulistiani, 2009).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, penulis
tertarik untuk mengetahui apakah ada pengaruh kompres es terhadap tingkat
nyeri pada bayi usia 9 bulan.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh kompres es terhadap tingkat nyeri saat
imunisasi campak pada bayi usia 9 bulan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran tingkat nyeri pada kelompok
kontrol dan pada kelompok perlakuan kompres es.
b. Untuk mengetahui perbedaan tingkat nyeri pada kelompok
control dan pada kelompok perlakuan yang telah diberikan
perlakuan kompres es.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Diharapkan dengan penelitian ini penulis dapat menambah ilmu
tentang pengaruh atraumatic care khususnya dengan kompres es
terhadap nyeri saat imunisasi campak pada bayi usia 9 bulan. Serta
diharapkan dapat menambah pengalaman dalam penerapan atraumatic
care khususnya kompres es diluar institusi rumah sakit.
2. Bagi Institusi pendidikan
4

Diharapkan dengan penelitian ini institusi pendidikan dapat


menambah referensi ilmu dalam pengajarah atraumatic care dan dapat
memperdalam serta mengajarkan berbagai macam teknik – teknik
baru dalam atraumatic care kepada seluruh mahasiswa dan mahasiswa
kebidanan.
3. Bagi bidan/perawat
Diharapkan dengan penelitian ini bidan dan perawat dapat lebih
menerapkan atraumatic care khususnya teknik kompres es dalam
setiap perawatan yang diberikan terutama saat imunisasi campak.
4. Bagi puskesmas
Diharapkan dengan penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk
membantu puskesmas pada umumnya dan tim pelaksana imunisasi
pada khususnya untuk menentukan kebijakan – kebijakan dalam
meningkatkan pelayanan yang berhubungan dengan penerapan
atraumatic care pada bayi.
5

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Imunisasi
1. Pengertian imunisasi
Imunisasi merupakan usaha pemberian kekebalan pada bayi dan
anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat
zat anti untuk mencegah penyakit seperti penyatik TBC, Hepatitis,
Campak, Difteri, Pertusis, tetanus dan lain-lain (Hidayat, 2008).
Pemindahan atau transfer antibody tertentu secara pasif dapat juga
dikatakan sebagai imunisasi (Ranuh, 2014).
2. Tujuan Imunisasi
Tujuan utama imunisasi menurut kemenkes (2010) adalah untuk
menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang
sangat potensial menimbulkan wabah dan kematian terutama pada
balita dan anak. Tujuan lain dari imunisasi menurut Dwienda et aL
(2014) yaitu untuk mencegah terjadinya penyakita infeksi tertentu dan
untuk mengurangi resiko cacat ataupun kematian apabila dimasa
mendatang anak mengalami penyakit tertentu.
3. Jenis Imunisasi
Imunisasi mempunyai beberapa jenis. Jenis imunisasi dapat
terlihat berdasarkan proses atau mekanisme pertahanan tubuhnya dan
dapat dilihat dari waktu pemberiannya.
a. Dilihat dari proses atau mekanisme pertahanan tubuhnya
Imunisasi apabila dilihat dari proses atau mekanisme pertahanan
tubuhnya dikelompokkan menjadi 2 jenis (Hidayat, 2008):
1) Imunisasi aktif
Pemberian imunisasi aktif ini akan memacu reaksi
imunologi spesifik yang akan menghasilakan respon
seluler dan humoral serta dihasilkannya cell memory.
Apabila imunisasi aktif ini berhasil, ketika tubuh terjadi
6

infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespon.


Imunisasi aktif yang diberikan berasal dari bakteri atau
virus yang dilemahkan sehingga vaksin ini mempunyai
kemungkinan dapat menyebabkan penyakit ringan atau
biasa disebut sebagai kejadian ikutan (Ranuh, 2014).
2) Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif merupakan imunisasi dengan pemberian
zat (Immunoglobulin) yang berupa virus atau bakteri yang
virulensinya telah dihilangkan (Ranuh, 2014).
b. Dilihat dari waktu pemberiannya
Imunisasi apabila dilihat dari waktu pemberiannya juga dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (Oktarni,2015):
1) Imunisasi dasar
Imunisasi dasar merupakan imunisasi yang harus
dilakukan pada usia balita dimana imunisasi mencakup
hepatitis B, campak, polio, dan DPT yang dilakukan
secara berkala sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
2) Imunisasi Penguat/ Booster
Imunisasi penguat atau biasa disebut imunisasi Booster
merupakan imunisasi yang dilakukan dengan tujuan untuk
menambah tingkat kekebalan protektif vaksin sehingga
tingkat respon imun protektif tetap tinggi. Imunisasi
penguat biasanya dilakukan pada anak usia sekolah dan
remaja.
c. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi
Imunisasi tidak dapat mencegah semua penyakit yang timbul
pada balita dan anak, hanya penyakit yang dapat menyebabkan
kematian dan kecacatan secara permanen saja yang saat ini
dapat dicegah dengan imunisasi, antara lain (Soedjatmiko,
2009):
7

1) Hepatitis B
Penyakit Hepatitis B yang disebabkan oleh virus hepatitis
B merupakan penyakit yang menyerang sel-sel hati,
penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian vaksin
hepatitis B.
2) Polio
Penyakit polio merupakan penyakit yang menyerang pusat
syaraf otot sehingga menyebabkan kelumpuhan otot dan
kecacatan yang menetap. Polio disebabkan oleh virus
polio dan dapat dicegah dengan vaksin polio.
3) Tubercolusis (TBC)
Penyakit tubercolusis atau biasa disebut TBC merupakan
penyakit yang menyerang kelenjar getah bening, otak,
paru-paru dan tulang. TBC disebabkan oleh
Mycobacterium tuberkolusa. TBC dapat dicegah dengan
imunisasi BCG.
4) Difteri
Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Corrynaebacterium diphteriae. Bakteri ini akan
menyerang saluran nafas atas serta dapat melumpuhkan
otot jantung dan serabut syaraf. Difteri dapat dicegah
dengan imunisasi DPT dan DT.
5) Pertusis
Pertusis biasa disebut dengan batuk rejan. Pertusis
disebabkan oleh Bordetella pertusis. Bakteri ini akan
menyerang saluran nafas atas. Pertusis dapat dicegah
dengan imunisasi DPT.
6) Tetanus
8

Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh


Clostridium tetani. Penyakit tetanus dapat dicegah dengan
imunisasi DPT.
7) Campak
Campak merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
virus campak golongan Paramicovirus. Penyakit campak
dapat dicegah dengan imunisasi campak. Menurut
Permenkes no 42 tahun 2013 pemberian imunisasi campak
dilakukan dalam 2 kali pemberian yaitu pada saat bayi
usia 9 bulan sebagai imunisasi dasar kemudian diberikan
juga pada usia 2 tahun sebagai imunisasi lanjutan.
d. Kontra Indikasi Imunisasi
Pemberian imunisasi tidak dapat diberikan kepada setiap bayi,
balita dan anak-anak, ada beberapa kriteria yang tidak dapat
diberikan imunisasi, antara lain pada bayi, balita atau anak yang
sedang dalam kondisi imun yang menurun seperti pada anak
yang mengalami demam dan flu, anak dengan
imunokompromais, pengobatan kortikosteroid , infeksi HIV dan
anak dengan penyakit kronis lainnya juga tidak dianjurkan
menerima imunisasi (Oktarni, 2015).
B. Nyeri
1. Pengertian Nyeri
Nyeri menurut International Association For Study of Pain dalam
Saputra (2013) dapat dikatakan sebagai sensori subjektif dan
emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial atau menggambarkan
kondisi terjadi kerusakan.
a. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
berdasarkan durasi dan berdasarkan tempatnya (Asmadi, 2008).
9

1) Berdasarkan durasi
Nyeri apabila dilihat berdasarkan durasi dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu:

a) Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang dirasakan dalam waktu
yang singkat dan berakhir kurang dari enam bulan
dan daerah nyeri diketahui dengan jelas. Nyeri akut
juga dapat diartikan sebagai pengalaman sensori dan
emosional yang tidak menyenangkan yang dialami
oleh anak yang diakibatkan oleh kerusakan jaringan
yang aktual dan potensial.Contoh dari nyeri akut
adalah nyeri yang diakibatkan oleh injeksi
(Hockenberry & Wilson, 2007).
b) Nyeri kronis
Nyeri kronis adalah nyeri yang dirasakan lebih dari
enam bulan atau bahkan terjadi selama bertahun-
tahun.

1) Berdasarkan tempatnya
Nyeri apabila dibedakan berdasarkan tempatnya dapat
dibedakan menjadi empat yaitu:
a) Pheriperal pain
Pheriperal pain adalah nyeri yang terasa pada
permukaan tubuh misalnya pada bagian tubuh yang
dilakukan injeksi.
b) Deep pain
Deep pain adalah nyeri yang terasa pada permukaan
tubuh yang lebih dalam atau pada organ-organ
visceral.
10

c) Refered pain
Refered pain adalah nyeri dalam yang disebabkan
karena penyakit organ/ struktur dalam tubuh yang
ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang
berbeda, bukan daerah asal nyeri.
d) Central pain
Central pain adalah nyeri yang terjadi karena
perangsangan pada system saraf pusat.
2. Mekanisme Nyeri
Mekanisme nyeri menurut Andarmoyo (2013), stimulus nyeri
pertama kali akan diterima oleh nosiseptor mekanis dan stimulus nyeri
akan diubah menjadi aktivitas listrik yang akan dihantarkan oleh
serabut syaraf A delta dan serabut syaraf C melalui syaraf aferen
menuju ke Sistem Syaraf Pusat (SSP). SSP yang menerima impuls
nyeri ini adalah cornus dorsalis yang berada pada medulla spinalis.
Cornus dorsalis di anggap juga sebagai gerbang nyeri karena didalam
cornus dorsalis terdapat jaras askenden, apabila jaras askenden aktif
atau terbuka maka impuls nyeri akan diterima serta ambang nyeri akan
mengalami penurunan sehingga seseorang dapat merasakan nyeri dan
dapat menimbulkan respon nyeri.
3. Respon nyeri
Prasetyo (2010) menyatakan bahwa hanya seseorang yang
mengalami nyeri yang paling mengerti dan memahami tentang nyeri
yang dirasakan. Respon nyeri pada setiap individu dapat dipengaruhi
oleh usia, kebudayaan, makna nyeri, perhatian, ansietas, pengalaman
terdahulu, gaya koping, dukungan keluarga dan dukungan sosial
(Andarmoyo, 2013).
4. Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah
11

nyeri yang dirasakan oleh seseorang, yang dapat dideskripsikan


melalui skala-skala tertentu yang disesuaikan dengan kondisi individu
(Tamsuri, 2007). Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa skala nyeri
pada bayi dapat diukur dengan FLACC, anak-anak dapat diukur
dengan menggunakan skala Oucher, sedangkan untuk mengukur skala
nyeri pada orang dewasa dapat menggunakan skala numerik.
a. Skala FLACC (Face, Leg, Activity, Cry, Consolability)
Skala FLACC merupakan skala nyeri yang dapat digunakan
untuk mengukur nyeri pada anak usia >2 bulan sampai 7 tahun
dengan menggunakan respon tubuh sebagai bahan penilaiannya
(Renovaldi, Novayelinda & Rahmalia, 2010). Skala FLACC
merupakan skala yang menilai respon dari wajah (nilai 0= tidak
ada perubahan ekspresi wajah, 1=meringis/menarik diri/tidak
tertarik, 2= rahang terkatup/dagu gemetar), kaki (nilai 0= tidak
ada perubahan gerakan kaki, 1=kaki cemas/gelisah/tegang,
2=menendang/menarik kaki), aktivitas (nilai 0=tidak ada
perubahan aktivitas, 1= menggeliat/ tegang, 2=
melengkung/kaku/ menyentak), tangisan (nilai 0=tidak
menangis, 1=mengerang/merintih, 2=menangis dengan
berteriak/menangis dengan mengeluh) dan konsolabilitas
(0=normal, 1=mudah dialihkan dengan sentuhan/pelukan/diajak
bicara, 2=sulit untuk dihibur atau dibuat nyaman). Skala ini
akan menunjukkan nilai 0- 10 dengan kriteria 0 berarti tidak
nyeri, 1-3 berarti nyeri ringan, 4-6 nyeri berat dan 7-10 nyeri
berat sekali (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014).
b. Skala Oucher
Skala Oucher merupakan skala khusus yang digunakan
untuk mengukur skala nyeri pada anak-anak. Skala ini terdiri
dari skala dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-
anak yang lebih besar dan skala fotografik enam gambar pada
12

sisi sebelah kanan untuk anak-anak yang lebih kecil.


13

Gambar 2.1 Oucher Scale

Sumber: Beyer, Villaruel & Denyes (2009).


Keterangan :

0-29 : sedikit nyeri


30- 69 : nyeri sedang
70.99 : nyeri berat
70.100 : nyeri yang sangat berat

c. Skala Numerik (Numerical Rating Scales)


Skala numeric (Numerical Rating Scales) merupakan skala yang
digunakan untuk mengukur nyeri pada anak usia sekolah yang tidak
mengalami gangguan komunikasi, remaja dan orang dewasa. Skala ini
menggunakan skala dari 0-10 untuk menunjukkan tingkat nyeri yang
dialami.
14

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri Nyeri Sangat
Hebat
Gambar 2.2 NRS (Numerical Rating Scales)

Sumber : Andarmoyo (2013).

C. Kompres Es
1. Pengertian Kompres Es
Kompres es merupakan suatu tindakan pemeliharaan suhu tubuh yang
dilakukan menggunakan es balok dengan ukuran kecil dengan tujuan untuk
mengebalkan rasa sakit dan menghentikan perdarahan (Asmadi, 2008). Kompres
es dapat juga diartikan sebagai tindakan menempelkan atau melilitkan kumpulan
es ke atas permukaan kulit dengan batas sebuah kain agar tidak menimbulkan
rasa yang terlalu dingin.
2. Manfaat Kompres Es
Kompres es mempunyai manfaat yang bermacam- macam, antara lain
dapat menurunkan suhu tubuh, mencegah meluasnya peradangan, mengurangi
kongesti, mengurangi perdarahan setempat serta dapat mengurangi nyeri
(Asmadi, 2008).
3. Mekanisme Kerja Kompres Es
Kompres es yang dilakukan pada sumber nyeri terutama nyeri superfisisal
seperti nyeri yang diakibatkan oleh tusukan jarum dapat menurunkan produksi
prostalglandin sehingga sensitivitas reseptor nyeri berkurang dan menghambat
proses inflamasi (Muttaqin, 2008). Kompres es dapat memacu produksi endoprin
yang berguna memblokir stimulus hantaran nyeri dan dapat memberikan
perasaan nyaman serta mengalihkan fokus perhatian dari stimulus nyeri (Hall &
15

Stockert, 2007). Kompres es yang dilakukan pada area kulit juga dapat membuat
kulit menurunkan respon nyeri oleh karena adanya pelepasan endorphin,
sehingga dapat memblokir transmisi serabut syaraf sensori A-beta yang lebih
besar dan lebih cepat, juga menurunkan transmisi nyeri pada serabut C dan delta
A sehingga gerbang sinaps menutup transmisi impuls nyeri (Sulistiyani, 2009).
4. Kontra indikasi Pemberian Kompres Es
Kontra indikasi pemberian kompres es antara lain pada penderita dengan:
a. Luka terbuka
Seseorang dengan luka terbuka tidak boleh diberikan kompres es karena
dapat mengurangi aliran darah ke luka terbuka sehingga akan
meningkatkan kerusakan jaringan.
b. Menderita raynoud disease
Raynoud disease merupakan suatu keadaan yang menyerang pembuluh
darah pada ekstremitas ketika terjadi dingin dan stess. Pemberian kompres
es pada penderita raynoud disease dapat meningkatkan spasme arteri.

Keaslian Penelitian
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian

Nama Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian


Peneliti

 Desain penelitian
Jisy Jose & Effect of ice application in Kompres es terbukti
yang digunakan
Umarani reducing pain perception dapat meminimalisir
adalah quasi
(2013) of toodlers during nyeri imunisasi pada
eksperimental.
immunization anak usia toodler.
 Penelitian dilakukan di
klinik imunisasi.
 Sampel dipilih dengan
menggunakan teknik
convenience sampling
dan
16

dibagi menjadi
kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen.
 Sampel terdiri dari 60
anak berusia 15-18
bulan.
 Sampel pada kelompok
eksperimen diberikan
kompres es (es
dibungkus kain katun)
sebelum dilakukan
imunisasi, kompres
dilakukan disekitar area
penusukan selama 30
diikuti dengan istirahat
selama 60 detik dan
diulang dua kali
kemudian dilakukan
imunisasi.
 Tingkat nyeri diamati
dan diukur
menggunakan FLACC
Behavior Pain
Assessment Scale.
 Kelompok control
dilakukan imunisasi
tanpa diberikan
kompres
es.
 Sampel berjumlah 100
Navjot Kiran, Effect of ice pack Kompres es terbukti
yang diambil secara
Sukhjit Kaur applicationat the site prior murah, aman dan
random dan dibagi
dan Marwaha to venipuncture on mampu mengurangi
kedalam kelompok
(2013) intensity of pain among tingkat nyeri pada
kontrol dan kelompok
children anak usia pra sekolah
perlakuan.
17

 Kompres es dilakukan
yang dilakukan
dengan cara kantong
prosedur
es yang dilapisi kain
pengambilan darah
flannel diletakkan
vena.
±5cm di sekitar area
penusukan yang
dilakukan sekitar 3
menit.
 Alat ukur
menggunakan FLACC
Behavior Pain
Assessment Scale.
 Merupakan quasi
Gusgus Perbedaan dampak Pemberian EMLA
eksperimen
Ghraha penggunaan EMLA dan dan kompres dingin
 Rancangan penelitian
Ramdhanie kompres dingin terhadap sama-sama dapat
posttest only dengan 1
(2013) tingkat nyeri anak usia menurunkan tingkat
kelompok diberikan
sekolah saat tindakan nyeri pada
EMLA dan 1 kelompok
pungsi venadi RSU Dr. anak usia sekolah
diberikan kompres
Slamet Garut yang dilakukan
dingin.
tindakan pungsi vena.
 Pendekatan sampling
yang dipakai adalah
non-probabilitas
dengan metode
consecutive sampling
dengan jumlah sampel
50 anak usia sekolah.
 Alat ukur
menggunakan wong
baker pain rating
scale
 Kompres es diberikan 3
menit sebelum
dilakukan pungsi vena.
18

Pengaruh pemberian  Penelitian Kompres es


Endah
kompres es batu menggunakan quasi- terbukti dapat
Sulistiyani
terhadap tingkat nyeri eksperimen dengan menurunkan nyeri
(2009)
pada anak usia pra- rancangan pada
sekolah yang dilakukan nonequivalent control prosedur
prosedur pemasangan group after only design pemasangan infuse
infus di RSUP Dr. 32 anak dalam pada
Ciptom angunkusumo kelompok control dan anak pra
Jakarta 32 kelompok perlakuan sekolah

 Pengumpulan data
menggunakan 1
kuisioner dan observasi
menggunakan skala
wong baker pain faces
19

Sumber: Andarmoyo (2013), Hall & Stockert (2007), Saputra Lyndon (2013).
Imunisas
Intervensi untuk i
mengurangi nyeri: Faktor yang
Farmakologis mempengaru
Non Farmakologis hi nyeri:
1. Usia
a. Relaksasi 2. jenis
nafas dalam 3. kelamin
Distraksi kebudayaan
b. Guide imagery , makna
c. Kompres nyeri
d. hangat perhatian
4. ansietas
5. pengalaman

: Tidak diteliti
6. terdahulu
gaya koping
Nyeri
Kompres Imunisas
e
es i 7.
.

Keterangan:
Kerangka Teori
20

: Diteliti

: Berpengaruh diteliti

Kerangka Konsep

Nyeri imunisasi sebelum Pemberian Nyeri imunisasi


diberikan kompres es kompres es setelah diberikan

Hipotesis Penelitian

Ha : Ada pengaruh pemberian kompres es terhadap tingkat nyeri saat


imunisasi campak pada anak usia 9 bulan.
Ho : Tidak ada pengaruh pemberian kompres es terhadap tingkat nyeri
saat imunisasi campak pada anak usia 9 bulan.
Nyeri Rngan
21

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan
menggunakan desain quasi exsperiment post-test only with non-equivalent
control group design. Quasi exsperiment post-test only with non-equivalent
control group design merupakan metode penelitian dimana peneliti tidak dapat
sepenuhnya mengontrol semua variabel luar yang mempengaruhi jalannya
eksperimen, sampel yang digunakan pada metode ini tidak boleh diambil secara
acak, desain ini menggunakan kelompok kontrol dan hanya akan dilakukan
pengukuran hasil setelah dilakukan perlakuan (Sugiyono, 2015).

Kelompok Perlakuan Post-test


A X OX-A
B Y OY-B

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

Keterangan:

X : diberikan perlakuan kompres es

Y : tidak diberikan perlakuan kompres es

OX-A : tingkat nyeri setelah diberikan perlakuan kompres


es pada kelompok perlakuan
OY-B : tingkat nyeri pada kelompok kontrol yang
tidak diberikan perlakuan kompres es
22

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah
bayi usia 9 bulan yang menjalani vaksin campak yang berjumlah 30 bayi yang
telah di data pada bulan November.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang karakteristiknya akan diteliti
(Siswanto, 2012). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan
teknik Nonprobability sampling with total sampling. Total sampling adalah
teknik pengambilan sampel dimana semua anggota populasi digunakan sebagai
sampel (Sujarweni dan endrayanto, 2012). Penelitian ini menggunakan 30
sampel.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Rencana Penelitian di laksanakan di wilayah kerja Puskesmas Samata Kabupaten
Gowa
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret-Juni Tahun 2020

D. Alat Penelitian dan Prosedur Pengumpulan Data


1. Alat Penelitian
a. Nyeri
Alat penelitian yang digunakan untuk mengukur nyeri yaitu skala FLACC
(Face, Leg, Activity, Cry, Consolability) . Skala ini digunakan untuk
mengetahui tingkat nyeri yang terjadi setelah dilakukan perlakuan.
b. Kompres Es
Kompres es akan dilakukan segera sebelum dilakukan imunisasi. Es batu
yang berbentuk balok kecil akan di masukkan ke dalam plastik tipis dan
dilapisi dengan kain katun lalu dikompreskan pada area yang akan di
imunisasi selama 3-5 menit. bayi yang diberikan kompres es dan yang
tidak diberikan akan dicatat dalam lembar observasi.
23

2. Uji Validitas dan Reabilitas


Uji validitas adalah uji yang dilakukan pada instrument penelitian untuk
mengetahui kesamaan antara alat ukur dan objek yang diukur (Sugiyono, 2015).
Uji Reabilitas adalah uji yang dilakukan untuk membuktikan bahwa alat ukur
tersebut dapat menunjukkan hasil yang sama apabila digunakan pada obyek
yang sama dalam waktu yang berbeda (Sugiyono, 2015).
Uji validitas pada FLACC dilakukan dengan metode conten validity.
Conten validity merupakan metode yang dilakukan dengan cara menanyakan
kepada orang yang dianggap ahli dan mengetahui tentang FLACC, yaitu
dilakukan kepada dosen pembimbing utama dan dosen pembimbing pendamping
yang menyatakan bahwa FLACC cukup valid dan reliable untuk digunakan
sebagai alat ukur nyeri pada bayi usia 9 bulan.
3. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:
a. Peneliti datang ke tempat penelitian kemudian memperkenalkan diri.
b. Peneliti memberikan informasi tentang penelitian dan meminta kesediaan
responden untuk terlibat dalam penelitian.
c. Peneliti membagi bayi yang datang pada pukul 09.00 WIB menjadi
kelompok perlakuan dan bayi yang datang pada pukul 15.00 WIB menjadi
kelompok kontrol.
d. Peneliti memberikan perlakuan pada kelompok perlakuan dengan cara
memberikan kompres es pada bayi dan meminta keluarga bayi untuk
memegang kompres es secara mandiri. Prosedur pengompresan dilakukan
pada area deltoid tangan yang akan dilakukan imunisasi. Setelah 3-5 menit
peneliti meminta keluarga yang memegang kompres untuk menghentikan
proses mengompres. Kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan kompres
es dan hanya dilakukan imunisasi seperti biasa dimana bidan akan
memberikan teknik distraksi.
e. Dilakukan imunisasi pada bayi.
f. Peneliti mengukur nyeri dengan melakukan observasi selama ±3 menit
dimulai saat imunisasi berlangsung.
24

E. Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data


1. Teknik Pengolahan Data
a. Editing
Editing merupakan kegiatan memeriksa data yang didapat dari hasil
jawaban kuisioner maupun instrument (Siswanto, 2012). Editing dalam
penelitian ini dilakukan oleh peneliti dengan memeriksa hasil dari alat
yang digunakan untuk mengukur nyeri.
b. Coding
Coding merupakan kegiatan menyederhanakan data huruf menjadi data
dalam bentuk angka sehingga dapat diolah menggunakan software
pengolah data statistik (Siswanto, 2012). Kelompok kontrol diberi kode 1
dan kelompok perlakuan diberi kode 2. Variabel yang disederhanakan
dalam penelitian ini adalah tingkat nyeri.
c. Tabulating
Tabulating merupakan proses menyusun dan menghitung data hasil
pengkodean, kemudian dibuat tabel agar mudah terbaca (Siswanto, 2012).
Proses tabulating data meliputi:
1. Mempersiapkan tabel dengan kolom dan baris yang telah disusun
dengan cermat sesuai kebutuhan.
2. Menghitung banyaknya frekuensi untuk setiap kategori hasil
pengukuran
3. Menyusun distribusi dan tabel frekuensi dengan tujuan agar data
dapat tersusun dengan rapi, mudah dibaca dan dianalisis.
d. Proccesing
Processing merupakan pengolahan data yang dilakukan dengan program
atau software komputer (Siswanto, 2012). Processing dalam penelitian ini
menggunakan aplikasi software pengolah data.
e. Cleaning
Cleaning merupakan proses terakhir melihat dan mengoreksi data untuk
meminimalkan kesalahan, cleaning juga sering disebut pembersihan data
(Siswanto, 2012).
25

2. Analisa Data
a. Analisa Univariat
Analisa univariat adalah analisis yang dilakukan untuk
mendeskripsikan variabel penelitian dengan membuat tabel distribusi
frekuensi atau untuk mendeskripsikan data ditampilkan dalam proporsi
atau persentase dan tabel (Hidayat, 2008). Tujuan dari analisis univariat
adalah untuk menjelaskan karakteristik masing-masing variabel yang
diteliti (Dahlan, 2008). Analisa univariat dalam penelitian ini adalah nyeri
yang akan dimasukkan kedalam bentuk tabulasi minimum, maximum,
mean, median dan standar deviasi untuk menarik sebuah kesimpulan.
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan pada dua variabel untuk mengetahui
interaksi antar variabel tersebut, baik bersifat komparatif, asosiatif ataupun
korelatif. Terdapat uji parametrik dan non parametrik pada analisa bivariat
(Dahlan, 2008). Uji normalitas data pada penelitian ini menggunakan
Saphiro Wilk karena sampel berjumlah kurang dari 50. Hasil data yang
telah diperoleh telah diuji normalitas menggunakan teknik Saphiro Wilk
dengan hasil kelompok kontrol p> 0,05 (0,215> 0,05) dan kelompok
perlakuan p> 0,05 (0,070> 0,05 dapat disimpulkan bahwa data
berdistribusi normal, maka akan dilakukan uji independent t test.
Interpretasi uji independent t test apabila nilai p < 0,05 maka Ho
ditolak, Ha diterima artinya ada pengaruh pemberian kompres es terhadap
tingkat nyeri saat imunisasi campak pada bayi usia 9 bulan dan apabila
nilai p >0,05 maka Ho diterima, Ha ditolak artinya tidak ada pengaruh
pemberian kompres es terhadap tingkat nyeri saat imunisasi campak pada
bayi usia 9 bulan.
F. Etika Penelitian
1. Anonimity
Anonimity digunakan untuk menjaga kerahasiaan dalam penelitian ini.
Peneliti tidak akan mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data.
Penulis akan mecantumkan inisial dan member nomor pada lembar
observasi.
26

2. Confidentiality
Semua informasi data yang didapat dari sampel penelitian dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
disajikan dalam hasil penelitian.
3. Informed Consent
Informed consent ditujukan pada seluruh orang tua, didalam inform consent
dijelaskan bahwa anak akan menjadi responden penelitian, pada lembar
Informed Consent juga akan dijelaskan mengenai tujuan, manfaat dan
harapan peneliti terhadap responden.
4. Justice
Setiap responden harus diperlakukan adil dan peneliti memastikan distribusi
keuntungan dan kerugiannya terdistribusi rata. Peneliti tidak boleh
membeda-bedakan jenis kelamin ataupun dari bentuk fisik pada responden.
27

Anda mungkin juga menyukai