Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN D DENGAN

DIAGNOSA IMUNISASI DPT DI RUANG POLI ANAK


PUSKESMAS KAYON PALANGKA RAYA

Oleh :
KRISEVI HANDAYANI
( 2017.C.09a.0895 )

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN PRODI SERJANA
KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur khadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini. Di laporan ini memaparkan
beberapa hal terkait “Imunisasi PDT”.Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak telah memberikan motivasi baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan laporan ini
ke depannya.

Palangka Raya, 31 Mei 2020

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Imunisasi merupakan hal yang wajib diberikan pada bayi usia 0-9 bulan.
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit (Proverawati, 2010), atau usaha untuk
memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam
tubuh guna merangsang pembuatan anti bodi yang bertujuan untuk mencegah
penyakit tertentu. Di Indonesia, imunisasi yang telah diwajibkan oleh pemerintah
sebagaimana juga yang telah diwajibkan WHO antara lain; imunisasi BCG, DPT,
Hepatitis, Campak dan Polio (Ranuh, 2005: 8). Pelayanan imunisasi dapat diperoleh
di unit pelayanan kesehatan milik pemerintah, seperti Rumah Sakit, Puskesmas
bahkan Posyandu yang tersebar diseluruh tanah air. Imunisasi DPT merupakan salah
satu imunisasi yang wajib diberikan pada bayi. DPT singkatan dari Difteri Pertusis
Tetanus, yaitu vaksin yang terbuat dari toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan,
serta bakteri pertusis yang telah dilemahkan. Imunisasi ini bermanfaat mencegah
infeksi penyakit difteri dan pertusis atau batuk 100 hari (Lisnawati, 2011: 58).
Menurut data yang didapat dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009,
jumlah bayi di Indonesia yang menjadi sasaran imunisasi sebanyak 4.866.434 anak
dan cakupan imunisasi pada tahun tersebut sebesar 95%. (Depkes RI, 2 2009).
Sementara itu, bayi yang diimunisasi di Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan
data profil kesehatan Indonesia tahun 2010 periode Januari Desember 2010 adalah
DPT 1 sebesar 609.766 (102,46%), DPT 2 sebesar 595.019 (99,99%) dan DPT 3
sebesar 502.012 (87,76%). Adapun data yang di peroleh dari Dinas Kesehatan
Palangka Raya untuk jumlah bayi yang menjadi sasaran imunisasi tahun 2012 adalah
12.361 dengan cakupan imunisasi DPT 1 sebesar 103,46 %, DPT 2 sebesar 104,09%
dan DPT 3 sebesar 105,05%. sedangkan di wilayah kerja puskesmas Kayon jumlah
sasaran bayi tahun 2913 imunisasi sebesar 483 bayi dengan cakupan imunisasi DPT
1 sebesar 118,6%, DPT 2 sebesar 117,8% dan DPT 3 117,6%. Berdasarkan data hasil
studi pendahuluan yang dilakukan di Posyandu Kelurahan Kadipaten Kecamatan
Pahandut pada bulan Januari- Desember 2013 didapatkan angka imunisasi DPT telah
diberikan kepada 141 (68,11%) bayi dengan perincian DPT 1 sebanyak 62 (43,97%)
bayi, DPT 2 sebanyak 41 (29,07%) bayi dan DPT 3 sebanyak 38 (26,95%) bayi dari
total 207 bayi yang harus diimunisasi. Sementara sisanya sebanyak 66 (31,89%) bayi
yang terdiri dari 26 bayi laki-laki dan 40 bayi perempuan belum diimunisasi. Banyak
faktor yang mempengaruhi tidak terlaksananya kegiatan imunisasi (belum
diimunisasinya seorang bayi), antara lain keterlibatan (kinerja) petugas kesehatan dan
partisipasi masyarakat. Peran serta orang tua, - terutama ibu - sebagai pengasuh bayi
merupakan aktor/person penentu pemberian imunisasi pada seorang bayi minimal
sampai 9 bulan dan 3 merupakan faktor utama dalam menentukan keberhasilan
pelaksanaan program imunisasi di Indonesia. Hal ini dikarenakan banyaknya isu
yang melingkupi sekaligus menjadi kendala dalam pelaksanaan imunisasi bayi,
antara lain: salah satu efek samping imunisasi (adanya reaksi panas pada badan balita
sehingga bayi atau anak dianggap sakit setelah diimunisasi) sehingga orang tua
menolak membawa anaknya untuk memperoleh imunisasi.
Selain faktor isu di atas, faktor kurangnya pengetahuan masyarakat terutama
ibu bayi tentang pentingnya imunisasi itu sendiri turut berperan penting dalam
menentukan keberhasilan pelaksanaan Imunisasi. Tentu saja faktor pengetahuan
tersebut tidak dapat dipisahkan dari pendidikan kesehatan yang dimiliki oleh
masyarakat dalam hal ini ibu balita tentang imunisasi. Berdasarkan rumusan di atas,
maka peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui “Gambaran tingkat
pengetahuan Ibu tentang Imunisasi DPT pada bayi usia 0-9 bulan di Puskesmas
Kayon Kelurahan Jekan Raya ”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti
merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: “Bagaimanakah
Gambaran tingkat pengetahuan Ibu tentang Imunisasi DPT pada bayi usia 0-9 bulan
di Puskesmas Kayon? ”
BAB 2
TINJAUNA PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Definsi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi imunisasi adalah
suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke
dałam tubuh manusia. Kebal adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai daya
kemampuan untuk mengadakan pencegahan penyakit dałam rangka menghadapi
serangan kuman penyakit tertentu. Kebal atau resisten terhadap suatu penyakit,
belum tentu kebal terhadap penyakit lain. Imunisasi DPT adalah vaksin kombinasi
untuk mengatasi penyakit Difteri, Batuk renjan/Pertusis dan Tetanus. Tiga penyakit
yang cukup perlu dipertimbangkan karena akibat yang ditimbulkannya.
1. Difteria
Penyakit difteria disebabkan oleh sejenis bakteri yang disebut
Corynebacterium diphtheriae. Sifatnya sangat ganas dan mudah menular,
penularannya terjadi melalui udara yang tercemar bakteri dari ingus dan lendir
yang keluar dari tenggorokan penderita difteria atau oleh pembawa kuman
(karier). Seorang karier akan tetap berkeliaran dan bermain dengan temannya
karena ia sendiri memang tidak sakit. Anak yang tejangkit difteria akan
menderita demam tinggi, batuk dan pilek disertai sukar menelan dan sukar
bernapas. Hal ini disebabkan oleh bakteri yang membentuk selaput putih
ditenggorokan pada saluran nafas. Penderita penyakit ini sering mengeluarkan
ingus yang bercampur darah. Racun difteria juga dapat menyerang otot jantung,
ginjal, dan beberapa serabut saraf.
2. Pertusis
Pertusis atau batuk rejan, atau lebih dikenal dengan batuk 100 hari,
disebabkan oleh kuman bordetella pertusis. Penyakit ini cukup parah bila diderita
oleh anak balita. Bahkan dapat menyebabkan kematian pada bayi yang berumur
kurang dari 1 tahun. Gejalanya sangat khas, yaitu anak tiba-tiba batuk keras
secara terus menerus, sukar berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan, keluar
air mata dan kadang-kadang sampai muntah. Karena batuk sangat keras, mungkin
akan disertai dengan keluarnya sedikit darah. Batuk akan berhenti setelah ada
suara melengking pada waktu menarik nafas. Kemudian anak nampak letih dan
wajah yang lesu. Batuk semacam ini terutama terjadi pada malam hari.
Komplikasi yang sering terjadi adalah kejang, kerusakan otak, atau radang paru.
3. Tetanus
Penyebab penyakit tetanus adalah kuman clostridium tetani yang banyak
tersebar ditanah. Kuman tetanus masuk kedalam tubuh melalui beberapa cara :
a) Tali pusar yang dipotong dengan alat yang tidak steril (bebas kuman)
b) Luka tusuk yang dalam dan kotor
c) Tali pusar bayi yang tidak dirawat dengan baik dan sehat
d) Luka kecelakaan lalulintas atau jatuh tersungkur di aspal, terkena
pecahan kaca,dll.
e) Penyakit ini ditandai dengan gejala-gejala : penderita panas tinggi dan
kaku kuduk, kaku tulang belakang atau kaku rahang bawah dan dapat
menjadi kejang-kejang terutama bila kena rangsangan cahaya, sentuhan,
ataupun suara, sehingga penderita tidak buka mulut, tidak bisa makan
dan bernafas. Anak yang terserang tetanus dapat meninggal dunia.

2.1.2 Anatomi Fisiologi


1. Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari 2 os parietal, 1 os oksipital, dan 2 os frontal,
tulang-tulang ini berhubungan satu dengan lainnya melalui membran yang
disebut sutura, dan diantara sudut - sudut tulang terdapat ruang yang tertutup
membran yang disebut fontanel. Titik tertinggi tulang tengkorak disebut
verteks, yang menandakan perluasan ke arah posterior dermatom N.V1 pada
kulit kepala.
a. Sutura pada tengkorak dibagi menjadi :
1) Sutura sagitalis superior, menghubungkan kedua os parietal
kiri dan kananSutura koronal, menghubungkan os parietal
dengan os frontal
3 Sutura lamboidea, menghubungkan os parietal dengan os
oksipital.
4 Sutura metopika / frontal, menghubungkan kedua os frontal
b. Fontanel ( ubun-ubun ) dibagi menjadi :
1) Fontanel mayor/anterior ( ubun-ubun besar/bregma ),
berbentuk segi empat, merupakan pertemuan sutura sagitalis
superior, sutura frontal, dan sutura koronal. Fontanel anterior
akan tertutup sampai usia 18 bulan.
2. Fontanel minor/posterior ( ubun-ubun kecil ), berbentuk segi
tiga, merupakan pertemuan sutura sagitalis superior dan sutura
lamboidea Sekitar usia 2 tahun kedua os frontal akan bersatu,
namun pada beberapa individu akan menetap pada usia remaja.
Sutura sagitalis superior akan menetap dan membentuk suatu
sinostosis. Os parietal mungkin memperlihatkan lubang-
lubang untuk vena emiseria parietal, tepat disebelah anterior
terhadap sutura lamboidea. Vena emiseria ini menembus os
parietal dan berhubungan dengan sinus venosus di dalam dura
kranialis. Vena emiseria mengalirkan darah kulit kepala
memasuki sinus-sinus venosus selaput otak.
2. Wajah
Arkus zygomatikus terletak pada bagian terlebar wajah, merupakan
penonjolan kranium. Di bawah arkus ini terdapat penonjolan os temporal yang
disebut prosesus mastoideus. Pada saat kelahiran garis sutura ditengah membagi
dua sutura secara vertikal, memisahkan os parietal, frontal, nasal, maksila, dan
mandibula dari sisi lawannya. Setelah usia 2 tahun kedua sisi mandibula bersatu
pada simfisis menti.
a. Rongga orbita adalah ruangan berbentuk limas yang tersusun
dari os frontal, maksila, zygomatikus, sfenoid, etmoidalis dan
lakrimalis. Batas-batas adalah rongga orbita.

b. Kanalis optikus dan fisura orbitalis superior terletak pada puncak


masing-masing rongga orbita. Pada kanalis optikus tersebut
terdapat N.optikus dan A.ophtalmika, sewaktu alat-alat ini
melintas di antara rongga orbita menuju fossa kranii media.
Hampir 1/3 tepi rongga orbita disusun oleh os frontal, maksila,
dan zygomatikus. Ke arah medial tepi inferior rongga orbita
dilanjutkan sebagai krista lakrimalis anterior maksila. Ke arah
medial tepi superior dilanjutkan pada os frontal yang bergabung
dengan krista lakrimalis posterior os lakrimale. Rigi-rigi
lakrimale ini membatasi fossa bagian tulang yang berisi sakus
lakrimalis. Ukuran sinus maksilaris dan sinus etmoidalis pada
bayi baru lahir masih kecil, sedangkan sinus frontalis dan sinus
sfenoid belum berkembang. Maksila membentuk dasar rongga
orbita dan gusi. Sinus maksilaris merupakan perluasan ke di
dinding medial os maksila. Dengan terjadinya erupsi gigi susu
maka ruangan sinus ini akan bertambah besar, tetapi
pertumbuhan maksila sangat lambat karena pertumbuhan gigi
permanen baru terjadi pada usia 6 tahun. Pertambahan ukuran
sinus dan tulang alveolar terjadi secara simultan bersama tulang
mandibula.

c. Mandibula terdiri dari dua bagian pada waktu lahir, dipisahkan


oleh jaringan fibrosa ( sutura inter mandibularis ) yang akan
mengalami osifikasi pada tahun pertama menjadi simfisis menti.
Os mandibula mempunyai prosesus alveolaris yang mengelilingi
akar gigi bawah. Pemanjangan mandibula terjadi bersamaan
dengan pertumbuhan gigi. Pemanjangan ramus mandibula
dibutuhkasn untuk menampung gigi yang sedang mengalami
erupsi dan mempertahankannya dalam posisi oklusi sesuai
dengan bertambahnya jumlah gigi pada maksila sehingga ruang
untuk erupsi gigi cukup besar. Pertumbuhan panjang mandibula
ini terjadi pada epifisis leher mandibula ( yang terbentuk dari
kartilago sekuler ). Pada saat lahir mandibula berbentuk tumpul.
Prosessus koronoideus terletak lebih tinggi dari pada kondilus.
Posisi normal mandibula baru tercapai pada usia 2 tahun, dan
setelah erupsi gigi permanen posisi kondilus lebih tinggi dari
pada prosesus koroideus

d. Lidah bayi baru lahir ukurannya lebih besar dan ujungnya lebih
tumpul. Palatum durum terletak setinggi orifisium tuba
eustachius. Dalam perkembangannya palatum akan turun
sedangkan muara tuba akan tetap pada tempatnya di nasofaring.

e. Jaringan limfatik pada langit-langit dan nasofaring ( adenoid )


mengalami hipertrofi dan berangsur-angsur mengecil dan
menghilang pada usia 14 tahun.

3. Telinga

Telinga terbagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga luar, tengah dan dalam.
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan meatus akustikus eksternus. Meatus
akustikus eksternal pada bayi baru lahir seluruhnya terdiri dari kartilago. Telinga
tengah adalah modifikasi sinus udara di dalam bagian petrosa os temporal.
Telinga tengah berhubungan dengan sel-sel udara mastoid melalui aditus dan
juga dengan nasofaring melalui tuba eustachius ( tuba auditiva ). Tuba ini pada
anak lebih pendek, lebih lebar, kedudukannya lebih mendatar, dan kurang
mengandung rambut getar dari pada tuba orang dewasa, sehingga lebih
memudahkan terjadinya radang telinga tengah.
Kavum timpani adalah rongga yang mempunyai arah vertikal dengan batas-
batas :
zMembran timpani hampir sama ukuran dengan orang dewasa tetapi lebih
menghadap kebawah dan terletak lebih dalam. Membran timpani terikat pada
tulang timpanika yang telah ada pada saat lahir sebagai cincin timpanika
berbentuk huruf C, terletak pada permukaan bawah os petrosa dan skuamosa
yang merupakan bagian dari tulang temporal. Pada bayi baru lahir membran
timpani lebih tebal dan suram serta letaknya lebih miring.
Tiga tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, stapes, terletak diantara membran
timpani dan jendela oval. Telinga dalam terdapat didalam os petrosa dan
mempunyai 2 bagian yaitu labirin bagian tulang dan labirin bagian membranosa.
Labirin bagian tulang mempunyai 3 bagian yakni koklea, vestibulum, dan kanalis
semisirkularis. Ketiga bagian tersebut telah mencapai ukuran dewasa saat lahir.
Labirin bagian membranosa mempunyai 3 komponen : duktus koklearis, sakulus
dan utrikulus, dan ketiga duktus kanalis semisirkularis.
4. Leher
Leher anak lebih pendek daripada leher orang dewasa. Hal ini disebabkan
oleh lebih besarnya rongga toraks pada anak akibat posisi iga yang lebih
horisontal.
Bagian luar leher terbagi menjadi daerah segitiga posterior dan anterior.
Batas segitiga posterior leher adalah :
a. Dasar : 1/3 bagian tengah klavikula
b. Anterior : m.sternokleidomastoideus
c. Posterior: m.trapezius
d. Puncak segitiga terproyeksi ke superior dibelakang telinga sampai
setinggi linea nuke superior os oksipital dimana
m.sternokleidomastoideus dan m.trapezius berte
e. Segitiga anterior leher dibatasi oleh :
f. Anterior : garis tengah leher mulai dari os hioid sampai manubrium
sterni
g. Posterior : m.sternocleidomastoideus
h. Atap : tepi bawah os mandibula.
Beberapa kelenjar getah bening dijumpai pada tepi posterior
m.sternokleidomastoideus.
5. Thoraks
Dinding toraks tersusun dari sternum, klavikula, iga, dan vertebra torakal.
Pada bayi, bentuk dada hampir bulat. Pada usia di bawah 2 tahun, lingkar dada
lebih kecil daripada lingkar kepala. Dada membesar dalam diameter transversal.
Pada bayi prematur, iga-iga masih tipis dan sela iga akan tertarik ke dalam pada
saat inspirasi. Dalam keadaan normal, dapat teraba celah Harrison yang
merupakan tempat perlekatan diafragma pada iga. Tulang iga terletak lebih
horisontal, sehingga batas rongga dada lebih tinggi daripada orang dewasa.
Dengan lebih tingginya batas atas rongga dada, maka posisi diafargma juga akan
menjadi lebih tinggi, dan hal ini akan mengakibatkan pertambahan volume
abdomen. Seiring dengan pertambahan usia, akan terjadi perubahan posisi iga
menjadi lebih miring, sehingga batas atas rongga dada akan turun. Rongga dada
berisi struktur-struktur penting, yaitu timus, paru-paru, jantung, dan pembuluh
darah besar. Timus terletak di belakang manubrium sterni, dan di depan
pembuluh besar diatas jantung. Timus adalah kelenjar berlobus dua yang
memanjang, dimana bagian terbesar aktifitas fungsionalnya adalah semasa
kehidupan janin. Sesudah pubertas, perlahan-lahan timus mengkerut sampai
hanya terdiri dari dua massa lemak memanjang yang ke arah bawah mencapai
perikardium dan dengan sedikit sisa jaringan timus.

2.1.3 Etiologi
1. TBC (Tuberculosis).
Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena
terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman inii dapat
menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi),
kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput otak (yang terberat).
Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai
usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2
bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila pemberian imunisasi ini
“berhasil,” maka setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul
benjolan kecil. Karena luka suntikan meninggalkan bekas, maka pada bayi
perempuan, suntikan sebaiknya dilakukan di paha kanan atas. Biasanya setelah
suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita demam.
2. Difteri.
Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium Diphteriae. Mudah menular dan menyerang terutama saluran
napas bagian atas dengan gejala Demam tinggi, pembengkakan pada amandel
(tonsil ) dan terlihat selaput putih kotor yang makin lama makin membesar dan
dapat menutup jalan napas. Racun difteri dapat merusak otot jantung yang dapat
berakibat gagal jantung. Penularan umumnya melalui udara (betuk/bersin) selain
itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontamiasi.Pencegahan paling
efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan pertusis sebanyak
tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikan satu–dua
bulan. Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit difteri, pertusis dan tetanus dalam waktu bersamaan. Efek samping yang
mungkin akan timbul adalah demam, nyeri dan bengkak pada permukaan kulit,
cara mengatasinya cukup diberikan obat penurun panas
3. Pertusis
Penyakit Pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan “ Batuk Seratus Hari “
adalah penyakit infeksi saluran yang disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertusis.
Gejalanya khas yaitu batuk yang terus menerus sukar berhenti, muka menjadi
merah atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Batuk diakhiri
dengan tarikan napas panjang dan dalam berbunyi melengking.Penularan
umumnya terjadi melalui udara (batuk/bersin). Pencegahan paling efektif adalah
dengan melakukan imunisasi bersamaan dengan Tetanus dan Difteri sebanyak
tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang pentuntikan.
4. Tetanus
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yan berbahaya karena
mempengaruhi sistim urat syaraf dan otot. Gejala tetanus umumnya diawali
dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus atau kejang mulut)
bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher,
bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan
atas dan paha. Neonatal tetanus umumnya terjadi pada bayi yang baru lahir.
Neonatal tetanus menyerang bayi yang baru lahir karena dilahirkan di tempat
yang tidak bersih dan steril, terutama jika tali pusar terinfeksi. Neonatal tetanus
dapat menyebabkan kematian pada bayi dan banyak terjadi di negara
berkembang. Sedangkan di negara-negara maju, dimana kebersihan dan teknik
melahirkan yang sudah maju tingkat kematian akibat infeksi tetanus dapat
ditekan. Selain itu antibodi dari ibu kepada jabang bayinya yang berada di dalam
kandungan juga dapat mencegah infeksi tersebut. Infeksi tetanus disebabkan oleh
bakteri yang disebut dengan Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang
disebut dengan tetanospasmin.
Tetanospasmin menempel pada urat syaraf di sekitar area luka dan dibawa ke
sistem syaraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan pada
aktivitas normal urat syaraf. Terutama pada syaraf yang mengirim pesan ke otot.
Infeksi tetanus terjadi karena luka. Baik karena terpotong, terbakar, aborsi ,
narkoba (misalnya memakai silet untuk memasukkan obat ke dalam kulit)
maupun frosbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat
hidup di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka sekecil apapun dapat menjadi
tempat berkembang biaknya bakteria tetanus. Periode inkubasi tetanus terjadi
dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul di hari ketujuh. Dalam
neonatal tetanus gejala mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang bayi.
Walaupun tetanus merupakan penyakit berbahaya, jika cepat didiagnosa dan
mendapat perawatan yang benar maka penderita dapat disembuhkan.
Penyembuhan umumnya terjadi selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah
dengan pemberian imunisasi sebagai bagian dari imunisasi DPT. Setelah lewat
masa kanak-kanak imunisasi dapat terus dilanjutkan walaupun telah dewasa.
Dianjurkan setiap interval 5 tahun : 25, 30, 35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya
diimunisasi juga dan melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya
5. Polio
Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak
lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5 hari.
Terdapat 2 jenis vaksin yang beredar, dan di Indonesia yang umum diberikan
adalah vaksin Sabin (kuman yang dilemahkan). Cara pemberiannya melalui
mulut. Di beberapa negara dikenal pula Tetravaccine, yaitu kombinasi DPT dan
polio. Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari
dan selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu. Pemberian vaksin polio dapat
dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi
ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT Pemberian imunisasi
polio akan menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit Poliomielitis.
Imunisasi polio diberikan sebanyak empat kali dengan selang waktu tidak kurang
dari satu bulan imunisasi ulangan dapat diberikan sebelum anak masuk sekolah (5
– 6 tahun) dan saat meninggalkan sekolah dasar (12 tahun).Cara memberikan
imunisasi polio adalah dengan meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes
langsung kedalam mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang dicampur
dengan gula manis. Imunisasi ini jangan diberikan pada anak yang lagi diare
berat. Efek samping yang mungkin terjadi sangat minimal dapat berupa kejang-
kejang
6. Influenza
Influenza adalah penyakit infeksi yang mudah menular dan disebabkan oleh
virus influenza, yang menyerang saluran pernapasan. Penularan virus terjadi
melalui udara pada saat berbicara, batuk dan bersin, Influenza sangat menular
selama 1 – 2 hari sebelum gejalanya muncul, itulah sebabnya penyebaran virus
ini sulit dihentikan.Berlawanan dengan pendapat umum, influenza bukan batuk –
pilek biasa yang tidak berbahaya. Gejala Utama infleunza adalah: Demam, sakit
kepala, sakit otot diseluruh badan, pilek, sakit tenggorok, batuk dan badan lemah.
Pada Umumnya penderita infleunza tidak dapat bekerja/bersekolah selama
beberapa hari.Dinegara-negara tropis seperti Indonesia, influenza terjadi
sepanjang tahun. Setiap tahun influenza menyebabkan ribuan orang meninggal
diseluruh dunia. Biaya pengobatan, biaya penanganan komplikasi, dan kerugian
akibat hilangnya hari kerja (absen dari sekolah dan tempat kerja) sangat
tinggi.Berbeda dengan batuk pilek biasa influenza dapat mengakibatkan
komplikasi yang berat. Virus influenza menyebabkan kerusakan sel-sel selaput
lendir saluran pernapasan sehingga penderita sangat mudah terserang kuman lain,
seperti pneumokokus, yang menyebabkan radang paru (Pneumonia) yang
berbahaya. Selain itu, apabila penderita sudah mempunyai penyakit kronis lain
sebelumnya (Penyakit Jantung, Paru-paru, ginjal, diabetes dll), penyakit-penyakit
itu dapat menjadi lebih berat akibat influenza.
Vaksin influenza diberikan dengan dosis tergantung usia anak. Pada usia 6-35
bulan cukup 0,25 mL. Anak usia >3 tahun, diberikan 0,5 mL. Pada anak berusia 8
tahun, maka dosis pertama cukup 1 dosisi saja.
1. Demam Tifoid
Penyakit Demam Tifoid adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
Salmonella Typhi yang masuk melalui saluran pencernaan dan
menyebar keseluruh tubuh (sistemik), Bakteri ini akan berkembang
biak di kelenjar getah bening usus dan kemudian masuk kedalam
darah sehingga meyebabkan penyebaran kuman dalam darah dan
selanjutnya terjadilah peyebaran kuman kedalam limpa, kantung
empedu, hati, paru-paru, selaput otak dan sebagainya.
Gejala-gejalanya adalah: Demam, dapat berlangsung terus
menerus. Minggu Pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningat
setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada
sore/malam hari. Minggu Kedua, Penderita terus dalam keadaan
demam. Minggu ketiga, suhu tubuh berangsung-angsur turun dan
normal kembali diakhir minggu. gangguan pada saluran pencernaan,
nafas tak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput
lendir kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Bisa juga perut kembung,
hati dan limpa membesar serta timbul rasa nyeri bila diraba. Biasanya
sulit buang air besar, tetapi mungkin pula normal dan bahkan dapat
terjadi diare. gangguan kesadaran, Umumnya kesadaran penderita
menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu menjadi apatis sampai
somnolen. Bakteri ini disebarkan melalui tinja. Muntahan, dan urin
orang yang terinfeksi demam tofoid, yang kemudian secara pasif
terbawa oleh lalat melalui perantara kaki-kakinya dari kakus kedapur,
dan mengkontaminasi makanan dan minuman, sayuran ataupun buah-
buahan segar. Mengkonsumsi makanan / minuman yang tercemar
demikian dapat menyebabkan manusia terkena infeksi demam tifoid.
Salah satu cara pencegahannya adalah dengan memberikan vaksinasi
yang dapat melindungi seseorang selama 3 tahun dari penyakit
Demam Tifoid yang disebabkan oleh Salmonella Typhi. Pemberian
vaksinasi ini hampir tidak menimbulkan efek samping dan kadang-
kadang mengakibatkan sedikit rasa sakit pada bekas suntikan yang
akan segera hilang kemudian.

2. Hepatitis
Penyakit hepatitis disebabkan oleh virus hepatitis tipe B yang
menyerang kelompok resiko secara vertikal yaitu bayi dan ibu
pengidap, sedangkan secara horizontal tenaga medis dan para medis,
pecandu narkoba, pasien yang menjalani hemodialisa, petugas
laboratorium, pemakai jasa atau petugas akupunktur.

3. Meningitis
Penyakit radang selaput otak (meningitis) yang disebabkan
bakteri Haemophyllus influenzae tipe B atau yang disebut bakteri Hib
B merupakan penyebab tersering menimbulkan meningitis pada anak
berusia kurang dari lima tahun. Penyakit ini berisiko tinggi,
menimbulkan kematian pada bayi. Bila sembuh pun, tidak sedikit
yang menyebabkan cacat pada anak. Meningitis bukanlah jenis
penyakit baru di dunia kesehatan. Meningitis adalah infeksi pada
lapisan otak dan urat saraf tulang belakang. Penyebab meningitis
sendiri bermacam-macam, sebut saja virus dan bakteri. Meningitis
terjadi apabila bakteri yang menyerang menjadi ganas ditambah pula
dengan kondisi daya tahan tubuh anak yang tidak baik, kemudian ia
masuk ke aliran darah, berlanjut ke selaput otak. Nila sudah
menyerang selaput otak (meningen) dan terjadi infeksi maka
disebutlah sebagai meningitis.
4. Pneumokokus
Penyakit yang disebabkan oleh kuman pneumokokus sering juga
disebut sebagai penyakit pneumokokus. Penyakit ini dapat
menyerang siapa saja dengan angka tertinggi menyerang anak usia
kurang dari 5 tahun dan usia di atas 50 tahun. Terdapat kelompok lain
yang memiliki resiko tinggi terserang pneumokokus (meskipun dari
segi usia bukan risiko tinggi), yaitu anak dengan penyakit jantung
bawaan, HIV, thalassemia, dan anak dengan keganasan yang sedang
mendapatkan kemoterapi serta kondisi medis lain yang
menyebabkan kekebalan tubuh berkurang.

5. MMR ((Mumps Measles Rubella)


a. Mumps (parotitis atau gondongan) Penyakit mumps
(parotitis) disebabkan virus mumps yang menyerang kelenjar
air liur di mulut, dan banyak diderita anak-anak dan orang
muda. Semakin tinggi usia penderita mumps, gejala yang
dirasakan semakin hebat. Kebanyakan orang menderita
penyakit mumps hanya sekali seumur hidup. Pencegahan
mumps paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan
dengan campak dan rubella (vaksinasi MMR) sebanyak 2 kali
dengan selang penyuntikan 1-2 bulan. Setelah lewat masa
kanak-kanak, imunisasi mumps terus dilanjutkan walaupun
telah dewasa, bersamaan dengan campak dan rubella
(vaksinasi MMR). Pemberian imunisasi MMR akan
memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit mumps,
campak dan rubella.
b. Measles (campak) Penyakit measles (campak) disebabkan
virus campak. Gejala campak yaitu demam, menggigil, serta
hidung dan mata berair. Timbul ruam-ruam pada kulit berupa
bercak dan bintil merah pada kulit muka, leher, dan selaput
lendir mulut. Saat penyakit campak memuncak, suhu tubuh
bisa mencapai 40oC. Pencegahan campak paling efektif
adalah dengan imunisasi campak. Imunisasi campak
diberikan saat bayi berumur 9 bulan. Campak juga dapat
dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai bagian
vaksinasi MMR. Setelah lewat masa kanak-kanak, imunisasi
campak terus dilanjutkan walaupun telah dewasa, bersamaan
dengan mumps dan rubella (vaksinasi MMR). Imunisasi
MMR diberikan sebanyak 2 kali dengan selang penyuntikan
1-2 bulan.
c. Rubella (campak Jerman) Penyakit rubella disebabkan
virus rubella. Rubella mengakibatkan ruam pada kulit
menyerupai campak, radang selaput lendir, dan radang
selaput tekak. Ruam rubella biasanya hilang dalam waktu 2-3
hari. Gejala rubella berupa sakit kepala, kaku pada
persendian, dan rasa lemas. Biasanya rubella diderita setelah
penderita berusia belasan tahun atau dewasa. Bila bayi baru
lahir atau anak balita terinfeksi rubella, bisa mengakibatkan
kebutaan. Bila wanita hamil terinfeksi rubella, dapat
mempengaruhi pertumbuhan janin. Bayi umumnya lahir
dengan cacat fisik (buta tuli) dan keterbelakangan mental.
Pencegahan rubella paling efektif adalah dengan imunisasi
bersamaan dengan campak dan mumps (vaksinasi MMR)
sebanyak 2 kali dengan selang penyuntikan 1-2 bulan.
Setelah lewat masa kanak-kanak, imunisasi rubella terus
dilanjutkan walaupun telah dewasa, bersamaan dengan
campak dan mumps (vaksinasi MMR).
6. Rotavirus
Infeksi diare pada anak paling sering disebabkan karena
infeksi rotavirus. Infeksi diare karena rotavirus ini sering diistilahkan
muntaber atau muntah berak. Gejala infeksi rotavirus berupa demam
ringan, diawali muntah sering, diare hebat, dan atau nyeri perut.
Muntah dan diare merupakan gejala utama infeksi rotavirus dan dapat
berlangsung selama 3 – 7 hari. Infeksi rotavirus dapat disertai gejala
lain yaitu anak kehilangan nafsu makan, dan tanda-tanda dehidrasi.
Infeksi rotavirus dapat menyebabkan dehidrasi ringan dan berat,
bahkan kematian. Infeksi ini seringkali tidak berhubungan dengan
makanan kotor atau makanan basi atau air kotor. Tetapi penularannya
lebih sering lewat fecal oral atau kotoran masuk melalui mulut.
Biasanya virus yang tersebar lewat muntahan tersebar di sekitar
mainan, pintu, lantai atau di sekitar anak-anak. Saat tangan anak
tersentuh virus melalui muntahan atau bekas feses yang tidak dicuci
bersih dapat masuk ke tubuh saat anak makan atau tangan masuk ke
mulut. Angka kejadian kematian diare masih tinggi di Indonesia dan
untuk mencegah di are karena rotavirus, digunakan vaksin rotavirus.
Vaksin rotavirus yang beredar di Indonesia saat ini ada 2 macam.
Pertama Rotateq diberikan sebanyak 3 dosis: pemberian pertama
pada usia 6-14 minggu dan pemberian ke-2 setelah 4-8 minggu
kemudian, dan dosisi ke-3 maksimal pada usia 8 bulan. Kedua,
Rotarix diberikan 2 dosis: dosis pertama diberikan pada usia 10
minggu dan dosis kedua pada usia 14 minggu (maksimal pada usia 6
bulan). Apabila bayi belum diimunisasi pada usia lebih dari 6-8
bulan, maka tidak perlu diberikan karena belum ada studi
keamanannya
7. Varisela
Cacar air merupakan penyakit menular yang menimbulkan bekas
bopeng di beberapa bagian tubuh. Penyakit yang disebabkan oleh
virus varicella ini bisa dicegah dengan pemberian vaksin varicella.
8. Hepatitis A
Hepatitis A merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
hepatitis tipe A dan menyerang sel-sel hati manusia. Setiap tahunnya
di Asia Tenggara, kasus hepatitis A menyerang sekitar 400.000 orang
per tahunnya dengan angka kematian hingga 800 jiwa. Sebagian
besar penderita hepatitis A adalah anak-anak.

2.1.4 Klasifikasi
Imunisasi sebagai salah satu cara untuk menjadikan kebal pada bayi dan anak
dari berbagai penyakit, diharapkan bayi atau anak tetap tumbuh dalam keadaan sehat.
Pada dasarnya dalam tubuh sudah memiliki pertahanan secara sendiri agar berbagai
kuman yang masuk dapat dicegah, pertahan tubuh tersebut meliputi pertahanan
nonspesifik dan pertahanan spesifik, proses mekanisme pertahanan dalam tubuh
pertama kali adalah pertahanan nonspesifik seperti complemen dan makrofag dimana
complemen dan makrofag ini yang pertama kali a3kan memberikan peran ketika ada
kuman yang masuk ke dalam tubuh. Setelah itu maka kuman harus melawan
pertahanan tubuh yang kedua yaitu pertahanan tubuh spesifik terdiri dari system
humoral dan seluler. System pertahanan tersebut hanya bereaksi terhadap kuman
yang mirip dengan bentuknya. System pertahanan humoral akan menghasilkan zat
yang disebut imonuglobulin (IgA, IgM, IgG, IgE, IgD) dan system pertahanan seluler
terdiri dari limfosit B dan limfosit T, dalam pertahanan spesifik selanjutnya akan
menghasilkan satu sel yang disebut sel memori, sel ini akan berguna atau sangat
cepat dalam bereaksi apabila sudah pernah masuk ke dalam tubuh, kondisi ini yang
digunakan dalam prinsip imunisasi. Berdasarkan proses tersebut diatas maka
imunisasi dibagi menjadi dua yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif.
1. Imunisasi aktif
Merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu
proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imonologi spesifik yang
menghasilkan respons seluler dan humoral serta sel memori, sehingga apabila
benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespons. Dalam
imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya antara
lain :
a) Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau
mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan dapat berupa poli
sakarida, toksoid atau virus dilemahkan atau bakteri dimatikan.
b) Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan.
c) Preservatif, stabilizer, dan antibiotika yang berguna untuk menhindari
tubuhnya mikroba dan sekaligus untuk stabilisasi antigen.
d) Adjuvant yang terdiri dari garam aluminium yang berfungsi untuk
meningkatkan imonogenitas antigen.
2. Imunisasi pasif
Merupakan pemberian zat (immunoglobulin) yaitu suatu zat yang dihasilkan
melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau
binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk di
dalam tubuh yang terinfeksi. Dalam pemberian imunisasi pada anak dapat
dilakukan dengan beberapa imunisasi yang dianjurkan diantaranya:
a) Imunisasi DPT (Diphteri, Pertusis, dan Tetanus) Merupakan imunisasi
yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit diphteri. Imunisasi DPT
ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman diphteri yang telah
dihilangkan sifat racunnya akan tetapi masih dapat merangsang pembentukan
zat anti (Toxoid). Frekuensi pemberian imunisasi DPT adalah 3 kali dengan
maksud pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat sedikit (tahap
pengenalan) terhadap vaksin dan mengaktifkan organ – organ tubuh membuat
zat anti, kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup. Waktu pemberian
imunisasi DPT antara umur 2 – 11 bulan dengan interval 4 minggu. Cara
pemberian imunisasi DPT melalui intramuscular. Efek samping pada DPT
mempunyai efek ringan dan efek berat, efek ringan seperti pembengkakan
dan nyeri pada tempat penyuntikan, demam sedangkan efek berat dapat
menangis hebat kesakitan kurang lebih 4 jam, kesadaran menurun, terjadi
kejang, enchefalopati, dan syok.
b) Imunisasi Polio Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada
anak. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi
pemberian imunisasi Polio adalah 4 kali. Waktu pemberian imunisasi Polio
antara umur 0 – 11 bulan dengan interval 4 minggu. Cara pemberian
imunisasi Polio melalui oral.
c) Imunisasi Hepatitis B Merupakan imunisasi yang digunakan untuk
mencegah terjadinya hepatitis yang kandungannya adalah HbsAg dalam
bentuk cair. Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis 3 kali. Waktu pemberian
imunisasi hepatitis B pada umur 0 – 11 bulan. Cara pemberian imunisasi
hepatitis ini adalah intramuscular.
d) Imunisasi HiB (Haemophilus influenza tipe B) Merupakan imunisasi yang
digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit influenza tipe B. Vaksin ini
adalah bentuk polisakarida murbi (PRP: Purified Capsular Polysacharide)
kuman H. Influenza tipe B antigen dalam vaksin tersebut dapat dikonjugasi
dengan protein – protein lain seperti Toxoid tetanus (PRP – T), Toxoid
diphteri (PRP – D atau PRP – CR 50), atau dengan kuman monongokokus.
Pada pemberian imunisasi awal dengan PRP – T dilakukan dengan 3 suntikan
dengan interval 2 bulan kemudian vaksin PRP – OMPC dilakukan dengan 2
suntikan dengan interval 2 bulan, kemudian boosternya dapat diberkan pada
usia 18 bulan.
2.1.5 Patofisiologi

2.1.6 Manifestasi Klinis


Setelah mendapatkan imunisasi DPT, reaksi yang umumnya terjadi adalah
1. tangan atau kaki pegal-pegal, kelelahan,
2. kurang nafsu makan, muntah,
3. rewel dan demam.
Namun reaksi-reaksi tersebut cuma bersifat sementara hingga tak perlu
dikhawatirkan. Demam pada tubuh setiap anak tidak sama karena daya tahan masing-
masing tubuhnya berbeda. Demam pada anak setelah imunisai terjadi 1-2 hari. Jika
demam cukup berikan obat penurun demam yang takarannya sesuai dengan usia dan
BB anak. Obat penurun demam bekerjanya hanya 4 - 6 jam. Namun bila panas si
kecil di atas 38oC atau panas 2 hari lebih, maka segera bawa ke dokter.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Berikut ini adalah cara pemberiaan dan waktu yang tepat untuk pemberian
imunisasi. Cara Pemberiaan Imunisasi Dasar. (Petunjuk Pelaksanaan Program
Imunisasi di Indonesia, DepKes 2000, hlm. 40)

Dosis Selang Umur Cara Pemberian


Pemberian
Vaksin Waktu Pemberiaa
Imunisasi
Pemberiaan n
0,05 cc Intrakutan tepat di
BCG 1 kali 0-11 bulan insersio muskulus
deltoideus kanan.
DPT 3 kali 0,5 cc 4 minggu 2-11 bulan Intramuskular.
2tetes Di teteskan ke
Polio 4 kali 4 minggu 0-11 bulan
mulut.
0,5 cc Subkutan,
Campak 1 kali 4 minggu 9-11 bulan biasanya di lengan
kiri atas.
Hepatitis 0,5 cc Intrmuskular pada
3 kali 4 minggu 0-11 bulan
B paha bagian luar.
TT 3 kali 0,5 cc Intramuskulus
Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas
kesadaran social, emosional, intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan
landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar
kepribadian juga di bentuk pada masa dini sehingga setiap kelainan/penyimpanan
sekeci lapapun, apabila tidak ditangani dengan baik akan mengurangi kualitas
perkembangan.

1. Untuk pertumbuhan anak dengan pengukuran BB dan TB


menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS).
2. Untuk mengetahui ada atau tidak adanya hambatan, gangguan atau
masalah dalam perkembangan anak menggunakan KPSP (Kuesioner
Pra Skrining Perkembangan )
3. Untuk perkembangan anak dengan menggunakan DDST (Denver
Development Screening Test).
Franken bung (1901) melalui DDST (Denver Development Sreening Test),
mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai
perkembangan anak balita meliputi:

1. Personal Sosial (kepribadian/tingkahlaku sosial) Aspek yang


berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan
berinteraksi dengan lingkungan .
2. Fine Motor Adaptive (Gerakanmotorikhalus) Askep yang
berhubungan dengan kemampuan anak mengatasi sesuatu ,melakukan
gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuhnya saja dan dilakukan
otak kecil, terdapat memerlukan koordinasi yang cermat misalnya
kemampuannya.
3. Language (Bahasa) Kemampuan untuk memberikan respon terhadap
suara mengikuti perintah dan berbicara spontan.
4. Gross Motor (perkembangan motorik kasar) Aspek yang berhubungan
dengan menggerakkan tubuh dan sikap tubuh.

Beberapa milestone pokok yang harus diketahui dalam mengetahui, tanpa


perkembangan seseorang anak (milestone perkembangan anak adalah tingkat
perkembangan yang harus di capai anak pada umur tertentu.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis

Apapun imunisasi yang diberikan, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan
perawat, yaitu sebagai berikut.

1. Orang tua anak harus ditanyakan aspek berikut.


a. Status kesehatan anak saat ini, apakah dalam kondisi sehat atau sakit,
b. Pengalaman/reaksi terhadap imunisasi yang pernah didapat
sebelumnya,
c. Penyakit yang dialami di masa lalu dan sekarang.
2. Orang tua harus mengerti tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) terlebih dahulu sebelum
menerima imunisasi (informed consent). Pengertian mencakup jenis
imunisasi, alasan diimunisasi, manfaat imunisasi, dan efek sampingnya.
3. Catatan imunisasi yang lalu (apabila sudah pernah mendapat imunisasi
sebelumnya), pentingnya menjaga kesehatan melalui tindakan imunisasi.
4. Pendidikan kesehatan untuk orang tua. Pemberian imunisasi pada anak
harus didasari pada adanya pemahaman yang baik dari orang tua tentang
imunisasi sebagai upaya pencegahan penyakit. Pada akhirnya diharapkan
adanya kesadaran orang tua untuk memelihara kesehatan anak sebagai
upaya meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak.
5. Kontraindikasi pemberiaan imunisasi. Ada beberapa kondisi yang
menjadi pertimbangan untuk tidak memberikan imunisasi pada anak,
yaitu:
a. Flu berat atau panas tinggi dengan penyebab yang serius
b. Perubahan pada system imun yang tidak dapat member vaksin virus
hidup
c. Sedang dalam pemberian obat-obat yang menekan system imun,
seperti sitostatika, transfuse darah, dan imonoglobulin
d. Riwayat alergi terhadap alergi terhadap pemberian vaksin sebelumnya
seperti pertusis.

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
1. Identitas Anak dan/atau Orang Tua
a. Nama
b. Alamat
c. Tempat dan tanggal lahir
d. Ras/kelompok entries
e. Jenis kelamin
f. Agama
g. Tanggal wawancara
h. Informan
2. Keluhan Utama

Untuk menjalani suatu imunisasi anak diharapkan dalam kondisi sehat


jasmani dan rohani karena akan dipenetrasikan antigen dalam imunisasi yang
akan memicu fungsi imunnya, namun seiring dengan kondisi anak yang rentan
terhadap kontak infeksi dari lingkungan, tidak menutup kemungkinan jika saat
memasuki jadwal imunisasi ia berada dalam kondisi sakit. Keluhan ini dapat
dijadikan indikator apakah imunisasi harus dilanjutkan, ditunda sementara waktu,
atau tidak diberikan sama sekali.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Untuk mendapatkan semua rincian yang berhubungan dengan keluhan utama.


Jika saat ini kesehatan anak baik, riwayat penyakit sekarang mungkin tidak
terlalu menjadi acuan, akan tetapi jika anak dalam kondisi tidak sehat, hal ini
dapat dijadikan kajian lebih lanjut untuk mengetahui status kesehatan anak saat
ini, selain untuk kepentingan imunisasi, hal ini juga dapat dijadikan panduan
apakah anak harus mendapat perawatan lebih lanjut mengenai penyakitnya.

4. Riwayat Kesehatan Dahulu

Untuk memperoleh profil penyakit anak, cedera-cedera, atau pembedahan


sebelumnya yang pada kesempatan ini akan digunakan sebagai petunjuk yang
berarti dalam pemberian imunisasi.

a. Riwayat kelahiran (riwayat kehamilan, persalinan, dan perinatal).


b. Penyakit, cedera atau operasi sebelumnya.
c. Alergi.
d. Pengobatan terbaru.
e. Imunisasi yang pernah didapatkan anak serta pengalaman/reaksi
terhadap imunisasi yang pernah didapat sebelumnya.
f. Pertumbuhan dan perkembangan anak (Sebelum melakukan
imunisasi dapat pula dikaji pertumbuhan dan perkembangan anak
sehingga dapat mengidentifikasikan indikasi imunisasi serta
pendidikan kesehatan yang sesuai dengan usia serta pola perilaku
anak baik ditujukan secara langsung pada anak ataupun
keluarganya).
g. Kebiasaan anak yang dapat memengaruhi kesehatannya.
5. Tinjauaan Sistem

Untuk memperoleh informasi yang menyangkut adanya kemungkinan


masalah kesehatan pada anak, walau tampak jarang dilakukan saat akan
diimunisasi, namun tinjauan ini akan menjadi pilihan yang lebih baik selain
pengkajian riwayat kesehatan anak karena dalam pengkajian cenderung hanya
berfokus pada informasi yang diberikan anak/keluarga sedangkan kemungkinan
terhadap kondisi kelainan yang ada pada tubuh anak belum disadari olehnya dan
juga keluarga, sehingga alangkah baik jika sebelum diimunisasi anak
mendapatkan tindakan pemeriksaan fisik untuk peninjauan terhadap sistem
tubuhnya.

Tinjauan sistem meliputi:

a. Menyeluruh/umum
b. Integument
c. Kepala
d. Mata
e. Telinga
f. Hidung
g. Mulut
h. Tenggorokan
i. Leher
j. Dada
k. Respirasi
l. Kardiovaskuler
m. Gastrointestinal
n. Genitourinaria
o. Ginekologik
p. Muskuluskeletal
q. Neurologik
r. Endokrin
6. Riwayat pengobatan keluarga

Untuk mengidentifikasi adanya faktor genetika atau penyakit yang memiliki


kecenderungan terjadi dalam keluarga dan untuk mengkaji pajanan terhadap
penyakit menular pada anggota .

7. Riwayat Psikososial

Untuk memperoleh informasi tentang konsep diri anak, terutama terfokus


pada riwayat imunisasi yang pernah ia dapatkan, apabila riwayat sebelumnya
menyisakan kerisauan pada anak maka akan lebih baik jika saat imunisasi
berikutnya hal ini diperbaiki untuk mengubah konsep anak terrhadap
imunisasi.Riwayat Keluarga Untuk mengembangkan pemahaman tentang
anak sebagai individu dan sebagai anggota keluarga dan komunitas. Pengkajian
juga berfokus pada sejauh mana keluarga memahami tentang imunisasi yang
akan diberikan pada anak, meliputi jenis imunisasi, alasan diimunisasi, manfaat
imunisasi, dan efek sampingnya. Pengkajiaan Nutrisi. Untuk memperoleh
informasi yang adekuat tentang asupan dan kebutuhan nutrisi anak dalam
kaitannya dengan kesehatan anak saat ini sebelum ia mendapatkan imunisasi dan
dapat dijadikan bahan untuk pendidikan kesehatan pasca imunisasi anak.
Pengkajian nutrisi meliputi pengkajian terhadap asupan diet dan pemeriksaan
klinis.

8. Pengkajian Pertumbuhan dan Perkembangan


Pengkajiaan pertumbuhan dan perkembangan anak bertujuaan
mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan tumbuh kembang anak,
sehingga dengan data yang ada, dapat diketahui mengenai keadaan anak yang
dapat membantu proses imunisasi dan juga pendidikan kesehatan seputaran
imunisasi anak. Prinsip-prinsip yang perlu di perhatikan dan dapat diterapkan di
lapangan adalah:

a. Lingkungan/ruangan pemeriksaan tidak menakutkan, misalnya


memberikan warna dinding netral, cukup ventilasi, menjauhkan
peralatan yang menakutkan bagi anak, dan menyediakan makanan.
b. Sebelum pengkajiaan sebaiknya disediakan waktu untuk bermain agar
anak menjadi kooperatif
c. Pemeriksaan dapat dimulai dari bagian tubuh yang mudah dan tidak
menakutkan anak.
d. Jika ada beberapa anak, mulailah dengan anak yang kooperatif
sehingga akan mengurangi rasa takut dari anak yang lain.
e. Libatkan anak dalam proses pemeriksaan. Kita bisa menjelaskan pada
anak mengenai hal-hal yang perlu dilakukan pada dirinya. Apabila
mungkin, beri kesempatan anak untuk membantu proses pemeriksaan.
f. Buat posisi pemeriksaan senyaman mungkin. Anak dapat berbaring di
pangkuaan orang tua.
g. Berikan pujiaan kepada anak yang kooperatif. Hal ini dapat
merangsang anak yang lain agar tidak takut untuk diperiksa.
h. Berikan pujian pada orang tua apabila anak maju dan ibunya
mengetahui nasehat petugas.

Berikutnya adalah melakukan pengkajiaan pada anak. Hal-hal yang


perlu dikaji adalah

a. Riwayat Pranatal
Perlu ditanyakan pada ibu apakah ada tanda-tanda resiko tinggi
saat hamil, seperti terinfeksi TORCH, berat badan tidak naik,
preeksklamsi, dan lain-lain, serta apakah ehamilannya dipantau
berkala. Kehamilan risiko tinggi yamg tidak ditangani dengan
benar dapat mengganggu tumbuh kembang anak. Dengan
mengetahui riwayat prenatal maka keadaan anaknya dapat
diperkirakan.
b. Riwayat Kelahiran
Perlu ditanyakan pada ibu mengenai cara kelahiran anaknya,
apakah secara normal, dan bagaimana keadaan anak sewaktu lahir.
Anak yang dalam kandungan terdeteksi sehat, apabila kelahirannya
mengalami gangguan (cara kelahiran dengan tindakan seperti
forceps, partuss lama, atau kasep), maka gangguan tersebut dapat
mempengaruhi keadaan tumbuh kembang anak.
c. Pertumbuhan Fisik
Untuk menentukan keadaan pertumbuhan fisik anak, perlu
diperlakukan pengukuran antropometri dan pemeriksaan fisik.
Sebagaimana dalam pembahasan sebelumnya, pengukuran
antropometri yang sering digunakan di lapangan untuk memantau
tumbuh kembang anak adalah TB, BB, dan lingkar kepala.
Sedangkan lingkar lengan dan lingkar dada baru digunakan bila
dicurigai adanya gangguan pada anak.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Beberapa diagnosa keperawatan yang dapat timbul dari tindakan imunisasi
pada anak meliputi:
1. Kurang pengetahuan keluarga (ibu)
2. Kesiapan meningkatkan status imunisasi.
3. Perilaku mencari bantuan kesehatan.
4. Risiko hipertermi berhubungan dengan proses imunisasi.

2.2.3 Intervensi
Setelah dilakukan pengkajian terhadap pertumbuhan dan perkembangan pada
bayi dan balita, terdapat interpretasi hasil sebagai berikut:
a. Pertumbuhan dan perkembangan normal
Menurut Moersintowarti (2002), pertumbuhan anak dikatakan
normal apabila grafik berat badan anak berada pada jalur berwarna
hijau pada kalender balita (KMS) atau sedikit di atasnya. Arah
grafik harus naik dan sejajar mengikuti lengkungan jalur (kurva)
berwarna hijau. Sementara, pertumbuhan anak dikatakan ideal jika
pertumbuhan yang ditetapkan dengan pengukuran antropometri
adalah BB/U; BB/M, dan lingkar kepala/U.
Perkembangan anak tergolong normal apabila umur dan
kemampuan/kepandaian anak sesuai dengan patokan yang berlaku.
Berdasarkan Pedoman Deteksi Tumbuh Kembang Balita, skor yang
diperoleh saat pemeriksaan harus berjumlah 9-10. Apabila
menggunakan kalender balita (KMS), maka kemampuan anak
sesuai usia yang terdapat pada gambar. Sementara apabila
menggunakan tes DDST maupun KPSP , anak dapat melewati
tugas-tugas perkembangannya sesuai usia. Demikian juga untuk
pemeriksaan lainnya.

b. Pertumbuhan dan perkembangan tidak normal


Pertumbuhan anak mengalami penyimpangan apabila grafik berat
badan anak berada jauh di atas warna hijau atau berada dibawah
jalur hijau, khususnya pada jalur merah. Ukuran antropometri lain
yang mengikuti biasanya adalah lingkar lengan atas dan lingkar
lengan dada. Perkembangan anak mengalami penyimpangan
apabila kemampuan kepandaian anak tidak dicapai sesuai dengan
usianya, sehingga anak mengalami keterlambatan. Pada tes DDST,
anak tidak dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya, atau
pada gambar kalender balita (KMS), kemampuan anak tidak sesuai
dengan usianya.
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Dilaksanakan berdasarkan perencanaan yang telah disusun sebelumnya.
2.2.5 EvaluasiKeperawatan

Ditentukan dari hasil yang diperoleh pada implementasi keperawatan yang


disesuasssikan dengan tujuan dan kriteria hasil dalam perencanaan sehingga dapat
ditentukan diagnose tersebut telah teratasi atau belum.
BAB 3
ASUHAN KEPERWATAN
I. Anamnesa
Pengkajian Tanggal 31 Mei 2020 Pukul 09.00 WIB
1. Identitas pasien
Nama Klien : An K
TTL : Palangka Raya,
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Kristen
Suku : Dayak/WNI
Pendidikan : Belum Sekolah
Alamat : Jln RajaWali
Diagnosa medis : Imunisasi Dpt
2. Identitas penanggung jawab
Nama Klien : Ny E
TTL : Palangka Raya, 12 Juli 1995
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Suku : Dayak/WNI
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jln Rajawali
Hubungan keluarga : Ibu
3. Keluhan utama
Ibu klien mengatakan bayinya berusia 3 bulan saat ini waktunya untuk
mendapatkan imunisasi combo II dan combo III
4. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang

Ibu Klien mengatakan anaknya berusia 3 bulan, sudah diberikan


iminisasi BCG, dan Polio I serta telah mendapat imunisasi DPT 1 dan
Polio 2. Ibu klien mengatakan bayinya sehat, tidak ada keluhan seperti
batuk, pilek dan panas, saat ini bayi diberikan minum ASI dan MPASI.

b. Riwayat kesehatan lalu

1) Riwayat prenatal :
- Ibu mengatakan selama hamil, rutin memeriksakan
kehamilannya di RB Al-Azar sebanyak 8x.
- Ibu mengatakan mendapatkan imunisasi TT sebanyak 2x saat
TT CPW, selang 3 bulan ibu hamil
a. Trimester I
- Kunjungan sebanyak 1x di RB Al-Azar.
- Ibu mengatakan terkadang mual dan muntah dipagi hari
sehingga nafsu makan agak menurun
- Terapi : Tab. B6 1x1/hari,Tab. Kalk 1x1/hari, Tab.
Bcomplek 1x1/hari
- Penyuluhan : Makan dengan porsi kecil tapi sering,
makan dengan menu seimbang, banyak minum air putih
dan hindari jamu-jamuan, menjaga kebersihan diri, dan
kurangi kegiatan yang berdampak melelahkan tubuh
b. Trimester II
- Kunjungan 4x di RB Al-Azar.
- Ibu sering kencing dan nyeri perut bagian bawah
- Terapi : Tab. Fe 1x1/hari,Tab. Kalk 1x1/hari, Tab. Vit.
C 1x1/hari
- Penyuluhan : He pola istirahat, aktivitas, kronologi
terjadinya sering kencing, jelaskan tanda-tanda bahaya
kehamilan, dan anjurkan untuk senam hamil
c. Trimester III
- Kunjungan 3x di RB Al-Azar.
- Ibu mengeluh nyeri pinggang yang menjalar keperut
bagian bawah.
- Penyuluhan : Persiapan melahirkan, tanda-tanda
persalinan, perawatan payudara
2) Riwayat natal : Bayi lahir pada tanggal 2 Februari
2020 pukul 22.57 Wib di RB Al-Azar Palangka Raya di tolong
oleh Bidan secara normal, spontan belakang kepala, dengan
usia kehamilan 38 Minggu, jenis kelamin Laki-Laki, BB lahir
2600 gr, PB lahir 50 cm, bayi langsung menangis kuat, warna
kulit kemerahan, gerak aktif, tidak ada cacat.
3) Riwayat postnatal : Ibu mengatakan dalam waktu 1x24 jam
bayi dapat BAB dab BAK, bayi menghisap putting dengan kuat,
ASI sudah keluar sehingga bayi bisa langsung mendapatkan
ASI.
4) Penyakit sebelumnya : Tidak ada penyakit sebelumnya
5) Imunisasi :
- Tanggal 2 Februari 2020 bayi mendapatkan imunisasi
Hb0.
- Tanggal 9 Februari 2020 bayi mendapatkan imunisasi
BCG dan Polio 1.
- Tanggal 13 April 2020 bayi mendapatkan imunisasi
DPT1 dan Polio 2.
Jenis BCG DPT Polio campak Hepatiti TT
s
Usia 1 3
Minggu-1 Bulan - - - -
Bulan

c. Riwayat kesehatan keluarga


Ibu klien mengatakan tidak memiliki riwayat kesehatan keluarga seperti
hipertensi, jantung dan diabetes.
d. Susunan genogram 3 (tiga) generasi

Keterangan : Laki-laki
K
Perempuan
K Klien
Meninggal
Tinggal satu rumah

II. Pemeriksaan fisik


1. Keadaan umum : Bayi tampak tertidur di gendongan, tampak rapid an bersih
2. Tanda vital
Tekanan darah :………………….mmhg
Nadi : 115x/mnt
Suhu : 36,5 ˚C
Respirasi : 34 x/mnt
3. Kepala dan wajah
a. Ubun-ubun
Menutup ( ) Ya
Keadaan ( ) cembung
Kelainan ( ) Hidrocefalus ( ) Microcephalus
Lain-lain Tidak ada keluhan
b. Rambut
Warna : Hitam
Keadaan : Tidak Rontok
: Tidak Mudah Dicabut
: Tidak Kusam
Lain-lain : Tidak ada keluhan
c. Kepala
Keadaan kulit kepala : Kulit kepala tampak bersih
Peradangan/benjolan : Tidak ada peradangan/benjolan
Lain-lain : Tidak ada keluhan
d. Mata
Bentuk : Bentuk Simetris
Conjungtiva : Anaremis
Skelera : Anikterik
Reflek pupil : Isokar
Oedem Palpebra : Tidak ada
Ketajaman penglihatan : Transparan jernih
Lain-lain : Tidak ada Keluhan
e. Telinga
Bentuk : Simetris
Serumen/secret : Tidak ada
Peradangan : Tidak ada
Ketajaman pendengaran : Klien akan menengok kearah tepukan bila di
lakukan tepukan
Lain-lain : Tidak ada keluhan
f. Hidung
Bentuk : Simetris
Serumen/secret : Tidak ada
Pasase udara : Tidak ada
Fungsi penciuman :
Lain-lain : Tidak ada Keluhan
g. Mulut
Bibir : intak tidak
Stanosis tidak
Keadaan lembab
Palatum : lunak
h. Gigi
Carries : tidak
Jumlah gigi : Belum tumbuh gigi
Lain-lain : Tidak ada keluhan

4. Leher dan tengorokan


Bentuk : Simetris
Reflek menelan : Klien dapat menelan tampa ada hambatan
Pembesaran tonsil : Tidak ada pembesatran tonsil
Pembesaran vena jugularis : Tidak ada pembesaran vena Jugularis
Benjolan : Tidak ada Benjolan
Peradangan : Tidak ada Peradangan
Lain-lain : Tidak ada Keluhan
5. Dada
Bentuk : simetris
Retraksi dada : Tidak ada retraksi dada
Bunyi nafas :
Tipe pernafasan :
Bunyi jantung :
Iktus cordis : Tidak ada iktus cordis
Bunyi tambahan : Tidak ada bunyi tambahan
Nyeri dada : Tidak ada
Keadaan payudara :
Lain-lain : Tidak ada Keluaha
6. Punggung
Bentuk : Simetris
Peradangan : Tidak ada peradangan
Benjolan : Tidak ada benjolan
Lain-lain : Tidak ada Keluhan
7. Abdomen
Bentuk : Simetris
Bising usus : 10 bisisng usus
Asites : Tidak ada
Massa : ( ) ada, sebutkan……..
Hepatomegali : Tidak ada
Spenomegali : Tidak ada
Nyeri : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada keluhan
8. Ektremitas
Pergerakan/ tonus otot : Klien mampu mengerakan ektremitsa atas dan
bawah
Oedem : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada
Clubbing finger : ada
Keadaan kulit/turgor : Baik
Lain-lain : Tidak ada Keluhan
9. Genetalia
a. Laki-laki
Kebersihan : Bersih tidak ada bengkak dan kemerahan di area
kemaluan
Keadaan testis : Testis lengkap
Hipospadia : Tidak ada
Epispadia : Tidak ada
Lain-lain : Tidak Ada Keluhan
b. Perempuan
Kebersihan : Tiadak ada
Keadaan labia : Tidak ada
Peradangan/ benjolan : Tidak ada
Menorhage : Tidak ada
Siklus Tidak ada
Lain-lain : Tida Ada

III. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan


1. Gizi : IMT = BB Lahir + Usia x 600gram
= 3,5 + 3 bulan x 600 Gram
= 1.80 Kurus Tingkat Ringan
2. Kemandirian dalam bergaul : Belum Bisa bergaul
3. Motorik halus :
4. Motorik kasar :
5. Kognitif dan Bahasa : Belum Bisa Berbicara
6. Psikososial :
IV. Pola Aktifitas sehari-hari
N Pola kebiasaan Sebelum sakit Saat sakit
o
1 Nutrisi
a. Frekuensi a. 3-5x Sehari a. 3-5x Sehari
b. Nafsu b. Nafsu makan b. Nafsu makan baik
makan/selera baik c. Asi dan palsi
c. Jenis makanan c. Asi dan palsi
2 Eliminasi
a. BAB a. 2 x sehari a. 2 x sehari Lembek
Frekuensi Lembek b. 1-5x sehari
Konsistensi b. 1-5x sehari
b. BAK
Frekuensi
Konsistensi
3 Istirahat/tidur a. 11.00 WIB
a. Siang/ jam a. 11.00 WIB c. 19.00 WIB
b. Malam/ jam b. 19.00 WIB
4 Personal hygiene
a. Mandi a. 2 x Sehari a. 2 x Sehari
b. Oral hygiene b. 2 x Sehari b. 2 x Sehari

V. Penatalaksanaan Medis

OBAT Dosis Indikasi


Perecetamol drop 10-15 Paracetamol merupakan jenis obat yang
mg  masuk dalam kategori analgesik atau
pereda rasa sakit, sekaligus
sebagai penurun demam.

Palangka Raya, 31 Mei 2020

Mahasiswa,

(Krisevi Handayani)
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH
DATA OBYEKTIF

DS : Merangsang hipotalamus Hipertermi berhungan


dengan Imunisasi DPT
Ibu klie mengatakan klien Penagturan suhu tubuh terganggu
demam dan bengkak di
bagian yang di suntik
imunisasi DPT Penaikan suhu tubuh

DO :
Kejang
- Paha Klien tampak
bengkak Kerja otot tidak terkendali
- Tampak terpasang
Kompres Plastik di Dapat terjadi trauma
dahi klien
- TTV
S : 38,5 0C Resiko cidera berulang
RR : 34 x/m
N : 115 x/m

DS : Ketidak mampuan menelan makanan Resiko Defist Nutrisi

Ibu klien mengatakan klien


di beri Mpasi karena klien
tidak mau minum ASI Ketidak Mamapuan Mencerna makanan

DO :

- Klien Tampak Peningkatan Kebituhan Metabolisme


enggan Minum
ASI
- Klien Tampak Keengganan untuk makan
Makan Mpasi
PRIORITAS MASALAH

Hepertermi berhungan dengan imunisasi DPT

Defisit pengetahuna berhungan dengan ASI Ekslusif


INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional

Hipertermi berhungan Setalah di lakukan asuhan 1. Identifikasi keadaan umum 1. Mengetahui perkembangan
dengan imunisasi DPT keperawaytan selama 1 x 7 jam di pasien. keadaan umum dari pasien
harapakan klien demamnya turun 2. Identifikasi tanda-tanda vital 2. Mengetahui perubahan tanda-
kriteria hasil : pasien tanda vital pasien
1. Menunjukkan 3. Anjurkan pasien untuk 3. Mencegah terjadinya
penurunan suhu tubuh banyak minum dehidrasi sewaktu panas
2. Akral pasien tidak 4. Anjurkan pasien untuk 4. Meminimalisir produksi
teraba hangat/ panas banyak istirahat panas yang diproduksi oleh
3. Pasien tampak tidak 5. Anjurkan pasien untuk tubuh
lemas memakai pakaian yang tipis 5. Membantu mempermudah
4. Mukosa bibir lembab 6. Beri kompres hangat di penguapan panas
beberapa bagian tubuh Beri 6. Mempercepat dalam
Health Education ke pasien penurunan produksi panas
dan keluarganya mengenai 7. Meningkatkan pengetahuan
pengertian, penanganan, dan dan pemahaman dari pasien
terapi yang diberikan dan keluarganya
tentang penyakitnya 8. Membantu dalam penurunan
7. Kolaborasi/ delegatif dalam panas
pemberian obat sesuai
indikasi, contohnya :
paracetamol
Resiko Defisit nutrisi Setalah di lakukan asuhan 1. Identifikasi kesipan dan 1. Membantu mengkaji keadaan
berhungan dengan keperawaytan selama 1 x 7 jam di kemampuan ibu atau pasien
keengganan makan haeapakan ibu klien dapat mengerti pengasuh menerima 2. Memantau perubahan berat
tentang ASI Ekslusifn Dengan kriteria informasi badan
hasil : 2. Jelaskan tanda-tanda awal 3. Mulut bersih meningkatkan
1. Nutrisi klien terpenuhi rasa lapar nafsu makan
2. Klien mau minum asi 3. Anjurkan menghimdari 4. Membantu pasien makan
3. Berat bada ideal bayi pemberian pemanis buatan 5. Meningkatkan nafsu makan
4. Ajarkan cara memilih
makanan sesuai dengan usia
bayi
5. Ajarkan cara atuar frekuensi
makan sesuai usia bayi
6. Anjurkan tetap memberi
ASI saat bayi sakit.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan
Jam Nama Perawat
Minggu 31 Mei 1. Identifikasi keadaan umum pasien. S : Ibu klien mengatakan klien
2020 2. Identifikasi tanda-tanda vital pasien demam dan bengkak di area bekas
10.00 WIB 3. Anjurkan pasien untuk banyak minum suntikan.
4. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat O:
5. Anjurkan pasien untuk memakai pakaian - Klien tampak tertidur
yang tipis - Klien tampak memakai
6. Beri kompres hangat di beberapa bagian kompres plester di dahi
tubuh Beri Health Education ke pasien - TTV
dan keluarganya mengenai pengertian, S : 38,5 0C
penanganan, dan terapi yang diberikan RR :
tentang penyakitnya
7. Kolaborasi/ delegatif dalam pemberian A : Masalah Teratasi
obat sesuai indikasi, contohnya : P : Intervensi Dihentikan karena
paracetamol klien pulang
Minggu 31 Mei 1. Mengidentifikasi kesipan dan kemampuan S : Ibu klien mengtakan sudah mulai Krisevi Handayani
2020 ibu atau pengasuh menerima informasi paham tentang nutrisi pada bayi
10.00 WIB 2. Menjelaskan tanda-tanda awal rasa lapar O:
3. Menyarankan untuk menghimdari - Ibu klien tamapk serius
pemberian pemanis buatan mendengarkan
4. Mengajarkan cara memilih makanan sesuai penjelasan.
dengan usia bayi A : Masalah Teratasi
5. Mengajarkan cara atuar frekuensi makan P : Intervensi Dihentikan karena
sesuai usia bayi klien pulang
6. Menyarankan tetap memberi ASI saat bayi
sakit.

Anda mungkin juga menyukai