Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN IMUNISASI BCG (Bacillus Calmette Guerin)

DI RUANG POLI ANAK SEHAT


RSUD BOEJASIN PELAIHARI

OLEH :
MARLIANI
NIM : 1614901110117

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
BANJARMASIN, 2017
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

I. Konsep Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin).


I.1 Definisi Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin).
Kata imun berasal dari bahasa Latin (immunitas) yang berarti pembebasan (kekebalan)
yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap
kewajiban sebagai warganegara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini
kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap
penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular (Theophilus, 2000; Mehl
dan Madrona, 2001).
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan
memasukkan sesuatu kedalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang
sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang (Depkes RI, 2005: 3)

Imunisasi BCG adalah vaksinasi hidup yang diberikan pada bayi untuk mencegah
terjadinya penyakit TBC. BCG berasal dari strain bovinum Micobakcterium
Tuberculosis oleh Calmette dan Guerin yang mengandung sebanyak 50.000 1.000.000
partikel/ dosis (Depkes RI, 2005: 3)

Vaksin BCG adalah vaksin hidup yang berasal dari bakteri. Vaksin BCG adalah vaksin
beku kering seperti campak berbentuk bubuk. Vaksin BCG melindungi anak terhadap
penyakit tuberculosis (TBC), dibuat dari bibit penyakit hidup yang telah dilemahkan,
ditemukan oleh Calmett Guerint. Sebelum menyuntikkan BCG, vaksin harus lebih dulu
dilarutkan dengan 4 cc cairan pelarut (NaCl 0,9%). Vaksin yang sudah dilarutkan harus
digunakan dalam waktu 3 jam. Vaksin akan mudah rusak bila kena sinar matahari
langsung. Tempat penyuntikan adalah di bagian lengan kanan atas.

I.2 Cara Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin).


Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan ketika bayi baru lahir, sampai bayi
berumur 12 bulan, tetapi sebaiknya pada umur 0 2 bulan. Hasil yang memuaskan
terlihat apabila diberikan menjelang umur 2 bulan. Imunisasi BCG cukup diberikan 1
kali saja, pada anak yang berumur lebih dari 2 bulan, dianjurkan untuk melakukan uji
mantoux sebalum imunisasi BCG, gunanya untuk mengetahui apakah ia telah terjangkit
penyait TBC. Seandainya hasil uji mantoux positif, anak tersebut selayaknya tidak
mendapatkan imunsasi BCG.

Tetapi bila imunisasi dilakukan secara masal, maka pemberian suntikan BCG
dilaksanakan secara langsung tanpa uji mantoux terlebih dahulu. Hal ini dilakukan
mengingat pengaruh beberapa factor, seperti segi teknis penyuntikan BCG, keberhasilan
program imunisasi, segi epidemiologis dan lain lain. Penyuntikan BCG tanpa
dilakukan uji mantoux pada dasarnya tidaklah membahayakan. Bila pemberian
imunisasi BCG itu berhasil, setelah beberapa minggu ditempat suntikan akan terdapat
suatu benjolan. Tempat suntikan itu kemudian berbekas. Kadang kadang benjolan
tersebut bernanah, tapi akan menyembuh sendiri meskipun lambat. Sesuai kesepakatan
maka biasanya penyuntikan BCG dilakukan di lengan kanan atas.

I.3 Kekebalan
Seperti telah diuraikan diatas, jaminan imunisasi tidaklah mutlak 100% bahwa anak
anda akan terhindar sama sekali dari penyakit TBC. Sandainya bayi yang telah
mendapat imunisasi terjangkit juga penyakit TBC, maka ia akan menderita penyakit
TBC dalam bentuk yang ringan. Iapun akan terhindar dari kemungkinan mendapat TBC
berat, seperti TBC paru yang parah, TBC tulang, atau TBC selaput otak yang dapat
mengakibatkan cacat seumur hidup dan membahayakan jiwa anak muda.

I.4 Reaksi imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin).


Biasanya setelah suntikan BCG bayi tidak akan menderita demam. Bila ia demam
setelah imunisasi BCG umumnya disebabkan oleh keadaan lain. Untuk hal ini
dianjurkan agar anda berkonsultasi dengan dokter.
a. Tanda Keberhasilan Vaksinasi
Tanda keberhasilan vaksinasi BCG berupa bisul kecil dan bernanah pada daerah
bekas suntikan yang muncul setelah 4-6 minggu. Benjolan atau bisul setelah
vaksinasi BCG memiliki ciri yang sangat khas dan berbeda dari bisul pada
umumnya. Bisul tersebut tidak menimbulkan rasa nyeri, bahkan bila disentuh pun
tidak terasa sakit. Tak hanya itu, munculnya bisul juga tak diiringi panas.
Selanjutnya, bisul tersebut akan mengempis dan membentuk luka parut.
b. Bila Ada Reaksi Berlebih
Tingkatkan kewaspadaan bila ternyata muncul reaksi berlebih pasca vaksinasi BCG.
Misal, benjolan atau bisul itu lama tidak sembuh-sembuh dan menjadi koreng. Atau,
malah ada pembengkakan pada kelenjar di ketiak. Ini dapat merupakan pertanda si
anak pernah terinfeksi TB sehingga menimbulkan reaksi berlebih setelah divaksin.
Sebaiknya segera periksakan kembali ke dokter.

Penting diketahui, setiap infeksi selalu diikuti oleh pembesaran kelenjar limfe
setempat (regional) sehingga bisa diraba. Jadi infeksi ringan akibat vaksinasi di
lengan atas akan menyebabkan pembesaran kelenjar limfe ketiak. Jika infeksi terjadi
pada pangkal paha, akan terjadi pembesaran kelenjar limfe di lipatan paha. Namun
efek samping ini tidak terjadi pada semua bayi. Yang berisiko apabila bayi tersebut
sudah terinfeksi TB sebelum vaksinasi.
c. Bila Tak Timbul Benjolan
Orang tua tak perlu khawatir bila ternyata tidak muncul bisul/benjolan di daerah
suntik. Jangan langsung beranggapan bahwa vaksinasinya gagal. Bisa saja itu terjadi
karena kadar antibodinya terlalu rendah, dosis terlalu rendah, daya tahan anak sedang
menurun (misalnya anak dengan gizi buruk) atau kualitas vaksinnya kurang baik
akibat cara penyimpanan yang salah.

Meski begitu, antibodi tetap terbentuk tetapi dalam kadar yang rendah. Jangan
khawatir, di daerah endemis TB (penyakit TB terus-menerus ada sepanjang tahun)
seperti Indonesia, infeksi alamiah akan selalu ada. Booster-nya (ulangan vaksinasi)
bisa didapat dari alam, asalkan anak pernah divaksinasi sebelumnya.

I.5 Efek Samping


Umumnya pada imunisasi BCG jarang dijumpai efek samping. Mungkin terjadi
pembengkakan kelenjar getah bening setempat yang terbatas dan biasanya menyembuh
sendiri walaupun lambat. Bila suntikan BCG dilakukan di lengan atas, pembengkakan
kelenjar terdapat di ketiak atau leher bagian bawah. Komplikasi pembengkakan kelenjar
ini biasanya disebabkan karena teknik penyuntikan yang kurang tepat, yaitu
penyuntikan terlalu dalam. Dalam masalah komplikasi yang ringan ini, bila terdapat
keraguan dipersilahkan anda berkonsultasi dengan dokter.

I.6 Dosis dan Cara Pemberian Vaksin BCG


a. Sebelum disuntikan vaksin BCG dilarutkan terlebih dahulu dengan 4 ml NaCl 0,9%,
dengan menggunakan alat suntik steril.
b. Dosis pemberiannya yaitu 0,05 ml, sebanyak satu kali untuk bayi usia 1 tahun
c. Disuntikan secara intracutan didaerah lengan kanan atas (insertion musculus
deltoideus), dengan menggunakan alat suntik dosis tunggal yang steril. Ukuran jarum
suntiknya no. 26 G.
d. Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam

I.7 Kontra Indikasi


Tidak ada larangan untuk melakukan imunisasi BCG, kecuali pada anak yang
berpenyakit TBC atau menunjukkan uji Mantoux Positif.
a. Pemberian imunisasi BCG biasanya dilakukan sedini mungkin, dalam waktu
beberapa hari setelah bayi lahir.
b. Cara pemberian imunisasi BCG bagi perorangan berlainan dengan pemberian secara
masal.
c. Imunisasi BCG secara masal tanpa didahului uji Mantoux, tidak membahayakan.
a. Dengan imunisasi BCG anak anda diharapkan akan bebas terjangkit penyakit TBC.
Setidak-tidaknya ia terhindar dari penyakit TBC yang berat dan parah.

I.8 Kompikasi
Komplikasi yang mungkin timbul adalah pembentukan abses (penimbunan nanah) di
tempat penyuntikan kerena penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang
secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya
dilakukan aspirasi (penghisapan abses dengan menggunakan jarum) dan bukan disayat.
Limfadenetis supurativa, terjadi jika penyuntikan terlalu dalam atau dosisnya terlalu
tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2 bulan.
I. Rencana Asuhan Klien dangan Gangguan Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin).
I.1 Pengkajian
I.1.1 Riwayat keperawatan
I.2 Riwayat keluhan utama
Keluhan utama merupakan suatu keadaan dimana seorang klien terdorong
untuk ke unit pelayanan kesehatan untuk dirawat. Keluhan utama ini sangat
penting untuk menentukan tindakan keperawatan yang akan dilakukan.

Keluhan utama pada klien campak adalah timbul gejala-gejala panas, malaise,
coryza, konjungtivitis dan batuk.
I.3 Riwayat keperawatan sekarang
Merupakan uraian tentang bagaimana klien sampai masuk rumah sakit, klien
dengan mula-mulanya badannya panas tinggi.
I.4 Riwayat kesehatan keluarga
Yang perlu dikaji adalah mengenai keturunan anggota keluarga yang
menderita suatu penyakit kronis atau menular.
I.5 Riwayat kehamilan
Untuk mengetahui penyakit yang pernah diderita selama kehamilan.

I.5.1 Pemeriksaan fisik (Data fokus)


Merupakan pemeriksaan yang kompleks dari kepala sampai ujung kaki dengan
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

I.5.2 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang merupakan pemeriksaan pendukung, seperti: hasil
laboratorium, dan sebagainya.

I.6 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa I: Hipertermi (0007)
I.6.1 Definisi
Peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal
I.6.2 Batasan karakteristik
Objektif
Kulit merah
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal
Frekuensi napas meningkat
Kejang atau konvulsi
Kulit teraba hangat
Takikardi
Takipnea

I.6.3 Faktor yang berhubungan


Dehidrasi, Penyakit atau trauma
Ketidakmampuan atau kemampuan untuk berkeringat
Pakaian yang tidak tepat
Peningkatan laju metabolisme
Obat atau anestesia
Terpajan pada lingkungan yang panas (jangka panjang)
Aktivitas yang berlebihan

Diagnosa II Nyeri Akut


I.6.4 Definisi
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara
aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan
(Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya
dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat
diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.

I.6.5 Batasan karakteristik


I.6.6 Laporan secara verbal atau non verbal
I.6.7 Fakta dari observasi
I.6.8 Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
I.6.9 Gerakan melindungi
I.6.10 Tingkah laku berhati-hati
I.6.11 Muka topeng
I.6.12 Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau,
menyeringai)
I.6.13 Terfokus pada diri sendiri
I.6.14 Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
I.6.15 Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau
aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
I.6.16 Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi pupil)
I.6.17 Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari
lemah ke kaku)
I.6.18 Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada,
iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
I.6.19 Perubahan dalam nafsu makan dan minum

I.6.20 Faktor yang berhubungan


Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis).

Diagnosa III: Risiko infeksi


2.6.6 Definisi:
Mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik.

2.6.7 Faktorfaktor resiko :


2.6.7.1 Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
a. Gangguan peritalsis
b. Pecah ketuban dini
c. Pecah ketuban lama
2.6.7.2 Ketidakadekuatan pertahanan sekunder
a. Imunosupresi (imunitas didapat tidak adekuat)
b. Respon inflamasi
2.6.7.3 Pemajanan terhadap patogen

Diagnosa IV : Gangguan integritas kulit


I.6.21 Definisi
Kerusakan pada epidermis dan atau dermis

I.6.22 Batasan karakteristik


2.2.5.1. Benda asing menusuk permukaan kulit
2.2.5.2. Kerusakan integritas kulit
2.2.5.3. Nyeri abdomen
2.2.5.4. Kram
2.2.5.5. Urgensi
2.2.5.6. Setidaknya sehari mengalami 3x defekasi dengan feses cair bising usus
hiperaktif

I.6.23 Faktor yang berhubungan


Eksternal
2.2.6.1. Agen farmaseutikal
2.2.6.2. Cedera kimiawi kulit( mis.,luka bakar,kapsaisin,mentilen
klorida,agen mustard)
2.2.6.3. Faktor mekanisme
2.2.6.4. Hipertermia
2.2.6.5. Hipotermia
2.2.6.6. Kelembaban
2.2.6.7. Internal
2.2.6.8. Gangguan Metabilisme
2.2.6.9. Gangguan pigmentasi
2.2.6.10. Gangguan sensasi(akibat cedera medulla spinalis,diabetes mellitus dll)
2.2.6.11. Gangguan sirkulasi
2.2.6.12. Gangguanturgor kulit
2.2.6.13. Gangguan volume cairan
2.2.6.14. Nutrisi tidak adekuat
2.2.6.15. Perubahan abnormal
2.2.6.16. Psikoligis
2.2.6.17. Tingkat stress dan ansietas tinggi
2.2.6.18. Situasional
2.2.6.19. Efek samping obat
2.2.6.20. Penyalah gunaan alkihol
2.2.6.21. Kontaminan
2.2.6.22. Fisiologis
2.2.6.23. Proses infrksi
2.2.6.24. Inflamasi
2.2.6.25. Iritasi
2.2.6.26. Malabsorsi

2.7 Perencanaan
Diagnosa I: Hipertermi (00007)
2.7.7 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteia): berdasarkan NOC
- Pasien akan menunjukkan termoregulasi, yang dibuktikan oleh indikator
gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5 gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan,
atau tidak ada gangguan):
Peningkatan suhu kulit
Hipertermia
Dehidrasi
Mengantuk
- Pasien akan menunjukkan termoregulasi, yang dibuktikan oleh indikator sebagai
berikut (sebutkan 1-5 gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau, tidak ada
gangguan):
Berkeringat saat panas
Denyut nadi radialis
Frekuensi pernapasan

2.7.8 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC


Mandiri:
- Pantau aktivitas kejang
R/ seberapa lama aktivitas kejang yang terjadi
- Pantau hidrasi (misalnya turgor kulit, kelembaban membran mukosa)
R/ apakah terjadi edema
- Pantau TTV
R/ mengetahui perkembangan TTV

Kolaborasi:
Berikan obat antipiretik: jika perlu

Diagnosa II : Nyeri akut


2.7.9 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteia): berdasarkan NOC
Setelah diberikan asuhan keperawatan asuhan keperawatan selama 1 x 2 jam,
nyeri yang dirasakan klien berkurang.
Kriteria hasil :
- Klien melaporkan nyeri berkurang
- Klien dapat mengenal lamanya (onset) nyeri
- Klien dapat menggambarkan faktor penyebab
- Klien dapat menggunakan teknik non farmakologis
- Klien menggunakan analgesic sesuai instruksi

2.7.10 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC


- Kaji secara komprehensip terhadap nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi
Rasional : Untuk mengetahui tingkat nyeri klien
- Observasi reaksi ketidaknyaman secara nonverbal
Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan dirasakan oleh klien
- Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengungkapkan pengalaman
nyeri dan penerimaan klien terhadap respon nyeri
Rasional : Untuk mengalihkan perhatian pasien dari rasa nyeri
- Tentukan pengaruh pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup ( napsu makan,
tidur, aktivitas, mood, hubungan sosial)
Rasional : Untuk mengetahui apakah nyeri yang dirasakan klien berpengaruh
terhadap yang lainnya
- Tentukan faktor yang dapat memperburuk nyeri. Lakukan evaluasi dengan
klien dan tim kesehatan lain tentang ukuran pengontrolan nyeri yang telah
dilakukan
Rasional : Untuk mengurangi factor yang dapat memperburuk nyeri yang
dirasakan klien
- Berikan informasi tentang nyeri termasuk penyebab nyeri, berapa lama nyeri
akan hilang, antisipasi terhadap ketidaknyamanan dari prosedur
Rasional : untuk mengetahui apakah terjadi pengurangan rasa nyeri atau nyeri
yang dirasakan klien bertambah
- Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi respon ketidaknyamanan klien
(suhu ruangan, cahaya dan suara)
Rasional : Pemberian health education dapat mengurangi tingkat kecemasan
dan membantu klien dalam membentuk mekanisme koping terhadap rasa nyer
- Hilangkan faktor presipitasi yang dapat meningkatkan pengalaman nyeri klien
(ketakutan, kurang pengetahuan)
Rasional : Untuk mengurangi tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan klien
- Ajarkan cara penggunaan terapi non farmakologi (distraksi, guide imagery,
relaksasi)
Rasional : Agar nyeri yang dirasakan klien tidak bertambah dan agar klien
mampu menggunakan teknik nonfarmakologi dalam memanagement nyeri
yang dirasakan
- Kolaborasi pemberian analgesic
Rasional : Pemberian analgetik dapat mengurangi rasa nyeri klien

Diagnosa III : Risiko infeksi


2.7.11 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteia): berdasarkan NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam bintik-bintik merah
pada kulit akan hilang.
Kriteria hasil :
- Pasien tidak merasakan gatal dan nyaman dengan keadaannya
- Rash pada kulit berkurang

2.7.12 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC


- Pertahankan kuku anak tetap pendek, menjelaskan kepada anak untuk tidak
menggaruk keras
Rasional: Untuk mencegah terjadinya luka pada saat anak menggaruk
- Berikan obat antipruritus topikal, dan anestesi topical
Rasional: Agar tidak merasakan gatal dan sakit pada kulit pasien
- Mandikan klien dengan menggunakan sabun yang tidak perih
Rasional: Untuk mencegah infeksi Untuk mencegah terjadinya luka pada
saat anak menggaruk
- Kolaborasi: Pemberian antihistamin
Rasional: Agar tidak merasakan gatal dan sakit pada kulit

Diagnosa IV : Gangguan integritas kulit


2.4.13. Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteia): berdasarkan NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam bintik-bintik merah
pada kulit akan hilang.
Kriteria hasil :
- Pasien tidak merasakan gatal dan nyaman dengan keadaannya
- Rash pada kulit berkurang

2.4.14. Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC


- Pertahankan kuku anak tetap pendek, menjelaskan kepada anak untuk tidak
menggaruk keras
Rasional: Untuk mencegah terjadinya luka pada saat anak menggaruk
- Berikan obat antipruritus topikal, dan anestesi topical
Rasional: Agar tidak merasakan gatal dan sakit pada kulit pasien
- Mandikan klien dengan menggunakan sabun yang tidak perih
Rasional: Untuk mencegah infeksi Untuk mencegah terjadinya luka pada
saat anak menggaruk
- Kolaborasi: Pemberian antihistamin
Rasional: Agar tidak merasakan gatal dan sakit pada kulit

DAFTAR PUSTAKA

Dick, George. 1995. Imunisasi dalam Praktek. Jakarta: Hipocrates

file://localhost/F:/happy%20campus/Imunisasi%20BCG%20%20Untuk%20Otak%20Kanan
%20Dan%20Kiri.mht

http://rahmanbudyono.wordpress.com/2009/01/28/makalah-kesehataan_imunisasi/

Markum, A.H. 1997. Imunisasi. Jakarta: FK UI

Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1998. Buku kuliah 1, Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1998. Buku kuliah 2, Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Pelaihari, Juni 2017

Mengetahui,
Preseptor Akademik Preseptor Klinik

( Muhsinin, Ns., M.Kep., Sp.Anak ) ( )

Anda mungkin juga menyukai