Anda di halaman 1dari 4

Pulau Padang: Konflik HutanTanaman Industri

Sebuah perusahaan besar beroperasi di sekitarSungai Siak, Riau.


Sebuah sungai yang menurutbanyak ahli sebagai sungai terdalam di Indone-
sia. Sungai yang lebarnya hanya sekitar 100anmeter itu merupakan
sungai padat lalu lintas,hampir setiap hari sungai ini dilalui kapal-kapalcepat
(speedboat) maupun kapal berkecepatansedang dan lambat. Sungai ini
menghubungkanantara Pekanbaru Perawang, Siak menuju keButon-
Bengkalis, Selatpanjang-TanjungbalaiKarimun-Batam. Puluhan kapal cepat
melaluisungai ini karena hanya jalur ini yang palingefektif untuk menuju
Pekanbaru sebagai IbukotaProvinsi Riau. Sungai ini menghubungkan
pulau-pulau kecil yang secara administratif dibawah Riau. Di luar
armada kapal cepat yangmelewati sungai ini, juga terdapat kapal-
kapalberukuran besar dan sedang yang memuat ber-bagai macam
kebutuhan, baik kebutuhanpangan warga pulau yang disuplai dari
Medan,Padang, Pekanbaru dan sekitarnya menujuwilayah-wilayah
penyangga.Sebagai ibukota provinsi tentu Pekanbarumenjadi tempat
banyak tujuan kepentinganwilayah administratif lainnya karena di Pekan-
baru pula terdapat kampus negeri yang cukupbergengsi di Riau,
diantaranya UNRI (Universi-tas Negeri Riau) UIN (Universitas Islam
Negeri)dan universitas swasta seperti Universitas Lan-cangkuning dan
Universitas Islam Riau. Banyakdiantara warga daerah pulau yang
menyekolah-kan anaknya ke Pekanbaru, Sungai Siak adalahjalur yang
selalu dilewati. Akan tetapi, dalamnyasungai ini juga bisa dimanfaatkan
oleh banyakperusahaan besar untuk mengirim kayu dalamjumlah besar.
Kapal tengker dan kapal indukbarang biasa melewati sungai ini untuk
mem-bawa kayu dan batu bara keperusahaan buburkertas di sekitar
Sungai Siak (Indah Kiat) dan keperusahaan lainnya.
Kisah Pulau Padang adalah kisah parapengumpul pundi-pundi
keuangan dari daratmelewati laut. Bahan baku diambil dari darat(hutan)
kemudian dikumpulkan di pingir kali/parit lalu dialirkan ke sungai
menuju laut.Dengan cara ini kayu kemudian diangkut baikdengan
metode dirakit dan ditarik dengan kapalatau langsung dimasukkan ke kapal
tengker kayudan dibawa ke perusahaan. Dari sanalah semuabermula, dari
sanalah semua dimaknai olehwarga Pulau Padang sebagai eskspansi
parapengusaha besar menancapkan kukunya kehutan-hutan sekitar warga
tinggal. Mereka tidakpernah sadar selama ini kapal-kapal, tongkang,kapal
induk barang yang mereka lihat lalu lalangakan menjadi bagian dari sejarah
mereka. WargaPulau Padang tentu tidak asing dengan peman-dangan
demikian karena mereka akrab dengansungai dan laut. Mereka hidup
dengan sistemdan budaya sungai sampai kemudian merekasadar abrasi
semakin mengusir mereka dan ber-geser ke darat.
Hal yang dilakukan oleh RAPP di PulauPadang adalah bagian dari
paket kritikan aktivisinternasional atas ketidakramahan perusahaanpulp and
paper yang beroperasi di Indonesia(Riau) terhadap lingkungan.
Organisasi besarinternasional Greenpeace menjadikan Riau seba-gai bagian
dari target operasi kampanye, karenadi wilayah ini perusahaan beroperasi
tanpamemiliki Sistem Verif ikasi Legalitas Kayu (SVLK).Hal itu terbukti
dengan beberapa pejabat terasRiau ditangkap KPK, termasuk mantan
KepalaDinas Kehutanan Riau, Asral Rahman atas kasuspenerbitan Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil HutanKayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) tahun2001-
2006.
Dengan niat baik akan memenuhi pasokanbahan baku untuk
industrinya dan mengurangipembabatan hutan alam, APRIL grup menga-
jukan izin HTI kepada menteri kehutanan, yangkebetulan salah satu izin
tersebut di wilayah Pulau Padang. Jauh sebelum izin itu diberikanoleh
Menhut, RAPP sudah mengantongi izinpemanfaatan hasil hutan di
wilayah tersebut.Dengan izin itu ia telah menghabisi semua kayuyang ada di
wilayah Pulau Padang, dan izin beri-kutnya adalah izin HTI. Menjadi ironis
karenaniatan baik itu dilakukan setelah sebelumnyamembabat habis Pulau
Padang, bahkan izin yangdikantongi RAPP kemudian “mengancam” war-ga
sekitar karena izin lahan HTI-nya menabrakmayoritas lahan penduduk,
bahkan menabraklahan pemukiman. Pada tahun 2007, saat Kabupaten
Merantimasih di bawah administratif KabupatenBengkalis, Menteri
Kehutanan mengeluarkansurat izin HTI untuk wilayah Tebing Tinggi,pulau
yang saat ini menjadi Ibukota Meranti. IzinHTI di pulau ini keluar dengan
SK Menhut No.217/Menhut-II/2007 Tanggal 31 Mei 2007. Izindikeluarkan
untuk Usaha Pemanfaatan HasilHutan Tanaman Industri (UPHHTI) di
DesaNipah Sendadu, Sungai Tohor, Tanjung Sari,Lukun, dan Desa Kepau
Baru seluas 10.390hektare. 34 Warga melakukan penolakan karenawilayah
tersebut menjadi konsentrasi pengem-bangan sagu, bahkan Tebing Tinggi
merupakanpusat sagu terbaik dan terbesar di Indonesia.Dukungan
datang dari banyak pihak, termasukKetua DPRD Riau waktu itu, Chaidir.
Alasannyajelas, karena Tebing Tinggi akan difokuskan kepa-da
pengembangan sagu di Riau. Akan tetapi protestidak berlangsung lama
karena perusahaan yangditunjuk RAPP, PT Lestari Unggul Makmur
terusberoperasi. Hal yang sama juga terjadi di PulauRangsang, PT.
Sumatera Riang Lestari (SRL)mendapat izin operasi seluas 18.890 hektar.
Juni 2009, Kembali menteri KehutananRepublik Indonesia M.S.
Kaban mengeluarkanSK No. 327/Menhut-II/2009 Tanggal 12 Juni 2009.SK ini
kemudian menjadi persoalan nasionalhingga hari ini karena mendapat
perlawananpaling serius dari pihak warga, bahkan dalambeberapa kajian
tentang gerakan sosial atau protesmovement di Riau, SK ini mendapat
porsi yangluar biasa dari pemberitaan media. Artinya sejakSK keluar dan
masyarakat mengetahui, sejak itupula (akhir 2009) gerakan perlawanan
masyara-kat terus muncul. Dalam analisis strategi umpantarik ala
pemerintah, SK ini hingga hari ini belumdicabut oleh Menteri Kehutanan
meskipunmendapat perlawanan secara masif dari warga,akan tetapi SK ini
sudah hilang dari daftar resmiSK yang dikeluarkan oleh Menteri
Kehutanan,artinya SK itu tidak muncul di situs resmiwww.dephut.go.id.
Status hukum policy tersebuthingga hari ini adalah moratorium
setelahMenhut mendapat tekanan kuat dari berbagaielemen masyarakat,
baik masyarakat Meranti-Riau maupun NGO.
Apa sebenarnya isi SK tersebut? Inti dari SKini adalah setelah
RAPP mendapat izin pe-manfaatan hutan Pulau Padang, RAPP kemu-dian
memanfaatakan lahannya untuk tanamanindustri (HTI). Proses
munculnya SK bukanpada tahun 2009, akan tetapi dimulai dari tahun2004,
dan SK 2009 bukan merupakan SKtunggal, akan tetapi meliputi beberapa
kabupaten,dan Meranti hanya salah satu yang didapatkanoleh RAPP di
Riau. RAPP mendapatkan perse-tujuan dari Menhut untuk melakukan
beberapakali perubahan pengajuan izin, dari semulahanya 235.140
hektar sesuai Surat KeputusanMenteri Kehutanan No. SK.356/Menhut-
II/2004Tanggal 1 November 2004. Berdasarkan permo-honan Direktur
Utama PT.RAPP sesuai suratNomor: 02/RAPP-DU/I/04 Tanggal 19
Januari2004, Menteri Kehutanan mengeluarkan kembalikeputusan penting,
Surat Keputusan SK No. 327/Menhut-II/2009 tanggal 12 Juni 2009
denganluas areal 350.165 hektar yang tersebar ke 5 kabupaten.
Kedua surat keputusan yang dikeluarkan olehDepartemen Kehutanan
tersebut menyangkutlima kabupaten. Kajian ini penulis fokuskan
padaKabupaten Kepulauan Meranti dimana antaraSK tahun 2004 dan 2009
tidak mengalami peru-bahan, jumlah luasan izin yang diperoleh
tetapsama, 41.205 hektar. Pada kolom ketiga, jumlahluasan lahan yang
dikeluarkan pada tahun 2004,kemudian diajukan kembali oleh RAPPP
yangdirespon oleh Departemen Kehutanan sehinggamuncul perubahan
luasan lahan konsesi yangmenjadi jauh lebih luas. Pada Kabupaten Meranti
tidak mengalami perubahan, karena Merantihanya menjadi bagian paket
usulan baru oleh RAPP.

Anda mungkin juga menyukai