Anda di halaman 1dari 13

Nama : Evan Fransisco Siringo-Ringo

Kelas : D-1

Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)

1. KAPET Biak
KAPET  Biak ditetapkan melalui Keppres No. 10 Tahun 1998. Cakupan wilayah
KAPET Biak terdiri dari Kabupaten Biak Numfor, Supiori, Yapen, Waropen, Nabire,
Mimika, Manokwari, Bintunidan Teluk Wondama dengan keseluruhan luas wilayah
sebesar 101.748,56 Km2. Kegiatan ekonomi yang sangat potensial dilakukan di kawasan
ini, yakni pariwisata alam dan bahari, perikanan, pertambangan dan penggalian. Posisi
KAPET Biak cukup strategis dimana merupakan jalur penghubung ke Australian, Papua
New Guinea, Negara-negara di Pasifik Selatan, Guam, Hawaii dan New Zealand.
Kondisi KAPET Biak terletak di segitiga pertumbuhan ekonomi dunia, yaitu Jepang-
Australia- USA.
Kapet Biak terdiri dari lima kabupaten dan setiap kabupaten memiliki laut yang
selama ini telah dikelola, laut juga sebagai batas administrasi antar kabupaten, Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengatur dengan tegas
bahwa luas laut yang dapat dikelola oleh setiap provinsi sepanjang 12 mil dan kabupaten
sepanjang 4 mil, luas laut Kapet Biak sebesar 46.006,28 Km2, oleh karena itu laut
dipandang sebagai sumberdaya bersama (common pool resources) pada kawasan
tersebut. potensi sumberdaya ikan di wilayah Kapet Biak sebesar 45.052 ton/tahun yang
terdiri dari pelagis besar 10.294 ton, pelagis kecil 11.962 ton, demersal 14.351 ton, cumi-
cumi 2.523 ton, udang 2.924 ton, cucut dan pari sebanyak 3.006 ton. Sumberdaya ikan
yang melimpah di wilayah Kapet Biak agar dapat berkelanjutan (sustainable) dikelola
dengan pendekatan ekologis oleh masyarakat, pemerintah dan swasta, sehingga
ketersediaan biota laut ini terus lestari. Kajian terpadu yang dilakukan oleh KKP, WWF
dan PKSPL-IPB menginformasikanbahwa WPP 717 tergolog dalam kategori baik baik
(skor 275) (Ditjen Sumber Daya Ikan-KKP, WWF-Indonesia, & PKSPL-IPB, 2011).
Hampir semua indikator habitat menunjukkan kondisi yang sedang sampai baik, kecuali
terdapat potensi pencemaran di beberapa wilayah dimana terdapat industry besar. Selain
itu tutupan lamun di wilayah ini relative sedang.
2. KAPET Batulicin
 KAPET Batulicin ditetapkan melalui Keppres  No. 11 Tahun 1998. Cakupan
wilayah KAPET Batulicin meliputi seluruh wilayah administrasi Kabupaten Kotabaru,
Provinsi Kalimantan Selatan yang mempunyai luas wilayah 13.644 Km2. KAPET
Batulicin menyimpan potensi sumber daya alam yang sangat besar yaitu berupa kegiatan
pertambangan, kehutanan, pertanian, pariwisata dan perikanan.
Kegiatan yang dilakukan dalam memanfaatkan potensi sumber daya alam yaitu
dalam bentuk pendirian industri pulp playwood, semen dan minyak goreng. Selain itu
juga telah dilakukan pengembangan kemitraan antara pengusaha menengah/besar dengan
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam kegiatan moulding, briket, meubeler, batako,
dan lain-lainnya. Untuk menunjang percepatan pengembangan kawasan, telah ditetapkan
4 (empat) Kawasan Berikat yaitu : Batulicin, Kelumpang/Tarjun, Pulau Laut/Lontar dan
Pulau Sebuku. Selain itu KAPET Batulicin termasuk dalam wilayah kerjasama regional
negara-negara ASEAN yang tergabung dalam “Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-
Philipina East ASEAN Growth Area “ (BIMP-EAGA).

KAPET Batulicin yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional


(KSN) berdasarkan PP No. 26 Tahun 2008, memiliki potensi pengembangan komoditas
unggulan berbasis pada sumber daya alam, terutama perkebunan (kelapa sawit dan
karet), hutan produksi (perkayuan), pertambangan bijih besi, serta perikanan budidaya
dan tangkap. Secara geografis, KAPET Batulicin berada pada lokasi strategis, dilalui
oleh jalur pelayaran internasional (ALKI II) yang menghubungkan dengan negara-negara
di Asia Pasifik, serta lalu lintas transportasi menuju Pulau Jawa dan Kawasan Timur
Indonesia. Posisi strategis ini dapat dipandang sebagai peluang dan potensi pasar. Selain
itu, kawasan ini juga didukung oleh berbagai rencana pengembangan infrastruktur dalam
upaya meningkatkan konektivitas kawasan yang meliputi jalan nasional, rencana jalan
bebas hambatan, rencana jaringan kereta api menuju Banjarmasin, Kawasan Industri
Batulicin, dan rencana pengembangan kawasan Pelabuhan Batulicin sebagai pelabuhan
yang berorientasi ekspor.

3. KAPET Sasamba
KAPET Sasamba ditetapkan melalui Keppres  No. 12 Tahun 1998. Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Sasamba, Provinsi Kalimantan Timur
mencakup  Kawasan Kota Samarinda- Sangasanga- Muarajawa- Balikpapan dengan luas
wilayah ± 4.413 Km2 . KAPET Sasamba termasuk dalam wilayah kerjasama regional
negara-negara ASEAN, yang tergabung dalam “BruneiDarussalam-Indonesia-Malaysia-
Philipina East ASEAN Growth Area” (BIMP-EAGA).
 Lokasi KAPET Sasamba berbatasan langsung dengan negara-negara tersebut,
membuat posisi KAPET Sasamba menjadi lebih strategis karena berada digaris terdepan.
Bidang-bidang yang dikembangkan dalam kerjasama bilateral tersebut meliputi sektor-
sektor produktif seperti Agroindustri berbasis sektor pertanian, perkebunan, dan
kehutanan, sektor pabrikasi yang berbasis sumberdaya alam, serta sektor kepariwisataan.

Kawasan Penembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) Samarinda, Sanga- Sanga,


Muara Jawa, dan Balikpapan (Sasamba) Sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres)
nomor 12 tahun 1998. Bahwa dalam upaya memacu dan meningkatkan kegiatan
pembangunan serta dalam rangka lebih memberikan peluang kepada dunia usaha untuk
berperan serta secara lebih luas di kawasan timur Indonesia khususnya di Provinsi
Kalimantan Timur. Kebijakan ini dilakukan oleh pemerintah pusat sebagai upaya
pemerataan pembangunan di Kalimantan Timur dan untuk memacu pertumbuhan
ekonomi dalam rangka mesejahterakan masyarakat Kalimantan Timur. Pada hakekatnya
wilayah Kapet Sasamba merupakan kawasan yang sangat potensial dalam percepatan
pembangunan di Kalimantan Timur karena masuk kedalam Kawasan Strategis Nasional
(KSN), wilayah kerjasama ragional negara- negara ASEAN, yang tergabung dalam :
Brunai Darusalam-Indonesia-Malaysia- Philipina East ASEAN Growth Area (BIMP-
EAGA), dan juga masuk dalam program Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI).

4. KAPET Sanggau (Khatulistiwa)


KAPET Sanggau ditetapkan melalui Keppres  No. 13 Tahun 1998. Berdasarkan SK
Gubernur No. 188 Tahun 2002 KAPET Sanggau dirubah menjadi KAPET Khatulistiwa
dengan luas wilayah 53.545 Km2. Cakupan wilayah KAPET Khatulistiwa meliputi Kota
Singkawang- Kabupaten Bengkayang- Kabupaten Sambas- Kabupaten Sanggau-
Kabupaten Sintang- Kabupaten Landak- Kabupaten Kapuas Hulu.
Wilayah KAPET Khatulistiwa berbatasan langsung dengan Sarawak- Malaysia.
Selain itu posisinya terletak pada jalur pelayaran internasional sea lane of
communication (SLOC) yaitu Selat Karimata, Laut China Selatan serta Laut Jawa. 
Posisi yang strategis tersebut telah menempatkan KAPET Khatulistiwa pada berbagai
bentuk kerjasama ekonomi sub regional, baik bilateral maupun multilateral. Wadah
formal hubungan kerjasama antara KAPET Khatulistiwa dengan berbagai negara antara
lain adalah “Sosek Malindo”, “Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philipina East
ASEAN Growth Area (BIMP – EAGA)” , “Indonesia-Malaysia-Singapore Growth
Triangle (IMS-GT)” dan AIDA.
Perkebunan kelapa sawit di daerah ini memang berkembang pesat. Pemerintah
mencadangkan lahan seluas 648.600 hektar untuk perkebunan sawit. Sampai Agustus
1998, luas tanaman yang telah menghasilkan 68.935 hektar (dari 34 perusahaan).
Perkebunan karet rakyat juga relatif luas yaitu 113.229 hektar dengan produksi 26.828
ton/ tahun. Sedangkan perkebunan kakao “hanya” 1.194 hektar. Perkebunan sawit, karet
rakyat, dan kakao itu cukup kuat memberi ketahanan ekonomi bagi masyarakat
Kabupaten Sanggau. Sebagian besar menyatakan tidak ikut merasakan krisis ekonomi
ketika kurs dollar-rupiah melambung di atas Rp 10.000. Tentu saja, karena saat itu harga
tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, getah karet, dan kakao mengikuti nilai kurs,
sehingga masyarakat pun ikut menikmatinya. Di sektor kehutanan, hutan tanaman
industri (HTI) cukup dominan melalui pola HTI Trans dan HTI Umum dengan
komoditas tanaman albasia, akasia mangium, karet, dan tanaman penghidupan lainnya.
Luas lahan yang dicadangkan untuk HTI adalah 799.865 hektar dengan luas efektif
339.365 hektar. Realisasi tanam hingga 1998 ini mencapai 40.595,34 hektar. Potensi
bahan tambang di Kabupaten Sanggau seperti bauksit dan feldspar (bahan baku
pembuatan marmer), minyak bumi, emas, dan batubara cukup besar. Di Kecamatan
Tayan Hilir dan Toba misalnya, terdapat deposit cadangan bauksit sekitar 432 juta ton,
dan deposit feldspar di Kecamatan Bonti sekitar 1,7 juta ton.

5. KAPET Manado-Bitung
KAPET Manado-Bitung ditetapkan melalui Keppres No. 14 Tahun 1998 dengan
luas wilayah 2.012,07 Km2. Cakupan wilayah KAPET Manado-Bitung meliputi wilayah
Kotamadya Bitung, wilayah Kotamadya Manado, dan sebagian wilayah Kabupaten
Minahasa.
Potensi yang dimiliki oleh KAPET Manado-Bitung yaitu lokasi strategis yang
terletak di jalur pelayaran internasional (ALKI III) yang menghubungkan negara-negara
di Asia-Pasifik. Negara-negara tersebut berpeluang menjadi pasar yang besar bagi
KAPET dan lalu lintas transportasi menuju Kawasan Timur Indonesia serta cakupan
wilayah kerjasama regional antar negara ASEAN yaitu tergabung dalam “Brunei
Darussalam – Indonesia – Malaysia – Philipina East ASEAN Growth Area (BIMP –
EAGA)” yang merupakan bentuk kerjasama bilateral negara-negara ASEAN untuk
wilayah bagian timur.
KAPET Manado-Bitung yang ditetapkan menjadi Kawasan Strategis Nasional
(KSN) berdasakan Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 memiliki dukungan
Pelabuhan Bitung sebagai penghubung internasional yang juga akan dikembangkan
menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Konsep KEK sendiri pada intinya bertujuan
mendorong suatu kawasan agar memiliki daya saing terhadap perdagangan di Asia
Pasifik dalam upaya percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.
Potensi ruang yang dimiliki oleh KAPET Manado yaitu lokasi yang strategis yang
terletak di jalur pelayaran internasional (ALKI III) yang menghubungkan negara-negara
di Asia Pasifik. Negara-negara tersebut berpeluang menjadi pasar yang besar bagi
KAPET dan lalu lintas transportasi menuju Kawasan Timur Indonesia. Potensi ini
memegang peranan penting yang harus dimanfaatkan secara optimal, selain untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah Sulawesi Utara, juga untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Kawasan Timur Indonesia dalam lingkup yang lebih luas. 
Untuk mencapai tujuan KAPET Manado-Bitung tersebut, terdapat tiga hal yang
utama yang harus ditingkatkan. Pertama, peningkatan dukungan infrastruktur sebagai
sistem konektivitas antar pusat kegiatan dengan pusat kegiatan dan kawasan penyangga
(hinterland) yang berupa jalan nasional, jalan bebas hambatan/toll, serta rencana
pengembangan kawasan Pelabuhan Bitung sebagai KEK dan hubungan internasional.
Kedua, penguatan komitmen program sektor terkait dalam pengembangan KAPET, baik
di Pusat maupun di daerah. Ketiga, revitalisasi kelembagaan KAPET yang saat sedang
dibahas di tingkat pusat oleh Badan Pengembangan KAPET yang beranggotakan
Kementerian/Lembaga seperti Bappenas, Kementerian Pekerjaan Umum,
dan Kementerian Dalam Negeri. Ketiga hal ini tertuang dalam rancangan peraturan
presiden tentang rencana tata ruang KAPET Manado-Bitung yang ketika telah ditetapkan
nanti akan menjadi landasan hukum dan acuan setiap pemangku kepentingan dalam
mengembangkan kawasan.

6. KAPET Mbay
KAPET Mbay berdiri pada tanggal 19 Januari 1998, dimana lokasi KAPET Mbay
berada di Kabupaten Ngada , Provinsi Nusa Tenggara Timur. ditetapkan sebagai
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Mbay melalui Keppres nNo. 15
Tahun 1998. Cakupan wilayah KAPET Mbay meliputi satu Kabupaten, yaitu Kabupaten
Ngada dengan pusatnya di Mbay dengan luasan 3.040 Km 2. Posisi KAPET Mbay
memiliki peran strategis dalam rangka pengembangan Provinsi Nusa Tenggara Timur,
terutama untuk meningkatkan hubungan dengan Kawasan Timur Indonesia bagian utara
dan Kawasan Asia-Pasifik melalui Australia Utara dan Barat. Dalam hal ini KAPET
Mbay termasuk dalam wilayah kerjasama bilateral “Australia – Indonesia Development
Area” (AIDA).
KAPET Mbay ditetapkan pada tanggal 19 Januari 1998 melalui KEPPRES Nomor
15 Tahun 1998. Luas KAPET Mbay kurang-lebih 3.038 km2 mencakup seluruh wilayah
Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. KAPET Mbay  dikenal juga di
seantero jagad karena kehadiran biawak langka spesifik Riung. Penduduk lokal
menamakannya “Mbou”, sementara nama kerennya Varanus Riungensis. Pantai Utara
KAPET Mbay adalah lintasan perhubungan laut terpendek antara Nusa Tenggara
Timur dengan Pulau Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya. Di pantai Selatan,
KAPET Mbay  mempunyai sebuah pelabuhan feri dan sebuah pelabuhan laut yang
menghubungkan Pulau Flores dengan Pulau Sumba dan Kupang, Ibukota Propinsi Nusa
Tenggara Timur. 

Sesuai dengan potensi alamnya, Badan Pengelola KAPET Mbay mengundang


investor yang berminat, domestik dan manca negara, untuk menanamkan modalnya
dalam tiga bisnis utama. Bisnis yang sangat menjanjikan real benefit itu adalah :
Sektor Pertanian mencakup agribisnis (perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan
budidaya mutiara), agroindustri(industri garam, industri makanan ternak, pengolahan:
coklat, kopi, jambu mete, kelapa dan kemiri). Di sektor Pariwisata, Riung 17
Pulau menjanjikan panorama bawah laut yang menakjubkan
untuk diving dan snorkeling bagi pencinta wisata bawah laut, Mbou dan goa-goa alam
bagi pencinta petualangan. Di samping itu wisata sejarah dan budaya tidak kalah
menariknya, seperti kampung megalitik: Bena, Gurusina, Nage, Wogo, Keli dan
Renduola, dan kerangka gajah purba (Stegedon) di Olabula dan Matamenge. Di
Sektor Pertambangan, sediaan berjenis warna batu marmer, granit, bahkan emas dan
perak cukup meyakinkan, di samping sediaan gas alam.
7. KAPET Parepare
KAPET Parepare ditetapkan melalui Keppres No. 164 Tahun 1998 dengan luas
wilayah 6.905,081 Km2. Cakupan wilayah KAPET Parepare yang berada di dalam
Provinsi Sulawesi Selatan meliputi Kota Parepare, Kabupaten Sidenreng Rappang
(Sidrap), Kabupaten Pinrang, Kabupaten Enrekang, dan Kabupaten Barru. KAPET
Parepare diharapkan berfungsi sebagai pusat produksi dan industri pengolahan,dimana
kota Parepare sebagai pusat jasa dan perdagangan akan mendorong kegiatan ekonomi
dan agroindustri di wilayah belakangnya (hinterland).KAPET Parepare termasuk dalam
wilayah kerjasama regional negara-negara ASEAN yang tergabung dalam “Brunei
Darussalam – Indonesia – Malaysia – Philipina East Asean Growth Area (BIMP –
EAGA)” yang merupakan bentuk kerjasama bilateral negara-negara ASEAN untuk
wilayah bagian timur.
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Parepare yang berlokasi di
wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, wilayahnya meliputi Kota Parepare, Kabupaten
Barru, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Sidrap, dan Kabupaten Enrekang. Pembentukan
KAPET Parepare berdasarkan pada asas meningkatkan daya tarik kawasan, peningkatan
sektor unggulan, peningkatan unggulan lokasi, pemberdayaan kelembagaan, dan
keterkaitan fungsional antar kawasan yang mendukung percepatan pertumbuhan
ekonomi di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. KAPET Parepare diharapkan berfungsi
sebagai pusat produksi komoditi pertanian dan non pertanian dan industri Pengolahan,
sehingga Kota Parepare sebagai pusat jasa dan perdagangan untuk mendorong kegiatan
ekonomi dan agro industri di wilayah belakangnya (hinterland).
Dalam konteks ASEAN, KAPET parepare termasuk dalam wilayah kerjasama
regional yang tergabung dalam : Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philipina East
ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA), yang merupakan bentuk kerja sama bilateral
Negara-negara ASEAN untuk wilayah bagian timur. Selanjutnya struktur ekonomi
wilayah ini masih didominasi oleh sektor pertanian dimana pada tahun 2010 peranan
sektor pertanian sebesar 49,24 persen dibanding pada tahun 2009 sebesar 48,89 persen,
sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2010 sebesar 1,43 persen dibandingan
dengan tahun 2009 sebesar 1,32 persen, sektor industri pengolahan sebesar 4,06 persen
tahun 2010 dibandingan dengan tahun 2009 sebesar 3,91 persen, sektor listrik, gas dan
air pada tahun 2010 sebesar 0,91 persen dibandingan dengan tahun 2009 sebesar 0,84
persen, sektor bangunan pada tahun 2010 sebesar 6,47 persen dibandingan dengan tahun
2009 sebesar 6,05 persen, sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar  11,14 persen
pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar  10,98 persen, sektor angkutan
dan komunikasi pada tahun 2010 sebesar 4,27 persen dibandingan dengan tahun 2009
sebesar 4,75 persen, sektor lembaga keuangan, persewaan dan jasa perusahan tahun 2010
sebesar 6,25 persen dibandingan dengan tahun 2009 sebesar 5,88 persen dan sektor jasa-
jasa pada tahun 2010 sebesar 16,23 persen dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar
17,38 %.
Sungai yang ada di Kota Parepare  yaitu sungai Karajae, sungai Paroko dan Sungai
Lauleng Sungai Karajae dari muara sampai pada percabangan pertama panjang 2,04 Km,
lebar bervariasi antara 70 meter hingga 150 meter ( Muara ). Dari percabangan pertama
kearah hulu lebar berkisar antara 10 meter hingga 70 meter. Kondisi air dari muara
sungai  samapi 2 kilmeter kearah hulu bersifat asin dan payau, sedangkan lebih dari 2
kilometer kearah hulu adalah bersifat tawar. Dari hasil pengamatan yang dilakukan
menunjukkan volume air tawar yang setiap saat dapat tertampung pada badan sungai
tanpa adanya bendungan mencapai 445.600 meter kubik.Sungai  Panroko daerah
alirannya terletak pada bagian tengah dan bagian tengah , menempati sekitar 35% dari
luasya, dengan luas 2869 Ha. Wilayah tersebut mencakup wilayah perbukitan pada
bagian timur dan wilayah pedaratan pada bagian barat. Bentuk pengaliran sungai adalah
paralel (searah) dari arah hulu, dengan arah pengaliran relatif timur laut – barat daya.
Sungai panroko bermuara di Selat Makassar dan Teluk Pare. Sungai Lauleng  daerah
aliran sungainya terletak pada bagian utara dengan areal yang sempit, menempati sekitar
5% dari laus daerah peyelidikan, dengan luas areal mencapai 305,6 Ha. Wilayah tersebut
meliputi perbukitan bergelombang  lemah dan sebagian wilayah pedataran. Bentuk
pengaliran air sungainya adalah meranting dari arah hulu, dengan arah pengaliran relatif
timur – barat  dengan bermuara di Selat Makassar dan Teluk Pare.

8. KAPET Seram
KAPET Seram ditetapkan melalui Keppres No. 165 Tahun 1998 dengan luas
wilayah 18.625 Km2. Cakupan wilayah KAPET Seram yang berada di Provinsi Maluku
meliputi Kecamatan Seram Barat, Tanwel, Kairatu, Teon Nila Serua (TNS), Kecamatan,
Seram Utara, Tehoru, Bula, Werinama, Seram Timur. KAPET Seram terletak dekat
dengan Ambon sebagai pintu gerbang provinsi, yang berhubungan langsung dengan
Makassar sebagai pusat pertumbuhan di Kawasan Timur Indonesia. Potensi yang
dimiliki KAPET Seram meliputi sektor pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan,
pertambangan dan pariwisata. Dalam konteks kerjasama ekonomi internasional, KAPET
Seram termasuk dalam wilayah kerjasama ekonomi sub-regional Australia-Indonesia
Development Area (AIDA) dan Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia- Philipina East
ASEAN Growth Area(BIMP-EAGA).
Potensi Kapet Seram Keanegaraman potensi yang tersebar merata di wilayah
KAPET Seram baik darat maupun laut, memungkinkah daerah ini untuk cepat tumbuh
dan berkembang.

 Potensi Perikanan Dan Kelautan. Jenis ikan yang ditangkap di wilayah lautan Kapet
Seram adalah ikan pelagis (tuna, cakalang, tomhkol, layang, selar, kembung, sikuda,
tembang dan teri). Sedangkan jenis ikan demersal yang biasa ditangkap meliputi
ikan kerapu, kakap merah, baronang, jepus (lomba, cumi).

 Potensi Perkebunan. Jenis potensi perkebunan dan tanaman pangan yang diunggulan
di Kapet Seram antara lain tanaman pala dengan potensi tersedia sebanyak 2.355 ha,
Potensi perkebunan kelapa dengan potensi yang dapat dimanfaatkan seluas 22.491
ha. Hasil produksi dari perkebunan tanaman kelapa adalah sebesar 1,50 ton/ha..
Potensi perkebunan cengkih dengan potensi yang telah termanfaatkan adalah seluas
21.609 ha, Perkebunan cacao tersebar di Kecamatan Tehoru, Seram Utara dan
Werinama. Luas perkebunan cacao yang telah diusahakan seluas 4.737 Ha,
Perkebunan karet yang ada di Kapet Seram diusahakan oleh PT PN. Luas lahan
pertanian yang telah diusahakan sebagai perkebunan karet seluas 2000 ha,
Perkebunan sagu. sagu yang termanfaatkan adalah seluas 14.353 ha.

 Potensi Peternakan. Komoditas peternakan yang merupakan salah satu komoditas


unggulan di Kapet Seram adalah sapi. Potensi yang telah dimanfaatkan adalah
sebanyak 30.183 ekor. Produktivitas dari sektor ini sebesar 5.184 ekor/tahun.
Komoditas ini masih bisa dikembangkan lagi karena masih tersedia padang
penggembalaan seluas 4500 ha. Komoditas darat lain yang diusahakan di Kapet
Seram adalah tanaman ubi jalar. Luas perkebunan ubi jalar tersebut seluas 880 ha.
Pulau Seram merupakan salah satu daerah pemasok padi bagi Propinsi Maluku. Luas
lahan pertanian yang telah dimanfaatkan sebagai sawah adalah seluas 1956 ha
dengan hasil produksi sebanyak 2,84 ton/ha.
 Potensi Kehutanan. KAPET Seram mempunyai wilayah daratan yang paling luas
dari kabupaten lain di Provinsi Maluku, dengan potensi kehutanan yang sangat besar
dengan berbagai macam plasma nutfah.

 Potensi Pertambangan dan Energi. Komoditas pertambangan yang berpeluang untuk


dikembangkan di Kapet Seram adalah minyak bumi, bahan baku semen, emas,
marmer dan batu bara. Lokasi persebaran tambang minyak bumi, bahan baku semen
dan batu bara tersebar di Kecamatan Bula, Seram Utara, Tehoru, Kota Laimu dan
Kecamatan Werinama.

 Potensi Pariwisata. KAPET Seram memiliki potensi pariwisata yang cukup besar.
Diantaranya pulau-pulau kecil, wisata alam, wisata bahari, situs-situs bersejarah
maupun budaya.

9. KAPET Bima
KAPET Bima ditetapkan melalui Keppres No. 166 Tahun 1998 dengan luas
wilayah 6.921, 45 Km2. Cakupan wilayah KAPET Bima terletak di Provinsi Nusa
Tenggara Barat (NTB) yang meliputi Kabupaten Bima (Kecamatan Rasanae Timur,
Rasanae Barat, Belo, Woha, Monta, Bolo, Wawo, Wera, Sape, Donggo dan Sanggar) dan
Kabupaten Dompu (Kecamatan Dompu, Hu’u, Woja, Kempo, Kilo dan Pekat).
KAPET Bima mempunyai posisi strategis, ditinjau dari konteks perdagangan
merupakan pintu keluar dan masuk barang dan jasa ke Kawasan Indonesia Barat (KIB)
dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Jika dilihat dari konteks Pariwisata, terletak
diantara segitiga emas. Disebelah barat daerah kunjungan wisata Internasional Pulau
Bali, disebelah utara Tanah Toraja, dan disebelah timur Pulau Komodo serta Lakey
Hu’u merupakan ajang kegiatan selancar bertaraf Internasional. Selain itu KAPET Bima
termasuk wilayah kerjasama ekonomi regional “Australia – Indonesia Development
Area (AIDA)”.
 Pertanian. Dalam sektor pertanian komoditas yang diunggulkan adalah bawang
merah sedangkan dari sektor perkebunan komoditas yang dapat diunggulkan antara
lain adalah Kopi dengan luas lahan sebesar 8.771 ha baru dimanfaatkan sebesar
7.142 ha dan Jambu Mete dengan lahan seluas 14.375 ha yang telah dimanfaatkan
sebesar 6.004 ha.
 Pertambangan. Potensi Komoditas yang cukup menonjol dari sektor pertambangan
di Kabupaten Bima adalah Marmer. Potensi marmer di Kabupaten Bima ini cukup
murah dan mudah untuk dikembangkan. Ada tujuh lokasi bahan galian marmer yang
cukup potensial untuk dikembangkan dan ada yang sudah operasional dengan lokasi
strategis dari jalur transportasi.
 Perindustrian. Terdapat potensi untuk mendirikan industri garam rakyat, mengingat
sebagian besar wilayah Kabupaten Bima adalah wilayah pesisir pantai.
 Perikanan. Wilayah kabupaten Bima sebagian besar adalah perairan karena itu
potensi perikanan di Kabupaten Bima sangat besar antara lain adalah Mutiara,
Rumput laut, Udang Windu dan Ikan Tuna.

 Pariwisata. Di Kabupaten Bima terdapat beberapa wisata pantai yang sangat


potensial untuk dikembangkan antara lain Pantai Rontu yang ombaknya dapat
dipakai untuk berselancar.

10. KAPET Palapas (Batui) 


KAPET Palapas (Batui) berlokasi di Provinsi Sulawesi Tengah yang ditetapkan
melalui Keppres No. 167 Tahun 1998 dengan luas wilayah 21.926,90 Km2. KAPET
Palapas dahulu bernama KAPET Batui, dengan cakupan wilayah Kota Palu, Kabupaten
Sigi, Kabupaten Donggala, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Parigi Moutong.

Struktur ekonomi KAPET Palapas masih didominasi oleh sektor pertanian


sebagaimana dapat dilihat dari nilai PDRB pada masing‐masing kabupaten dalam
lingkup KAPET Palapas. Perkembangan PDRB wilayah PALAPAS pada tahun 2010
menurut harga konstan tahun 2000 adalah Rp 9.032.877, dimana besarnya PDRB
tertinggi di wilayah KAPET PALAPAS adalah Kabupaten Parigi. Besarnya PDRB
wilayah tersebut adalah Rp. 3.014.171. Pada wilayah KAPET PALAPAS besarnya
peranan sektor pertanian mencapai 36,38%, ini adalah sumbangan terbesar terhadap
PDRB,yang berarti menunjukkan bahwa struktur perekonomian di KAPET PALAPAS
adalah pertanian. Untuk sektor‐sektor lainnya kontribusi terhadap PDRB adalah sebagai
berikut: sektor penggalian sebesar 3,01%; sektor industri pengolahan sebesar 7,32%;
sektor listrik, dan air bersih sebesar 0,84%; sektor bangunan sebesar 7,75%; sektor
perdagangan, hotel & restoran 13,76%; sektor angkutan dan komunikasi sebesar 8,64%;
sektor keuangan, persewaan dan jasa sebesar 4,67% dan sektor jasa sebesar 17,63%.
11. KAPET Bukari
KAPET Bukari ( Bank Sejahtera Sultra) yang berlokasi di Provinsi Sulawesi
Tenggara ditetapkan melalui Keppres No. 168 Tahun 1998 dengan luas wilayah 4.950
Km2. Cakupan wilayah KAPET Bukari meliputi Kabupaten Buton, Kabupaten Kolaka,
Kabupaten Kendari dan Kabupaten Muna. Tahun 2009, KAPET Bukari mengalami
perubahan nama, lokasi dan cakupan wilayah. Saat ini KAPET Bukari bernama KAPET
Bank Sejahtera Sultra dengan cakupan wilayah Kota Kendari, Kabupaten Kolaka, dan
Kabupaten Konawe.
Dalam konteks ASEAN, KAPET Bukari masuk dalam wilayah kerjasama regional
yang tergabung dalam “Brunei Darusallam – Indonesia – Malaysia – Philipina East
ASEAN Growth Area (BIMP – EAGA)”, yang merupakan bentuk kerjasama bilateral
negara-negara ASEAN untuk wilayah bagian timur.

12. KAPET DAS Kakab


KAPET DAS KAKAB ditetapkan melalui Keppres No. 170 Tahun 1998 dengan
luas wilayah 236,73 Km2. Cakupan wilayah KAPET DAS KAKAB meliputi Daerah
Aliran Sungai Kahayan Kapuan dan Barito-meliputi Kota Palangkaraya, Kabupaten
Barito Utara, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Kapuas. Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu (KAPET) DAS KAKAB atau Daerah Aliran Sungai Kahayan-Kapuas-
Barito terletak di Provinsi Kalimantah Tengah meliputi wilayah Kota Palangkaraya
(Ibukota Provinsi), Kabupaten Barito Selatan, Pulang Pisau dan Kapuas.
Kawasan ini berada pada tiga daerah aliran sungai yaitu Sungai Kahayan, Sungai
Kapuas dan Sungai Barito. Sungai-sungai yang ada pada kawasan ini dimanfaatkan pula
sebagai sarana transportasi air, sumber mata pencaharian penduduk dan penunjang
kegiatan perikanan. Dari total luas wilayah tersebut, yang berpotensi untuk
dikembangkan adalah budidaya pertanian tanaman pangan, Perkebunan dan holtikultura
serta perikanan

13. KAPET Sabang


KAPET Sabang ditetapkan melalui Keppres No. 171 Tahun 1998 yang mencakup
Pulau Weh dan Pulo Aceh. Berdasarkan Surat Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam No. 193/30591 tanggal 2 September 2001, KAPET Sabang dirubah menjadi
“KAPET Bandar Aceh Darussalam” dengan luas wilayah 55.390 Km2. Cakupan wilayah
KAPET Bandar Aceh Darussalam meliputi Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar,
dan Kabupaten Pidie dengan hinterland Wilayah Tengah dan Barat/Selatan Aceh yang
telah dihubungkan dengan berfungsinya jaringan jalan dari pantai Barat/Selatan melalui
Wilayah Tengah ke Pantai Timur Aceh.
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Bandar Aceh Darussalam
terletak di Provinsi Naggroe Aceh Darussalam, dan merupakan salah satu KAPET yang
berada di Kawasan Barat Indonesia selain KAPET Natuna. Wilayah KAPET Bandar
Aceh Darussalam meliputi Banda Aceh, Lhok Nga, Peukan Bada, Kota Baro, Seulimum,
Darussalam, Aceh Besar, Padang Tiji, Muara Tiga, Batee, Kota Sigli dan Pidie. Peluang
investasi yang dimiliki oleh KAPET Bandar Aceh Darussalam antara lain sektor
perikanan, peternakan, pertambangan, industri dan pariwisata. KAPET Bandar Aceh
Darussalam terletak pada kawasan yang sangat strategis karena berada dipintu masuk
jalur perdagangan dunia yang paling sibuk yaitu Selat Malaka. Dalam konteks ASEAN,
KAPET Bandar Aceh Darussalam termasuk dalam wilayah kerjasama regional negara-
negara ASEAN yang tergabung dalam kerjasama bilateral Indonesia-Malaysia-Thailand
Growth Triangle (IMT-GT).

14. KAPET Natuna 


KAPET Natuna ditetapkan melalui Keppres No. 71 Tahun 1996 dan diperbarui
dengan Keppres No.17 Tahun 1999. Luas Pulau Natuna 172.000 Ha. Lokasi geografis
KAPET Natuna sangat strategis dimana terletak di sekitar Laut Cina Selatan dan Selat
Malaka yang berbatasan laut langsung dengan Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam
dan Kamboja. Beberapa indikasi kegiatan prospektif yang dapat dikembangkan dalam
KAPET Pulau Natuna , antara lain industri perikanan Terpadu (perikanan tangkap &
budi daya laut, ), industri pariwisata (khususnya wisata bahari), perkebunan & pertanian
pusat jasa maritim dan offshore supply base, proyek gas & jaringan pipa, kawasan
industri berbasis gas, kilang minyak dan pusat distribusi BBM, jasa lokasi latihan militer
dan pada gilirannya pusat perdagangan dan jasa. KAPET Natuna juga termasuk dalam
wilayah cakupan kerjasama subregional IMT-GT (Indonesia, Malaysia, Thailand
Growth Triangle).

Anda mungkin juga menyukai