A. Latar belakang :
Kawasan hutan merupakan wilayah yang paling sering mengalami tekanan dan
gangguan berupa deforestasi dan degradasi. Indonesia yang memiliki luas hutan ke3 terbesar di dunia, setelah Brazil dan Zaire, tak luput dari deforestasi dan
degradasi yang meyebabkan penurunan penutupan vegetasi hutan. Data dari
Departemen Kehutanan ( kini Kementerian Kehutanan), luas hutan Indonesia terus
menciut. Tahun 1950, luas Penetapan Kawasan Hutan oleh Departemen Kehutanan
pada tahun 1950 sebesar 162 juta; tahun 1992 berkurang menjadi 118,7 juta ha;
tahun 2003 menurun menjadi 110,0 juta ha; dan pada 2005 tinggal menjadi 93,92
juta ha. Indonesia yang merupakan negara maritim, memiliki kurang lebih 17 ribu
pulau yang terdiri dari pulau besar dan kecil yang memiliki garis pantai sepanjang
81.000 km dan luas daratannya sekitar 1,93 juta km2 (SUKARDJO 1996).
Dari wilayah pantai tersebut dapat dijumpai hutan mangrove, tetapi tidak semua
wilayah pesisir ditumbuhi mangrove, karena untuk pertumbuhannya ada
persyaratan atau faktor lingkungan yang mengontrolnya. Indonesia yang
merupakan negara yang memiliki hutan mangrove yang terluas didunia, beberapa
tahun terakhir ini mengalami berbagai tekanan. Pertumbuhan penduduk yang
semakin meningkat disekitar hutan mangrove dan semaraknya pembangunan yang
memanfaatkan areal hutan, mengakibatkan terjadinya perubahan hutan mangrove
bahkan ada kemungkinan hilangnya ekosistem tersebut. Pemanfaatan hutan
mangrove, baik itu dalam bentuk ekplorasi hasil hutan maupun konversi lahan
untuk keperluan lain, sebetulnya sudah sejak ratusan tahun lalu, dan keadaan ini
masih terus berlangsung hingga saat ini (BUDIMAN & KARTAWINATA 1986).
Bahkan PRAMUDJI (1997, 1999) menyebutkan bahwa pemanfaatan hutan mangrove
beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat, terutama subsektor perikanan
yang memanfaatkan hutan tersebut untuk kegiatan budidaya tambak,
penambangan atau kegiatan pembangunan lainnya yang kurang memperhitungkan
akibat sampingannya. Pembangunan KPH mutlak dilakukan setelah melihat situasi
lemahnya pengelolaan kawasan hutan negara di lapangan. Terbitnya Peraturan
Pemerintah No. 6 Tahun 2007 jo PP. No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan,
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan menandai
orientasi baru pembangunan kehutanan yang menyelamatkan fungsi publik atas
hutan dan mewujudkan mimpi kawasan hutan yang akan dipertahankan sebagai
hutan tetap, serta menjadi dasar pengelolaan hutan lestari.
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) merupakan wilayah pengelolaan hutan sesuai
fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.
Terbentuknya organisasi pengelolaan hutan dalam bentuk KPH akan lebih
mendorong implementasi desentralisasi yang nyata, optimalisasi akses masyarakat
terhadap sumberdaya hutan sebagai salah satu jalan untuk resolusi konflik,
kemudahan dan kepastian investasi, tertanganinya wilayah tertentu yang belum
ada pengelolanya yaitu areal yang belum dibebani ijin, serta upaya untuk
meningkatkan keberhasilan rehabilitasi dan perlindungan hutan.
Pembentukan KPH pada tingkat daerah, khusus penetapan wilayah KPH di Propinsi
Kalimantan Timur telah ditindaklanjuti dengan peraturan sebagai berikut :
-
B. Letak geografis
Kawasan Delta Mahakam terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil, secara geografis
terletak antara 117o1438,2117o3945,7 BT dan 0o2010,20o5543,6 LS.
Kawasan Delta Mahakam ini berjarak 25 Km ke timur dari ibu kota provinsi
Kalimantan Timur, Samarinda.
Untuk menuju ke lokasi yang terdiri atas pulau-pulau terluar dapat ditempuh
menggunakan kapal tradisional dongfeng atau speed boat dari pelabuhan
Samarinda atau dari pelabuhan Sei Meriam, Kecamatan Anggana dengan sistem
sewa.
Batas-batas wilayah Delta Mahakam yaitu sebagai berikut :
-
Bappeda Kukar, seperti sudah disinggung pada bagian sebelumnya, sejak tahun
2001 telah mengkoordinir perumusan kebijakan pengelolaan Delta Mahakam yang
berkarakter terpadu dan berorientasi pemanfaatan yang berkelanjutan.
Berjarak kira-kira 7 bulan sejak acara lokakarya di Ancol tahun 2001, pada
November 2001, Bupati Kukar membentuk Tim Pengelolaan Delta Mahakam Terpadu
dan Berkelanjutan melalui surat keputusan nomor 180.188/HK-458/2001. Setelah
bekerja selama lebih kurang 2 tahun, pada tahun 2003 dihasilkan 3 rancangan
kebijakan, yakni: (1) Rencana Stratejik Badan Pengelola Kawasan Lindung Delta
Mahakam; (2) Raperda tentang Pembentukan Organisasi Badan Pengawasan
Kawasan Lindung Delta Mahakam; dan (3) Rancangan Keputusan Bupati Kukar
tentang Uraian Tugas dan Tata Kerja Badan Pengelola Kawasan Lindung Delta
Mahakam.
Salah satu proyeksi Kabupaten Kutai Kartanegara kedepannya adalah menciptakan
pembangunan ekonomi di bidang ekowisata. Delta Mahakam merupakan lokasi
yang sangat mungkin untuk dikembangkan sebagai tujuan ekowisata mengingat di
delta ini terdapat kekhasan yang mungkin tidak terdapat di daerah lain yaitu
kombinasi wisata alam mangrove dan kegiatan migas. Apabila ekowisata ini bisa
dikelola dengan baik, maka sektor ini bisa menciptakan berbagai lapangan
pekerjaan dan menjanjikan pendapatan yang berkelanjutan pula. Memang untuk
mengembangkan ekowisata ini dibutuhkan pengembangan sumber daya manusia
yang tidak sedikit. Oleh karena itu sektor pendidikan dan kesehatan pun kita
kembangkan guna menunjang proyeksi kita kedepan tersebut.
Gambar 2. Peta Lokasi Kegiatan RHL oleh Dinas Kehutanan Kutai Kartanegara di
Kawasan Delta Mahakam
ditutupi oleh Nipah sebagai vegetasi dominan, diikuti oleh beberapa jenis tumbuhan
mangrove, seperti Api-api (Avicennia spp), dan Bakau (Rhizophora spp) (Dutrieux,
2001).
Dengan luas tutupan Nipah terbesar di dunia, ekosistem Delta Mahakam memiliki
produktivitas hayati yang sangat tinggi dan mendapat pasokan bahan organik
potensial sebagai hara dari lahan atas melalui aliran sungai. Oleh karena itu,
ekosistem ini memiliki potensi sumberdaya ikan, udang dan kepiting yang besar.
Selain potensi sumberdaya alam hayati (renewable resources), ekosistem Delta
Mahakam juga memiliki sumberdaya alam nir-hayati (non-renewable resources)
(minyak dan gas bumi) potensial. Ekosistem mangrove yang merupakan ekosistem
utama Delta Mahakam memiliki peran biologis yang sangat penting untuk tetap
menjaga kestabilan produktivitas dan ketersediaan sumberdaya hayati wilayah
pesisir. Hal ini mengingat bahwa ekosistem mangrove juga merupakan daerah
asuhan (nursery ground) dan pemijahan (spawning ground) beberapa jenis biota
perairan seperti udang, ikan dan kerang-kerangan (Bengen dan Dutton, 2004)
(Gambar 2).
Menurut Turner (1977) dan Martosubroto dan Naamin (1978) produksi hasil
tangkapan udang di suatu perairan pesisir berbanding lurus dengan luas hutan
mangrove di wilayah tersebut. Ekosistem mangrove merupakan sumber utama
kehidupan dan budaya masyarakat lokal di wilayah pesisir, yang memanfaatkan
ekosistem ini untuk produksi bahan makanan, obat-obatan, tannin, arang dan
bahan konstruksi (Quarto, 2000).
Selain itu, ekosistem ini juga memiliki fungsi yang sangat penting sebagai pelindung
pantai dan pemukiman pesisir dari hantaman gelombang (abrasi) dan erosi pantai.
Karena itu pengelolaan ekosistem Delta Mahakam baik langsung maupun tidak
langsung harus memperhatikan keterkaitan ekologis antara daratan dan laut
(ecological integrity). Sebaran populasi bekantan di Kalimantan terdapat hampir di
sepanjang pantai, khususnya daerah hutan rawa. Namun demikian laju degradasi
hutan rawa ini sangat cepat, terutama konversi menjadi lahan budidaya dan
pemukiman (persawahan, permukiman dan pertambakan).
Dengan demikian populasi bekantan di delta Mahakam juga mendapat ancaman
dari kegiatan pmbangunan tambak. Berbagai jenis fauna endemik dan spesifik
penting seperti bekantan, burung raja, udang, sikatan, burung madu, elang bondol,
elang hitam, enggang juga memerlukan kawasan hutan mangrove sebagai habitat
hidupnya.
Berdasarkan peta penutupan lahan yang dikeluarkan oleh BPKH wilayah IV
Samarinda Tahun 2012 dapat di lihat pada tabel berikut :
Tutupan Lahan Luas (Ha) Belukar Rawa 10,183.02 Hutan Mangrove Primer 392.11
Hutan Mangrove Sekunder 25,481.68 Hutan Rawa Sekunder 6,126.93 Lahan
Terbuka 876.66 Pertanian Campuran 3,001.28 Perkebunan 1,032.65 Permukiman
212.64 Pertanian 482.43 Rawa 24.19 Tambang 50.78 Tambak 68,108.08
Tabel 1. Lokasi Sebaran Satwa Liar Dilindungi di Delta Mahakam No. Jenis Satwa
Nama ilmiah Lokasi Sebaran Status 1. Bekantan Nasalis larvatus Hutan mangrove
air tawar, hutan pidada (Muara Jawa, Muara Pegah, P. Layangan, Muara Kembang
Dilindungi 2. Burung Raja Udang - Halcyon chloris Muara jawa, P. Selayangan, P.
Tunu, P. Selete, Handil, Tanjung Una, Muara Kembang (Hutan Rawa Air Tawar)
Dilindungi - Pelargopsis capensis Pulau Tunu Dilindungi 3. Elang bondol Haliastur
indus Muara Jawa, Muara Ulu, Muara Tani Baru Dilindungi 4. Elang Acciptrer
trivirgatus Pulau Tunu Dilindungi 5. Kuntul Egretta sp. Muara Ulu Dilindungi 6.
Sikatan Rhipidura javanica Tj. Una, Handil, Muara Kembang Dilindungi 7. Burung
Madu Nectarina sp. Muara Kembang, Handil Dilindungi
Sumber : - Kajian PKSPL IPB (2001) - Observasi Lapangan (2002) Kawasan Delta
Mahakam sebagaimana diuraikan di atas, adalah kawasan yang berlumpur, berawa
dan ditumbuhi oleh tetumbuhan (pohon kayu) hutan, tetumbuhan nipah-nipah,
tetumbuhan bakau dan tetumbuhan rawa jenis lainnya.
Tetumbuhan (pohon kayu) hutan, menempati bagian hulu dari delta (upper delta
lain) yang mengandung air payau, yang masih mengalami pengaruh air tanah dan
air (tawar) sungai sangat besar. Tetumbuhan nipah-nipah berada di kawasan tengah
Delta (lower delta plain), yang mengandung air payau sampai asin, karena adanya
pengaruh air (tawar) sungai, air payau dan air (asin) laut, sedangkan hutan bakau,
umumnya, menempati bagian dari kawasan delta yang mengandung air payau
dengan pengaruh air (asin) laut lebih dominan. Pepohonan kayu hutan, nipah dan
bakau di dalam kawasan delta tersebut sebagian telah ditebang, namun secara
terbatas dan terkendali, untuk keperluan eksplorasi migas, pengeboran sumursumur migas, penghamparan instalasi pipa-pipa produksi migas, pembangunan
instalasi dan anjungan produksi migas. Rona lingkungan ini tidak bertahan lama
karena muncul gangguan terhadap keberadaan sumberdaya alam hayati ini.
Gangguan ini makin lama makin meluas dan tidak terkendali, yang mengakibatkan
penyusutan tutupan lahan secara cepat, yang terjadi sejak awal 1990-an. Gangguan
ini berupa perambahan dan penebangan kawasan hutan kayu, nipah dan bakau
oleh para warga masyarakat guna keperluan pembangunan tambak udang. Lebih
dari separuh kawasan daratan delta kini sudah tidak ditumbuhi oleh tetumbuhan
dan pepohonan. Dengan luas tutupan Nipah terbesar di dunia, ekosistem Delta
Mahakam memiliki produktivitas hayati yang sangat tinggi dan mendapat pasokan
bahan organik potensial sebagai hara dari lahan atas melalui aliran sungai.
Oleh karena itu, ekosistem ini memiliki potensi sumberdaya ikan, udang dan
kepiting yang besar. Selain potensi sumberdaya alam hayati (renewable resources),
ekosistem Delta Mahakam juga memiliki sumberdaya alam nir-hayati (nonrenewable resources) (minyak dan gas bumi) potensial. Keunikan ekosistem
mangrove Delta Mahakam ditampakkan dari luasnya sebaran dominasi vegetasi
nipah disetiap lahan pasang surut Delta Mahakam (luas semula 75.000 ha dari luas
lahan delta sebesar 100.000). Zona Nypa fructicans penyebarannya dapat
mencapai sekitar 50% dari seluruh kawasan Delta Mahakam dan merupakan
formasi nipah paling luas di dunia, namun arealnya kini tinggal 11.000 ha akibat
dikonversi menjadi lahan tambak (Total Fina Elf, 2001).
Potensi spesifik lain yang menjadi andalan ekspor adalah banyaknya lokasi lahan
wilayah Delta Mahakam yang menyimpan cadangan minyak dan gas alam baik
yang telah dieksploitasi maupun yang belum dieksploitasi. Dengan kehadiran
kegiatan eksplorasi tesebut telah mendorong terciptanya lapangan kerja dan
kesempatan berusaha. Potensi sumber daya kawasan delta didominasi oleh ikan
dan udang. Selain itu terdapat potensi sumber tambang minyak dan gas. Kawasan
delta juga merupakan potensi bagi pengembangan areal pertambakan. Pada saat
sekarang juga telah terjadi konversi areal hutan dan persawahan pada beberapa
lokasi menjadi areal tambak dengan menggunakan sistem perairan tawar. Potensi
sumber daya lain yang belum optimal dikembangkan di kawasan Delta Mahakam
adalah jasa kelautan dan kepariwisataan.
Menurut White dalam Naamin (1990) ekosistem mangrove merupakan salah satu
ekosistem wilayah pesisir yang subur dengan produktivitas tinggi yang mana
produktivitas primer ekosistem mangrove bisa menyumbang sekitar 400 sampai
5000 g karbon/m2/tahun. Keeley (2007) menambahkan manfaaat yang diberikan
oleh rawa mangrove yaitu menyumbang 24% dari 6,4% yang menyelimuti bumi
untuk produktivitas global dapat menyerap karbon dalam jumlah besar dan
mengubahnya menjadi makanan bagi hewan lain. Kemudian diperkuat lagi oleh
data Departemen Kelautan dan Perikanan dalam Suryandari (2008) bahwasannya
mangrove dengan luasan 93 ribu Km2 memiliki daya serap karbon sejumlah 75,4
juta ton per tahun atau dengan kata lain 1 hektar luasan mangrove mampu
menyerap 8,11 ton karbon per tahunnya.
F. Data Informasi Sosial
Kabupaten Kutai Kartanegara mempunyai luas wilayah sekitar 27.263,10 Km2.
Secara geografis Kabupaten Kutai Kartanegara terletak antara 1152628 BT 1173643 BT dan 12821 LU - 10806 LS. Secara administrasi Wilayah KPHP
Delta Mahakam berada di 3 Kecamatan (Muara Jawa, Anggana dan Muara Badak)
yang termasuk dalam wilayah KPHP Delta Mahakam, dimana pada ketiga
Luas (Km2)
Jumlah RT
Jumlah
Penduduk
Kepadatan
Penduduk
(Jiwa/Km2)
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
1. Sepatin
624,87
3141
5,03
2. Muara
Pantuan
513,32 17 5065 9,87 3. Tani Baru 71,50 20 2982 41,71 4. Kutai Lama 308,95 11
2834 9,17 5. Anggana 97,12 14 2521 25,96 6. Sungai Meriam 116,54 28 9568 82,10
7. Sidomulyo 30,00 17 3025 100,83 8. Handil Terusan 36,50 12 3638 99,67
2. Kecamatan Muara Badak : Desa/Kelurahan Luas (Km2) Jumlah RT Jumlah
Penduduk Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) [1] [2] [3] [4] [5] 1. Saliki 375,34 10
4.237 11,29 2. Salo Palai 156,02 9 1.203 7,71 3. Muara Badak Ulu 81,96 14 4.443
54,21 4. Muara Badak Ilir 41 14 4.474 109,12 3. Kecamatan Muara Jawa :
Desa/Kelurahan Luas (Km2) Jumlah RT Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk
(Jiwa/Km2) 1. Muara Jawa Ilir 23,79 11 2.604 109
2. Muara Jawa Tengah 62,45 14 4.165 67
3. Muara Jawa Ulu 29,74 24 9.659 325 4
4. Muara Kembang 262,90 13 2.657 10
D. Pembinaan dan pemantauan pada areal KPHP yang telah ada ijin pemanfaatan
maupun penggunaan Kawasan Untuk mencapai kelestarian hutan pengelola KPHP
akan memantau pelaksanaan kegiatan pemegang ijin yang ada dalam wilayah KPHP
Delta Mahakam agar pemegang ijin atau pengguna kawasan hutan mematuhi
peraturan. Pemantauan dilakukan melalui pemeriksaan dokumen, penafsiran citra
satelit dan pengecekan lapangan.
E. Penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar ijin Pada areal hutan yang tidak
dibebani ijin yang mengalami degradasi karena aktifitas illegal akan dilakukan
rehabilitasi dengan penanaman jenis pohon sesuai dengan kondisi ekologis dan
peruntukan lahan. Pada Kawasan Delta Mahakam yang merupakan kawasan pesisir
maka akan ditanami dengan jenis Mangrove (Rhizopora, api-api). Jika kerusakan
terjadi di areal lain yang datar, dekat dengan permukiman, maka jenis yang dipilih
adalah pohon-pohon kehidupan yang memiliki nilai ekonomi.
F. Pembinaan dan pemantauan pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi pada areal
yang sudah ada ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan Di dalam wilayah
KPHP Delta Mahakam yang telah dibebani izin / pengguna, kewajiban rehabilitasi
dan reklamasi hutan menjadi kewajiban pemegang ijin / pengguna kawasan.
Pengelola KPHP akan memantau pelaksanaan rehabiltasi dan reklamasi hutan
melalui pemeriksaan dokumen, pengecekan lapangan dan penafsiran citra.
G. Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam Penyelenggaraan
perlindungan hutan bertujuan untuk menjaga hutan, hasil hutan, kawasan hutan
dan lingkungannya agar fungsi lindung, fungsi konservasi dan fungsi produksi
tercapai secara optimal dan lestari.
Strategi yang dilakukan adalah :
1. Menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) pelaksanaan pengamanan
kawasan hutan dan sumber daya hutan.
2. Melaksanakan pengamanan kawasan dan sumberdaya hutan .
3. Merencanakan alokasi kawasan lindung di dalam wilayah KPH dan
mengintegrasikannya dalam penataan hutan.
K. Penyediaan Pendanaan Pada tahap awalnya, KPHP Delta Mahakam belum dapat
mandiri karena organisasinya belum berjalan penuh, sehingga pengelola KPHP
masih bergantung pada dana dari pemerintah, pemerintah daerah. Pada tahap
selanjutnya, diharapkan setelah organisasi pengelola berjalan dengan efektif,
pendanaan dapat diperoleh dari penerimaan pemanfaatan hasil hutan kayu, non
kayu dan jasa lingkungan. Pengelola KPHP akan mengusahakan dana programprogram tertentu baik dari APBD, DAK Bidang Kehutanan, maupun kerjasama
dengan LSM nasional dan internasional.
L. Pengembangan Database Untuk menunjang kelancaran operasional KPHP Delta
Mahakam, pengelola akan menyusun data base yang meliputi, data biogeofisik
(geologi, tanah, curah hujan, suhu, kelembaban, tutupan vegetasi, jenis tumbuhan,
jenis satwa) dan sosekbud (kependudukan, pendidikan, kesehatan, perekonomian,
penggunaan lahan, pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat, adat istiadat dan
sarana kesehatan dan transportasi). Pengembangan database terdiri dari kegiatan:
a. Pengadaan sarana peralatan pendukung database.
b. Pengembangan sistem database, meliputi pengadaan software, pelatihan SDM
dan penyusunan data base.
c. Pemutakhiran data secara terus menerus.
M. Rasionalisasi Wilayah Kelola Pengelolaan KPHP Delta Mahakam akan berjalan
dengan efektif jika terdapat tenaga yang memadai secara kualitas dan kuantitas,
sesuai dengan luas wilayah yang dikelola. Pembagian wilayah ke dalam blok-blok
dan petak-petak, kegiatan dalam blok pemanfaatan hasil hutan kayu lebih intensif
daripada kegiatan di dalam blok perlindungan.
Kegiatan yang dilakukan untuk rasionalisasi wilayah kelola adalah:
1. Analisis data hasil inventarisasi dan laporan kegiatan
2. Penentuan luas dan lokasi masing-masing RKPH (jika diperlukan)
Foto kerusakan hutan mangrove dan pembukaan tambak pada kawasan delta
mahakam : Upaya parapihak dalam perlindungan Delta Mahakam pada tingkat Desa
dan Pemukiman
Aktifitas Migas di Kawasan Delta Mahakam
KPHP DELTA MAHAKAM
Kantor sementara KPHP Delta Mahakam di Tenggarong
Pengelola KPHP Delta Mahakam.