Anda di halaman 1dari 10

RESUME

KAWASAN INDUSTRI, PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU, SENTRA


PRODUKSI, SEGITIGA PERTUMBUHAN, DAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

Oleh :

Miswar Dawi F2311 18 039

Moh. Ryan Abdilla F231 18 141

Andi Salsyabillah Athiyyah Z F231 18 064

Jultriedo Pasiamping F231 18 183

Geon Karunia Tobigo F231 18 113

UNIVERSITAS TADULAKO

FAKULTAS TEKNIK ARSITEKTUR

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


1. Kawasan Industri – Batam

Kawasan menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 adalah Wilayah dengan fungsi utama
lindung atau budidaya. Pengertian kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam,
sumberdaya manusia dan sumber daya buatan.

Kawasan industri menurut Keputusan Presiden Nomor 53 tahun 1989 tentang Kawasan industri,
Pasal 1 menyebutkan bahwa:

Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri pengolahan yang
dilengkapi dengan prasarana, sarana dan fasilitas penunjang lainnya yang disediakan dan
dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri.

Secara konseptual Kawasan Industri merupakan kawasan tempat pemusatan kegiatan industri
pengolahan (manufacture) yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang
lainnya yang disediakan oleh badan pengelola (pemerintah/swasta), sehingga para investor atau
pengusaha akan memiliki semangat untuk memasukkan modalnya di sektor industri. Deengan
ketersediaan lahan, sarana dan prasarana serta fasilitas lainnya yang memadai, akan
menghasilkan efisiensi ekonomi dalam berinvestasi (mendirikan pabrik dan industri)
dibandingkan setiap investor harus menyediakan sendiri fasilitas tersebut.

Profil Kota Batam

Kota Batam adalah salah satu kota di Provinsi Kepulauan Riau. Kota Batam merupakan sebuah
pulau yang terletak sangat strategis karena terletak di jalur pelayaran internasional. Kota ini juga
begitu dekat dengan Negara Singapura dan Malaysia. Kota Batam merupakan salah satu kota
dengan pertumbuhan terpesat di Indonesia. Ketika dibangun pada tahun 1970-an awal kota ini
hanya dihuni sekitar 6.000 penduduk, namun kini telah berpenduduk 713.960 jiwa.

Sejarah
Pulau Batam dihuni pertama kali oleh orang melayu dengan sebutan orang selat sejak tahun 231
Masehi. Pulau yang pernah menjadi medan perjuangan Laksamana Hang Nadim dalam melawan
penjajah ini digunakan oleh pemerintah pada dekade 1960-an sebagai basis logistik minyak bumi
di Pulau Sambu. Pada dekade 1970-an, dengan tujuan awal menjadikan Batam sebagai
Singapura-nya Indonesia, maka sesuai Keputusan Presiden nomor 41 tahun 1973, Pulau Batam
ditetapkan sebagai lingkungan kerja daerah industri dengan didukung oleh Otorita
Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atau lebih dikenal dengan Badan Otorita
Batam(BOB) sebagai penggerak pembangunan Batam Seiring pesatnya perkembangan Pulau
Batam, pada dekade 1980-an, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 1983, wilayah
kecamatan Batam yang merupakan bagian dari kabupaten Kepulauan Riau, ditingkatkan
statusnya menjadi Kotamadya Batam yang memiliki tugas dalam menjalankan administrasi
pemerintahan dan kemasyarakatan serta mendudukung pembangunan yang dilakukan Otorita
Batam. Di era Reformasi pada akhir dekade tahun 1990-an, dengan Undang-Undang nomor 53
tahun 1999, maka Kotamadya administratif Batam berubah statusnya menjadi daerah otonomi
yaitu Pemerintah Kota Batam untuk menjalankan fungsi pemerintahan dan pembangunan dengan
mengikutsertakan Badan Otorita Batam.

2. KAPET (Kawasan Pengembangan ekonomi terpatu) – Pontianak


Kawasan pertanian adalah wilayah geografis dengan batas-batas tertentu yang memiliki potensi
untuk cepat tumbuh, mempunyai sektor unggulan yang dapat mengerakkan pertumbuhan
ekonomi wilayah dan memerlukan dana investasi yang besar bagi pengembangannya serta
penetapan lokasi dan Badan Pengelolanya dilakukan melalui Keputusan Presiden (Bappenas,
2013). KAPET merupakan sebuah pendekatan dalam rangka menterpadukan potensi kawasan
untuk mempercepat pembangunan dan pergerakan ekonomi melalui pengembangan sektor
unggulan yang menjadi penggerak utama (prime mover) kawasan yang bertumpu pada prakarsa
daerah dan masyarakat, memiliki sumberdaya, posisi ke akses pasar, sektor unggulan dan
memberikan dampak pertumbuhan pada wilayah sekitarnya. Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu (KAPET) dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 9 Tahun 1998 yang
merupakan perubahan atas Keputusan Presiden (Keppres) No.89 Tahun 1996 tentang Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu.

Berdasarkan Keputusan Presiden tersebut, kemudian dikeluarkan Keputusan Presiden lainnya


tentang penetapan lokasi KAPET, yaitu 14 KAPET, yang terdiri dari 12 KAPET di Kawasan
Timur Indonesia (KTI) dan dua KAPET di Kawasan Barat Indonesia (KBI). Seiring dengan
perkembangan otonomi daerah, kebijakan KAPET disempurnakan kembali melalui Keputusan
Presiden (Keppres) No. 150 Tahun 2000. Keempat belas KAPET tersebut, yakni KAPET Biak,
Batulicin, Sasamba, Sanggau (Khatulistiwa), Manado-Bitung, Mbay, Parepare, Seram, Bima,
Palapas (Batui), Bukari, DAS Kakab, Natuna dan Sabang.

Profil Kota Pontianak

Kota Pontianak adalah Ibu Kota Provinsi Kalimantan Barat, salah satu Provinsi di
Indonesia. Kota Pontianak dikenal juga dengan sebutan “Khun Tien” nama yang diberikan oleh
Etnis Tionghoa Pontianak.

Pontianak yang terkenal dengan Kota Khatulistiwa karena dilalui oleh garis lintang 00, Di bagian
utara Kota Pontianak Tepatnya di Siantan berdiri Tugu Khatulistiwa sebagai tonggak garis
ekuator yang di bangun pada tahun 1928 oleh seorang seorang ahli geografi yang berasal dari
Belanda. Setiap 2 tahun sekali tepatnya tanggal 21-23 Maret dan 21-23 September matahari
siang akan berada tepat diatas kepala anda, sehingga membuat tugu dan benda disekitarnya tidak
memiliki bayangan.

Selain terkenal akan Tugu Khatulistiwa-nya, Pontianak juga dilalui oleh sungai terpanjang di
Indonesia yaitu Sungai Kapuas dan Sungai Landak yang kemudian di abadikan oleh pemerintah
daerah setempat sebagi lambang kota Pontianak.

Perekonomian Kota Pontianak di dominasi oleh Pertanaian, pedagangan dan Industri Sektor
pertanian banyak menghasilkan Padi, Ubi Kayu, Ubi Rambat, Lidah Buaya, sayuran serta buah-
buahan seperti Nangka, Nanas dan Pisang. Sektor pedagangan merupakan sektor yang paling
pesat perkembanganya, menjamurnya pusat-pusat perbelanjaan serta berdirinya Mall-Mall
dengan sekala besar memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap kemajauan
pembangunan di Pontianak.

Sedangkan di sektor Industri, Kota Pontianak memiliki kurang lebih 34 perusahaan besar yang
menyerap sekitar 3000 lebih tenaga kerja. Perusahaan karet, makanan ringan, anyaman adalah
sektor industry yang paling mendominasi.
3. KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) – Tanjung Lesung

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Undang-Undang No.
39 Tahun 2009. KEK merupakan kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian
dan memperoleh fasilitas tertentu. Fungsi KEK adalah melakukan dan mengembangkan usaha di
bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan
perikanan, pos dan telekomunikasi, pariwisata dan bidang lain. Sesuai dengan hal tersebut, KEK
terdiri atas satu atau beberapa Zona, antara lain Zona pengolahan ekspor, logistik, industri,
pengembangan teknologi, pariwisata dan energi yang kegiatannya dapat ditujukan untuk ekspor
dan untuk dalam negeri.

Di dalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Di dalam
setiap KEK disediakan lokasi untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM), dan koperasi,
baik sebagai Pelaku Usaha maupun sebagai pendukung kegiatan perusahaan yang berada di
dalam KEK. Lokasi yang dapat diusulkan untuk menjadi KEK harus memenuhi kriteria:

a) sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi mengganggu kawasan
lindung;
b) pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota yang bersangkutan mendukung KEK;
c) terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau dekat dengan jalur
pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan;
dan
d) mempunyai batas yang jelas.

Hingga tahun 2013, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sebanyak 2 kawasan, yakni Tanjung
Lesung dan Sei Mangke serta 6 usulan kawasan yang akan dijadikan KEK hingga akhir tahun
2014, yaitu Palu, Morotai, Mandalika, Kutai Timur, Bitung dan Tuban.
a. KEK Tanjung Lesung
Secara administrasi Tanjung Lesung merupakan desa di Kecamatan Panimbang, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten. Kawasan pariwisata Tanjung Lesung merupakan kawasan khusus
dan telah didukung melalui Perda No. 2 tahun 2002 tentang Pariwisata Tanjung Lesung, kawasan
pariwisata terpadu dengan beberapa investor yang mengelola kawasan wisata Tanjung Lesung.
Kawasan pariwisata Tanjung Lesung memiliki potensi dan yang menarik yang dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan daerah. Pantai Tanjung Lesung luasnya mencapai 150 ha
dari 1500 ha luas wilayah perencanaan, memiliki keistimewaan berupa pasir putih yang lembut,
angin sepoi-sepoi dengan ombak yang tidak terlalu besar, relatif aman untuk bermain jetski,
snorkling, berperahu ataupun memancing, dengan panjang pantai yang hampir mencapai 15 km
memberikan ruang keleluasaan yang cukup bagi para wisatawan untuk melakukan berbagai
kegiatan wisata.

Sektor ekonomi andalan di kawasan Tanjung Lesung adalah pariwisata terutama wisata alam dan
bahari. Berdasarkan hasil kajian studi kelayakan KEK Tanjung Lesung khusus bidang pariwisata
di wilayah Banten Selatan (kecamatan Panimbang – kabupaten Pandeglang) ini, menunjukkan
bahwa untuk membangun positioning KEK Tanjung Lesung yang baru perlu
dikembangkan Unique Selling Proposition (USP) yang merupakan competitive advantage dari
jasa layanan wisata di kawasan itu.
4. KAWASAN SENTRA PRODUKSI
Sentra merupakan unit kecil kawasan yang memiliki ciri tertentu dimana didalamnya terdapat
kegiatan proses prioduksi dan merupakan area yang lebih khusus untuk suatu komoditi kegiatan
ekonomi yang telah terbentuk secara alami yang ditunjang oleh sarana untuk berkembangnya
produk atau jasa yang terdiri dari sekumpulan pengusaha mikro, kecil dan menengah.

Profil Kabupaten Bogor


Kabupaten Bogor sebuah kabupaten di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Pusat pemerintahannya
adalah Kecamatan Cibinong. Kabupaten Bogor berbatasan dengan Kabupaten
Tangerang dan Kota Tangerang Selatan (Banten), Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten
Bekasi di utara; Kabupaten Karawang di timur, Kabupaten Cianjur di tenggara, Kabupaten
Sukabumi di selatan, serta Kabupaten Lebak (Banten) di barat. Kabupaten Bogor terdiri
atas 40 kecamatan, yang dibagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan
Kabupaten Bogor terletak di Kecamatan Cibinong, yang berada di sebelah utara Kota Bogor.

Di Desa Pasir Eurih Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, ada sebuah sentra
kerajinan sandal dan sepatu. Di sini, hampir sebagian besar warganya menekuni usaha
pembuatan sandal dan sepatu. Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Provinsi Jawa
Barat yang cukup banyak memiliki industri rumahan. Salah satunya adalah kerajinan sandal dan
sepatu di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari.

Di desa itu, hampir sebagian warganya menjadi perajin sandal dan sepatu sejak puluhan tahun
lalu. Mereka memanfaatkan tempat tinggal mereka sebagai tempat produksi. Dari stasiun kereta
api Bogor, jarak tempuh menuju desa ini hanya sekitar 45 menit. Setelah tiba di desa Pasir Eurih,
Anda sudah bisa melihat suasana sebuah sentra kerajinan sandal dan sepatu. Sejumlah aktivitas
produksi yang dilakukan para perajin sudah terekam jelas dari luar rumah. Mereka
memanfaatkan pekarangan depan rumah untuk proses produksi sandal dan sepatu.

Salah satu perajin di desa ini adalah Ujang Itang. Pria berusia 47 tahun ini sudah menekuni usaha
kerajinan alas kaki wanita sejak 1990. Sebagian besar aktivitas produksi sandal dilakukan Itang
di sebelah kiri rumahnya. Tempat produksinya terbilang sederhana. Untuk melindungi dari panas
terik matahari dan dinginnya udara malam, Itang menutupi tempat produksi usahanya dari terpal
plastik. Di ruang produksi itu, ada dua pria yang membantu Itang dalam menjahit, membuat pola
dan memasang fiber pada sandal.

Sementara ruang keluarga dimanfaatkan Itang untuk menyimpan sandal yang sudah siap
diangkut oleh pemesan, atau yang biasa disebut perajin dengan istilah “bos”. Bersama dua
karyawannya itu, Itang mampu memproduksi 25 kodi sandal per pekan. Satu kodi berisi 20
pasang sandal. "Dalam sebulan bisa menghasilkan 100 kodi sandal," kata Itang.

Itang membanderol sandal hasil produksinya Rp 400.000-Rp 500.000 per kodi. Jika sandal hasil
produksinya bisa terjual habis, Itang bisa meraup omzet Rp 40 juta hingga Rp 50 juta per bulan.
Perajin sandal lainnya di Desa Pasir Eurih adalah Abdul Rahmat. Pria berusia 55 tahun ini sudah
menekuni usaha pembuatan sandal sejak 1976. Abdul juga memanfaatkan rumahnya untuk
produksi sandal.

Tapi, karena hanya dibantu sang istri, Abdul tidak merancang pola, menjahit dan membuat tali
sandal. Ia hanya dapat order dari 'bos' untuk mengelem fiber, memasang karet sol dengan tali,
dan finishing berupa pembersihan dan membungkus sandal dalam plastik.

Untuk pekerjaan itu, ia dapat upah Rp 10.000 per kodi. Dalam sehari, Abdul mbisa menghasilkan
5 kodi sepatu. Jadi, dalam sehari, Abdul menerima upah Rp 50.000. Karena itu, omzet usahanya
hanya sekitar Rp 1,5 juta per bulan.
5. Segitiga Pertumbuhan – Indonesia, Jepang, Timor Leste

Timor Leste, Indonesia dan Jepang menjalin kerja sama yang disebut dengan Triangular
Cooperatioan Project yang dimulai pada Oktober 2014. Sejak perjanjian itu dilakukan, terjadi
transfer pengetahuan antara ketiga negara tersebut, terutama di bidang pengelolaan jalan. Jepang
sebagai negara donor melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) menggandeng
Indonesia yang telah berpengalaman di bidang jalan serta telah lama bekerja sama dengan JICA
dalam berbagai proyek pembangunan infrastruktur, menjadi mitra dalam membantu peningkatan
kapasitas SDM Timor Leste di bidang jalan.

Triangular Cooperatioan Project, yang diikuti ASN dari Kementerian PU, Transportasi dan
Komunikasi (PUTK) Timor Leste bertujuan meningkatkan kapasitas SDM melalui program On
the Job Training (OJT) dan Internship di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR) Indonesia akan berakhir pada Maret 2017. Pada akhir kerja sama, diselenggarakan
Seminar on Strengthening Road Maintenance in Timor Leste dan dilanjutkan dengan Joint
Coordinating Committee (JCC) Meeting for the Capacity Development Project on Road
Maintenance with the Case of the National Road No. 1 through Triangular Cooperation (Project)
by Timor Leste, Indonesia and Japan, pada tanggal 14 Februari 2016 di Dili, Timor Leste.

Direktur Kerjasama Teknik Kementerian Luar Negeri Indonesia, Siti Sofia Sudarma mengatakan
seminar yang diselenggarakan selama satu hari dan program yang telah berjalan akan
menguntungkan kedua belah pihak dan memberi dampak positif serta menjamin keberlanjutan
kerja sama pembangunan antara kedua negara. Proyek ini pun dikelola untuk mengatasi masalah
konektivitas dan akan memberi dampak positif bagi kedua negara yang akhirnya akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan rakyat. Sementara itu, laporan seluruh
pelaksanaan program Triangular Project dilakukan usai seminar dan dipimpin oleh Jose Piedade
Direktur Jenderal Pekerjaan Umum Kementerian PUTK Timor Leste.

Dari pertemuan ini disetujui bahwa program Triangular Project antara Timor Leste, Indonesia
dan Jepang ini terlaksana dengan baik. Selain itu, hasil dari OJT serta internship memberikan
masukan yang penting dalam pengelolaan jalan di Timor Leste. Sedangkan menurut Terminal
Evaluation Report yang disusun berdasar lima kriteria, yaitu relevansi, efektifitas, efisiensi,
keuntungan, dan keberlanjutan, Triangular Project secara umum berhasil mencapai tujuannya.
Dalam Triangular Project dilaksanakan 3 batches OJT dan 3 batches OJT yang difasilitasi oleh
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM), sedangkan internship dilaksanakan
bekerja sama dengan Ditjen Bina Marga. Selama internship di Ditjen Bina Marga, 4 ASN Timor
Leste belajar antara lain mengenai perencanaan, budgeting, management cycle, kontrak dan
pelelangan, manajemen asset, dan quality control. Sedangkan dalam OJT yang yang diikuti 10
ASN Timor Leste mereka mempelajari mengenai inspeksi lapangan, pengumpulan dan
pengolahan data, perawatan jalan, dan management cycle.

Anda mungkin juga menyukai