Anda di halaman 1dari 55

1

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Tapanuli Tengah merupakan salah satu Kabupaten dari 25 Kabupaten di

Provinsi Sumatera Utara yang Ibukota nya terletak di Pandan. Letak Kabupaten

Tapanuli berada di pesisir Pantai Barat Sumatera dengan Panjang garis pantai 200

km dan wilayah Tapanuli Tengah sebagian besar berada di daratan Pulau

Sumatera dan sebagian lainnya di pulau-pulau kecil dengan luas wilayah 2.188

km². Secara geografis Kabupaten Tapanuli Tengah berada di ketinggian 0-1.266

m diatas permukaan laut dan terletak pada posisi koordinat 1º.11’.00” - 2º.22’.0”

Lintang Utara dan 98º.07’ - 98º.12’ Bintang Timur.Tapanuli Tengah berbatasan di

sebelah utara dengan Provinsi Aceh, di sebelah selatan berbatasan dengan

Kabupaten Tapanuli Selatan, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Pakpak Bharat di

sebelah barat berbatasan dengan Sibolga dan Samudera Indonesia. Kabupaten

Tapanuli Tengah memiliki pantai yang berbatasan langsung dengan Samudera

Hindia sehingga Tapanuli Tengah memiliki potensi kelautan dan perikanan yang

berlimpah. (www.tapteng.go.id,Kelautan dan Perikanan, Tanggal diakses 13

Februari 2019).

Kelurahan Pondok Batu merupakan salah satu kawasan berlangsungnya

kegiatan perikanan yang ada di Tapanuli Tengah. Pondok Batu berada di daerah

pesisir yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia atau Laut Barat

Sumatera. Kawasan ini menjadi daerah pendaratan kapal penangkapan ikan


2

dengan berdirinya Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga dan beberapa

tangkahan. Beberapa Perusahaan perikanan juga berada di kawasan Pondok Batu.

Kegiatan perikanan yang ada di Kabupaten Tapanuli Tengah terdiri dari

kegiatan budidaya, pengasinan ikan, industri pembekuan ikan serta kegiatan

perikanan tangkap. Perikanan tangkap di Tapanuli Tengah menggunakan alat

yang bermacam-macam mulai dari yang tradisional hingga modern. Umumnya

daerah penangkapan dipengaruhi oleh jenis alat tangkap dan kapal yang

digunakan nelayan.Nelayan pada umumnya melakukan penangkapan ikan di

perairan Teluk Tapian Nauli, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Nias, Aceh

Selatan, bahkan sampai Perairan Sumatera barat dan Bengkulu. Melihat lokasi

penangkapan nelayan dan kondisi geografis Kabupaten Tapanuli Tengah

berbatasan langsung dengan Samudera Hindia maka sebagian besar nelayan di

Tapanuli Tengah merupakan nelayan kapal besar yang rata-rata berat kapasitasnya

mencapai atau di atas 30 GT (Gross Tonage). Adapun ikan-ikan yang menjadi

komoditas utama adalah ikan pelagis diantaranya ikan Tongkol, ikan Kembung,

ikan Cakalang dan ikan Tuna.(www.tapteng.go.id, Kelautan dan Perikanan,

Tanggal diakses 13 Februari 2019).

Alat tangkap yang biasa digunakan nelayan kapal besar di Tapanuli

Tengah adalah alat tangkap Trawl. Alat tangkap ikan Pukat Hela (Trawls)

merupakan alat penangkapan ikan yang tidak selektif dilihat dari kerusakan yang

ditimbulkan. Pukat Hela adalah kelompok alat penangkapan ikan yang terbuat dari

jaring berkantong yang dilengkapi atau tanpa alat pembuka mulut jaring dan cara

pengoperasianya dengan dihela di sisi atau di belakang kapal yang sedang melaju.

Pengoperasiannya dilakukan pada kolom maupun dasar perairan, umumnya


3

digunakan untuk menangkap Ikan pelagis maupun Ikan demersal termasuk Udang

dan Crustacea lainnya tergantung jenis dari Pukat Hela yang digunakan.

Pengoperasian alat tangkap ini biasanya menggunakan kapal-kapal besar yang

memiliki beberapa anak buah kapal (ABK). Jumlah anak buah kapal (ABK) di

dalam satu kapal besar berbeda-beda tergantung kebutuhan pemilik kapal

biasanya berkisar antara 13-25 orang. Kapal besar dapat melaut dalam kurun

waktu 1-2 bulan.Namun penggunaan alat tangkap Trawl mengancam kelestarian

karena mengakibatkan kerusakan ekosistem dan penurunan sumber daya ikan.

Sehingga pada tahun 2015 telah dikeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan No.02/PERMEN-KP/2015 tentang larangan penggunaan alat

penangkapan ikan Pukat Hela (Trawls) demi keberlanjutan sumber daya ikan.

Berlakunya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.02/PERMEN-

KP/2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan Pukat Hela

(Trawls) pada tahun 2016 menimbulkan beberapa masalah dalam kegiatan

perikanan di Tapanuli Tengah. Sebagaimana yang terdapat pada Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan No.02/PERMEN-KP/2015, bagi masyarakat

yang menggunakannya atau dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa dan

menggunakan alat penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak ekosistem

laut serta merusak keberlangsungan perikanan akan ditindak pidana. Sehingga

dengan berlakunya peraturan ini mengakibatkan kapal yang menggunakan alat

tangkap Trawls tidak dapat lagi beroperasi menangkap ikan di perairan Tapanuli

Tengah.Hal ini berdampak langsung terhadap pemilik kapal dan berdampak

sangat besar terhadap anak buah kapal yang hanya menggantungkan hidupnya

pada pekerjaan tersebut baik dari segi ekonomi maupun segi sosial.
4

Teori fungsionalis menyatakan bahwa ketidakpuasan masyarakat terhadap

keadaan sosial yang sedang berlaku merupakan penyebab utama terjadinya

perubahan sosial. Ketidakpuasan ini tidak dirasakan oleh semua anggota

masyarakat, sebagian anggota masyarakat tidak menginginkan perubahan. Jika

lebih banyak yang menginginkan perubahan biasanya perubahan akan terjadi.

Tetapi apabila hanya kelompok minoritas dengan kekuatan kecil yang

menginginkan perubahan, maka perubahan tersebut sulit untuk tercapai.

Perubahan benda budaya materi/ teknologi berubah lebih cepat daripada

perubahan dalam budaya non materi/ sistem dan struktur sosial. Dengan kata lain,

kita berusaha mengejar teknologi yang terus berubah, dengan mengadaptasi adat

dan cara hidup kita untuk memenuhi kebutuhan teknologi (Henslin, 2007).

Dampak sosial dari berlakunya peraturan ini salah satunya yaitu

berubahnya mata pencaharian Anak Buah Kapal (ABK) dikarenakan beberapa

kapal besar terpaksa berhenti melaut dengan alasan tidak dapat lagi menggunakan

alat tangkap yang biasa digunakan untuk melaut. Dengan keadaan tersebut maka

anak buah kapal akan kehilangan pekerjaan mereka sehingga harus mencari

pekerjaan lain untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian hal ini

juga berdampak terhadap pendapatan Anak Buah Kapal (ABK), dimana sistem

gaji mereka merupakan sistem bagi hasil yang berpatokan terhadap jumlah

tangkapan ikan. Sejak dilarangnya penggunaan alat tangkap Trawl hasil

tangkapan menurun drastis sehingga mengurangi pendapatan Anak Buah Kapal.

Dari penjelasan yang ada diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Perubahan Mata Pencaharian dan Pendapatan Anak Buah

Kapal Pukat Hela (Trawls) Sejak Berlakunya Peraturan Menteri Kelautan dan
5

Perikanan No.2/PERMEN-KP/2015 di Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi

Sumatera Utara”.

I.2. Rumusan Masalah

Usaha perikanan tangkap merupakan salah satu sumber perekonomian

utama Kabupaten Tapanuli Tengah sehingga banyak masyarakat yang

menggantungkan hidupnya sebagai nelayan tangkap baik mandiri maupun bekerja

pada orang lain seperti anak buah kapal. Sehingga dengan berlakunya Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan No.2/PERMEN-KP/2015 menjadi masalah

tersendiri terhadap nelayan kota Sibolga terutama anak buah kapal nelayan besar

yang sangat bergantung pada kegiatan penangkapan ikan.

Berdasarkan uraian yang ada diatas dapat ditarik beberapa rumusan

masalah antara lain:

1. Bagaimana perubahan mata pencaharian Anak Buah Kapal (ABK) sejak

berlakunya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang larangan

penggunaaan alat penangkapan ikan Pukat Hela (Trawls) di Kabupaten

Tapanuli Tengah?

2. Berapa besar perubahan pendapatan Anak Buah Kapal (ABK) sejak

berlakunya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang larangan

penggunaaan alat tangkap ikan Pukat Hela (Trawls) di Kabupaten Tapanuli

Tengah?

I.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan pekerjaan baru yang dijalankan Anak Buah Kapal (ABK)

sejak berlakunya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang larangan


6

penggunaaan alat penangkapan ikan Pukat Hela (Trawls) di Kabupaten

Tapanuli Tengah?

2. Menganalisis besarnya perubahan pendapatan Anak Buah Kapal (ABK) sejak

berlakunya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang larangan

penggunaaan alat penangkapan ikan Pukat Hela (Trawls) di Kabupaten

Tapanuli Tengah.

I.4. Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini terbagi atas:

1. Bagi penulis, Memberikan pengetahuan mengenai kondisi sosial dan ekonomi

nelayan yang dilihat dari perubahan mata pencaharian dan pendapatan anak

buah kapal nelayan besar sejak berlakunya Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanantentang larangan penggunaaan alat penangkapan ikan Pukat Hela

(Trawls) di Kabupaten Tapanuli Tengah.

2. Bagi masyarakat, Manfaat penelitian ini bagi masyarakat yaitu sebagai

sumber informasi seberapa besar pengaruh Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanantentang larangan penggunaaan alat penangkapan ikan Pukat Hela

(Trawls) di Kabupaten Tapanuli Tengah terhadap mata pencaharian dan

pendapatan Anak Buah Kapal.

3. Bagi penelitian selanjutnya, Penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai bahan acuan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan

Perubahan Mata Pencaharian dan Pendapatan Anak Buah Kapal Pukat Hela

(Trawls) Sejak Berlakunya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

No.2/PERMEN-KP/2015.
7

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Mata Pencaharian

Mata pencaharian adalah pekerjaan pokok yang yang dilakukan manusia

untuk hidup dari sumber daya yang tersedia untuk membangun kehidupan yang

memuaskan (peningkatan taraf hidup), dengan memperhatikan faktor seperti

mengawasi pengguanaan sumber daya, lembaga dan hubungan politik [ CITATION

Ima10 \l 1033 ]. Mata pencaharian pada masyarakat pedesaan masih sangat

tradisional, berbeda dengan mata pencaharian di kota yang sangat kompleks di

segala bidang. Koentjaraningrat secara tradisional mengklasifikasikan mata

pencaharian manusia terdiri dari: a) berburu dan meramu, b) beternak, c) bercocok

tanam di ladang, d) menangkap ikan dan bercocok tanam dengan irigasi [ CITATION

Koe02 \l 1033 ].

Dalam perkembangannya, mata pencaharian seseorang seringkali berubah

karena factor internal, eksternal, ataupun kombinasi dari keduanya [ CITATION

Wah07 \l 1033 ]. Menurut Hatma (2003) menyatakan bahwa perubahan mata

pencaharian adalah berubahanya mata pencaharian masyarakat dari satu sistem ke

sistem lain. Perubahan tersebut terjadi karena peningkatan kebutuhan,

peningkatan pengetahuan, tersedianya waktu dan kesempatan untuk meningkatkan

produktifitas.

II.2. Pendapatan

Pendapatan merupakan total penerimaan (uang dan bukan uang) seseorang

atau rumah tangga selama periode tertentu[ CITATION Rah04 \l 1033 ]. Sedangkan

menurut Sukirno (2006) pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima


8

oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode tertentu, baik harian,

mingguan, bulanan ataupun tahunan. Beberapa klasifikasi pendapatan antara lain:

1. Pendapatan pribadi yaitu semua jenis pendapatan yang diperoleh tanpa

memberikan suatu kegiatan apapun yang diterima penduduk suatu negara.

2. Pendapatan disposibel, yaitu pendapatan pribadi dikurangi pajak yang harus

dibayarkan oleh para penerima pendapatan, sisa pendapatan yang siap

dibelanjakan inilah yang dinamakan pendapatan disposibel.

3. Pendapatan nasional, yaitu seluruh barang-barang jadi dan jasa-jasa yang

diproduksikan oleh suatu negara dalam satu tahun.

Menurut Nurmanaf (2006) pendapatan adalah jumlah kegunaan yang dapat

dihasilkan melalui suatu usaha. Jumlah uang yang diterima tergantung pada:

1. Jumlah uang yang dikeluarkan oleh konsumen

2. Jumlah produk yang dipasarkan

3. Biaya-biaya untuk menggerakkan produk ke pasar.

Pendapatan nelayan berasal dari dua sumber, yaitu pendapatan dari usaha

penangkapan ikan (pendapatan utama) dan pendapatan dari luar usaha

penangkapan ikan (Nurmanaf, 2006).

Berdasarkan pendapatannya nelayan dapat dibagi menjadi empat

kelompok:

1. Nelayan tetap atau nelayan penuh, yakni nelayan yang pendapatan seluruhnya

berasal dari perikanan.

2. Nelayan sembil utama, yakni nelayan yang sebagian besar pendapatannya

berasal dari perikanan.


9

3. Nelayan sambilan tembahan, yakni nelayan yang sebagian kecil

pendapatannya berasal dari perikanan.

4. Nelayan musiman, yakni orang yang dalam musim musim tertententu saja

aktif sebagai nelayan [ CITATION Tar00 \l 1033 ].

Menurut Nurmanaf (2006) factor yang mempengaruhi pendapatan nelayan

meliputi faktor sosial dan ekonomi, dimana sustainability menegaskan pentingnya

masyarakat dalam menghadapi perubahan (shocks & trends), terus menerus

memperbaharui penghidupan. Sementara itu perubahan merupakan kegiatan atau

proses yang membuat sesuatu atau seseorang berubah dengan keadaan

sebelumnya.

II.3. Anak Buah Kapal (Awak Kapal)

Awak kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan diatas kapal oleh

pemilik, atau operator kapal untuk melakukan tugas diatas kapal sesuai dengan

jabatannya yang tercantum dalam buku sijil (UU No. 17/ 2008). Anak Buah Kapal

adalah awak kapal selain nakhoda (UU No. 17/ 2008).

Menurut Undang-undang No. 17 tahun 2008, adapun hak-hak dan

kewajiban awak kapal adalah sebagai berikut:

Hak Awak kapal:

a) Hak atas upah

b) Jam kerja dan jam istirahat

c) Hak atas permakanan dan penginapan di kapal

d) Hak atas cuti

e) Hak atas perawatan kalau sakit di kapal

f) Hak atas angkutan bebas ke tempat tujuan dan tempat asal


10

g) Kompensasi apabila kapal tidak dapat beroperasi karena mendapat

kecelakaan

h) Kesempatan mengembangkan karir.

Kewajiban Awak kapal:

a) Mentaati perintah perusahaan

b) Bekerja sesuai jangka waktu perjanjian

c) Melaksanakan tugas sesuai jam kerja yang ditetapkan

d) Hak perusahaan adalah mempekerjakan pelaut sesuai perjanjian.

II.4. Pukat Hela (Trawls) dan PERMEN-KP Nomor 2 tahun 2015

Menurut PERMEN Nomor 2 Tahun 2015, Pukat Hela (Trawls) adalah

semua jenis alat penangkapan ikan berbentuk jaring berkantong, berbadan dan

bersayap yang dilengkapi dengan pembuka jaring yang dioperasikan dengan cara

ditarik /dihela menggunakan satu kapal yang bergerak. Pukat hela merupakan

kelompok alat penangkapan ikan terbuat dari jaring berkantong yang dilengkapi

dengan atau tanpa alat pembuka mulut jaring dan pengoperasiannya dengan cara

dihela disisih atau di belakang kapal yang sedang melaju. Pengoperasiannya

dilakukan pada kolom maupun dasar perairan, umumnya untuk menangkap ikan

pelagis maupun ikan demersal termasuk udang dan krustasea lainnya tergantung

jenis Pukat Hela yang digunakan. Sebelum PERMEN Nomor 2 Tahun 2015

dikeluarkan, telah muncul aturan-aturan yang senada dalam hal pelarangan Pukat

hela. Beberapa aturan yang sudah ada antara lain: Keputusan Menteri Pertanian

Nomor 503/Kpts/UM/7/1980, kemudian ditindaklanjuti dengan keputusan Dirjen

Perikanan Nomor IK.340/DJ.10106/1997 sebagai petunjuk pelaksanaan dari

larangan penggunaan cantrang. Aturan pelarangan yang telah diterbitkan jauh hari
11

sebelum PERMEN Nomor 2 tahun 2015 keluar. Aturan PERMEN Nomor 2 tahun

2015 muncul sebagai aturan yang menagih janji masyarakat karena pada kurun

waktu yang lama tersebut pemerintah telah mensosialisasikan bahaya-bahaya

penggunaan alat tangkap yang merusak lingkungan terhadap kelestarian sumber

daya ikan Indonesia.

Adapun ketentuan larangan dari PERMEN-KP Nomor 2 tahun 2015

berbunyi:

Pasal 2

Setiap orang dilarang menggunakan alat penangkapan ikan pukat hela (Trawls)

dan alat penangkapan ikan pukat Tarik (Seine Nets) di seluruh wilayah

pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.

II.5. Penelitian Terdahulu

Berikut ini dapat dilihat hasil penelitian tentang perubahan mata

pencaharian dan pendapatan pada penelitian sebelumnya di daerah lain.

Nugroho et al (2016) melakukan penelitian dengan judul Perubahan Mata

Pencaharian Masyarakat Nelayan di Kelurahan Tanjung Penyembal Kecamatan

Sungai Sembilan Kota Dumai dengan tujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis

pekerjaan baru yang dijalankan oleh nelayan, untuk menganalisis faktor-faktor

penyebab perpindahan mata pencaharian masyarakat nelayan di Kelurahan

Tanjung Penyembal Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai. Hasil penelitian

menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang menjadi pekerjaan bagi masyarakat

kelurahan Tanjung Penyembal yang telah berubah mata pencaharian dari nelayan

adalah petani, pedagang, buruh tani, buruh pabrik, peternak.


12

Marfirani et al (2012) melakukan penelitian dengan judul Pergeseran Mata

Pencaharian Nelayan Tangkap menjadi Nelayan Apung di Desa Batu

Belubangyang bertujuan untuk mengetahui keterkaitan/ hubungan dari efek-efek

destruktif dari perubahan iklim terhadap mata pencaharian nelayan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kapasitas ekonomi dengan beralihnya

mata pencaharian sebagai nelayan apung dinilai belum efektif menjamin

keberlanjutan lingkungan sehingga aktivitas ini belum dapat menciptakan

ketahanan masyarakat terhadap perubahan iklim.

Purwati (2018) melakukan penelitian dengan judul Faktor Penyebab

Perubahan Mata Pencaharian Masyarakat Petani Kopi menjadi Petani Sayuran

yang bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab perubahan mata pencaharian

masyarakat petani kopi menjadi petani sayuran di Desa Tiga Jaya Kecamatan

Sekincau Kabupaten Lampung Barat tahun 2016. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa luas lahan kepala keluarga petani sayuran sempit, rendahnya hasil produksi

kopi, harga jual kopi yang rendah, jangka waktu panen kopi lebih lama,

pendapatan petani sayuran lebih besar, dan besarnya jumlah tanggungan kepala

keluarga.

Rahma (2018) melakukan penelitian dengan judul Analisis Perubahan

Mata Pencaharian Petani Karet menjadi Petani Singkong di Desa Sriwijaya yang

bertujuan untuk mengetahui penyebab berubahnya mata pencaharian petani karet

menjadi petani singkong di Desa Sriwijaya Kecamatan Blambangan Umpu

Kabupaten Way Kanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan luas lahan

yang sama petani singkong memiliki jumlah produksi yang lebih tinggi dibanding

petani karet, produksi yang diperoleh petani singkong lebih tinggi dibandingkan
13

dengan produksi petani karet, harga jual singkong juga lebih tinggi dibandingkan

dengan harga jual karet, dan besarnya rata-rata pendapatan petani singkong lebih

tinggi dibanding dengan rata-rata pendapatan petani karet.

Citra (2011) melakukan penelitian dengan judul Peralihan Mata

Pencaharian Sebagai Bentuk Ketahanan Masyarakat terhadap Fenomena

Perubahan Iklim di Kelurahan Mangunharjo dengan tujuan untuk mengkaji

ketahanan sosial ekonomi masyarakat melalui peralihan bentuk mata pencaharian

dalam menghadapi perubahan iklim di Kelurahan Mangunharjo. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa masyarakat Kelurahan Mangunharjo belum memiliki

ketahanan sosial dan ekonomi dari adanya peralihan mata pencaharian. Kendala

yang masih terjadi hingga saat ini terletak pada proses transfer pengetahuan yang

dimiliki masyarakat.

Fajar (2013) melakukan penelitian dengan judul Perubahan Mata

Pencaharian Masyarakat Dusun Sremo Pasca Dibukanya Kawasan Wisata Waduk

Sermo di Kabupaten Kulon Progo dengan tujuan mendeskripsikan bentuk, faktor-

faktor penyebab dan dampak oleh adanya perubahan mata pencaharian pada

masyarakat Dusun Sremo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab

perubahan mata pencaharian masyarakat Dusun Sremo disebabkan oleh keadaan

daerah yang berbeda dengan daerah yang ada dahulu (keadaan tanah) dan adanya

tuntutan kebutuhan hidup.

Azizi (2017) melakukan penelitian dengan judul Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Perubahan Pendapatan Nelayan akibat Variabilitas Iklim (Kasus:

Desa Muara Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang) dan bertujuan untuk

mengetahui perubahan pendapatan serta fackor-faktor yang mempengaruhinya.


14

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata perubahan pendapatan nelayan lokal jaring

insang Rp.1.753.681 (10,41%), nelayan lokal jaring paying sebesar Rp.14.321.631

(22,05%), nelayan andon Brebes Rp.11.430.833 (23,56%) dan nelayan andon

Tuban Rp.25.342.333 (22,24%). Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi

perubahan pendapatan nelayan yaitu jarak menangkap, jumlah jam kerja di laut,

dummy hujan dan dummy tinggi gelombang.

Prambudi (2010) melakukan penelitian yangberjudul Perubahan Mata

Pencaharian dan Nilai Sosial Budaya Masyarakat (Studi Deskriptif Kualitatif

tentang Hubungan Perubahan Mata Pencaharian dengan Nilai Sosial Budaya

Masyarakat di Desa Membalong, Kecamatan Membalong, Belitug) dengan tujuan

untuk mengetahui sejauh mana terjadinya perubahan mata pencaharian

masyarakat yang ada di Desa membalong serta untuk mengetahui hubungan

perubahan mata pencaharian masyarakat terhadap nilai sosial budaya dalam

kehidupan masyarakat di desa Membalong. Hasil dari penelitian ini menunjukkan

bahwa adanya hubungan saling mempengaruhi antara perubahan mata

pencaharian dengan nilai sosial budaya. Selain memberikan dampak buruk pada

lingkungan biologis, berubahannya mata pencaharian ke sektor pertambangan

juga menawarkan keuntungan instan, memberikan pengaruh negatif dan

perubahan pemaknaan pada nilai agama karena menimbulkan gaya hidup yang

konsumtif yaitu berada dekat dengan gaya hidup malam yang dapat merusak

moral masyarakat.

Febriani (2014) melakukan penelitian berjudul Perubahan Mata

Pencaharian Masyarakat Pasca Pengembangan Jalan Alai (Studi Kasus: Kelurahan

Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji Kota Padang) bertujuan untuk mendeskripsikan


15

mata pencaharian serta pendapatan masyarakat sebelum dan setelah

pengembangan jalan Alai-By Pass yang ada di Kelurahan Lubuk Lintah

Kecamatan Kuranji Kota Padang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

pengembangan jalan Alai-By pass, membawa perubahan mata pencaharian

masyarakat seperti: Petani menjadi pedagang dan karyawan, Jasa angkutan umum

menjadi usaha bengkel dan laundry, Jasa tenaga kerja atau buruh menjadi

pedagang, pekerjaan non produktif menjadi produktif, perubahan suatu mata

pencaharian menjadi beberapa pencaharian (terbukanya beberapa pilihan

pekerjaan).

Aritha (2016) melakukan penelitian yang berjudul Implementasi Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan No. 02/ PERMEN-KP/ 2015 Tentang Larangan

Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine

Nets) Terhadap Usaha Perikanan Tangkap Oleh Nelayan di Sibolga dengan tujuan

untuk mengetahui dan menganalisis kegiatan usaha perikanan tangkap oleh

nelayan di Sibolga setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan No.02/PERMEN-KP/2015 tentang larangan penggunaan alat tangkap

ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets). Adapun hasil dari penelitian

menunjukkan bahwa kegiatan usaha perikanan tangkap oleh nelayan di Sibolga

setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 02/

PERMEN-KP/ 2015 Tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat

Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) memberikan dampak terhadap

nelayan besar maupun nelayan kecil dari segi yuridis, ekonomi ataupun lokal.

Indra (2015) melakukan penelitian berjudul Perubahan Mata Pencaharian

Masyarakat di Daerah Sekitar Perairan Sungai Kampar Pasca Pembangunan


16

Kawasan Perumahan di Kabupaten Pelalawan Riau (Studi kasus daerah sekitar

Perairan Sungai Kampar, Desa Sering, Pelalawan, Riau) dengan tujuan

mendeskripsikan bentuk, factor penyebab dan dampak dari adanya perubahan

mata pencaharian pada masyarakat desa Sering. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa faktor pendukung perubahan mata pencaharian masyarakat desa Sering

disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk serta faktor penghambat

perubahan mata pencahariannya adalah lambatnya perkembangan Pendidikan bagi

masyarakat desa Sering dan pemikiran masyarakat yang masih tradisional.

Wardono (2014) melakukan penelitian yang berjudul Perubahan Mata

Pencaharian dari Petani ke Nelayan Perikanan Tangkap Laut di Desa Kanigoro

Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunung Kidul dengan tujuan untuk mengetahui

perubahan mata pencaharian dari petani menjadi nelayan perikanan tangkap laut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mata pencaharian sebagai nelayan perikanan

tangkap laut memberikan kontribusi utama sebagai sumber pendapatan keluarga.

Namun demikian nelayan meninggalkan kegiatan pertanian dengan alasan untuk

memanfaatkan waktu luang setelah bekerja sebagai nelayan pada saat cuaca

buruk.
17

III. METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei 2019 yang bertempat di

Kelurahan Pondok Batu, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah,

Provinsi Sumatera Utara. Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja

dengan pertimbangan di daerah ini memiliki objek yang mampu memberikan

informasi mengenai judul yang diteliti oleh penulis.

III.2. Prosedur Penelitian

III.2.1.Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian survey. Adapun pengertian metode penelitian survey adalah penelitian

yang sumber data dan informasi utamanya diperoleh melalui responden sebagai

sampel penelitian dan menggunakan kuesioner atau angket sebagai instrument

dalam mengumpulkan data. Tujuan dari penelitian survey adalah untuk

memberikan gambaran secara detail dan jelas tentang latar belakang, sifat-sifat,

serta karakter-karakter yang khas dari kasus atau kejadian suatu hal yang bersifat

umum.

Menurut Nazir (2003) metode survey adalah penyelidikan yang diadakan

untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dalam mencari

keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi dan

politik dari suatu kelompok ataupun orang,karena data diperoleh dengan

melakukan wawancara secara pribadi dan langsung. Sedangkan menurut

Sugiyono (2013), metode survey adalah penelitian yang dilakukan dengan


18

menggunakan angket sebagai alat penelitian yang dilakukan pada populasi besar

maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil

dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian relatif, distribusi, dan

hubungan antar variabel, sosiologis maupun psikologis.

III.2.2.Penentuan Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek/ subjek yang akan diteliti. Menurut

Sugiyono (2011), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek

atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi, populasi

yang dimaksud bukan hanya orang tapi juga objek dan benda-benda alam yang

lain. Populasi juga bukan hanya jumlah pada objek/ subjek yang dipelajari tetapi

meliputi karakteristik/sifat yang dimiliki subjek atau objek itu.

Populasi dalam penelitian ini adalah kapal yang awalnya menggunakan

alat penangkapan ikan Pukat harimau (Trawls) yang telah berubah menjadi

beberapa jenis kapal penangkapan. Berdasarkan data dari DANLANAL, jumlah

populasi sebanyak 25 kapal sebagai berikut:

1. Kapal Pukat Harimau (Trawls) menjadi Kapal Pukat Tongkol, sebanyak 15

kapal.

2. Kapal Pukat Harimau (Trawls) menjadi Kapal Pukat Rapat (Cincin),

sebanyak 10 kapal.

Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan dijadikan objek/ subjek

dalam melakukan penelitian dan pengujian data. Adapun metode yang digunakan

dalam penarikan atau penentuan sampel ini merupakan sampling jenuh atau

sensus. Menurut Sugiyono (2011) sampling jenuh atau sensus adalah teknik
19

penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Dalam

penelitian ini, jumlah responden didapatkan sebanyak 50 responden yang diambil

secara acak dari 25 populasi kapal.

III.2.3.Pengumpulan Data

Data merupakan fakta atau gambaran yang akan dikumpulkan oleh peneliti

untuk diolah. Setelah diolah sedemikian rupa dengan berbagai fakta-fakta lalu

dijadikan informasi selanjutnya akan digunakan untuk pengambilan keputusan.

Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian berupa data primer dan data

sekunder.

III.2.3.1. Data Primer

Data primer yaitu data yang akan dikumpulkan sendiri oleh peneliti

langsung dari sumber pertama atau tempat objek penelitian dilakukan (Siregar,

2013). Data primer dalam penelitian ini merupakan data yang diperoleh dari hasil

wawancara, observasi dan penyebaran kuesioner yang bersumber pada responden

yang berasal dari Anak Buah Kapal dari 50 kapal. adapun data yang di kumpulkan

ialah:

1. Profil serta biodata responden

2. Pekerjaan awal responden

3. Pendapatan awal responden

4. Pekerjaan responden saat ini

5. Pendapatan/ penghasilan responden saat ini

6. Pekerjaan sampingan responden.


20

III.2.3.2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah

ada. Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data yang diperoleh dari instansi

terkait untuk mendukung data yang telah ada, meliputi data keadaan alam,

penduduk dan hal-hal yang berkaitan dengan judul penelitian . Data juga diambil

dari buku-buku, literatur, jurnal, serta situs di internet yang berkaitan dengan judul

penelitian ini. Adapun data yang di kumpulkan ialah:

1. Biografi pelabuhan.

2. Jumlah kapal penangkapan ikan.

3. Jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai Anak Buah Kapal

(ABK).

III.3. Definisi Operasional

1. Mata Pencaharian adalah pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat secara

terus menerus yang menghasilkan upah untuk melangsukan hidupnya.

2. Pendapatan adalah jumlah penghasilan yang didapat dari sebuah pekerjaan.

3. Anak Buah Kapal (ABK) merupakan orang yang dipekerjakan oleh pemilik

kapal dengan tujuan membantu berlangsungnya kegiatan di dalam kapal.

4. Pukat Hela (Trawls) adalah sejenis alat yang digunakkan untuk menangkap

ikan berupa jaring yang memiliki mata jaring kecil sehingga dapat merusak

kelestarian laut.

III.4. Batasan Penelitian

Penelitian ini terbatas hanya untuk mengetahui perubahan mata

pencaharian dan pendapatan Anak Buah Kapal (ABK) pukat hela yang ada di
21

kelurahan Pondok Batu, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah,

Provinsi Sumatera Utara.

III.5. Analisis Data

Analisis data merupakan proses penyederhanaan atau pengolahan data

kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca, dipahami, dan diinterpretasikan.

Adapun analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

III.5.1.Analisis Deskriptif

Tujuan utama dari penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan pekerjaan

baru yang dijalankan Anak Buah Kapal (ABK) sejak berlakunya Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan tentang larangan alat tangkap ikan pukat hela

(Trawls) di Kabupaten Tapanuli Tengah. Untuk menjawab tujuan tersebut maka

dilakukan analisis deskriptif terhadap data yang diperoleh melalui kuesioner

tentang pekerjaan baru yang ditekuni mantan Anak Buah Kapal Trawls.

Pengertian analisis deskriptif menurut Sugiyono (2014) adalah statistik

yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud

membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

III.5.2.Analisis Uji Statistik (Uji T)

Untuk Menganalisis besarnya perubahan pendapatan Anak Buah Kapal

(ABK) sejak berlakunya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang

larangan alat penangkapan ikan pukat hela (Trawls) di Kabupaten Tapanuli

Tengah maka digunakan analisis uji statistik. Analisis ini hanya digunakan untuk

melihat perbedaan pendapatan Anak Buah Kapal Trawls sebelum dan sesudah
22

berubah pekerjaan namun masih dibidang perikanan/ yang masih sebagai anak

buah kapal. Analisis yang digunakan yaitu analisis dependent sample t-test atau

yang sering diistilahkan dengan paired sample t-test. Model uji beda ini

digunakan untuk menganalisis model penelitian pre-post atau sebelum dan

sesudah. Uji beda digunakan untuk mengevaluasi perlakuan (treatment) tertentu

pada satu sampel yang sama pada dua periode pengamatan yang berbeda

(Pramana, 2012).

Menurut Widiyanto (2013), paired sample t-test merupakan salah satu

metode pengujian yang digunakan untuk mengkaji keefektifan perlakuan, ditandai

adanya perbedaan rata-rata sebelum dan rata-rata sesudah diberikan perlakuan.

Dasar pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak Hᴏ pada uji ini

adalah sebagai berikut:

Jika t-hitung ≤ t-tabel, maka Ho diterima dan Ha tidak diterima.

Jika t-hitung > t-tabel, maka Ho tidak diterima dan Ha diterima.

Prosedur uji paired sample t-test (Siregar, 2013):

a. Menetukan hipotesis, yaitu sebagai berikut:

Ho : tidak terdapat perbedaan antara pendapatan Anak Buah Kapal sebelum

dan sesudah berlakunya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

No.02/PERMEN-KP/2015

Ha : terdapat perbedaan antara pendapatan Anak Buah Kapal sebelum dan

sesudah berlakunya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

No.02/PERMEN-KP/2015

b. Menentukan level of significant sebesar 5% atau 0,05

c. Menetukan kriteria pengujian


23

Ho ditolak jika nilai probabilitas < 0,05, berarti terdapat perbedaan antara

pendapatan Anak Buah Kapal sebelum dan sesudah berlakunya Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2/PERMEN-KP/2015

Ho diterima jika nilai probabilitas > 0,05, berarti tidak terdapat perbedaan

antara pendapatan Anak Buah Kapal sebelum dan sesudah berlakunya

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2/PERMEN-KP/2015

d. Penarikan kesimpulan berdasarkan pengujian hipotesis.

Dalam penelitian ini rumus yang akan digunakan untuk menghitung

pendapatan bersih dari setiap kegiatan nelayan menangkap ikan di laut (Yuliriane,

2012). Rumusnya adalah sebagai berikut:

Π = TR - TC

Keterangan:

Π : Pendapatan bersih

TR : Total Revenue/ Total Pendapatan

TC : Total Cost/ Total Biaya

Kriteria:

TR > TC, maka usaha menguntungkan

TR = TC, maka usaha tidak untung dan tidak rugi

TR < TC, ,maka usaha merugikan

Menurut Yunawati (2008) penerimaan adalah perkalian antara produksi

dengan harga jual. Dalam bentuk persamaan total penerimaan pada tingkat harga

pasar tententu ialah:

TR = P × Q
24

Keterangan:

TR = Total Revenue/ Total penerimaan

P = Price/ Harga

Q = Quantity/ Jumlah

Menurut Yunawati (2008) bentuk persamaan total biaya pada tingkat harga

tertentu ialah:

TC = VC + FC

Dimana:

TC = Total Cost/ total biaya

VC = Variabel Cost/ biaya variabel

FC = Fixed Cost/ biaya tetap


25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian

4.1.1. Kelurahan Pondok Batu

Kecamatan Sarudik merupakan salah satu kecamatan yang terletak di

Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara dengan Ibukota terletak di Pandan.

Secara geografis Kecamatan Sarudik terletak pada 01° - 43° 08,5” LU – 98° 49’

56,4” BT, berada pada ketinggian 1-30 meter diatas permukaan laut yang

berbatasan dengan:

Sebelah Utara dan Timur berbatasan dengan Kelurahan Sarudik

Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Pasir Bilan

Kecamatan Sarudik terdiri atas 4 kelurahan dan 1 desa.Salah satunya yaitu

Kelurahan Pondok Batu, kelurahan ini merupakan kelurahan yang menjadi pusat

kegiatan perikanan yang ditandai dengan adanya Pelabuhan Perikanan Nusantara,

Tangkahan, dan Perusahaan-perusahaan perikanan.

Tabel 4.1. Luas wilayah Kecamatan Sarudik

Desa/ Kelurahan Luas (Km2) Rasio terhadap total


kecamatan (%)
Sarudik 5,78 22,30
Sibuluan Nalambok 9,97 38,46
Sipan 6,57 25,35
Pasir Bidang 0,50 1,93
Pondok Batu 3,10 11,96
Sarudik 25,92 100,00
Sumber: Kelurahan Pondok Batu tahun 2017

Kecamatan Sarudik memiliki luas 25,29 Km2, dan berdasarkan tabel

tersebut Kelurahan Sibuluan Nalambok adalah kelurahan terluas di Sarudik


26

dengan Luas 9,97 Km2yang merupakan 38,46% dari total luas Kecamatan

Sarudik.

Kelurahan Pondok Batu dipimpin oleh seorang lurah bernama Kosasni

Malau yang di bantu oleh seorang Sekretaris lurah, 4 orang Kasi dan 4 orang

Staff. Kelurahan Pondok Batu terbagi atas 5 lingkungan yang tiap lingkungan

dipimpin oleh seorang Kepala lingkungan (Kepling). Kantor Kelurahan Pandan

terletak di jalan Pondok batu yang berada di belakang kantor Kecamatan Sarudik.

Pemerintahan Kelurahan Pondok batu dapat dilihat pada bagan struktur organisasi

di bawah ini:

Gambar 4.1. Bagan Struktur Organisasi Kelurahan Pondok Batu Tahun


2019

LURAH LPM
KOSASIH MALAU KEL. PONDOK BATU
NIP: 19620914 198303 1009

SEKRETARIS LURAH
ALEX RIVAI SILALAHI, SH.
NIP: 19870524 201505 1 001

KASI UMUM KASI PEM KASI PMD KASI TRANTIB


SUDIRMANTO LT, SIP MARLIANTI HUTAGALUNG
NIP: 19810623 201505 1 001 NIP: 19760208 199602 2 001

STAFF STAFF STAFF STAFF


SAHAT P BANGUN ANDRI GULTOM HOTMAN

KEPLING I KEPLING II KEPLING III KEPLING IV KEPLING V


SAHAT P ALSIUS RAHIMUDDIN ZETI ZEGA KHIRAN TANJUNG
27

4.1.2. Sarana dan Prasarana Kelurahan Pondok Batu

Sarana dan Prasarana di Kelurahan Pondok Batu masih kurang memadai

jika dilihat dari lokasi Pondok Batu yang digunakan sebagai tempat

berlangsungnya berbagai kegiatan perikanan.Kondisi jalan yang sempit dan

berlubang menjadi hambatan pada mobil dan truk pengangkutan ikan dari

perusahaan-perusahaan yang selalu ramai melintasi jalan tersebut. Jumlah fasilitas

yang ada juga belum memadai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar

sehingga masyarakat masih memanfaatkan fasilitas Kecamatan Sarudik.

Adapun Sarana dan Prasarana yang terdapat di Kelurahan Pondok Batu

adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2. Sarana dan Prasarana Kelurahan Pondok Batu

Sarana/ Prasarana Jumlah


Gereja 1
Masjid 2
Kantor Lurah 1
Kantor Camat 1
Poskesdes 1
Sekolah (PAUD) 1
Total 7
Sumber: Data Sekunder

Dari tabel diatas dapat dilihat fasilitas atau sarana yang ada belum

mencukupi, dimana jumlah tempat ibadah yang sedikit serta belum adanya

bangunan sekolah dasar.Selain itu, kondisi sarana yang ada masih sangat

sederhana.

Selain itu di Kelurahan Pondok Batu juga terdapat bangunan perusahaan-

perusahaan dan prasarana dalam bidang perikanan yang juga memiliki manfaat

terhadap masyarakat sekitar Pondok Batu. Adapun bangunan dan prasarana

tersebut yaitu:
28

Tabel 4.3. Perusahaan dan Prasarana di Bidang Perikanan yang terdapat di


Kelurahan Pondok Batu

Nama Perusahaan Kegiatan Usaha


PT. Asia Cold Storage
CV. Yakin Cold Storage dan Pabrik Es
PT. Asahi Cold Storage dan Tepung Ikan
CV. Horizon Group Cold Storage
PT. SPA Pabrik Es dan Cold Storage
PT. Kasahi Cold Storage
PT. Prima Nusantara Cold Storage dan Pabrik Es
PT. Duta Tangkas Utama Cold Storage dan Pabrik Es
PT. ASL Cold Storage
PT. Toba Surimi Tepung Ikan
PT. SMA Cold Storage
Tangkahan
Tangkahan PISI Pembongkaran Ikan
Tangkahan Pasifik Pembongkaran Ikan
Pelabuhan
Pelabuhan Perikanan Nusantara Pembongkaran dan Pelelangan Ikan
Sibolga
Total 14
Sumber: Data Survey

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Kelurahan Pondok Batu merupakan

kawasan industri perikanan dengan Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga

menjadi pusat industri perikanan.Kegiatan perikanan di kawasan Pondok Batu

berjalan dengan memanfaatkan hasil perikanan tangkap nelayan di Pesisir Barat

Sumatera.Kegiatan usaha yang ada di kawasan Pondok Batu umumnya bergerak

di bidang pembekuan ikan (Cold Storage).Untuk kapal-kapal penangkapan ikan

juga terdapat 3 lokasi pembongkaran ikan di kawasan Pondok Batu yaitu di

Pelabuhan Perikanan Nusantara dan 2 tangkahan milik perseorangan yaitu

tangkahan PISI dan tangkahan Pasifik.

4.1.3. Karakteristik Masyarakat Kelurahan Pondok Batu


29

Karakteristik merupakan sesuatu yang berkaitan dengan penduduk yang

menetap di suatu wilayah meliputi jumlah dan struktur yang didasarkan kriteria

seperti pendidikan, kewarganegaraan, agama atau etnis.Sedangkan mata

pencaharian adalah kegiatan yang dilakukan untuk memanfaatkan sumber daya

yang ada untuk memenuhi kebutuhan hidup.

4.1.3.1. Penduduk

Penduduk ialah orang-orang yang menetap di suatu daerah dengan jangka

waktu lama dan tidak di tentukan dan saling berinteraksi di dalam suatu wilayah.

Berdasarkan data yang di dapat dari kantor kelurahan Pondok Batu pada tahun

2018 jumlah penduduk yang terdapat di Kelurahan Pondok Batu berjumlah 4.468

jiwa yang terdiri dari 947 kepala keluarga. Adapun jumah jumlah penduduk

berdasarkan jenis kelamin dapat di lihat pada table 4.4 berikut:

Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Laki-laki dan


Perempuan di Kelurahan Pondok Batu.

Jenis kelamin Jumlah Persentasi (%)


Laki-laki 1761 39,42
Perempuan 2707 60,58
Total 4.468 100
Sumber: Monografi Kelurahan Pondok Batu tahun 2018

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk berjenis kelamin

perempuan lebih besar dibandingkan jumlah laki-laki dimana persentase

pendudukyang berjenis kelamin laki-laki yaitu 39,42% dan yang berjenis kelamin

perempuan yaitu 60,58%. Sedangkan jumlah penduduk berdasarkan tingkat umur

di Kelurahan Pondok Batudapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini:

Tabel 4.5. Jumlah Penduduk Kelurahan Pandan Berdasarkan Tingkat Umur


pada Tahun 2018
30

Tingkat umur Jiwa Persentase


(tahun)
<1 71 1,59
1-4 127 2,84
5-14 194 4,34
15-39 1997 44,69
40-64 1986 44,45
>65 93 2,08
Total 4.468 100
Sumber: Monografi kantor kelurahan Pondok Batu tahun 2018

Berdasarkan dari table 4.5. dapat dilihat jumlah penduduk yang terdapat di

Kelurahan Pandan yang di lihat dari tingkat umur pada tahun 2018 jumlah

penduduk terbesar terdapat pada usia 15-39 tahun dengan jumlah 1997 jiwa

(44,69 %) dari keseluruhan jumlah penduduk di kelurahan Pandan,sedangkan

tingkatan kedua adalah pada usia 40-64 tahun dengan jumlah 1986 jiwa

(44,45%), sedangkan jumlah penduduk berdasarkan tingkat umur yang paling

rendah terdapat pada usia <1 tahun dengan jumlah 71 jiwa ( 1,59%) dari jumlah

keseluruhan penduduk di kelurahan Pondok Batu.

4.1.3.2. Adat Istiadat dan Agama

Masyarakat di Kelurahan Pondok Batu terdiri dari berbagai suku, budaya

serta agama.Sebagian besar masyarakat di Kelurahan Pondok Batu merupakan

suku batak mandailing dan batak toba, selain itu terdapat masyarakat suku minang

dan jawa.Salah satu keunikan masyarakat Pondok Batu yaitu masyarakatnya

menggunakan bahasa Pesisir atau yang sering disebut bahasa Beko oleh

masyarakat setempat dalam berkomunikasi.Bahasa Beko ialah bahasa perpaduan

antara bahasa batak dan bahasa minang dimana dalam penggunaanya

menggunakan bahasa minang namun pengucapannya menggunakan logat batak.

Budaya yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Pondok

batu adalah budaya pesisir.Budaya ini sudah ada dan digunakan selama berates-
31

ratus tahun di wilayah Sibolga dan Tapanuli Tengah.Budaya pesisir berawal dari

percampuran antara Suku Batak Toba, Batak Mandailing dan Batak Angkola yang

sejak dulu menetap di daerah Sibolga dan Tapanuli Tengah.Dalam

perkembangannya, percampuran ketiga suku Batak tersebut juga mengalami

pembauran lagi dengan para imigran suku Minangkabau dan suku Melayu yang

berasal dari pesisir timur Sumatera.

Umumnya masyarakat Kelurahan Pondok Batu menganut agama Islam

dan Kristen.Meskipun berbeda keyakinan, masyarakat Pondok Batu dapat hidup

berdampingan dengan nyaman. Masyarakat Pondok Batu memiliki toleransi

beragama yang tinggi sehingga tidak pernah terjadi konflik antar umat beragama.

Hal ini dapat dilihat dengan tempat ibadah yang saling berdampingan.Adapun

jumlah tempat ibadah yang ada di kelurahan Pondok Batu yaitu 1 gereja dan 2

masjid.

4.1.3.3. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu indikator untuk mengukur keadaan

sosial masyarakat yang dapat mempengaruhi pola berfikir masyarakat dalam

menunjang pembangunan.Perkembangan suatu daerah juga dapat dilihat dari

tingkat pendidikan masyarakatnya. Tingkat pendidikan masyarakat Pondok Batu

dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini:

Tabel 4.6. Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Pondok Batu pada


Tahun 2018

Pendidikan Jumlah Persentasi


32

(Jiwa) (%)
Tidak tamat sekolah 693 16,78
SD 1.413 34,21
SMP 948 22,95
SMA 789 19,10
Diploma III 196 4,74
Diploma IV/ Strata I 89 2,15
Strata II 2 0,04
Total 4.130 100
Sumber: Monografi Kelurahan Pondok Batu 2018

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan

pendudukKelurahan Pondok Batu Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli

Tengah dapat dikatakan masih rendah.Hal ini dibuktikan dari jumlah penduduk

yang tidak tamat sekolah berjumlah693 jiwa (16,78%) dan masyarakat yang hanya

tamat Sekolah Dasar (SD) berjumlah sangat tinggi yaitu 1.413 jiwa (34,21%).

Kondisi ini disebabkan akibat kurangnya kesadaran orang tua akan pendidikan

anak serta dikarenakan ekonomi masyarakat yang kurang mencukupi.

4.1.3.4. Mata Pencaharian

Mata pencaharian adalah pekerjaan yang menjadi pokok

penghidupan.Mata pencaharian juga diartikan sebagai segala kegiatan manusia

dalam memberdayakan potensi sumber daya yang ada.Mata pencaharian

masyarakat di Kelurahan Pondok Batu terbagi atas 2 bidang yaitu bidang

pertanian dan bidang non pertanian.Bidang pertanian Kelurahan Pondok Batu

meliputi pertanian dan perikanan.Melihat potensi sumber daya alam Kelurahan

Pondok Batu yang dikelilingi oleh Samudera Hindia, sebagian besar

masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan tangkap baik itu nelayan

tradisional dan nelayan kapal besar namun ada juga masyarakat yang bermata

pencaharian sebagai petani padi.Sedangkan bidang pertanian meliputi


33

perdagangan, perindustrian dan jasa. Mata pencaharian masyarakat Kelurahan

Pondok Batu dapat dilihat secara rinci pada tabel 4.7 di bawah ini:

Tabel 4.7. Mata pencaharian masyarakat Kelurahan Pondok Batu tahun


2018

Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase


(Orang) (%)
Petani 87 2,54
Nelayan Tangkap 639 18,67
Nelayan Buruh 971 28,37
PNS 127 3,71
Buruh Perusahaan 911 26,61
Pegawai Swasta 297 8,68
Wiraswasta 391 11,42
Total 3.423 100
Sumber: Kelurahan Pondok Batu

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa jumlah jenis pekerjaan yang paling tinggi

di Kelurahan Pondok Batu yaitu nelayan buruh sebanyak 971 orang (28,37%)

sedangkan jumlah jenis pekerjaan yang paling rendah yaitu petani sebanyak 87

orang (2,54%). Dapat disimpulkan masyarakat Kelurahan Pondok Batu sebagian

besar memiliki mata pencaharian di bidang perikanan yang didukung oleh potensi

sumber daya laut yang tinggi. Adapun jenis-jenis alat tangkap yang digunakan di

Kelurahan Pondok Batu dapat di lihat pada Tabel 4.8 berikut:

Tabel 4.8. Jenis-Jenis Alat Tangkap yang Digunakan di Kelurahan Pondok


Batu Tahun 2018
34

Nama Alat Tangkap Jumlah


Lampara 147
Rawai dasar 31
Lampara dasar 39
Pukat rapat (Pukat Kantong) 71
Bagan tancap 63
Jala tebar 96
Jaring insang hanyut 64
Pukat tongkol (Purse Seine) 62
Trammel Nets 18
Total 591
Sumber: Kelurahan Pondok Batu

4.2. Gambaran Umum Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga

4.2.1. Sejarah Pelabuhan

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga adalah salah satu

pelabuhan perikanan yang berada di wilayah Provinsi Sumatera Utara yang

dibangun oleh pemerintah pusat pada tahun 1991 dan siap operasional pada tahun

1993. Pelabuhan ini disahkan menjadi Pelabuhan Nusantara oleh Presiden RI

tepatnya pada tanggal 21 Juli 1993 dan pengukuhannya ditetapkan dengan surat

Keputusan Menteri Perikanan Nomor 684/KPTS/OT 210/10/1993 tanggal 18

Oktober 1993. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga ini berada di Teluk

Tapian Nauli/ Aek Habil dan tepatnya berada di Kelurahan Pondok Batu,

Kecamatan Sarudik.

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga sebagai salah satu unit

pelaksana teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap daerah, telah

menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) dengan mengimplementasi

manajemen kinerja berbasis Balanced Scorecard (BSC) yang mengacu pada IKU

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, maka Indikator Kinerja Utama (IKU)

Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga yang ditetapkan 22 IKU dan terbagi ke

dalam 4 perspektif dan 22 sasaran strategis.


35

Dalam menjalankan tugas dan fungsi pelabuhan perikanan yang ditetapkan

melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.08/MEN/2012

tentang Kepelabuhan Perikanan, dalam peraturan Menteri ini disebutkan fungsi

pelabuhan perikanan sebagai berikut.

Fungsi Pemerintahan meliputi:

1. Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan

2. Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan

3. Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan

4. Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan

5. Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan

6. Pelaksanaan kesyahbandaran

7. Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal

pengawas perikanan

8. Tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan

9. Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari

10. Pengendalian lingkungan.

Fungsi Pengusahaan meliputi:

1. Pelayanan tambat dan labu kapal perikanan

2. Pelayanan bongkar muat ikan

3. Pemasaran dan distribusi ikan

4. Pemanfaatan fasilitas dan lahan di pelabuhan perikanan

5. Pelayanan logistik dan perbekalan kapal perikanan

6. Pelayanan pengolahan hasil perikanan

7. Pelayanan perbaikan dan pemeliharaan kapal perikanan


36

8. Wisata bahari

9. Penyediaan dan/ atau pelayanan jasa lainnya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Visi Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga adalah untuk meningkatnya

produksi dan produktivitas usaha perikanan tangkap berbasis pengelolaan sumber

daya ikan berkelanjutan dan meningkatkan kesejahtraan nelayan. Sedangkan misi

Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga adalah untuk meningkatnya jumlah ikan

yang didaratkan, meningkatnya jumlah dan mutu ikan yang di ekspor,

meningkatnya frekuensi kunjungan kapal, meningkatnya jumlah kapal yang

mendaratkan ikan, meningkatnya jumlah penyerapan tenaga kerja, meningkatnya

jumlah dan nilai investasi serta meningkatnya PNBP.

4.2.2. Letak Geografis Pelabuhan

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga berlokasi di Jalan Gatot

Subroto, Kelurahan Pondok Batu, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli

Tengah. Pelabuhan ini berada di sekitar pinggiran patai barat yang menghadap ke

Samudera Hindia dengan luas 13,9 Ha. Secara geografis Pelabuhan Perikanan

Nusantara Sibolga berada di posisi koordinat 01°02’15” LS dan 100°23’34” BT

dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara, Timur dan Barat : Kabupaten Tapanuli Tengah

Sebelah Selatan : Samudera Hindia

Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga memiliki topografi, kontur dan

iklim yang relatif datar di bagian Selatan dan berbukit di bagian Utara. Kawasan

Utara Konturnya mulai bergelombang berhawa tropis pegunungan sedangkan

kawasan pantainya berhawa tropis. Keadaan cuaca secara umum sama dengan
37

cuaca di sekeliling ekuator, angina berarturan, panas dan curah hujan tinggi.

Kondisi perapiran cukup tenang karena terlindungi oleh gugusan pulau-pulau

seperti Mursala, Sitangkus dan lain-lain.

4.3. Karakteristik Responden

4.3.1. Umur

Definisi umur berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah

lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan).Umur dapat

mencerminkan kemampuandan kondisi seseorang secara fisik, sehingga umur

seringkali dijadikan pertimbangan dalam memilih tenaga kerja.Dalam penelitian

ini, responden memiliki tingkatan umur berbeda-beda. Adapun tingkatan umur

responden dapat dilihat pada tabel 4.8 di bawah ini:

Tabel 4.9. Tingkat Umur Mantan Anak Buah Kapal (ABK) Pukat Hela
(Trawls)

Kelompok Umur Jumlah Responden Persentase


(Tahun) (%)
21-25 4 23,53
26-30 7 41,18
31-35 4 23,53
36-40 1 5,88
41-45 1 5,88
Total 17 100
Sumber: Data Primer, Diolah (2019)

Tabel diatas menunjukkan bahwa kelompok umur Mantan Anak Buah

kapal (ABK) Pukal Hela (Trawls) yang paling banyak yaitu pada kelompok umur

26-30 tahun sebanyak 7 orang (41,18%). Sedangkan kelompok umur yang paling

sedikit yaitu pada kelompok umur 36-40 dan 41-45 tahun sebanyak 1 orang

(5,88%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa usia produktif anak buah kapal

terdapat pada rentang usia 26-30 tahun karena pada rentang umur tersebut anak
38

buah kapal masih memiliki kondisi fisik yang baik dan sudah mempunyai

kemampuan yang memadai yang didapat dari pengalaman selama melaut.

4.3.2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan yaitu kondisi jenjang pendidikan yang dimiliki

seseorang melalui pendidikan formal yang disahkan oleh departemen pendidikan.

Dalam menentukan sumber daya manusia juga sangat memperhatikan pendidikan

dimana pendidikan mempengaruhi pola berfikir masyarakat dalam pembangunan.

Tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.9 di

bawah ini:

Tabel 4.10. Tingkat Pendidikan Mantan Anak Buah Kapal (ABK) Pukat
Hela (Trawls)

Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase


(%)
Tidak tamat SD 2 11,76
SD 4 23,53
SMP 8 47,06
SMA 3 17,65
Total 17 100
Sumber: Data Primer, Diolah (2019)

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa jumlah Anak Buah Kapal (ABK) paling

tinggi yaitu pada tingkat pendidikan SMP sebanyak 8 orang (47,06%) sedangkan

jumlah terendah yaitu pada tingkat pendidikan tidak tamat SD sebanyak 2 orang

(11,76%). Dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan nelayan atau anak buah

kapal tergolong masih rendah.Hal tersebut dikarenakan pada umumnya nelayan/

anak buah kapal beranggapan tidak membutuhkan pengetahuan khusus dalam

kegiatan melaut yang harus didapatkan melalui pendidikan formal.Nelayan/anak

buah kapal biasanya mendapat pengetahuan dan kemapuan melalui pengalaman


39

selama melaut.Kondisi perekonomian keluarga juga seringkali menjadi penyebab

anak buah kapal tidak melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.

4.3.3. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anggota yang terdiri dari istri

dan anak, serta orang lain dalam keluarga yang menjadi tanggungan kepala

keluarga. Pendapatan nelayan/ anak buah kapal umumnya dipengaruhi oleh

jumlah tanggungan keluarga. Hal ini disebabkan semakin banyak jumlah anggota

keluarga maka semakin tinggi kebutuhan dan semakin besar beban kepala

keluarga sehingga nelayan/ anak buah kapal akan semakin giat melaut. Jumlah

tanggungan responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.10 di bawah

ini:

Tabel 4.11. Jumlah Tanggungan Keluarga Mantan Anak Buah Kapal (ABK)
Pukat Hela (Trawls)

Jumlah Tanggungan Jumlah Nelayan Persentase


Keluarga (Orang) (%)
1-2 Orang 3 17,65
3-4 Orang 9 52,94
>5 Orang 5 29,41
Total 17 100
Sumber: Data Primer, Diolah (2019)

Tabel 4.11 menunjukkan bahwa frekuensi jumlah tanggungan keluarga

mantan anak buah kapal Pukat Hela (Trawls) yang paling banyak yaitu berjumlah

3-4 orang sebanyak 9 orang (52,94%) sedangkan frekuensi paling sedikit yaitu 1-2

orang yaitu sebanyak 3 orang (17,65%). Penjelasan tersebut dapat disimpulkan

anak buah kapal seringkali memiliki jumlah tanggungan keluarga yang banyak

sehingga semakin memperburuk ekonomi keluarga anak buah kapal.

4.4. Perubahan Mata Pencaharian Anak Buah Kapal (ABK) Pukat Hela

(Trawls)
40

Anak buah kapal atau awak kapal adalah semua orang yang bekerja di

kapal, yang bertugas mengoperasikan dan memelihara serta menjaga kapal dan

muatannya terkecuali Nakhoda. Anak buah kapal memiliki tugas dan tanggung

jawab masing-masing, adapun pembagian anak buah kapal berdasarkan tugasnya

yaitu:

1. Tekong

2. Tukang buang

3. Tukang batu

4. Tukang lampung

5. Tukang masak

6. Apit

7. Kuanca

8. Kenek kuanca

9. Tukang Palung

Berlakunya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 02 Tahun

2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan Pukat Hela (Trawls) di

Kabupaten Tapanuli Tengah menimbulkan terjadinya perubahan pekerjaan anak

buah kapal Pukat Hela. Perubahan mata pencaharian anak buah kapal Pukat Hela

dapat dilihat pada tabel 4.11 di bawah ini:

Tabel 4.12. Perubahan Mata Pencaharian pada Anak Buah Kapal (ABK)
Pukat Hela (Trawls)

Nama Responden Pekerjaan Awal Pekerjaan Saat Ini


41

Rizky ABK Pukat Hela ABK Pukat Tongkol


Arianto Siregar ABK Pukat Hela ABK Pukat Tongkol
Sahril Jambak ABK Pukat Hela ABK Pukat Tongkol
Jonathan Siregar ABK Pukat Hela ABK Pukat Tongkol
Abeng ABK Pukat Hela ABK Pukat Tongkol
Paulus Manik ABK Pukat Hela ABK Pukat Tongkol
Mardi ABK Pukat Hela ABK Pukat Tongkol
Tinus Sirait ABK Pukat Hela ABK Pukat Rapat
Basri Koto ABK Pukat Hela ABK Pukat Rapat
Saut Sitinjak ABK Pukat Hela ABK Pukat Rapat
Hasan ABK Pukat Hela ABK Pukat Rapat
Rudin ABK Pukat Hela ABK Pukat Rapat
Afner ABK Pukat Hela ABK Pukat Rapat
Eson ABK Pukat Hela ABK Pukat Rapat
Edi Napitupulu ABK Pukat Hela ABK Pukat Rapat
Bandi ABK Pukat Hela ABK Pukat Rapat
Riyadi ABK Pukat Hela ABK Pukat Rapat
Sumber: Data Primer

Tabel 4.12 menunjukkan bahwa Mantan Anak Buah Kapal (ABK) Pukat

Hela (Trawls) yang berpindah pekerjaan menjadi Anak Buah Kapal (ABK) Pukat

Tongkol Sebanyak 7 orang dan Anak Buah Kapal (ABK) Pukat Rapat 10

orang.Ada beberapa alasan terjadinya perubahan mata pencaharian pada Anak

Buah Kapal Pukat Hela (Trawls), antara lain:

1. Kapal sudah dijual

2. Tokeh pemilik kapal sudah bangkrut

3. Sering terjadi razia kapal

4. Resiko tertangkap angkatan laut tinggi

5. Kecelakaan kerja tinggi

4.5. Pendapatan Mantan Anak Buah Kapal (ABK) Pukat Hela (Trawls)

Berubahnya mata pencaharian anak buah Pukat Hela kapal secara

langsung memengaruhi pendapatan anak buah kapal.Perubahan pendapatan anak

buah kapal didasarkan oleh perubahan jenis alat tangkap yang memengaruhi
42

jumlah hasil tangkapan. Perubahan pendapatan Anak Buah Kapal (ABK) Pukat

Hela (Trawls) dapat dilihat pada tabel 4.12 di bawah ini:

Tabel 4.13. Pendapatan Mantan Anak Buah Kapal (ABK) Pukat Hela
(Trawls)

Nama Pendapatan Pendapatan Selisih Persentase


Responden Awal/ Trip Saat Ini/ Pendapatan (%)
Trip
Rizky 5.000.000 3.500.000 1.500.000 30,00
Arianto Siregar 3.500.000 2.500.000 1.000.000 28,57
Sahril Jambak 3.500.000 2.100.000 1.400.000 40,00
Jonathan Siregar 3.500.000 2.500.000 1.000.000 28,57
Abeng 5.000.000 3.000.000 2.000.000 40,00
Paulus Manik 3.500.000 2.500.000 1.000.000 28,57
Mardi 3.500.000 2.000.000 1.500.000 42,86
Tinus Sirait 3.000.000 1.800.000 1.200.000 40,00
Basri Koto 3.500.000 2.000.000 1.500.000 42,86
Saut Sitinjak 3.500.000 1.800.000 1.700.000 48,57
Hasan 3.500.000 2.000.000 1.500.000 42,86
Rudin 3.000.000 3.500.000 500.000 16,67
Afner 5.000.000 3.000.000 2.000.000 40,00
Eson 5.000.000 3.500.000 1.500.000 30,00
Edi Napitupulu 3.500.000 2.000.000 1.500.000 42,86
Bandi 4.000.000 3.000.000 1.000.000 25,00
Riyadi 3.500.000 2.000.000 1.500.000 42,86
Sumber: Data Primer, Diolah

Tabel 4.13 menunjukkan pendapatan anak buah kapal sebelum dan

sesudah berpindah pekerjaan, dimana seluruhnya mengalami penurunan

pendapatan. Pendapatan anak buah kapal menurun rata-rata sebanyak 39% dari

pendapatan awal. Pendapatan dari 17 responden di atas merupakan pendapatan

bersih, biaya keperluan kapal dan makanan sudah dikurangkan oleh pemilik kapal

terlebih dahulu.Anak buah kapal yang sudah berpindah pekerjaan mengeluhkan

pengeluaran yang tidak sebanding dengan penghasilannya, dimana jumlah

penghasilan yang di dapat sedikit sedangkan pengeluaran tinggi.

4.6. Uji Wilcoxon (Uji Nonparametris)


43

Uji Wilcoxon adalah uji non-parametris untuk mengukur signifikansi

perbedaan antara 2 kelompok data berpasangan berskala ordinal atau interval

tetapi berdistribusi tidak normal. Uji Wilcoxon Signed Rank Test merupakan uji

alternatif dari uji pairing t test atau t paired apabila tidak memenuhi asumsi

normalitas. Uji ini dikenal juga dengan istilah Wilcoxon Match Pair Test.

Wilcoxon signed rank test merupakan uji non parametrik yang digunakan untuk

menganalisis data berpasangan karena adanya dua perlakuan yang berbeda

(Pramana, 2012).

Uji Wilcoxon pada penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 02 tahun 2015 terhadap

pendapatan Anak Buah Kapal dimana pendapatan sebelum berlakunya peraturan

sebagai variabel pertama (X1) dan pendapatan sesudah peraturan sebagai variabel

kedua (X2). Hasil uji Wilcoxon pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.14

Tabel 4.14. Hasil Uji Wilcoxon terhadap Pendapatan Anak Buah Kapal

N Mean Rank Sum of Ranks

Sesudah - Sebelum Negative Ranks 16a 9.50 152.00

Positive Ranks 1b 1.00 1.00

Ties 0c

Total 17

Pada Tabel diatas dapat dilihat negative ranks atau selisih (negatif) antara

pendapatan anak buah kapal untuk sebelum dan sesudah terdapat 16 data negatif

(N) yang artinya 16 anak buah kapal mengalami penurunan jumlah pendapatan

dari pendapatan sebelum ke pendapatan sesudah berlakunya Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor 02 tahun 2015. Selanjutnya positive ranks atau
44

selisih (positif) antara pendapatan anak buah kapal untuk sebelum dan sesudah

terdapat 1 data positif (N) yang artinya 1 anak buah kapal mengalami peningkatan

jumlah pendapatan dari pendapatan sebelum ke pendapatan sesudah berlakunya

Peraturan tersebut. Sedangkan ties adalah kesamaan pendapatan sebelum dan

sesudah, disini nilai ties adalah 0 yang artinya tidak ada anak buah kapal yang

memiliki pendapatan yang sama sebelum dan sesudah berlakunya peraturan.

4.7. Uji Hipotesis Wilcoxon

Uji hipotesis adalah metode pengambilan keputusan yang didasarkan dari

analisis data dipergunakan untuk menguji kebenaran suatu pernyataan secara

statistik dan menarik kesimpulan apakah menerima atau menolak pernyataan

tersebut. Pernyataan ataupun asumsi sementara yang dibuat untuk diuji kebenaran

tersebut dinamakan dengan Hipotesis (Hypothesis) atau Hipotesa. Adapun

hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

Ho : tidak terdapat perbedaan antara pendapatan Anak Buah Kapal sebelum dan

sesudah berlakunya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

No.02/PERMEN-KP/2015

Ha : terdapat perbedaan antara pendapatan Anak Buah Kapal sebelum dan

sesudah berlakunya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

No.02/PERMEN-KP/2015

Pengambilan keputusan pada penelitian ini dilakukan berdasarkan output tes

statistic pada Uji Wilcoxon yang terdapat pada tabel 4.15

Tabel 4.15. Output Tes Statistik Uji Wilcoxon


45

Test Statisticsb

Sesudah -
Sebelum

Z -3.608a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

Output SPSS diatas menunjukkan bahwa nilai Asymp.Sig. (2-tailed)

sebesar 0,000 dimana nilai ini lebih kecil dari <0,05 yang artinya Ha diterima.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara

pendapatan Anak Buah Kapal sebelum dan sesudah berlakunya Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan No.02/PERMEN-KP/2015.

4.8. Tanggapan Mantan Anak Buah Kapal (ABK) Pukat Hela (Trawls)

Pelarangan alat tangkap Pukat Hela (Trawls) ini bagi anak buah kapal

bukanlah hal yang baru mereka dengar, sudah banyak berita di media massa yang

menyebutkan bahwa penggunaan alat tangkap ini dilarang karena

pengoperasiannya yang merusak ekosistem laut. Tanggapan anak buah kapal

mengenai peraturan pelarangan alat tangkap Pukat hela menuai banyak kritikan.

Kebanyakan anak buah kapal menanggapi peraturan tersebut secara negatif karena

dianggap menyulitkan pekerjaan mereka. Sebagian besar anak buah kapal

menginginkan agar peraturan tersebut diubah kembali seperti sebelumnya dan izin

Pukat Hela diberlakukan kembali.

Kritikan negatif dari anak buah kapal tidak lepas dari kesulitan-kesulitan

yang mereka hadapi ketika berpindah pekerjaan. Salah satu yang menjadi

kesulitan anak buah kapal yaitu lokasi penangkapan yang jauh. Pada pekerjaan

mereka saat ini seringkali harus melakukan penangkapan yang cukup jauh,

misalnya salah satu responden melakukan penangkapan hingga ke daerah


46

perbatasan dengan negara lain sehingga juga memiliki resiko yang tinggi. Selain

itu meskipun ada anak buah yang mengalami peningkatan pendapatan tetapi

perbandingan waktu kerja dan penghasilan dianggap tidak sesuai, hal ini juga

menjadi keluhan anak buah kapal dimana anak buah kapal memiliki waktu bekerja

penuh dan waktu luang yang sedikit.

DAFTAR PUSTAKA

Aritha, S. (2016). Implementasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.


02/ PERMEN-KP/ 2015 Tentang Larangan Penggunaan Alat
Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets)
47

Terhadap Usaha Perikanan Tangkap Oleh Nelayan di Sibolga. Jurnal


Universitas Sumatera Utara. Medan.4(4): 40-52.

Azizi. (2017). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Pendapatan Nelayan


akibat Variabilitas Iklim (Kasus: Desa Muara Kecamatan Blanakan
Kabupaten Subang). Jurnal Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan
dan Perikanan. Jakarta Utara. 12(2): 225-233.

Citra, T. (2011). Peralihan Mata Pencaharian Sebagai Bentuk Ketahanan


Masyarakat terhadap Fenomena Perubahan Iklim di Kelurahan
Mangunharjo. Jurnal: Wilayah dan Lingkungan. 1(2): 123-140.

Fajar, W. (2013). Perubahan Mata Pencaharian Masyarakat Dusun Sremo Pasca


Dibukanya Kawasan Wisata Waduk Sermo di Kabupaten Kulon Progo
Thesis: Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. 57 hal.

Febriani. (2014). Perubahan Mata Pencaharian Masyarakat Pasca Pengembangan


Jalan Alai (Studi Kasus: Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji
Kota Padang) Jurnal: STKIP PGRI Sumatera Barat. Padang. 1(2): 110-
119.

Hatma. (2003). Transformasi Tenaga Kerja Pedesaan. Skripsi: FISIP Universitas


Negeri Sebelas Maret, Surakarta. 78 hal.

Henslin, James. M., (2007). Essential of Sociology: A Down-to-Earth Approach


(Sosiologi dengan Pendekatan Membumi). Penerjemah: Kamanto
Sunarto, Jakarta: Penerbit Erlangga. 97 hal.

Indra, N., (2015). Perubahan Mata Pencaharian Masyarakat di Daerah Sekitar


Perairan Sungai Kampar Pasca Pembangunan Kawasan Perumahan di
Kabupaten Pelalawan Riau (Studi kasus daerah sekitar Perairan Sungai
Kampar, Desa Sering, Pelalawan, Riau) Thesis: Fakultas Ilmu Sosial
Univesitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. 62 hal.

Koentjaraningrat. (2002). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT.Rineka Cipta.

Marfirani, R., dan I. Adiatma, (2012). Pergeseran Mata Pencaharian Nelayan


Tangkap menjadi Nelayan Apung di Desa Batu Belubang.Jurnal:
Universitas Diponegoro, Semarang. 2(6): 95-104.
48

Nazir, M., (2003). Metode Penelitian. Penerbit Salemba Empat, Jakarta. 63 hal.

Nugroho, F., M.I. Ramadhan., V. Amrifo, (2016). Perubahan Mata Pencaharian


Masyarakat Nelayan di Kelurahan Tanjung Penyembal Kecamatan
Sungai Sembilan Kota Dumai. Jurnal: Universitas Riau, Pekanbaru.
44(3): 24-37.

Nurmanaf, A. R., (2006) Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Pedesaan


dan Kaitannya dengan Tingkat Kemiskinan. Jurnal: Sosial Ekonomi
Pertanian. 6(3): 123-140.

Prambudi, I. (2010). Perubahan Mata Pencaharian dan Nilai Sosial Budaya


Masyarakat (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Hubungan Perubahan
Mata Pencaharian dengan Nilai Sosial Budaya Masyarakat di Desa
Membalong, Kecamatan Membalong, Belitung). Universitas Sebelas
Maret. 46 hal.

Purwati, G., (2018). Faktor Penyebab Perubahan Mata Pencaharian Masyarakat


Petani Kopi menjadi Petani Sayuran. Skripsi: Universitas Lampung,
Bandar Lampung. 45 hal.

Pramana. Andi., (2012). Analisis Perbandingan Trading Volume Activity dan


Abnormal Return Saham Sebelum dan Sesudah Pemecahan Saham (Studi
Kasus pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode
2007-2011). Diponegoro Journal Management.1(2): 123-140.

Rahardja, P., M. Manurung, (2004). Teori Ekonomi Makro, Suatu Pengantar:


Edisi Ketiga. Jakarta: LP Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 97
hal.
Rahma, S., (2018). Analisis Perubahan Mata Pencaharian Petani Karet menjadi
Petani Singkong di Desa Sriwijaya. Jurnal: Universitas Lampung,
Bandar Lampung. 1(2): 98-110.

Republik Indonesia, 2008. Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang


Pelayaran. Jakarta.
49

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.02 Tahun


2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Heka
(Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets).

Siregar, s., (2013). Metode Penelitian Kuantitatif. PT Fajar Interpratama Mandiri,


Jakarta. 79 hal.

Sugiyono, (2006). Metode Penelitian Administrasi. Penerbit Alfabeta Bandung,


Bandung. 389 hal.

Sugiyono, (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta. 187 hal.

Sugiyono, (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. 226 hal.

Sukirno, S. (2006). Ekonomi Pembangunan; Proses, Masalah dan Dasar


Kebijakan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Tarigan, M. (2000). Pesisir dan Pantai Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi LIPI, 67 hal.

Wahyu. (2007). Pergeseran Mata Pencaharian Masyarakat Desa Surakarta.


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UNS , 56.

Wardono, B., (2014). Perubahan Mata Pencaharian dari Petani ke Nelayan


Perikanan Tangkap Laut di Desa Kanigoro Kecamatan Saptosari
Kabupaten Gunung Kidul Jurnal: Sosek Perikanan dan Kelautan. 2(2):
73-80.

Yuliriane. Dewi., (2012). Kontribusi Wisata Bahari terhadap Pendapatan Rumah


Tangga Nelayan di Pantai Pangandaran Kabupaten Ciamis Jawa Barat.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Skripsi. Universitas Padjajaran.
Jatinangor. 72 hal.
50

Yunawati. Deasy., (2008). Analisis Pendapatan Nelayan dan Sistem Pembagian


Hasil Nelayan Bermotor < 5GT dan 5-9 GT (Studi Kasus: Kecamatan
Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung Kotamadya Tanjung Balai,
Provinsi Sumatera Utara). Skripsi. Departemen Sosial Ekonomi Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan. 78 hal.

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian


51

Lampiran 2. Peta Lokasi Penelitian


52
53

Lampiran 3. Harga Ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga


Tahun 2019

Nama Jenis Ikan Harga Pedagang (Rp)


Kakap 60.000,00
Kuweh 33.000,00
Madidihang (YFT) 28.000,00
Tongkol Pisang-Balaki (FRI) 21.000,00
Butana 21.000,00
Layang Pectoralf Pendek 20.500,00
Cakalang (SKL) 19.000,00
Pari (Pare) Burung 19.000,00
Ikan Sebelah 35.000,00
Kerapu 52.000,00
Kurisi 25.000,00
Udang Windu 43.000,00
Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga, 2019

Lampiran 4. Grafik Produksi Ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)


Sibolga Tahun 2019
54

Lampiran 5. Output Uji Wilcoxon terhadap Pendapatan Anak Buah Kapal

Pukat Hela (Trawsl) dengan Variabel Terikat Pendapatan Anak Buah Kapal

Sebelum Peraturan (X1) dan Pendapatan Sesudah Peraturan (X2)


55

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Sesudah - Sebelum Negative Ranks 16a 9.50 152.00

Positive Ranks 1b 1.00 1.00

Ties 0c

Total 17

a. Sesudah < Sebelum

b. Sesudah > Sebelum

c. Sesudah = Sebelum

Test Statisticsb

Sesudah -
Sebelum

Z -3.608a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Based on positive ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Anda mungkin juga menyukai