Anda di halaman 1dari 24

PENGORGANISASIAN DAN PEMBERDAYAAN

Dosen pengampu : Zainul, SKM, M.Kes

Disusun Oleh :

Khusnul Utami (PO7120319066)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU

PRODI D-IV KEPERAWATAN PALU

TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga makalah
yang berjudul “pengorganisasian dan pemberdayaan” ini dapat tersusun hingga selesai.
Pembuatan makalah ini bertujuan guna memenuhi tugas Mata kuliah Keperawatan
Komunitas. Harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan sebagai
refrensi tambahan dalam mempelajari mata kuliah Keperawatan komunitas. Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, saya yakin masih banyak kekurangan
dalam makalah ini, Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Palu, 01 April 2021

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL........................................................................................ i

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................................................1
B.Tujuan ...................................................................................................1
C. Manfaat …………………………………………………................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................2
A.Pengorganisasian Masyarakat...........................................................................2
B. Pemberdayaan Masyarakat ............................................................................2
BAB III PENUTUP.....................................................................................3
A.Kesimpulan................................................................................................ 11
B.Saran ................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................11

3
BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Kesehatan atau hidup sehat adalah hak setiap orang, oleh sebab itu

kesehatan, baik individu, kelompok maupun masyarakat merupakan asset yang

harus di jaga, dilindungi bahkan harus ditingkatkan.

Pengorganisasian dan pemberdayaan masyarakat (PPM) atau community

organization or comunity development (COCD)  merupakan perencanaan,

pengorganisasian, atau proyek dan atau pengembangan berbagai aktivitas

pembuatan program atau proyek kemasyarakatan yang tujuan utamanya

meningkatkan taraf hidup atau kesejahteraan sosial masyarakat. Sebagai suatu

kegiatan kolektif,  PPM  melibatkan beberapa aktor, seperti pekerja sosial,

masyarakat setempat, lembaga donor, serta instansi terkait yang saling bekerja

sama mulai dari perancangan, pelaksanaan, samapai evaluasi terhadap program

atau proyek tersebut.

Pemberdayaan masyarakat secara lugas dapat diartikan sebagai suatu

proses yang membangun manusia atau masyarakat melalui pengembangan

kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat dan pengorganisasian

masyarakat.

Dari devinisi tersebut terlihat ada 3 tujuan utama dalam pengembangan

masyarakat, yaitu pengembangan kemampuan masyarakat, mengubah perilaku

masyarakat dan mengorganisir masyarakat. Kemampuan masyarakat yang dapat

dikembangkan tentunya banyak sekali seperti kemampuan untuk berusaha, mencari


informasi, bertani dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan atau permasalahan yang

sedang dihadapi oleh individu/masyarakat.

Perilaku yang yang perlu di ubah adalah perilaku yang tentunya merugikan

individu atau msyarakat itu sendiri yang akan menghambat peningkatan

kesejahteraannya. Contoh yang yang sering kita temui dalam seperti ibu hamil tidak

boleh makan telur, anak tidak perlu sekolah, membicarakan rencana pembangunan

desa hanya kaum laki-laki saja, dan lain sebagainya.

Pengorganisasian masyarakat dapat dijelaskan sebagai suatu upaya

masyarakat untuk saling mengatur dalam mengelolah kegiatan atau program yang

mereka kembangkan, disini masyarakat dapat membentuk panitia kerja, melakukan

pembagian tugas, saling mengawasi, merencanakan kegiatan dan lain-lain.

Lembaga-lembaga yang ada sebaiknya perlu dilibatkan karena lembaga inilah yang

sudah mapan, tinggal meningkatkan kemampuannya saja.

B.   Tujuan

Adapun tujuan dari makalah pemberdayaan dan pengorganisasian

masyarakat adalah:

1. Untuk mengetahui tentang Pengorganisasian Masyarakat

2. Untuk mengetahui tentang Pemberdayaan Masyarakat

3. Untuk mengetahui tentang Petugas PPM

4. Untuk mengetahui tentang Model-Model PPM

5. Untuk mengetahui tentang Kader Desa


C.   Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memberikan Informasi dan memperluas

cakrawala berpikir khususnya tentang pemberdayaan dan pengorganisasian

Masyarakat.
BAB II

PEMBAHASAN

A.     Pengorganisasian Masyarakat

Pengorganisasian masyarakat adalah konsep yang sudah dikenal dan

dipakai oleh para pekerja sosial di Amerika pada akhir tahun 1800, sebagai upaya

koordinatif memberikan pelayanan kepada imigrasi, kelompok miskin yang baru

datang (Garvin dan Cox). Dalam pengorganisasian terkandung tiga aspek penting

yaitu: :

1. Proses.

a. Merupakan proses yang terjadi secara sadar, tetapi mungkin juga tidak .

b. Dalam proses ditemukan unsur-unsur kesukarelaa. Kesukarelaan timbul karena

keinginan untuk memenuhi kebutuhan sehingga mengambil inisiatif atau prakarsa

untuk mengatasinya

c. Kesukarelaan juga terjadi karena dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan

kelompok atau masyarakat.

d. Kesadaran terhadap kebutuhan dan masalah yang dihadapi biasanya ditemukan

pada segelintir orang yang kemudian melakukan upaya menyadarkan masyarakat

untuk mengatasinya.

2. Masyarakat.   

Masyarakat dapat diartikan sebagai :

a.    Kelompok yang mempunyai batas-batas geografis: Desa, kelurahan, kecamatan, dst

b.    Suatu kelompok dari mereka yang mempunyai kebutuhan bersama dari kelompok

yang lebih besar.


c.    Kelompok kecil yang menyadari suatu masalah harus dapat menyadarkan kelompok

yang lebih besar.

d.    Kelompok yang secara bersama-sama mencoba mengatasi masalah dan memenuhi

kebutuhannya.

3. Berfungsinya Masyarakat.   

Untuk dapat memfungsikan masyarakat, maka harus dilakukan langkah-langkah

sebagai berikut :

a.    Menarik orang-orang yang mempunyai inisiatif dan dapat bekerja untuk membentuk

kepanitiaan yang akan menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan

kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

b.    Membuat rencana kerja yang dapat diterima dan dilaksanakan oleh seluruh

masyarakat.

c.    Melakukan upaya penyebaran rencana atau kampanye untuk mensukseskan

rencana tersebut

Menurut “Adi Sasongko (1978)”, langkah-langkah yang harus ditempuh dalam

Pengorganisasian Masyarakat adalah :

1.    Persiapan Sosial.   

Tujuan persiapan sosial adalah mengajak berpartisipasi atau peran serta

masyarakat sejak awal kegiatan, sampai dengan perencanaan program,

pelaksanaan hingga pengembangan program kesehatan masyarakat. Kegiatan-

kegiatan dalam persiapan sosial ini lebih ditekankan kepada persiapan-persiapan

yang harus dilakukan baik aspek teknis, administratif dan program-program

kesehatan yang akan dilakukan.


a.    Tahap Pengenalan Masyarakat. 

Dalam tahap awal ini kita harus datang ketengah-tengah masyarakat

dengan hati yang terbuka dan kemauan untuk mengenal sebagaimana adanya,

tanpa disertai prasangka buruk sambil menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan

yang akan dilaksanakan.

b.    Tahap Pengenalan Masalah. 

Dalam tahap ini dituntut suatu kemampuan untuk dapat mengenal masalah-

masalah yang memang benar-benar menjadi kebutuhan masyarakat.

c.    Tahap Penyadaran Masyarakat.  

Tujuan tahap ini adalah menyadarkan masyarakat agar mereka tentang tahu

dan mengerti masalah-masalah kesehatan yang mereka hadapi sehingga dapat

berpartisipasi dalam penanggulangannya serta tahu cara memenuhi kebutuhan akan

upaya pelayanan kesehatan sesuai dengan potensi dan sumber daya yang ada.

Agar masyarakat dapat menyadari masalah dan kebutuhan mereka akan

pelayanan kesehatan, diperlukan suatu mekanisme yang terencana dan

terorganisasi dengan baik, untuk itu beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam

rangka menyadarkan masyarakat :

a. Lokakarya Mini Kesehatan.

b. Musyawarah Masyarakat Desa. (MMD).

c. Rembuk Desa.

2. Pelaksanaan.  

Setelah rencana penanggulangan masalah disusun dalam lokakarya mini, maka

langkah selanjutnya adalah melaksanakan kegiatan tersebut sesuai dengan

perencanaan yang telah disusun. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam

pelaksanaan kegiatan penanggulangan masalah kesehatan masyarakat adalah :


a.    Pilihlah kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

b.    Libatkan masyarakat secara aktif dalam upaya penanggulangan masalah.

c.    Kegaitan agar disesuaikan dengan kemampuan, waktu, sumber daya yang tersedia

di masyarakat

d.    Tumbuhkan rasa percaya diiri masyarakat bahwa mereka mempunyai ke mampuan

dalam penanggulagan masyarakat.

2.    Evaluasi.  

Penilaian dapat dilakukan setelah kegiatan dilaksanakan yang dilakukan dalam

jangka waktu tertentu. Dalam penilaian dapat dilakukan dengan :

a.    Penilaian selama kegiatan berlangsung

1.    Disebut juga penilaian formatif= monitoring.

2.    Dilakukan untuk melihat apakah pelaksanaan kegiatan yang telah dijalankan apakah

telah sesuaI dengan

perencanaan penanggulangan masalah yang telah disusun.

b.  Penilaian setelah Prgram selesai dilaksanakan.

1. Disebut juga penilaian sumatif= penilaian akhir program.

2. Dilakukan setelah melalaui jangka waktu tertentu dari kegiatan yang dilakukan.

3. Dapat diketahui apakah tujuan atau target dalam pelayanan kesehatan telah

tercapai atau belum.

4. Perluasan.
B. Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan menurut arti secara bahasa adalah proses, cara, perbuatan

membuat berdaya, yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan

bertindak yang berupa akal, ikhtiar atau upaya (Depdiknas, 2003). Masyarakat

adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat

istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas

bersama (Koentjaraningrat, 2009). Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi

pembangunan. Dalam perspektif pembangunan ini, disadari betapa penting

kapasitas manusia dalam upaya meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal

atas sumber daya materi dan non material.

Dalam beberapa kajian mengenai pembangunan komunitas, pemberdayaan

masyarakat sering dimaknai sebagai upaya untuk memberikan kekuasaan agar

suara mereka didengar guna memberikan kontribusi kepada perencanaan dan

keputusan yang mempengaruhi komunitasnya (Foy, 1994). Pemberdayaan adalah

proses transisi dari keadaan ketidakberdayaan ke keadaan kontrol relatif atas

kehidupan seseorang, takdir, dan lingkungan (Sadan, 1997). Menurut Mubarak

(2010) pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai upaya untuk memulihkan

atau meningkatkan kemampuan suatu komunitas untuk mampu berbuat sesuai

dengan harkat dan martabat mereka dalam melaksanakan hak-hak dan tanggung

jawabnya selaku anggota masyarakat. Pada pemberdayaan pendekatan proses

lebih memungkinkan pelaksanaan pembangunan yang memanusiakan manusia.

Dalam pandangan ini pelibatan masyarakat dalam pembangunan lebih mengarah

kepada bentuk partisipasi, bukan dalam bentuk mobilisasi. Partisipasi masyarakat

dalam perumusan program membuat masyarakat tidak semata-mata berkedudukan


sebagai konsumen program, tetapi juga sebagai produsen karena telah ikut serta

terlibat dalam proses pembuatan dan perumusannya, sehingga masyarakat merasa

ikut memiliki program tersebut dan mempunyai tanggung jawab bagi

keberhasilannya serta memiliki motivasi yang lebih bagi partisipasi pada tahap-tahap

berikutnya (Soetomo, 2006).

Robinson (1994) menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses pribadi

dan sosial; suatu pembebasan kemampuan pribadi, kompetensi, kreatifitas dan

kebebasan bertindak. Sedangkan Ife (1995) mengemukakan bahwa pemberdayaan

mengacu pada kata “empowerment” yang berarti memberi daya, memberi ”power”

(kuasa), kekuatan, kepada pihak yang kurang berdaya.

Sejarah Kemunculan Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Empowerment, atau pemberdayaan adalah sebuah konsep yang lahir sebagai

bagian dari perkembangan alam pikiran dan kebudayaan masyarakat Barat,

terutama Eropa. Konsep ini muncul sejak dekade 70-an dan kemudian terus

berkembang sampai saat ini. Kemunculannya hampir bersamaan dengan aliran-

aliran seperti eksistensialisme, phenomenologi, personalisme dan kemudian lebih

dekat dengan gelombang Neo-Marxisme, freudianisme, strukturalisme, dan sosiologi

kritik Frankfurt School. Bersamaan itu juga muncul konsep-konsep elit, kekuasaan,

anti-establishment, gerakan populis, anti-struktur, legitimasi, ideologi pembebasan

dan civil society. Konsep pemberdayaan juga dapat dipandang sebagai bagian dari

aliran-aliran paruh abad ke-20, atau yang dikenal dengan aliran post-modernisme,

dengan penekanan sikap dan pendapat yang orientasinya adalah anti-sistem, anti-

struktur, dan anti-determinisme, yang diaplikasikan pada dunia kekuasaan.


Diawali pada akhir tahun 1960-an, para ahli menyadari bahwa pertumbuhan

ekonomi tidak langsung terkait dengan tujuan pembangunan yang lain seperti

penciptaan lapangan kerja, penghapusan kemiskinan dan kesenjangan, serta

peningkatan pemenuhan kebutuhan dasar. Bahkan dibeberapa negara seperti Iran,

Kenya, Meksiko, Nikaragua, Pakistan dan Afrika Selatan yang pencapaian

pertumbuhan ekonominya tinggi, justru muncul masalah ‘maldevelopment’. Pada

kenyataannya, pertumbuhan ekonomi tidak mengurangi kemiskinan dan tidak

menciptakan pertumbuhan lapangan pekerjaan sebagaimana diprediksikan, bahkan

dalam beberapa kasus kesenjangan ekonomi justru meningkat. Pada tahun 1970,

sejumlah 944 juta orang, atau 52 persen dari total penduduk Negara Selatan masih

hidup dibawah garis kemiskinan. Data juga menunjukkan adanya peningkatan

jumlah pengangguran, terutama dibidang pertanian dan peningkatan kesenjangan

pendapatan. Tahun 1970-an benar-benar merupakan periode dimana pertumbuhan

ekonomi di Negara berkembang diikuti dengan meningkatnya kesenjangan.

Permasalahan ‘maldevelopment’ sebagaimana dijelaskan, memunculkan beberapa

pandangan yang berbeda. Perbedaan tersebut dilandasi oleh paradigma atau cara

pandang yang sangat berpengaruh terhadap teori-teori yang digunakan sebagai alat

analisis atas realitas sosial. Teori mencakup empat fungsi dasar yaitu: penjelasan,

prediksi, kontrol dan pengelolaan perubahan. Pemberdayaan masyarakat adalah

praktek berdasarkan empat fungsi tersebut: menggambarkan kejadian; menjelaskan

sebab-sebab kejadian tersebut; memperkirakan apa yang akan terjadi selanjutnya

(termasuk apa yang akan terjadi apabila dilakukan intervensi atau tidak dilakukan
intervensi); dan berusaha untuk mengelola dan mengontrol terhadap perubahan

pada semua level aktifitas masyarakat.

Menurut Fakih, salah satu dari banyak hal yang mempengaruhi terbentuknya sebuah

teori adalah apa yang disebut sebagai paradigma. Pembahasan mengenai

paradigma ini perlu dilakukan mengingat pentingnya pengaruh paradigma terhadap

teori dan analisis atas realitas sosial, karena pada dasarnya tidak ada satu

pandangan atau satu teori sosial pun yang bersifat netral dan objektif, melainkan

bergantung terhadap paradigma yang digunakan. Thomas Kuhn dalam bukunya

“The Structure of Scientific Revolution” menjelaskan bahwa suatu aliran ilmu lahir

dan berkembang sebagai proses revolusi paradigma, dimana suatu pandangan teori

ditumbangkan oleh pandangan teori yang baru. Paradigma diartikan sebagai satu

kerangka referensi atau pandangan dunia yang menjadi dasar keyakinan atau

pijakan sebuah teori.

Dalam konteks pemberdayaan, paradigma memiliki peran untuk membentuk apa

yang kita lihat, bagaimana cara kita melihat suatu masalah, apa yang kita anggap

sebagai masalah ketidakberdayaan itu, apa masalah yang kita anggap bermanfaat

untuk dipecahkan serta metode apa yang kita gunakan untuk meneliti dan

melakukan intervensi atas masalah tersebut. Begitu juga paradigma akan

mempengaruhi apa yang tidak kita pilih, apa yang tidak ingin kita lihat, dan apa yang

tidak ingin kita ketahui. Paradigma pula yang akan mempengaruhi pandangan

seseorang mengenai apa yang ‘adil dan tidak adil’, baik-buruk, tepat atau tidaknya

suatu program dalam memecahkan masalah sosial. Dalam konteks ini, Freire

menjelaskan klasifikasi ideologi teori social yang terbagi kedalam tiga kesadaran
yaitu: kesadaran magis (magical consciousness); kesadaran naif (naival

consciousness); dan kesadaran kritis (critical consciousness).

Pertama, kesadaran magis yaitu suatu keadaan kesadaran yang tidak mampu

mengetahui hubungan atau kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya.

Kesadaran magis lebih mengarahkan penyebab masalah dan ketidakberdayaan

masyarakat dengan faktor-faktor diluar manusia, baik natural maupun supranatural.

Dalam teori perubahan sosial, apabila proses analisis sebuah teori tidak mampu

mengaitkan antara sebab dan musabab suatu masalah sosial, teori tersebut disebut

sebagai teori sosial fatalistik. Suatu teori sosial bisa dikategorikan dalam model ini

jika teori yang dimaksud tidak memberikan kemampuan analisis dan kaitan antara

sistem dan struktur terhadap masalah sosial. Masyarakat secara dogmatik

menerima kebenaran dari teoretisi sosial tanpa ada mekanisme untuk memahami

makna ideologi setiap konsepsiatas kehidupan masyarakat.

Dalam konteks masyarakat, orang yang memahami masalah sosial dengan

menggunakan kesadaran magis ini akan melihat bahwa kemiskinan dan

ketidakberdayaan masyarakat merupakan takdir atau ketetapan dari Tuhan. Hanya

Tuhan yang Maha Tahu apa arti dan hikmah dibalik ketentuan tersebut. Makhluk,

termasuk umat tidak tahu tentang gambaran besar skenario Tuhan akan perjalanan

umat manusia. Bagi mereka, masalah kemiskinan dan marginalisasi tidak ada

kaitannya dengan globalisasi dan modernisasi, bahkan sering dianggap sebagai

‘ujian’ atas keimanan dan kita tidak tahu manfaat dan mudaratnya, malapetaka apa

yang dibalik kemajuan dan pertumbuhan serta globalisasi bagi umat-umat manusia

dan lingkungan di masa mendatang. Pandangan didasarkan pada teologi mengenai


predeterminism atau takdir, yakni ketentuan dan rencana Tuhan jauh sebelum alam

diciptakan.

Kedua, kesadaran naif, yang melihat ‘aspek manusia’ sebagai akar penyebab

masalah dalam masyarakat. Dalam kesadaran ini, masalah etika, kreatifitas dan

‘need for achievement’ dianggap sebagai penentu dalam perubahan sosial. Jadi,

dalam menganalisis kemiskinan mereka berpendapat bahwa masyarakat miskin

karena kesalahan mereka sendiri, yakni karena mereka malas, tidak memiliki jiwa

kewiraswastaan, atau tidak memiliki budaya pembangunan dan seterusnya. Oleh

karena itu, man power development adalah sebuah jalan keluar yang diharapkan

dapat memicu perubahan. Teori perubahan dalam konteks ini adalah teori yang tidak

mempertanyakan sistem dan struktur, bahkan sistem dan struktur yang ada

dianggap sudah baik dan benar, merupakan faktor given dan karena itu tidak perlu

dipertanyakan. Tugas teori sosial adalah bagaimana membuat dan mengarahkan

agar masyarakat bisa beradaptasi dengan sistem yang sudah benar tersebut.

Paradigma inilah yang dikategorikan sebagai perubahan yang bersifat reformatif.

Masyarakat yang memiliki kesadaran ini pada dasarnya sepaham dengan pikiran

modernisasi sekuler mengenai kemiskinan dan ketidakberdayaan. Mereka percaya

bahwa masalah yang dihadapi kaum miskin berakar dari persoalan karena ada yang

salah dengan sikap mental, budaya, ataupun teologi mereka. Kemiskinan umat tidak

ada sangkut pautnya dengan menguatnya paham neloliberalisme maupun

globalisasi. Mereka menyerang teologi fatalistik sebagai penyebabnya. Kesadaran

ini memiliki pendekatan dan analisis yang sama dengan penganut paham

modernisasi sekuler yang menjadi aliran mainstream pembangunan. Menurut


mereka, kemiskinan yang terjadi di Indonesia karena mereka tidak mampu

berpartisipasi secara aktif dalam proses pembangunan dan globalisasi. Oleh karena

itu, mereka cenderung melihat nilai-nilai (values) sikap mental, kreativitas, budaya

dan paham teologi sebagai pokok permasalahan, dan tidak melihat struktur kelas,

gender dan sosial sebagai pembentuk nasib masyarakat. Bagi mereka, masyarakat

harus berpartisipasi dan mampu bersaing dalam proses industrialisasi dan

globalisasi serta proses pembangunan. Mereka tidak mempersoalkan globalisasi

dan pembangunan itu sendiri sepanjang diterapkan melalui pendekatan dan

metodologi yang benar, serta dikelola oleh pemerintahan yang bersih (Sri Widayanti,

Pemberdayaan Masyarakat: Pendekatan Teoritis).

Bagi penganut paham ini, permasalahan globalisasi lebih pada sejauh mana mereka

mampu menyiapkan sumber daya manusia yang cocok dan dapat bersaing dalam

sistem pasar bebas. Dalam menghadapi tantangan globalisasi kapitalisme dan

menguatnya liberalisme, para intelektual yang memiliki kesadaran naïf ini justru

menggali ajaran-ajaran agama yang sesuai dengan modernisasi dan liberalisme,

melakukan penafsiran ulang atas ajaran-ajaran agama yang tidak sesuai dengan

perkembangan zaman, tanpa mempersoalkan secara mendasar masalah yang

diakibatkan oleh neoliberalisme.

Ketiga, kesadaran kritis, yaitu paradigma yang lebih melihat aspek sistem dan

struktur sebagai sumber masalah. Pendekatan struktural menghindari blaming the

victims dan lebih menganalisis secara kritis struktur dan sistem sosial, politik,

ekonomi dan budaya dan bagaimana keterkaitan aspek-aspek tersebut berakibat

pada keadaan masyarakat. Paradigma kritis dalam perubahan sosial memberikan


ruang bagi masyarakat untuk mampu mengidentifikasi ‘ketidakadilan’ dalam sistem

dan struktur yang ada, kemudian mampu melakukan analisis bagaimana sistem dan

struktur tersebut bekerja, serta bagaimana mentransformasikannya. Tugas teori

sosial dalam paradigma kritis adalah menciptakan ruang dan kesempatan agar

masyarakat terlibat dalam suatu proses dialog ‘penciptaan struktur yang secara

fundamental baru dan lebih baik atau lebih adil’. Kesadaran ini disebut sebagai

kesadaran transformatif. Masyarakat yang memiliki kesadaran ini percaya bahwa

ketidakberdayaan masyarakat, termasuk masyarakat muslim disebabkan oleh

ketidakadilan sistem dan struktur ekonomi, politik, dan budaya. Bagi mereka, agenda

yang harus dilakukan adalah melakukan transformasi terhadap struktur melalui

penciptaan relasi yang secara fundamental lebih baik dan lebih adil dalam bidang

ekonomi, politik dan budaya. Mereka menyadari bahwa transformasi meliputi proses

panjang penciptaan ekonomi yang tidak eksploitatif, politik tanpa represi dan kultur

tanpa hegemoni, serta penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia.

Dengan mendasarkan pada prinsip keadilan, fokus kerja kaum ini adalah mencari

akar teologi, metodologi dan aksi yang memungkinkan terjadinya transformasi

sosial. Keberpihakan mereka terhadap kaum miskin dan tertindas tidak hanya

diilhami oleh sumber-sumber ajaran agama, tetapi juga didasarkan pada analisis

kritis terhadap struktur yang ada. Agama bagi mereka dipahami sebagai

pembebasan bagi yang tertindas, serta mentransformasikan sistem eksploitasi

menjadi sistem yang adil. Globalisasi, serta berbagai proyek kapitalisme yang lain

bagi golongan ini menjadi salah satu penyebab yang memiskinkan, memarginalisasi

dan mengalienasi masyarakat. Selain usaha praktis untuk membantu memecahkan

persoalan ekonomi, politik, dan budaya keseharian melalui proyek-proyek


pengembangan ekonomi berbasis masyarakat, mereka juga mengaitkannya dengan

melakukan advokasi untuk mempengaruhi kebijakan Negara baik di level nasional

maupun lokal yang memarginalkan kaum miskin dan pinggiran.

C. Petugas PPM

Dari uraian diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa petugas kesehatan dalam

pemberdayaan dan pengorganisasian masyarakat bidang kesehatan adalah

bekerjasama dalam masyarakat bukan bekerja untuk masyarakat. Oleh karena itu

peran petugas atau sektor kesehatan adalah :

1.  Menfasilitasi masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan atau program-program

pengembangan, misalnya masyarakat ingin membangun pengadaan air bersih,

maka peran petugas adalah menfasilitasi pertemuan-pertemuan anggota

masyarakat dengan pemerintah daerah setempat dan pihak lain yang dapat

membantu dalam mewujudkan pengadaan air bersih tersebut.

2.    Memotifasi masyarakat untuk bekerja sama atau bergotong royong dalam

melaksanakan kegiatan atau program bersama untuk kepentingan berdama di

dalam masyarakat tersebut.

3.  Mengalihkan pengetahuan teknologi dan keterampilan kepada masyarakat agar

sumber daya yang ada baik sumber daya manusia maupun suber daya alam dapat

dimanfaatkan secara optimal dalam rangka kemandirian mereka.

Untuk menentukan seseorang sebagai “Commuity Worker” atau “ Promotor

Kesehatan Desa (Promokesa)”, harus memiliki sebagai berikut:

1.    Mampu menggunkan berbagai pendekatan kepada masyarakat sehingga dapat

menarik kepercayaan masyarakat.


2.    Mampu mengajak masyarakat untuk bekerjasama serta membangun rasa saling

percaya antara petugas dan masyarakat.

3.    Mengetahui dengan baik sumber daya dan sumber alam yang ada di masyarakat

yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah.

4.    Mampu berkomunikasi secara baik dengan masyarakat, menggunakan metode dan

teknik komunikasi yang disesuaikan dengan keadaan masyarakat sehingga

informasi dapat dimengerti dan dilaksanakan oleh masyarakat.

5.    Mempunyai kemampuan profesional dalam berhubungan dengan masyarakat baik

formal leader maupun informal leader.

6.    Mempunyai pegetahuan tentang kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keadaan

lingkungannya

7.    Mempunyai pengetahuan dan keterampian tentang kesehatan yang dapat diajarkan

kepada masyarakat.

8.    Mengetahui dinas-dinas terkait dan ahli yang ada di wilayah tersebut untuk

dimintakan bantuan keikutsertaannya dalam memecahkan masalah masyarakat.

D.   Model-Model PPM

Jack Rothman mengartikan pengorganisasian masyarakat sebagai bentuk

intervesi pada tingkat masyarakat yang diarahkan pada peningkatan atau perubahan

lembaga masyarakat dan pemecahan masalah-masalah. Berdasarkan pengertian

tersebut, Rothman membedakan tiga model pengorganisasian masyarakat, yaitu :

1.    Model A (Locality Development / Pengembangan Lokal)

Adalah kegiatan yang berorientasi pada proses, tujuannya adalah

memberikan pengalaman belajar pada masyarakat, menekankan pentingnya

konsesus/kesepakatan, kerjasama, membangun identitas, kepedulian dan


kebanggaan sebagai anggota masyarakat. Proses pengorganisasian masyarakat

dapat optimal jika adanya partisipasi masyarakat dalam menetapkan tujuan dan

pelaksanaan tindakan.

2.    Model B (Social Planning / Perencanaan Sosial)

Adalah kegiatan yang mementingkan tercapainya tujuan, metoda pemecahan

masalah yang bersifat rasional, emphiris. Proses menekankan pada aspek teknis

dalam penyelesaian masalah dengan melalui perencanaan yang baik dan rasional,

sedangkan partisipasi masyarakat sifatnya bervariasi tergantung dari permasalahan

yang dihadapi.

3.    Model C (Social Action / Aksi Sosial)

Adalah kegiatan yang mempunyai tujuan mengadakan perubahan mendasar

pada lembaga kemasyarakatan. Sasaran utamanya adalah penataan kembali

sturktur kekuasan, sumber-sumber dan proses pengabilan keputusan.

Kelemahannya :

1.    Locality Development, sulitnya mendapatkan dukungan/partisipasi apabila bukan

berasal dari wilayah geografis yang sama.

2.    Social Planning, menbutuhkan tenaga ahli teknis dari luar, membuat masyarakat

tidak mempunyai kemampuan untuk memecakan masalah.

E.   Kader Desa

1.    Pengertian.  

Kader desa adalah: tenaga sukarela yang terdidik dan terlatih dalam bidang

tertentu, yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat dan merasa berkewajiban untuk

melaksanakan, meningkatkan,dan membina kesejahtraan masyarakat dengan rasa

ikhlas tanpa pamrih dengan di dasari panggilan untuk melaksanakan tugas-tugas


kemanusiaan. Bertitik tolak dari pengertian ini maka kaderd desa adalah wakil dari

maysarakat yang akan merumuskan segala hal yang menjadi kebutuhan dari

masyarakatdan melakukan usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhan ter sebut.kader

desa akan menjadi “agent of change”. Yang akan membawa norma-norma

tradisional masyarakat mereka.

2. Optimalisasi potensi kader desa.   Beberapa cara/langkah-langkah untuk

mengoptimalkan potensi kader desa antara lain :

a. Jangan terlalu ketat membuat pembatasan-pembatasan.

b. Pembinaan kader desa harus dilakukan secara positif dan berkesinambungan.

c. Menumbuhkan dan mengembangkan system yang dapat menunjang peran kader

desa.

3. Keuntungan kader desa.

Keuntungan yang dapat diperoleh masyarakat dengan adanya kader desa :

a.    Meningkatkan kualitas kemampuan hingga menumbuhkan pemimpin dan

kepemimpinan baru dalam masyarakat.

b.   Masyarakat dapat memanfaatkan kegiatan/fasilitas yang disediakan dengan lebih

optimal.

c. Keterlibatan masyarakat dalam program menjadi lebih besar sehingga ikut berperan

secara aktif dalam menyusun tujuan yang ingin dicapai.

Keuntungan yang diperoleh lembaga yang mensponsori program dengan adanya

kader adalah

a.  Program dapat dikerjakan kader dan menekan biaya.

Daya jangkau program menjadi lebih luas dengan tambahan tenaga kader.
  
b. Cara pelaksanaan kegiatan/program dapat disesuaikan dengan kondisi masyarakat

setempat (karena kader bersal dari masyarakat setempat yang telah dipilih oleh

masyarakat dan pamong setempat)

BAB III

PENUTUP

A.   Kesimpulan

Pengorganisasian dan pemerdayaan masyarakat (PPM) atau community

organization or comunity development (COCD)  merupakan perencanaan,

pengorganisasian, atau proyek dan atau pengembangan berbagai aktivitas

pembuatan program atau proyek kemasyarakatan yang tujuan utamanya

meningkatkan taraf hidup atau kesejahteraan sosial masyarakat. PPM  melibatkan

pekerja sosial, masyarakat, lembaga donor, serta instansi terkait yang saling bekerja

sama mulai dari perancangan, pelaksanaan, samapai evaluasi terhadap program

atau proyek tersebut.

Pemberdayaan menurut arti secara bahasa adalah proses, cara, perbuatan

membuat berdaya, yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan

bertindak yang berupa akal, ikhtiar atau upaya (Depdiknas, 2003). Masyarakat

adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat

istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas

bersama (Koentjaraningrat, 2009). Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi

pembangunan. Dalam perspektif pembangunan ini, disadari betapa penting

kapasitas manusia dalam upaya meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal

atas sumber daya materi dan non material.

B.   Saran
Adapun saran dalam penulisan Makalah ini adalah bagi masyarakat agar

dapat mengembangakan potensi yang ada dalam masyarakat dan membentuk

organisasi terstruktur yang dapat meningkatkan peran serta masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Hurairah, A., .2008.Pengorganisasian dan Pemberdayaan Masyarakat;Model dan Strategi


Pembangunan Berbasis Kerakyatan.Bandung: Humaniora.

Notoatmodjo, 2010. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta.Jakarta.

Suharto, E. 2009. Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarakat. Makalah ini


disampaikan pada Pemebekalan Mahasiswa Peserta KKN-Subang,STKS Bandung.

Anda mungkin juga menyukai