Anda di halaman 1dari 28

Dosen Mata Kuliah : Mercy J. Kaparang, SKM.,M.

Kes
Mata Kuliah : Pengorganisasian Dan Pengembangan Masyarakat

KONSEP PERSIAPAN SOSIAL DAN


KADERISASI DALAM PPM

Disusun Oleh :

Kelompok I

AYU NUR RAHMA PO7124322006


EMILLIA MULTIATI PO7124322004
LITA APRILIA PO7124322018
MARWAH PO7124322012
MELIANA BATJO PO7124322023

MAN JUDUL

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU
PROGRAMSTUDI S.Tr.Keb
KELAS AHLI JENJANG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat
dan hidayah-Nya, penulis bisa menyelesaikan Makalah yang berjudul “Konsep
Persiapan Sosial Dan Kaderisasi Dalam PPM"

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mercy


J.Kaparang,SKM.,M.Kes selaku Dosen Mata Kuliah Pengorganisasian Dan
Pengembangan Masyarakat yang telah membagikan ilmunya kepada penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah
berkontribusi dalam pembuatan Makalah ini.

Dalam penyusunan Makalah ini, kami menyadari bahwa Makalah ini


masih jauh dari kata sempurna. Sehingga kami selaku penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian. Akhir
kata Semoga tugas ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca khususnya
penulis sendiri.

Palu , Januari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ...........................................................................................i
DAFTAR ISI .........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
A. Latar Belakang ............................................................................................1
B. Rumusan masalah .......................................................................................2
C. Tujuan .........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................3

A. Konsep Persiapan Sosial .............................................................................3


B. Konsep Partisipasi .......................................................................................5
C. Kaderisasi .................................................................................................19

BAB III PENUTUP ............................................................................................25

Kesimpulan ...............................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dilihat sebagai salah

satu “tehnologi” dalam kegiatan Pendidikan Kesehatan sehingga terjad

perubahan perilaku sasaran (dalam bentuk kemampuan untuk mandiri atau

self-help) yang sifatnya berkelanjutan untuk tercapainya derajat kesehatan

yang lebih baik. Penggunaan istilah pengorganisasian dan pengembangan

masyarakat diambil dari konsep pengorganisasian masyarakat (community

organization) dan pengembangan masyarakat (community development).

Istilah Community Organization terutama lebih banyak muncul dalam

kepustakaan yang berasal dari atau berkiblat pada Amerika Serikat sedangkan

Community Development lebih banyak ditemukan dalam kepustakaan yang

berasal atau berkiblat dari Inggris. Meskipun namanya berbeda, tetapi isi dan

konsepnya adalah sama. Keduanya berorientasi pada pada proses menuju

tercapainya kemandirian melalui keterlibatan atau peran serta aktif dari

keseluruhan anggota masyarakat (Kurniati, 2015).

Pengorganisasian masyarakat adalah pekerjaan yang terjadi pada

pengaturan lokal untuk memberdayakan individu, membangun hubungan, dan

membuat tindakan untuk perubahan sosial. Sekarang ini menata diri dan

memberdayakan masyarakat nampaknya masih menjadi pilihan yang patut

kita pertimbangkan untuk terus kita lakukan. Yang diharapkan dapat

mendorong kesadaran dan pemahaman kritis masyarakat tentang berbagai

aspek yang senantiasa berkembang dalam kehidupan masyarakat. Mendorong

1
digunakannya kearifan-kearifan budaya sebagai alat dalam mewujudkan

tatanan kehidupan masyarakat dan negara yang lebih demokratis maupun

dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi di masyarakat.

Organisasi masyarakat merupakan kekuatan yang memperjuangkan

kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Dalam melakukan perjuangan

kepentingan masyarakat, organisasi masyarakat tidak akan henti – hentinya

sampai kapanpun. Sebab, musuh – musuh masyarakat juga tidak akan henti –

hentinya dalam melakukan penindasan terhadap masyarakat.

Landasan filosofis dari kebutuhan untuk melakukan pengorganisasian

masyarakat adalah pemberdayaan. Karena pada dasarnya masyarakat sendiri

yang seharusnya berdaya dan menjadi penentu dalam melakukan perubahan

sosial. Perubahan sosial yang dimaksud adalah perubahan yang mendasar dari

kondisi ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan. Dalam konteks masyarakat,

perubahan sosial juga menyangkut multidemensional. Dalam demensi

ekonomi seringkali ‘dimimpikan’ terbentuknya kesejahteraan dan keadilan

sosial bagi seluruh warga masyarakat.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep Persiapan Sosial ?


2. Bagaimana Konsep Partisipasi ?
3. Bagaimana Konsep Kaderisasi ?
C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Konsep Persiapan Sosial

2. Untuk Mengetahui Konsep Partisipasi

3. Untuk Mengetahui Konsep Kaderisasi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Persiapan Sosial

Tujuan persiapan sosial adalah mengajak berpartisipasi atau peran

serta masyarakat sejak awal kegiatan, sampai dengan perencanaan program,

pelaksanaan hingga pengembangan program kesehatan masyarakat. Kegiatan-

kegiatan dalam persiapan sosial ini lebih ditekankan kepada persiapan-

persiapan yang harus dilakukan baik aspek teknis, administratif dan program-

program kesehatan yang akan dilakukan.

1. Tahap Pengenalan Masyarakat

Dalam tahap awal ini kita harus datang ketengah-tengah

masyarakat dengan hati yang terbuka dan kemauan untuk mengenal

sebagaimana adanya, tanpa disertai prasangka buruk sambil

menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan.

Tahap ini dapat dilakukan baik melalui jalur formal yaitu melalui sistem

pemerintahan setempat seperti Pamong Desa atau Camat, dan dapat juga

dilakukan melalui jalur informal misalnya wawancara dengan To-Ma,

seperti Guru, Pemuka Agama, Tokoh Agama, dll.

2. Tahap Pengenalan Masalah

Dalam tahap ini dituntut suatu kemampuan untuk dapat mengenal

masalah-masalah yang memang benar-benar menjadi kebutuhan

masyarakat. Untuk dapat mengenal masalah kesehatan masyarakat secara

menyeluruh tersebut, diperlukan interaksi dan interelasi dengan

masyarakat setempat secara mendalam.

3
Dalam tahap ini mungkin akan banyak ditemukan masalah-

masalah kesehatan masyarakat, oleh karena itu harus disusun skala

prioritas penanggulangan masalah. Beberapa pertimbangan yang dapat

digunakan untuk menyusun skala prioritas penanggulangan masalah

adalah :

a. Beratnya masalah yang perlu dipertimbangkan di dini adalah

seberapa jauh masalah tersebut menimbulkan gangguan terhadap

masyarakat.

b. Mudahnya mengatasi yang diperhatikan adalah kemudahannya

dalam menanggulangi masalah tersebut.

c. Pentingnya masalah bagi masyarakat yang paling berperan disini

adalah subyektivitas masyarakat sendiri dan sangat dipengaruhi oleh

kultur budaya setempat.

d. Banyaknya masyarakat yang merasakan masalah misalnya perbaikan

gizi, akan lebih mudah dilaksanakan diwilayah yang banyak

balitanya.

3. Tahap Penyadaran Masyarakat

Tujuan tahap ini adalah menyadarkan masyarakat agar mereka

tentang tahu dan mengerti masalah-masalah kesehatan yang mereka hadapi

sehingga dapat berpartisipasi dalam penanggulangannya serta tahu cara

memenuhi kebutuhan akan upaya pelayanan kesehatan sesuai dengan

potensi dan sumber daya yang ada.

4
Agar masyarakat dapat menyadari masalah dan kebutuhan mereka

akan pelayanan kesehatan, diperlukan suatu mekanisme yang terencana

dan terorganisasi dengan baik, untuk itu beberapa kegiatan yang dapat

dilakukan dalam rangka menyadarkan masyarakat:

a. Lokakarya Mini Kesehatan.

b. Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).

c. Rembuk Desa (Husaini & Marline, 2016)

B. Konsep Partisipasi

Partisipasi secara sederhana dapat diartikan Menurut Ach.Wazir

Ws.,et al. (1999) partisipasi bisa diartikan sebagai ketertiban seseorang secara

sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan pengertian itu,

seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dengan atau dalam

kelompok, melalui berbagai proses berbagai dengan orang lain dalam hal

nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggung jawab bersama.

Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007) adalah keikutsertaan

masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di

masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi

untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan

keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi

(Husaini & Marline, 2016).

Pembahasan mengenai parisipasi dilakukan dengan merujuk pada

berbagai pengertian partisipasi. Berbagai pengertian partisipasi ini dapat

dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu pengertian partisipasi sebagai hak

5
dan pengertian partisipasi sebagai kewajiban. Jika sebelumnya partisipasi

dikaitkan dengan proses belajar, maka konsep dasar partisipasi sebetulnya

juga erat kaitannya dengan kesediaan untuk berbagai kekuasaan (sharing of

power) (Kurniati, 2015).

1. Urgensi Partisipasi

Menurut Alexander Abe, pelibatan masyarakat secara langsung

akan membawa empat dampak penting, yakni : Pertama, menghindarkan

dari peluang terjadinya manipulasi kepentingan, Kedua, memperjelas apa

yang sebetulnya dikehendaki dan dibutuhkan oleh masyarakat, Ketiga,

memberi nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan, dalam hal ini

semakin banyak partisipsi masyarakat yang terlibat akan semakin baik,

Keempat, meningkatkan kesadaran dan keterampilan masyarakat (Affan,

2020).

Pentingnya partisipasi dikemukakan oleh Conyers (1991) sebagai

berikut:

a. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh

informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat

setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta

proyek-proyek akan gagal.

b. Masyarakat akan lebiih mempercayai proyek atau program

pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan

perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk

6
proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap

proyek tersebut.

c. Suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam

pembangunan masyarakat mereka senidri.

Adapun prinsip-prinsip partisipasi tersebut sebagaimana tertuang

dalam Panduan Pelaksanaan Pendekatan Partisipati yang disusun oleh

Department for International Development (DFID) adalah:

a. Cakupan

Semua orang atau wakil-wakil dari semua kelompok yang

terkena dampak dari hasil-hasil suatu keputusan atau proses proyek

pembangunan.

b. Kesetaraan dan kemitraan (Equal Partnership)

Pada dasarnya setiap orang mempunyai keterampilan,

kemampuan dan prakarsa serta mempunyai hak untuk

menggunakan prakarsa tersebut terlibat dalam setiap proses guna

membangun dialog tanpa memperhitungkan jenjang dan struktur

masing-masing pihak.

c. Transparansi

Semua pihak harus dapat menumbuhkembangkan

komunikasi dan iklim berkomunikasi terbuka dan kondusif

sehingga menimbulkan dialog.

7
d. Kesetaraan kewenangan (Sharing Power/Equal Powership)

Berbagai pihak yang terlibat harus dapat menyeimbangkan

distribusi kewenangan dan kekuasaan untuk menghindari terjadinya

dominasi.

e. Kesetaraan Tanggung Jawab (Sharing Responsibility)

Berbagai pihak mempunyai tanggung jawab yang jelas

dalam setiap proses karena adanya kesetaraan kewenangan (sharing

power) dan keterlibatannya dalam proses pengambilan keputusan

dan langkah-langkah selanjutnya.

f. Pemberdayaan (Empowerment)

Keterlibatan berbagai pihak tidak lepas dari segala kekuatan

dan kelemahan yang dimiliki setiap pihak, sehingga melalui

keterlibatan aktif dalam setiap proses kegiatan, terjadi suatu proses

saling belajar dan saling memberdayakan satu sama lain.

g. Kerjasama

Diperlukan adanya kerja sama berbagai pihak yang terlibat

untuk saling berbagi kelebihan guna mengurangi berbagai

kelemahan yang ada, khususnya yang berkaitan dengan

kemampuan sumber daya manusia (Husaini & Marline, 2016)

2. Esensi Partisipasi

Esensi adalah apanya kenyataan, yaitu hakikatnya. Pengertian

mengenai esensi mengalami perubahan sesuai dengan konsep

penggunaannya, sehingga esensi ialah pada konsepnya sendiri. Menurut

8
Thomas Aquinas, esensi adalah apanya sesuatu yang terlepas dari

persoalan apakah sesuatu itu ada atau tidak (Akbar, 2018).

Cohen dan Uphoff (1977) membedakan partisipasi menjadi empat jenis

yaitu:

a. Participation in Decision Making (partisipasi dalam pengambilan

keputusan)

Partisipasi dalam pengambilan keputusan terutama berkaitan

dengan penentuan alternatif dengan masyarakat berkaitan dengan

gagasan atau ide yang menyangkut kepentingan bersama. Wujud

partisipasi dalam pengambilan keputusan ini antara lain seperti ikut

menyumbangkan gagasan atau pemikiran, kehadiran dalam rapat,

diskusi dan tanggapan atau penolakan terhadap program yang

ditawarkan

b. Participation in Implementation (Partisipasi dalam pelaksanaan)

Partisipasi dalam pelaksanaan meliputi menggerakkan sumber

daya dan dana, kegiatan administrasi, koordinasi dan penjabaran

program. Partisipasi dalam pelaksanaan merupakan kelanjutan dalam

rencana yang telah digagas sebelumnya baik yang berkaitan dengan

perencanaan, pelaksanaan maupun tujuan. Partisipasi masyarakat

dalam pelaksanaan kegiatan juga terdorong oleh rasa keprihatinan dan

rasa tanggungjawab antar sesama masyarakat, di mana ada sebagian

masyarakat yang sangat minim akses infrastruktur seperti air bersih,

jalan dan sebagainya.

9
c. Participation in Benefits (Partisipasi dalam pengambilan manfaat)

Partisipasi dalam pengambilan manfaat tidak lepas dari hasil

pelaksanaan yang telah dicapai baik yang berkaitan dengan kualitas

maupun kuantitas. Segi kualitas dapat dilihat dari output, sedangkan

dari segi kuantitas dapat dilihat dari prosentase keberhasilan program

d. Participation in Evaluation (Partisipasi dalam evaluasi)

Partisipasi dalam evaluasi ini berkaitan dengan pelaksanaan

pogram yang sudah direncanakan sebelumnya. Bentuk partisipasi ini

bertujuan untuk mengetahui ketercapaian program yang sudah

direncanakan sebelumnya. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab

partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik

yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan

program/kegiatan selanjutnya.

Partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan evaluasi

terhadap pelaksanaan pembangunan sangat penting dan dibutuhkan

dalam menjamin keberhasilan tujuan pembangunan. Keikutsertaan

masyarakat dalam melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan

pembangunan dapat diwujudkan dalam bentuk pengawasan yang

bersifat preventif dan represif terhadap program pembangunan yang

dilaksanakan, sehingga pelaksanaannya sesuai dengan rencana yang

telah ditetapkan dalam rangka menjamin tercapainya tujuan

pembangunan itu sendiri (Kalesaran et al., 2015)

10
3. Metode Pendekatan Partisipasi

Dalam aplikasinya di masyarakat, upaya untuk melibatkan

kelompok sasaran dihadapkan pada kenyataan bahwa situasi dan kondisi

masyarakat yang berbeda-beda. Sikon yang berbeda-beda ini dapat dilihat

sebagai suatu kendala dalam melibatkan sasaran secara aktif atau sebagai

suatu kondisi yang memang harus dirubah. Disini dibahas tentang

penerapan dari pendekatan direktif dan non-direktif (directive and non-

directive approach) seperti yang diuraikan oleh T.R. Batten.

Secara realistis-pragmatis, maka sikon masyarakat yang berbeda-

beda dalam upaya melibaykan masyarakat secara aktif, memang

memerlukan pendekatan yang berbeda-beda pula. Masyarakat yang lebih

siap dapat dibina dengan pendekatan yang non-direktif sedangkan

masyarakat yang belum siap dapat mulai dibina dengan pendekatan

direktif. Meskipun demikian, aplikasi hal ini harus dengan disertai suatu

kesadaran bahwa tujuan akhir adalah diperolehnya kemandirian dan oleh

karena itu secara bertahap sesuai dengan kesiapan masyarakat perlu

ditingkatkan pendekatan yang non-direktif

Pada suatu pendekatan yang direktif, petugaslah yang menetapkan

apa yang baik atau buruk bagi masyarakat, cara-cara apa yang perlu

dilakukan untuk memperbaikinya dan selanjutnya menyediakan sarana

yang diperlukan untuk perbaikan tersebut. Dengan pendekatan seperti ini

memang prakarsa dan pengambilan keputusan berada ditangan petugas.

Pada pendekata non-direktif, petugas tidak menempatkan diri sebagai

11
orang yang menetapkan apa yang baik dan apa yang buruk bagi

masyarakat, untuk membuat analisa dan mengambil keputusan untuk

masyarakat atau menetapkan cara-cara yang bisa dilakukan oleh

masyarakat. Dengan pendekatan ini petugas berusaha untuk merangsang

tumbuhnya suatu proses penetapan sendiri (self determination) dan

kemandirian (self-help). Tujuannya adalah agar masyarakat memperoleh

pengalaman belajar untuk pengembangan diri dengan melalui pemikiran

dan tindakan oleh masyarakat sendiri (Kurniati, 2015).

a. Metode Rapid Rural Appraisal (RRA)

Suatu survei kualitatif, metodologi menggunakan tim multi

disiplin untuk merumuskan masalah penelitian dan pembangunan.

Dalam hal ini melibatkan ahli dari eksternal, dan bekerjasama dengan

masyarakat setempat sebagai suatu proses berbagi pengetahuan dan

pengalaman.

b. Metode Participatory Rural Appraisal (PRA)

Penilainan pedesaan yang berevolusi dari rural appraisal,

seperangkat teknik informal yang digunakan oleh praktisi

pembangunan di pedesaan untuk mengumpulkan dan menganalisis

data. PRA adalah metode yang menekankan pada pengetahuan lokal,

dan memungkinkan masyarakat untuk memutuskan penilaian mereka

sendiri, menganalisis, dan kemudian membuat perencanaan. PRA

ditafsirkan sebagai pendekatan dan teknik-teknik pelibatan masyarakat

dalam proses-proses pemikiran yang berlangsung selama kegiatan

12
perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi program

pembangunan masyarakat (Hamid, 2018).

4. Mewujudkan Masyarakat Partisipasi

Dalam menumbuhkan semnagat untuk melakukan partisipasi peran

serta masyarakat dalam kegiatan pemebnagunan dibutuhkan dukungan

yang kuat dari masyarakat dan pemerintah daerah, oleh karena itu

keseluruhan unsur tersebut terlibat secara langsung dalam pencapaian

tujuan dan keberadaan perencanaan pembangunan itu sendiri (Yusuf,

2019). Salah satu indikator penting dalam pemberdayaan masyarakat

adalah seberapa besar tingkat partisipasi masyarakat. Pemberdayaan

sangat terkait dengan demokrasi atau kebebasan individu atau masyarakat

yang dimulai adanya kesadaran akan kebutuhan dan potensinya. Prasyarat

untuk terjadinya partisipasi dalam pembangunan adalah adanya

kesempatan, ada kemampuan dan keterampilan serta ada kemauan dari

masyarakat tersebut. Kesempatan harus diciptakan seluas-luasnya melalui

berbagai aktivitas yang riil dalam masyarakat. Kegiatan riil ini hendaknya

yang dapat dirasakan manfaatnya oleh klien/sasaran. Menciptakan

kesempatan berpartisipasi antara lain melalui:

a. Pengembangan sumber daya alam yang tersedia

b. Memfasilitasi pasar yang terbuka untuk mengembangkan esuatu

c. Membantu membangun sarana dan prasarana

d. Mendorong terciptanya kesempatan dan lapangan pekerjaan

13
Kesempatan-kesempatan itu dapat diciptakan oleh agen

pemberdayaan, melalui kerjasama dengan berbagai pihak yang

mungkin dapat dilakukan dan sesuai dengan potensi masyarakat.

Membuka kesempatan berja dapat dilakukan mulai dari:

1) Kemudahan dalam mendapatkan informasi kesempatan kerja

2) Memberikan perizinan

3) Mempermudah prosedur

4) Kemudahan kredit termasuk sistem tanggung renteng

5) Subsidi bunga dan kemudahan lainnya

Kondisi yang dapat mendorong partisipasi masyarakat, sebagai

berikut:

1) Orang akan berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa isu atau

aktivitas tersebut penting.

2) Orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat perubahan

terhadap prospek peluang kerja lokal, akan kescil insentif untuk

berpartisipasi.

3) Berbagai bentuk pertisipasi harus diakui dan dihargai

4) Orang harus bisa berpartisipasi dan didukung dalam

partisipasinya (Hamid, 2018)

Berbagai upaya dapat dilakukan untuk menumbuhkan partisipasi di

masyarakat:

14
1) Mengeksplorasi nilai-nilai yang berkaitan dengan semangat

partisipasi (kebersamaan dan solidaritas, tanggung jawab,

kesadaran kritis, sensitif perubahan, peka terhadap lokalitas dan

keberpihakkan pada kelompok marginal, dll).

2) Menghidupkan kembali institusi-institusi volunteer sebagai media

kewargaan yang pernah hidup dan berfungsi untuk kemudian

dikontekstualisasi dengan perkembangan yang terjadi di

masyarakat terutama dinamika kontemporer (misal forum rembuk

desa/ dusun).

3) Memfasilitasi terbentuknya asosiasi-asosiasi kewargaan yang

baru bebasiskan kepentingan kelompok keagamaan, ekonomi,

profesi, minat dan hobi, dan politik meupun aspek-aspek kultural

lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai arena interaksi terbuka.

4) Mengkampanyekan pentingnya kesadaran insklusif bagi warga

desa dalam menyikapi sejumlah perbedaan yang terjadi dengan

mempertimbangkan kemajemukan.

5) Memperluas ruang komunikasi publik atau semacam public

shere yang dapat dimanfaatkan warga desa untuk melakukan

kontak-kontak sosial dan kerjasama.

5. Peran organisasi dalam Partisipasi

a. Dalam berorganisasi setiap individu dapat berinteraksi dengan semua

struktur yang terkuat baik itu secara langsung maupun secara tidak

langsung kepada organisasi yang mereka pilih, agar dapat berinteraksi

15
secara efektif setiap individu bisa berpartisipasi setiap individu dapat

lebih mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilakukan.

b. Pada dasarnya partisipasi didefinisikan sebagai keterliatan mental atau

pikiran dan emosi atau perasaan seseorang di dalam situasi kelompok

yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok

dalam usaha mencapai tujuan.

Dalam suatu masyarakat, bagaimanapun sederhanya selalu ada

suatu mekanisme untuk bereaksi terhadap stimulus. Mekanisme ini

disebut mekanisme pemecahan masalah atau proses pemecahan

masalah. Mengembangkan dan membina partisipasi masyarakat

bukanlah hal pekerjaan mudah serta memerlukan strategi pendekatan

tertentu. Kenyataan dimasyarakat menunjukkan bahwa partisipasi

masyarakat terjadi karena alasan diantaranya sebagai berikut:

1) Tingkat partisipasi masyarakat karena paksaan

2) Tingkat partisipasi masyarakat karea imbalan

3) Tingkat partisipasi masyarakat karena identifikasi atau ingin

meniru

4) Tingkat partisipasi masyarakat karena kesadaran

5) Tingkat partisipasi masyarakat karena tuntutan akan hak asasi dan

tanggung jawab

Adapun pendekatan dalam pengorganisasian masyarakat, sebagai

beriku:

1) Spesific content objective approach

16
Seseorang atau badan/lembaga yang telah merasakan

adanya kepentingan bagi masyarakat dapat mengajukan suatu

program untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan. Hal ini bisa

dilakukan oleh yayasan, lembaga swadaya masyarakat, atau atas

nama perorangan.

2) General content objective approach

Tujuan pendekatan ini adalah untuk mengkoordinasi

berbagai usaha dalam wadah tertentu. Kegiatan ini dapat

dilakukan baik oleh pemerintah maupun organisasi non

pemerintah (non goverment organization)

3) Process organization approach

Penggunaanya berasal dari prakarsa masyarakat, timbul

kerjasama dari anggota masyarakat untuk akhirnya masyarakat

sendiri mengembangkan kemampuannya sesuai dengan

kapasitas mereka dalam melakukan usaha mengatasi masalah.

Salah satu contohnya adalah kelompok kerja kesehatan

(pokjakes) yang dibentuk dengan prinsip dari, oleh, dan untuk

masyarakat (Husaini & Marline, 2016).

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi partisipasi

masyarakat dalam suatu program, sifat faktor-faktor tersebut dapat

mendukung suatu keberhasilan program namun ada juga yang sifatnya

dapat menghambat keberhasilan program. Misalnya saja faktor usia,

17
terbatasnya harta benda, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. Angell

(dalam Ross, 1967: 130) mengatakan partisipasi yangtumbuh dalam

masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu:

a. Usia

Faktor usia merupakan faktor yang memengaruhi sikap

seseorang terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada.

Mereka dari kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan

moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap,

cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari

kelompok usia lainnya.

b. Jenis kelamin

Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa

mengatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan[ adalah “di

dapur” yang berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan

perempuan yang terutama adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi

semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan

adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin

baik.

c. Pendidikan

Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk

berpartisipasi. Pendidikan dianggap dapat memengaruhi sikap hidup

18
seseorang terhadap lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi

peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.

d. Pekerjaan dan penghasilan

Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan

seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang akan

diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi

kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi

dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk

berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang

mapan perekonomian.

e. Lamanya tinggal

Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan

pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan

berpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal

dalamlingkungan tertentu, maka rasa memiliki terhadap lingkungan

cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap

kegiatan lingkungan tersebut.

C. Kaderisasi

Kader berasal dari bahasa Yunani, yaitu cadre yang berarti bingkai.

Sementara secara terminologi, kader adalah subyek yang berada dalam suatu

organisasi yang bertugas mewujudkan visi-misi organisasi tersebut.

Kaderisasi merupakan hal penting bagi sebuah organisasi, karena merupakan

19
inti dari kelanjutan perjuangan organisasi ke depan. Tanpa kaderisasi, rasanya

sangat sulit dibayangkan sebuah organisasi dapat bergerak dan melakukan

tugas-tugas keorganisasiannya dengan baik dan dinamis. Kaderisasi adalah

sebuah keniscayaan mutlak membangun struktur kerja yang mandiri dan

berkelanjutan..

Kaderisasi atau pengkaderan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesias

adalah proses, cara, perbuatan mendidik atau membentuk seorang menjadi

kader. Sedangkan kader adalah orang yang diharapkan akan memegang peran

yang penting dalam pemerintahan, partai dan sebagainya. Kaderisasi adalah

suatu proses penurunan dan transfer nilai-nilai baik nilai umum maupun

khusus yang dilakukan oleh institusi yang bersangkutan (Maulinda, 2020).

1. Fungsi kaderisasi antara lain :

a. Melakukan rekrutmen anggota baru. Penanaman awal nilai organisasi

agar anggota baru bisa paham dan bergerak menuju tujuan organisasi.

b. Menjalankan proses pembinaan, penjagaan, dan pengembangan

anggota. Membina anggota dalam setiap pergerakkannya. Menjaga

anggota dalam nilai-nilai organisasi dan memastikan anggota tersebut

masih sepaham dan setujuan. Mengembangkan skill dan knowledge

anggota agar semakin kontributif.

c. Menyediakan sarana untuk pemberdayaan potensi anggota sekaligus

sebagai pembinaan dan pengembangan aktif. Kaderisasi akan gagal

ketika potensi anggota mati dan anggota tidak terberdayakan.

20
d. Mengevaluasi dan melakukan mekanisme kontrol organisasi.

Kaderisasi bisa menjadi evaluator organisasi terhadap anggota. Sejauh

mana nilai-nilai itu terterima anggota, bagaimana dampaknya, dan

sebagainya.(untuk itu semua, diperlukan perencanaan sumber daya

anggota sebelumnya).

2. Peran kaderisasi

Peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-

perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu, misalnya

dalam keluarga. Teori peran adalah teori yang menjelaskan bahwa

seseorang memiliki peran sesuai dengan kedudukan dan struktur yang

mengikat sehingga seseorang harus memainkan sikap atau karakter yang

sesuai peran yang dijalankan. Tolak ukur keberhasilan peran adalah

meningkatnya kemampuan kepemimpinan masyarakat, meningkatnya

pengorganisasian kesehatan oleh masyarakat, meningkatnya peran serta

masyarakat dalam mengelola dana untuk kesehatan, meningkatnya

penerimaan masyarakat terhadap program kesehatan (Hasibuan, 2022).

a. Pewarisan nilai-nilai organisasi yang baik

Proses transfer nilai adalah suatu proses untuk memindahkan

sesuatu (nilai) dari satu orang keorang lain (definisi Kamus Besar

Bahasa Indonesia). Nilai-nilai ini bisa berupa hal-hal yang tertulis atau

yang sudah tercantum dalam aturan-aturan organisasi (seperti

Konsepsi, AD ART, dan aturan-aturan lainnya) maupun nilai yang

tidak tertulis atau budaya-budaya baik yang terdapat dalam organisasi

21
(misalnya budaya diskusi) maupun kondisi-kondisi terbaru yang

menjadi kebutuhan dan keharusan untuk ditransfer.

b. Penjamin keberlangsungan organisasi

Organisasi yang baik adalah organisasi yang mengalir, yang

berarti dalam setiap keberjalanan waktu ada generasi yang pergi dan

ada generasi yang datang (ga itu-itu aja, ga ngandelin figuritas). Nah,

keberlangsungan organisasi dapat dijamin dengan adanya sumber daya

manusia yang menggerakan, jika sumber daya manusia tersebut hilang

maka dapat dipastikan bahwa organisasinya pun akan mati. Regenerasi

berarti proses pergantian dari generasi lama ke generasi baru, yang

termasuk di dalamnya adanya pembaruan semangat.

c. Sarana belajar bagi anggota

Tempat di mana anggota mendapat pendidikan yang tidak

didapat di bangku pendidikan formal.Pendidikan itu sendiri berarti

proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok

orang dalam proses mendewasakan manusia melalui proses pengajaran

dan pelatihan.

Pendidikan di sini mencakup dua hal yaitu pembentukan dan

pengembangan. Pembentukan karena dalam kaderisasi terdapat output-

output yang ingin dicapai, sehingga setiap individu yang terlibat di

dalam dibentuk karakternya sesuai dengan output. Pengembangan

karena setiap individu yang terlibat di dalam tidak berangkat dari nol

22
tetapi sudah memiliki karakter dan skill sendiri-sendiri yang terbentuk

sejak kecil, kaderisasi memfasilitasi adanya proses pengembangan itu.

Pendidikan yang dimaksudkan di sini terbagi dua yaitu dengan

pengajaran (yang dalam lingkup kaderisasi lebih mengacu pada

karakter) dan pelatihan (yang dalam lingkup kaderisasi lebih mengacu

pada skill).

Dengan menggunakan kata pendidikan, kaderisasi mengandung

konsekuensi adanya pengubahan sikap dan tata laku serta proses

mendewasakan. Hal ini sangat terkait erat dengan proses yang akan

dijalankan di tataran lapangan, bagaimana menciptakan kaderisasi

yang intelek untuk mendekati kesempurnaan pengubahan sikap dan

tata laku serta pendewasaan (Hutabarat, 2017)

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Tujuan persiapan sosial adalah mengajak berpartisipasi atau peran

serta masyarakat sejak awal kegiatan, samapi dengan perencanaan program,

pelaksanaan hingga pengembangan program kesehatan masyarakat. Kegiatan-

kegiatan dalam persiapan sosial ini lebih ditekankan kepada persiapan-

persiapan yang harus dilakukan baik aspek teknis, administrastif dan

program-program kesehatan yang akan dilakukan.

Partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang

kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab didalamnya. Dalam

definisi tersebut kunci pemikirannya adalah keterlibatan mental dan emosi.

Partisipasi adalah suatu gejala demokrasi dimana orang diikutsertakan dalam

suatu perencanaan serta dalam pelaksanaan dan juga ikut memikul tanggung

jawab sesuai dengan tingkay kematangan dan tingkat kewajibannya.

Partisipasi itu menjadi baik dalam bidang-bidang fisik maupun bidang mental

serta penentuan kebijaksanaan.

Kaderisasi merupakan hal penting bagi sebuah organisasi, karena

merupakan inti dari kelanjutan perjuangan organisasi ke depan. Tanpa

kaderisasi, rasanya sangat sulit dibayangkan sebuah organisasi dapat bergerak

dan melakukan tugas-tugas keorganisasiannya dengan baik dan dinamis.

Kaderisasi adalah sebuah keniscayaan mutak membangun struktur kerja yang

mandiri dan berkelanjutan

24
DAFTAR PUSTAKA

Affan, I. (2020). Urgensi Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan


Pemerintahan Daerah. DE LEGA LATA: Jurnal Lmu Hukum, 6(1), 127–138.
http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/delegalata%0AVolume 6 N

Akbar, F. (2018). Esensi Partisipasi Masyarakat Dalam Pelayanan Publik


Pembuatan E-KTP Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
Tentang Pelayanan Publik. Universitas Hasanudin.

Hamid, H. (2018). Manajemen Pemberdayaan Masyarakat (T. S. Razak (ed.);


Pertama). De La Macca.

Hasibuan, L. S. (2022). Peran Kader Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU)


Sebagai Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Ibu dan Anak. Institusi Agama
Islam Negeri.

Husaini, & Marline, L. (2016). Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan.

Hutabarat, M. Y. (2017). Konsep Persipan Sosial.

Kalesaran, F., Rantung, V. V, & Pioh, N. R. (2015). Partisipasi Dalam Program


Nasional Kelurahan Taas Kota Manado. E-Journal Acta Diurna, IV(5), 1–13.

Kurniati, D. P. Y. (2015). Bahan Ajar Pengorganisasian dan Pengembangan


Masyarakat. Fakultas Kedokteran.

Maulinda, R. (2020). Metode Kaderisasi Kepemimpinan. universitas islam negeri


ar-ranry.

Yusuf, M. (2019). Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Di Gang Tanjung


Kelurahan Sungai Pinang Luar Kota Samarinda. Jurnal Ilmu Pemerintahan,
7(4), 1852.

Anda mungkin juga menyukai