Anda di halaman 1dari 7

OUTLINE PENGAJUAN MASALAH PENELITIAN 1

NAMA Meliana Batjo


NIM PO7124322023
1. Judul Penelitian PENGARUH MEDIA PERMAINAN BALTING (BALOK
STUNTING) TERHADAP PENINGKATAN
PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG
PENCEGAHAN STUNTING DI SMAN 1 DONGGALA
2. Latar belakang masalah Menurut World Health Organization (WHO), stunting
merupakan gangguan perkembangan pada anak yang
Penelitian
disebabkan oleh gizi buruk, infeksi yang berulang, dan
simulasi psikososial yang tidak memadai. Stunting
menunjukkan terjadi gangguan pertumbuhan linear
(panjang badan/tinggi badan menurut usia) berada dibawah -2
Standar Deviasi (<-2SD) sesuai standar median World
Health Organization(WHO), terjadi akibat kekurangan gizi
kronis dan infeksi berulang selama 1000 hari pertama
kehidupan (HPK).Terdapat 155 juta anak usia di bawah
lima tahun (balita) secara global mengalami stunting.
United Nations International Children's Emergency Found
(UNICEF) 2020, mengatakan jumlah anak penderita stunting di
bawah usia lima tahun sebanyak 149,2 juta dengan prevalensi
26,7%. Di Indonesia menurut data SSGBI 2019 menyebutkan
prevalensi stunting di Indonesia adalah 27,67%, sedangkan
pada tahun 2018 prevalensi stunting mencapai 30,8%. World
Health Organization (WHO) menetapkan standar angka
stunting sebesar 20 persen. Namun Kepala Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
Hasto Wardoyo menyebut angka stunting di Indonesia masih
mencapai 24,4 persen yang artinya masih berada di
atas standar WHO. Menurut data dari dinkes prov. Sulawesi
Tengah kabupaten donggala adalah kabupaten dengan stunting
tertinggi yaitu sebesar 23,5 %.
Stunting yang terjadi pada anak berdampak pada
peningkatan kejadian kesakitan dan kematian, perkembangan
kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal,serta
peningkatan biaya kesehatan. Gangguan –gangguan yang
terjadi biasanya cenderung bersifat ireversibel dan berpengaruh
terhadap perkembangan selanjutnya sehingga dapat
meningkatkan risiko penyakit degeneratif saat dewasa.
Stunting juga dapat mempengaruhi prestasi belajar anak
sehingga tidak optimal dan produktivitas menurun karena
anak memiliki kecerdasan yang kurang. Penyebab stunting
terdiri dari banyak faktor yang saling berpengaruh satu
sama lain dan di setiap daerah memiliki penyebab
yang berbeda. Penyebab stunting yang utama adalah asupan
nutrisi tidak adekuat dan penyakit infeksi. Faktor
ketahanan pangan keluarga, pola asuh, pelayanan kesehatan
dan kesehatan lingkungan yang tidak memadai juga
menjadi penyebab stunting secara tidak langsung. Faktor –
faktor yang menjadi penyebab stunting secara garis besar
terjadi karena permasalahan dalam lingkup keluarga.
Oleh karena itu, pencegahan terbaik yang dapat dilakukan
adalah dengan menyiapkan keluarga yang baik dan siap
sebelum memiliki anak, salah satunya dengan menghindari
pernikahan dini. Pernikahan adalah ikatan lahir dan batin antara
pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga yang sejahtera. Menurut UU RI
Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pernikahan
hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai
umur 19 (sembilan belas) tahun. Pernikahan dini
berdampak buruk bukan hanya terhadap balita tapi juga
terhadap kesehatan ibu, karena organ reproduksi ibu
belum siap, tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu yang
kurang, dan perawatan ketika hamil. Anak yang lahir
dari ibu yang menikah dini memiliki kesempatan hidup
yang rendah dan memiliki masalah gizi seperti pendek, kurus,
dan gizi buruk lebih besar .Berdasarkan data dari BKKBN
tahun 2012,ibu balita yang umurnya belum mencapai 18
biasanya memiliki pola asuh yang kurang baik terhadap
anaknya, pola asuh tersebut dapat berdampak pada
status gizi anaknya.Selain itu, pernikahan dini juga
berpotensi menimbulkan kemiskinan baru sebab dengan
ketidaksiapan ekonomi akan menambah beban berat ekonomi
dengan bertambahnya beban keluarga. hasil kajian yang
dilakukan oleh Valeriani, dkk (2020) bahwa salah satu
penyebab stunting adalah pernikahan usia dini yang
dilakukan kedua orang tuanya, dan rendahnya pendidikan
orang tua anak berstatus stunting.
salah satu faktor pemicu terjadinya stunting adalah double
burden, yaitu masalah kekurangan gizi dan kelebihan gizi. Hal
tersebut merupakan asal dari 1000 hari pertama
kehidupan yang merupakan factor terjadinya stunting.
Selain masalah gizi Para remaja puteri merupakan calon
orang tua bagi generasi selanjutnya, dan remaja putri malah
merupakan calon ibu bagi generasi selanjutnya.
Diperlukannya edukasi pada remaja terutama dalam
meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan stunting
lainnya dapat memutus mata rantai kejadian stunting pada
balita. Diharapkan remaja menjadi agen pencegah stunting
karena dengan memiliki pengetahuan yang baik tentang
upaya pencegahan stunting harapannya informasi yang
diperoleh dapat ditularkan kepada remaja sebayanya.
Selain memberikan edukasi dan sosialisasi secara tatap
muka, akan dilakukan juga bentuk edukasi dan sosialisasi
dengan media BALTING.
menurut penelian Rizqi Awalia Asis (2021)
Pengembangan media pembelajaran uno stacko tentang
pelajaran Gizi pada SMA pesantren guppi samata Adanya
peningkatan pengetahuan dan praktik pembelajaran Gizi
dengan media permainan uno stacko.
Ayu Trinanda Putri (2020) Pengaruh media
permainan uno stacko tentang menyikat gigi terhadap
tingkat pengetahuan menyikat gigi siswa sekolah dasar
Adanya peningkatan pengetahuan sebelum pemberian
intervensi dan setelah pemberian intervensi dengan media
permainan uno stacko
3. Batasan/Rumusan Bagaimana pengaruh media permainan Balting terhadap
pengetahuan dan sikap remaja sebelum dan sesudah diberikan
Masalah
intervensi
4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media
permainan Balting terhadap pengetahuan dan sikap remaja
sebelum dan sesudah diberikan intervensi.
5. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan
Populasi dan sampel Remaja Putri
Sumber data : Data primer : diperoleh saat penelitian
Data Sekunder : diperoleh data-data yang sudah ada
sebelumnya (valid)
Rencana analisis data rancangan yang mengacu pada salah satu desain Pre-
experimental design, yaitu One Groub Pretest-Posttest design.
6. Instumen penelitian Kuesioner, metode permainan BALTING.
7. Daftar Pustaka
OUTLINE PENGAJUAN MASALAH PENELITIAN 4

NAMA MELIANA BATJO


NIM PO7124322023
1. Judul Penelitian ANALISIS FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHI
KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI PUSKESMAS
DONGGALA
2. Latar belakang masalah Menurut World Health Organization (WHO), stunting
merupakan gangguan perkembangan pada anak yang
Penelitian
disebabkan oleh gizi buruk, infeksi yang berulang, dan
simulasi psikososial yang tidak memadai. Stunting
menunjukkan terjadi gangguan pertumbuhan linear
(panjang badan/tinggi badan menurut usia) berada dibawah -2
Standar Deviasi (<-2SD) sesuai standar median World
Health Organization(WHO), terjadi akibat kekurangan gizi
kronis dan infeksi berulang selama 1000 hari pertama
kehidupan (HPK).Terdapat 155 juta anak usia di bawah
lima tahun (balita) secara global mengalami stunting.
United Nations International Children's Emergency Found
(UNICEF) 2020, mengatakan jumlah anak penderita stunting di
bawah usia lima tahun sebanyak 149,2 juta dengan prevalensi
26,7%. Di Indonesia menurut data SSGBI 2019 menyebutkan
prevalensi stunting di Indonesia adalah 27,67%, sedangkan
pada tahun 2018 prevalensi stunting mencapai 30,8%. World
Health Organization (WHO) menetapkan standar angka
stunting sebesar 20 persen. Namun Kepala Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
Hasto Wardoyo menyebut angka stunting di Indonesia masih
mencapai 24,4 persen yang artinya masih berada di
atas standar WHO. Menurut data dari dinkes prov. Sulawesi
Tengah kabupaten donggala adalah kabupaten dengan stunting
tertinggi yaitu sebesar 23,5 %.
Kejadian stunting di Indonesia terjadi dalam rentang periode
pemberian makanan pendamping ASI, di mana ASI tidak
mampu untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Berdasarkan
hasil riset terdahulu bahwa faktor risiko kejadian stunting pada
usia 0-59 bulan adalah praktik pemberian ASI, praktik
pemberian MP-ASI, pendidikan Ibu, faktor ekonomi keluarga,
dan penyakit infeksi seperti ISPA, malaria dan diare.
Kekurangan nutrisi pada masa periode awal kehidupan akan
menghambat pertumbuhan fisik yang optimal dan
perkembangan kognitif yang akan berdampak pada masa depan
balita (Hagos et al., 2017; Chowdhury et al., 2020). Stunting
akan menyebabkan dampak jangka panjang yaitu terganggunya
perkembangan fisik, mental, intelektual serta kognitif. Anak
yang terkena stunting hingga usia 5 tahun akan sulit untuk
diperbaiki sehingga akan berlanjut hingga dewasa dan dapat
meningkatkan risiko keturunan dengan berat badan lahir yang
rendah (BBLR). Balita yang berusia lebih dari dua tahun yang
mengalami stunting akan sulit mengejar pertumbuhannya.
Karena, usia lebih dari dua tahun cenderung bersifat tidak dapat
mengejar pertumbuhannya dan penanganan yang diberikan
hanya sebatas untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Maka
dari itu, peneliti mengambil usia 0-23 bulan untuk melakukan
deteksi dini faktor risiko stunting agar dapat ditanggulangi atau
melakukan penanganan yang cepat dan tepat (Apriluana and
Fikawati, 2018).
Penelitian Sutriana, Usman, Fitriani Umar, (2019)
menyatakan bahwa Ada pengaruh antara berat badan lahir
rendah (BBLR) dengan kejadian stunting. Sedang kan ASI
Eksklusif, MP ASI, pendidikan ibu, pengetahuan ibu dan status
ekonomi tidak berpengaruh terhadap kejadian stunting pada
balita. Menurut Wulandari, Fitri Rahayu, (2019) Berdasarkan
hasil penelitiannya sebesar 65,9% ibu memiliki pengetahuan
rendah dan sebesar 45,1% responden pemberian ASI tidak
Eksklusif menunjukkan bahwa sebesar 41,2% balita mengalami
kejadian stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Kerkap
Kabupaten Bengkulu Utara. Didukung hasil penelitian Mayang
Chyntaka, Nanda Yansih Putri, (2019) dan Musaidah, Dg
Mangemba, Rosdiana, (2020) bahwa Pengetahuan Ibu dan ASI
Eksklusif merupakan faktor resiko terjadinya stunting pada
balita. Berdasarkan hasil penelitian Novia Dewi Anggraini
(2019) faktor resiko kejadian stunting pada Balita meliputi
berat bayi saat lahir, status anemia anak, usia ibu saat
melahirkan dan juga pendidikan ibu. Berdasarkan hasil
penelitian Evy Noorhasanah, Nor Isna Tauhidah, Musphyanti,
(2020) faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting
adalah riwayat penyakit infeksi, riwayat imunisasi, pemberian
MP ASI dan Pemberian ASI Eksklusif. Penelitian lain dari
Mega Ulfah, Ni Luh Putu Herli Mastuti, Astri Proborini, Ovy
Annisya Putri, Puja (2020) Ada hubungan antara karakteristik
ibu (umur, pendidikan dan pekerjaan ibu), karakteristik anak
(jenis kelamin, ASI Eksklusif, BBLR, status imunisasi), dan
karakteristik rumah tangga (jumlah anak, jumlah anggota
keluarga) terhadap kejadian stunting pada balita. Dan Menurut
Sarah Saputri Tarigan, Arni Amir, Hafni Bactiar (2019) ada
hubungan yang bermakna antara ASI Eksklusif, penyakit
infeksi, pengtahuan ibu dan status ekonomi terhadap kejadian
stunting pada balita
3. Batasan/Rumusan Apa sajakah faktor risiko terjadinya stunting pada balita
Masalah usia 0  59 bulan.
4. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui apa saja factor yang mempengaruhi stunting
pada balita.
5. Metode Penelitian Desain Penelitian Penelitian ini bersifat analitik dengan
rancangan penelitian analisis Kualitatif.

Populasi dan sampel Ibu yang memiliki balita 0-59 bulan


OUTLINE PENGAJUAN MASALAH PENELITIAN 3

NAMA MUSDALIVA.H
NIM PO7124322024
1. Judul Penelitian PENGARUH EKSTRAK DAUN KELOR TERHADAP
PRODUKSI ASI PADA IBU MENYUSUSI
2. Latar belakang masalah Menurut (Kemenkes RI, 2015) berdasarkan laporan
SDKI tahun 2012 perolehan ASI eklusif adalah 42%. Hasil
Penelitian
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2017
menunjukkan bahwa persentase ASI eksklusif untuk anak
berumur di bawah 6 bulan meningkat dalam 5 tahun terakhir
sebesar 11% yaitu dari 42% pada tahun 2012 menjadi 52%
pada tahun 2017 (Putri & Naim, 2021.
Berdasarkan badan pusat statistik 2021 data presentase
pemberian ASI eklusif pada kabupaten Bekasi tahun 2019
sebanyak 56,95% (Dinas Kesehatan, 2021). Keberhasilan
pencapaian yang tertera memang sudah melampaui target
Renstra, tetapi capaian tersebut masih jauh dari target nasional
pemberian ASI Eklusif sebesar 80% (Mahadewi & Heryana,
2020). Hal ini menunjukan masih banyaknya kekurangan dalam
mencapai target nasional tahun 2020 dalam memberikan ASI
eksklusif kepada bayi mereka.
ASI merupakan sumber asupan nutrisi bagi bayi baru
lahir. ASI yang diberikan pada bayi berusia 0 bulan sampai 6
bulan disebut ASI eksklusif. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif berarti
memberikan ASI kepada bayi selama enam bulan setelah lahir,
tidak memberikannya dan menggantinya dengan makanan atau
minuman lain (kecuali obat, vitamin, dan mineral (Kemenkes,
2017)
United Nation Childrens Fund (UNICEF) dan World
Health Organization (WHO) menyarankan sebaiknya bayi
hanya diberikan ASI selama paling sedikit 6 bulan. Hal ini
dilakukan guna menurunkan angka kesakitan dan kematian
anak. Makanan padat seharusnya diberikan setelah anak
berumur 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai anak
berumur 2 tahun. Pada tahun 2003, pemerintah Indonesia
mengubah rekomendasi lamanya pemberian ASI Eksklusif dari
4 bulan menjadi 6 bulan (Kemenkes RI, 2014)
3. Batasan/Rumusan Bagaimana pengaruh ekstrak daun kelor terhadap produksi ASI
pada ibu menyusui
Masalah
4. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun kelor terhadap
produksi ASI pada ibu menyusui
5. Metode Penelitian Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik dengan rancangan penelitian
analisis Kualitatif.

Populasi dan sampel Ibu Menyusui

Sumber data : Data primer : diperoleh saat penelitian


Data Sekunder : diperoleh data-data yang sudah ada
sebelumnya (valid)
Rencana analisis data Uji Chi Quadrat (X2), Uji t Independen, uji t dependent
6. Instumen penelitian Kuesioner, lembar observasi, metode pemeriksan dan lain-lain
7. Daftar Pustaka Seluruh referensi yang digunakan dalam proposal.

Anda mungkin juga menyukai