Anda di halaman 1dari 7

RESUME 1

DIMENSI PERENCANAAN PENDIDIKAN UNTUK MEWUJUDKAN VISI


KEUNGGULAN SEKOLAH

Perencanaan pendidikan sebagai sistem, memuat langkah-langkah


prosedural dan seperangkat komponen yang diperlukan selama proses
perencanaan. Langkah-langkah perencanaan yang dimaksud, diperinci oleh
Hardjodipuro (1979: 17) sebagai berikut: (1) identifikasi dan dokumentasi
berbagai kebutuhan, (2) pemilihan kebutuhan-kebutuhan yang mempunyai
prioritas untuk pelaksanaan, (3) perincian hasil yang harus dicapai untuk setiap
kebutuhan yang telah dipilih: (4) identifikasi syarat-syarat untuk memenuhi setiap
kebutuhan termasuk perincian untuk memenuhi dengan cara problem solving, (5)
suatu urutan hasil-hasil yang diinginkan untuk memenuhi kebutuhan yang telah
diidentifikasi, dan (6) identifikasi alternatif-alternatif metode dan alat yang
diperlukan dalam memenuhi kebutuhan, termasuk menentukan kebaikan dan
keburukan dari setiap metode dan alatnya.
Visi merupakan sketsa masa depan organisasi yang dapat dilihat sekarang
sehingga mendorong setiap orang untuk mulai hidup dan bekerja dalam situasi
yang dikehendaki itu (Salusu, 1996: 130). Oleh karena itu, visi tidak lain adalah
nilai dan keyakinan dari tim administrator tentang bentuk organisasinya di masa
depan. Untuk itu Morrisey (1996: 61) mendefinisikan visi sebagai representasi
dari keyakinan tim manajemen mengenai bagaimanakah seharusnya bentuk
organisasi di masa depan dalam pandangan pelanggan, karyawan, pemilih, dan
stakeholder penting lainnya. Dengan rumusan visi yang jelas diharapkan: (1)
anggota organisasi akan mendapatkan gambaran tentang rupa organisasi di masa
depan, (2) mampu mencegah timbulnya perbedaan antar pengambil keputusan
tentang apa yang harus dilakukan, bagaimana, mengapa dan sebagainya, sehingga
dapat menghemat waktu, dan (3) memberikan petunjuk bagi para perencana dalam
menjabarkan rencana-rencana organisasi dan mengendalikannya.
Pendidikan yang bermutu tinggi telah menjadi salah satu preferensi
kebutuhan masyarakat pemakai jasa pendidikan. Kepercayaan dan harapan
masyarakat akan lembaga pendidikan, saat ini direfleksikan bukan hanya dalam
meningkatnya angka partisipasi sekolah tetapi juga dalam bentuk sikap kritis
masyarakat terhadap akuntabilitas dan kebermutuan lembaga pendidikan. Dari
perspektif kebijakan makro-pendidikan, kecenderungan . tersebut telah
diakomodasikan ke dalam kebijakan peningkatan mutu Pendidikan, efisiensi, dan
relevansi pendidikan.
Dari sudut prosesnya, mutu pendidikan merujuk kepada kegiatan
Penanganan transformasi masukan-masukan melalui subsistem pemrosesan
menjadi keluaran serta hasil-hasil yang berasal dari masukan dan tindakan
berikutnya melalui umpan balik dan evaluasi keluaran. Konsep proses tersebut
didasarkan atas asumsi bahwa pendidikan sebagai sistem terbuka mengandung
subsistem masukan, keluaran, dan umpan balik secara internal dan eksternal.
Berdasarkan pemahaman demikian, maka mutu proses pendidikan menunjukkan
kebermutuan subsistem dalam sistem proses, yang meliputi tindakan kerja,
komunikasi, dan monitoring (Sudjana, 1989).
Sebagaimana yang terjadi pada dunia produksi pada umumnya, kepedulian
akan mutu produk pendidikan pun didorong oleh persoalandasar: bagaimana
mengintegrasikan semua fungsi dan proses dalam suatu organisasi agar tercapai
peningkatan mutu secara berkelanjutan. Konsep Manajemen Mutu Terpadu
(MMT) yang saat ini telah diadaptasi oleh banyak organisasi modern, memang
berorienstasi kepada persoalan dasar tersebut.
Pengembagan kurikulum dimulai dengan suatu proses perencanaan, yaitu
menetapkan berbagai kebutuhan, melakukan identifikasi tujuan dan sasaran,
menyusun persiapan dan penyajian yang sesuai dengan segala persyaratan
kebudayaan, sosial, dan individual. Tergantung kepada nilai-nilai kebermutuan
yang dikehendaki oleh berbagai tuntutan kondisional itu, maka dapat dipilih
orientasi atau pendekatan pengembangan kurikulum yang dianggap lebih relevan.
Eisner dan Vallance, sebagaimana dikutip oleh Mainuddin (1994), misalnya,
mengidentifikasi enam orientasi/ pendekatan pengembangan kurikulum.
Mutu kurikulum, selain ditentukan oleh ketetapan pendekatan pada
tingkatan desain, juga dapat dievaluasi prediktabilitasnya terutama dari aspek-
aspek seperti: daftar mata pelajaran yang relevan dengan kebutuhan pelanggan:
alokasi waktu pembelajaran, pengelompokan mata pelajaran berdasarkan jenis dan
tujuannya, deskripsi mata pelajaran yang dilengkapi sumber kepustakaan:
distribusi mata pelajaran dan jam pembelajaran untuk sekuen waktu pendidikan,
dan sebagainya.
Pendapat Helgeson yang dikutip oleh Salusu (1996) mengungkapkan bahwa
visi adalah penjelasan mengenai rupa yang seharusnya dari suatu organisasi kalau
ia berjalan dengan baik. Definisi lain menyatakan bahwa visi atau wawasan
adalah suatu pandangan yang merupakan kristalisasi dan intisari dari suatu
kemampuan (competence), kebolehan (ability), dan kebiasaan (self efficacy)
dalam melihat, menganalisis, dan menafsirkan. Definisi tersebut sesuai dengan
pendapat Sanusi (1995), bahwa visi atau wawasan adalah penglihatan yang
mendalam, mengandung pengetahuan (kognitif), kecintaan (afektif), dan
kepedulian terhadap profesi serta Kemampuan (konatif).
Budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai: (1) most usefully thought of
as the taken for granted and shared meanings that people assign to their social
surrounding (Wilkins, 1983): (2) the amalgam of beliefs, ideology, language
ritual, and myth (Pettigrew, 1978): (3) aset of value, beliefs, and behaviour
pattern, that form the core identity ofan Organization (Denison, 1994): dan (4) the
set of assumptions, beliefs, values, and norms that is shared among its member
(Davis, 1993). Schein (1985) memaknakan budaya organisasi sebagai “a pattern
of basic assumption-invented, discovered or developed by agiven group as it
learns to cope with the problems of external adaptation and internal integration
that has worked will enough to be considered valid, and therefore, to be thought to
new members as the correct way to perceive, think and feel in relation to these
problem”.
Pendidikan selain mempunyai peranan vital dalam seluruh upaya
pembangunan, juga merupakan prasyarat suatu bangsa untuk melakukan
pembangunan. Berbagai studi di sejumlah negara membuktikan besarnya peranan
pendidikan dalam mencerdaskan masyarakat bagi keberhasilan pembangunan.
Desentralisasi diartikan sebagai penyerahan ur usan Pemeran. Kepada
daerah sehingga wewenang tanggung Jawab sepenuhnya, menjadi tanggung jawab
daerah, termasuk di dalamnya pene tuan kebijakan perencanaan, pelaksanaan
maupun yang menyangkut segi-segi pembiayaan dan aparatnya.
Sebagai suatu konsep, mutu scring kali ditafsirkan dengan beragam definisi,
bergantung kepada pihak dan sudut pandang mana konsep itu dipersepsikan.
Dengan demikian, arti mutu pendidikan ini berkenaan dengan apa yang dihasilkan
dan siapa pemakai pendidikan. Pengertian tersebut merujuk kepada nilai tambah
yang diberikan oleh pendidikan, dan pihak-pihak yang memproses serta
menikmati hasil-hasil pendidikan.
Peranan Guru dalam Konstelasi Perubahan meliputi:
1. Sekolah dan Masyarakat
2. Tekanan Perubahan
3. Fungsi Mengajar
4. Interaksi antara Sekolah dengan Masyarakat
5. Tekanan Kenyataan
6. Prioritas Tindakan

Tarik-menarik antara keharusan peningkatan kompetensi profesional guru


dengan tidak memadainya kesejahteraan guru, sampai saat ini masih merupakan
bahan diskusi yang tidak habis-habisnya. Pandangan yang ideal mengenai
profesionalisme guru direfleksikan dalam citra guru masa depan sebagaimana
dikemukakan oleh Sudarminta (1990), yaitu guru yang: (1) sadar dan tanggap
akan perubahan zaman, (2) berkualifikasi profesional, (3) rasional, demokratis dan
berwawasan nasional, (4) bermoral tinggi, dan beriman.
Secara sederhana kepemimpinan diartikan sebagai pelaksanaan otoritas dan
pembuatan keputusan (Miftah Toha, 1988: 5). Pengertian tersebut menunjuk
bagaimana seorang pemimpin mampu menggunakan kewenangannya untuk
menggerakkan organisasi melalui keputusan yang dibuat.
Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Pendidikan meliputi: (1) Tugas, Peranan,
dan Tanggung Jawab Kepala Sekolah Dalam satuan pendidikan, kepala sekolah
menduduki dua jabatan penting untuk bisa menjamin kelangsungan proses
pendidikan sebagaimana yang telah digariskan oleh peraturan perundang-
undangan, Pertama, kepala sekolah adalah pengelola pendidikan di sekolah Secara
keseluruhan. Kedua, kepala sekolah adalah pemimpin formal Pendidikan di
sekolahnya. (2) Profil Kemampuan Kepala Sekolah sebagai Pemimpin
Pendidikan. Perubahan dalam peranan dan fungsi sekolah dan yang statis di
Zaman lampau kepada yang dinamis dan fungsional-konstruktif di era
Pembangunan, membawa tanggung jawab yang lebih luas kepala sekolah,
khususnya kepada administrator sekolah. Pada mereka harus tersedia pengetahuan
yang cukup tentang kebutuhan nyata masyarakat serta kesediaan dan keterampilan
untuk mempelajari secara kontinu perubahan yang sedang terjadi di masyarakat
sehingga sekolah melalui programprogram pendidikian yang disajikan senantiasa
dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan baru dan kondisi baru (Achmad
Sanusi, dkk.,1991: 117).
Pasal 27 UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyiratkan pengakuan akan pentingnya keberadaan sekolah swasta, bahwa
masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya dalam
penyelenggaraan pendidikan nasional (ayat 1). Selain itu, ciri khas kesatuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan (ayat 2),
sedangkan syarat-syarat dan tata ara penyelenggaraannya ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah (ayat 3).
Dalam sejarah peradaban umat manusia, dunia akademik selain memainkan
peranan sentral apakah sebagai konservator nilai-nilai dominan yang berlaku
ataukah sebagai sumber nilai-nilai baru bagi dinamika masyarakat. Apabila dalam
situasi pertama dunia akademik sengaja dibuat bungkam dan secara sadar
digunakan untuk menindas kemerdekaan berpikir, maka dalam situasi kedua,
dunia akademik “emainkan peranannya yang orisinal yaitu sebagai sumber ide
bagi Peningkatan hidup dan makna kehidupan manusia (Tilaar, 1994).
Perencanaan strategik adalah instrumen kepemimpinan dan suatu proses.
Sebagai suatu proses, ini menentukan apa yang dikehendaki suatu organisasi di
masa depan dan bagaimana usaha mencapainya. Menurut Steiss (1985),
perencanaan strategik merupakan komponen dan manajemen strategik, bertugas
untuk memperjelas tujuan dan sasaran, memilih berbagai kebijaksanaan, terutama
dalam memperoleh dan mengalokasikan sumber daya serta menciptakan suatu
pedoman dalam menerjemahkan kebijaksanaan organisasi.
Pembiayaan pendidikan sebagai “sesuatu” yang seharusnya ada tidak dapat
dipahami tanpa mengkaji konsep-konsep yang mendasarinya. Ada anggapan
bahwa membicarakan pembiayaan pendidikan tidak lepas dari persoalan
“ekonomi pendidikan”. Bahkan secara tegas Mark Blaugh (1970: xv)
mengemukakan bahwa “The economics of education is a branch of economics”.
Jadi dapat dikatakan menurut pandangan ini, bahwa pada dasarnya pembiayaan
pendidikan itu merupakan bagian atau cabang dari ilmu ekonomi, sebab
pembiayaan pendidikan (yang dikhususkan oleh M. Blaugh sebagai the costing
and financing of school places merupakan bagian permasalahan ekonomi
pendidikan. 
Pelayanan pendidikan ditunjukkan dalam perilaku para pelaku orang yang
berperan dalam proses belajar mengajar pada suatu organisasi pendidikan.
Perilaku manusia dalam organisasi adalah interaksi individu dengan
lingkungannya yang diwujudkan dalam pelayanan terhadap lingkungannya.
Seorang guru misalnya, akan mewujudkan pelayanannya dengan mengajar, tenaga
administratif akan mewujudkan pelayanan ketatausahaan, sedangkan ahli ekonomi
mewujudkan pelayanannya sebagai seorang ekonom.
Kewenangan yang terlalu terpusat di masa lalu menjadi bagian dari sebab
kualitas dan kemandirian bangsa yang’rentan. Kesuksesan yang dicapai ternyata
bagaikan fatamorgana karena kenyataannya Indonesia mengalami krisis yang
berkepanjangan. Oleh karena itu, di era reformasi ini kewenangan yang terpusat
secara lambat laun akan dilimpahkan pada Pemerintahan di bawahnya sebagai
upaya pemberdayaan daerah secara Optimal.
Apa pun bentuk organisasinya, sektor Swasta ataupun sektor publik, pasti
akan melakukan penganggaran yang pada dasarnya merupakan cetak biru bagi
pencapaian visi dan misinya. Untuk itu penganggaran dan manajemen keuangan
dilaksanakan berdasarkan pada prinsip-prinsip pokok tertentu.
Model-model Pembiayaan Pendidikan. Beberapa model pembiayaan tersebut
meliputi:
1. Model Flat Grant (Flat Grant Models)
2. Model Landasan Perencanaan (Foundation Plan Models)
3. Model Perencanaan Pokok Jaminan Pajak (Guaranted Tax Based
Plan Models)
4. Model Persamaan (Equalization Models)
5. Model Persamaan Persentase (Percentage Equalizing)
6. Model Perencanaan Persamaan Kemampuan (Power Equalizing
Plan)
7. Model Pendanaan Negara Sepenuhnya (Full State Funding
Models)
8. Model Sumber Pembiayaan (The Resourhe Cost Models)
9. Model Surat Bukti/Penerimaan (Models Choice and Voucher
Plans)
10. Model Rencana Bobot Siswa (Weighted Student Plan)

Anda mungkin juga menyukai