Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Untuk mendukung pembuatan laporan ini, maka perlu dikemukakan

hal-hal atau teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan dan ruang

lingkup pembahasan sebagai landasan dalam pembuatan laporan ini.

2.1.1 Manajemen Pendidikan

Istilah Manajemen memiliki banyak arti, tergantung pada

orang yang mengartikannya. Istilah manajemen madrasah acapkali

disandingkan dengan istilah administrasi madrasah. Berkaitan

dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama,

mengartikan lebih luas dari pada Manajemen (Manajemen

merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat Manajemen lebih

luas dari pada administrasi dan ketiga, pandagan yang

menggangap bahwa Manajemen identik dengan administrasi.

Berdasarkan fungsi pokoknya istilah Manajemen dan administrasi

mempunyai fungsi yang sama. Karena itu, perbedaan kedua istilah

tersebut tidak konsisten dan tidak signifikan.

Menurut Oemar Hamalik (2007:78) Manajemen pendidikan

adalah suatu proses atau system pengelolaan. Manajemen

pendidikan sebagai suatu proses atau system organisasi dan

peningkatan kemanusiaan dalam kaitannya dengan suatu sistem

pendidikan. Kegiatan pengelolaan pada suatu sistem Pendidikan

bertujuan untuk keterlaksanaan proses belajar mengajar yang baik,

yang mencakup:

14
15

a. Program kurikulum yang meliputi administrasi kurikulum,

metode penyampaian, sistem evaluasi, sistem bimbingan.

b. Program ketenagaan

c. Program pengadaan dan pemeliharaan fasilitas dan alat-alat

pendidikan.

d. Program pembiayaan.

e. Program hubungan dengan masyarakat.

Pendekatan sistem dalam manajemen pendidikan sebagai

akibat dari dianutnya pendekatan dalam sistem pendidikan. Sistem

pendidikan adalah suatu kesatuan dari berbagai unsur yang satu

dengan yang lainnya saling berhubungan dan bergantung didalam

mengemban tugas untuk mencapai tujuan sistem tersebut. Unsur-

unsur dari luar yang memasuki sistem dan kemudian mengalami

proses disebut keluaran atau output

Manajemen Pendidikan mengandung arti sebagai suatu

proses kerja sama yang sistematik dan komprehensif dalam rangka

mewujudkan tujuan Pendidikan nasional. Manajemen Pendidikan

juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan

dengan pengelolaan proses Pendidikan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan, baik ytujuan jangka pendek, menengah

maupun jangka panjang (Yamin, 2009:35)

Sedangkan menurut E. Mulyasa Manajemen Pendidikan

merupakan proses pengembangan kegiatan Kerjasama kelompok

orang untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

Proses pengendalian kegiatan tersebut mencangkung


16

perencanaan, pengorganisasian, aktualisasi dan pengawasan

sebagai suatu Proses untuk visi menjadi aksi.

Manajemen pendidikan adalah sebagai seni dan ilmu

mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat

bangsa dan Negara Dalam arti yang lebih luas Manajemen juga

bisa disebut sebagai pengelolaan sumber-sumber guna mencapai

suatu tujuan yang telah ditetapkan, karenanya Manajemen ini

memegang peranan yang sangat urgen dalam dunia Pendidikan

a. Tujuan Manajemen Pendidikan

Tujuan Manajemen pendidikan erat sekali dengan tujuan

pendidikan secara umum, karena Manajemen pendidikan pada

hakekatnya merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan

secara optimal. Apabila dikaitkan dengan pengertian manajemen

Pendidikan pada hakekatnya merupakan alat mencapai tujuan.

Adapun tujuan pendidikan nasional yaitu untuk

mengembangkannya potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan pokok memperlajari Manajemen pendidikan adalah untuk

memperoleh cara, tehnik, metode yang sebaik-baiknya dilakukan,

sehingga sumber-sumber yang sangat terbatas seperti tenaga,


17

dana, fasilitas, material maupun sepiritual guna mencapai tujuan

pendidikan secara efektif dan efisien.

Sedangkan menurut Oemar Hamalik (2007:78) secara umum

tujuan Manajemen Pendidikan dalam proses pembelajaran adalah

untuk Menyusun suatu system penelolaan yang meliputi:

1) Administrasi dan organisasu kurikulum

2) Pengelolaan dan ketenagaan

3) Pengelolaan sarana dan prasarana

4) Pengelolaan pembiayaan

5) Pengelolaan media Pendidikan

6) Pengelolaan hubungan dengan masyarakat yang manajemen

keterlaksanaan proses pembelajaran yang relevan, efektif

dan efisien yang menunjang tercapainya tujuan pendidikan.

Kemudian jika dilihat secara lebih khusus tujuan dari pelaksanaan

manajemen pendidikan adalah terciptanya system pengelolaan

yang relevan, efektif dan efisien yang dapat dilaksanakan dengan

mencapai sasaran dengan suatu pola struktur organisasi

pembagian tugas dan tanggungjawab yang jelas antara pemimpin

program, tenaga pelatih fasilitator, tenaga perpustakaan, tenaga

teknis lain, tenaga tata usaha dan tenaga pembina. Selain itu

manajemen pendidikan bertujuan untuk memperlancar pengelolaan

program pendidikan dan keterlaksanaan proses pembelajaran

berdasarkan pendekatan cara belajar siswa aktif

b. Fungsi Manajemen Pendidikan

Manajemen pendidikan mempunyai fungsi yang terpadu

dengan proses pendidikan khususnya dengan pengelolaan proses


18

pembelajaran. Dalam hubungan ini, terdapat beberapa fungsi

manajemen pendidikan, yaitu:

1) Fungsi Perencanaan, mencakup berbagai kegiatan menentukan

kebutuhan, penentuan strategi pencapaian tujuan, menentukan

isi program pendidikan dan lain-lain. Dalam rangka pengelolaan

perlu dilakukan kegiatan penyusunan rencana, yang

menjangkau kedepan untuk memperbaiki keadaan dan

memenuhi kebutuhan di kemudian hari, menentukan tujuan

yang hendak ditempuh, menyusun program yang meliputi

pendekatan, jenis dan urutan kegiatan, menetapkan rencana

biaya yang diperlukan, serta menentukan jadwal dan proses

kerja.

2) Fungsi Organisasi, meliputi pengelolaan ketenagaan, sarana

dan prasarana, distribusi tugas dan tanggung jawab, dalam

pengelolaan secara integral. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan,

seperti: mengidentifikasi jenis dan tugas tanggungjawab dan

wewenang, merumuskan aturan hubungan kerja.

3) Fungsi Koordinasi, yang berupaya menstabilisasi antara

berbagai tugas, tanggung jawab dan kewenangan untuk

menjamin pelaksanaan dan berhasil program pendidikan.

4) Fungsi Motivasi, yang dimaksudkan untuk meningkatkan

efisiensi proses dan keberhasilan program pelatihan. Hal ini

diperlukan sehubungan dengan adanya pembagian tugas dan

tanggung jawab serta kewenangan, sehingga terjadi

peningkatan kegiatan personal, yang pada gilirannya diharapkan

meningkatkan keberhasilan program.


19

5) Fungsi Kontrol, yang berupaya melakukan pengawasan,

penilaian, monitoring, perbaikan terhadap kelemahan dalam

sistem manajemen pendidikan tersebut (Oemar Hamalik, 2007:

81).

2.1.2 Pengawasan

Fahmi dalam Ariesa dkk (2020) berpendapat bahwa suatu

sistem perusahaan untuk memastikan bahwa kinerja karyawannya

efektif dan efisien untuk mendukung visi dan misi perusahaan

disebut pengawasan. Siswandi dalam Ariesa dkk (2020)

menyampaikan bahwa ketelitian, ketepatan, dan kewajaran secara

keseluruhan yang terkonsentrasi pada pusat pengawasan strategis

dapat mengungkapkan sifat pengawasan yang efektif. Menurut

Samsudin dalam Kadarisman (2012: 172-173) menjelaskan

pengawasan sumber daya manusia adalah kegiatan manajemen

yang mengamati: 1) SDM perusahaan saat ini; 2) sumber daya

manusia yang mutlak dibutuhkan perusahaan; 3) pasar sumber daya

manusia yang ada dan potensial; 4) kualitas tenaga kerja yang

dimiliki dan tersedia; 5) kemampuan individu dari setiap karyawan di

perusahaan; 6) upaya peningkatan kemampuan sumber daya

manusia organisasi; dan 7) semangat kerja SDM dan sebagainya.

a. Fungsi Pengawasan

Winardi dalam Kadarisman (2012:194) mengemukakan

tentang beberapa fungsi pengawasan di antaranya adalah 1)

menyusun tujuan dan mengatur cara mencapainya; 2) mencari


20

tahu berapa banyak karyawan yang dibutuhkan dan

keterampilan apa yang dibutuhkan organisasi; 3) memilih orang

untuk mengisi posisi (staffing), menugaskan mereka bekerja,

dan membantu mereka yang bertanggung jawab dengan

pelaksanaan yang tepat (pengarahan); 4) Dia memeriksa

pelaksanaan rencana menggunakan berbagai laporan,

memeriksa kembali rencana dalam hal hasil yang dicapai, dan

jika perlu, rencana diubah.

b. Tujuan Pengawasan

Saydam dalam Kadarisman (2012: 201) mengemukakan

dengan istilah terciptanya situasi yang memudahkan kelancaran

dan konsistensi pelaksanaan tugas, kebijakan, dan peraturan

yang dilaksanakan oleh atasan langsung merupakan tujuan

pengawasan melekat. Siagian dalam Kadarisman (2012: 203)

mengemukakan tentang tujuan pengawasan dengan istilah

maksud suatu pengawasan, yaitu penting untuk ditekankan

bahwa tujuan pengawasan tidak hanya untuk membantu mereka

yang bertanggung jawab untuk mengubah atau meluruskan

perilaku mereka, tetapi juga untuk mengubah perilaku

disfungsional atau menyimpang. Pengawasan bertujuan untuk

mengubah perilaku. Intinya menentukan siapa yang salah belum

tentu menjadi tujuan utama, melainkan menentukan apa yang

salah dalam pelaksanaan berbagai kegiatan operasional

organisasi. Akibatnya, menjadi jelas bahwa pengawasan yang

efektif dapat meningkatkan produktivitas di tempat kerja.

c. Jenis-Jenis Pengawasan
21

Adapun jenis-jenis pengawasan menurut Nawawi dalam

Kadarisman (2012: 213-214) diantaranya sebagai berikut:

1) Pengawasan melekat (waskat) sebagai suatu proses

pimpinan unit kerja atau organisasi yang memantau,

memeriksa, dan mengevaluasi fungsi semua komponen

dalam melaksanakan pekerjaan dalam organisasi nirlaba

dan sebagai proses pimpinan unit kerja atau organisasi

memantau, memeriksa, dan mengevaluasi pemanfaatan

semua sumber daya untuk menemukan kekuatan dan

kelemahan yang dapat digunakan untuk pengembangan

unit kerja atau organisasi di masa mendatang.

2) Suatu proses pemantauan, pemeriksaan, dan evaluasi

oleh aparat pengawas di bidang pengawasan

pemerintah dikenal dengan pengawasan fungsional

(wasnal).

3) Pengawasan masyarakat (wasmas) mengacu pada

setiap keluhan, kritik, saran, dan pertanyaan yang

diajukan oleh anggota masyarakat tentang cara satuan

kerja dan organisasi non profit di sektor pemerintah

menjalankan tanggung jawab utama mereka dalam

memberikan pelayanan publik dan pembangunan bagi

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

d. Indikator Pengawasan

Adapun indikator pengawasan menurut Handoko dalam

Sutan Napsan (2019: 31-31) adalah sebagai berikut:


22

1) Akurat: Informasi tentang pelaksanaan kegiatan harus

akurat. Data yang tidak akurat dari sistem pengawasan

dapat menyebabkan organisasi mengambil tindakan koreksi

yang keliru atau bahkan menciptakan masalah yang

sebenarnya tidak ada.

2) Tepat waktu: Informasi harus dikumpulkan, disampaikan

dan dievaluasi secepatnya bila kegiatan perbaikan harus

dilakukan segera.

3) Objektif dan menyeluruh: Informasi harus mudah dipahami

dan bersifat objektif serta lengkap.

4) Terpusat pada titik pengawasan strategik: Sistem

pengawasan harus memusatkan perhatian pada bidang-

bidang dimana penyimpangan-penyimpangan dari standar

paling sering terjadi atau yang akan mengakibatkan

kerusakan paling fatal.

5) Realistis secara ekonomis: Biaya pelaksanaan sistem

pengawasan harus lebih rendah, atau paling tidak sama,

dengan kegunaan yang diperoleh dari sistem tersebut.

6) Realistis secara organisasional: Sistem pengawasan harus

cocok atau harmonis dengan kenyataan-kenyataan

organisasi.

7) Terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi: Informasi

pengawasan harus terkoordinasi dengan aliran kerja

organisasi, Karena setiap tahap dari proses pekerjaan

dapat mempengaruhi sukses atau kegagalan keseluruhan


23

operasi dan informasi pengawasan harus sampai pada

seluruh personalia yang memerlukan.

8) Fleksibel: Pengawasan harus mempunyai fleksibilitas untuk

memberikan tanggapan atau reaksi terhadap ancaman atau

kesempatan dari lingkungan.

9) Bersifat sebagai petunjuk dan operasional: Sistem

pengawasan yang efektif harus menunjukkan baik deteksi

maupun deviasi dari standar, tindakan koreksi apa yang

seharusnya diambil.

10) Diterima para organisasi: Pengawasan harus mampu

mengarahkan pelaksanaan kerja para anggota organisasi

dengan mendorong perasaan otonomi, tanggung jawab dan

berprestasi.

2.1.3 Kesiapan Guru

Kesiapan berasal dari kata “siap” mendapat awalan ke- dan

akhiran -an. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, menjelaskan

kesiapan adalah suatu keadaan bersiap-siap untuk mempersiapkan

sesuatu. Konsep “kesiapan” ditinjau dari segi bahasa berasal dari

Bahasa Inggris, yaitu readiness. Jadi kesiapan berarti kemauan,

hasrat atau dorongan dan kemampuan untuk terlibat dalam

kegiatan tersebut. Thorndike menyatakan kesiapan dalam hukum

kesiapan (law of readliness) sebagai berikut. Thorndike recognized

several form of readlines if a strong desire for an action sequence is

aroused, then the smooth carrying out of that sequence is

satisfying;if that action sequence is thwarted or blocked from

completion. Then such blocking is annoying; if an action is fatigued


24

(tired out) or satiated, then forcing a further repetition of act is

annoying. Artinya bahwa menurut thorndike ada beberapa kondisi

yang akan muncul pada hukum kesiapan ini diantaranya:

a) jika individu siap untuk bertindak dan mau melakukannya,

maka ia akan merasa puas.

b) jika individu siap untuk bertindak tetapi ia tidak mau

melakukannya, maka timbulah rasa ketidakpuasan,

c) jika belum ada kecenderungan bertindak, namun ia dipaksa

melakukannya maka melakukannya akan menjengkelkan dan

d) jika suatu organisme didukung oleh kesiapan yang kuat untuk

memperoleh stimulus maka pelaksanaan tingkah laku akan

menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi

cenderung diperkuat, kesiapan akan dapat kita capai apabila

ada harapan dan usaha dalam bentuk perbuatan yang

berulang-ulang hingga mencapai tujuan yang diinginkan yaitu

berupa kesuksesan.

Kesiapan adalah kondisi seseorang secara keseluruhan yang

dapat membuatnya siap untuk dapat memberikan respon atau

jawaban dalam suatu cara tertentu terhadap suatu situasi yang

dihadapinya

Kesiapan merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang

baik fisik, mental dan perlengkapan belajar. Kesiapan fisik yang

meliputi tenaga yang cukup dan kesehatan yang baik serta kesiapan

mental yang meliputi minat dan motivasi yang cukup untuk

melakukan suatu kegiatan.


25

Hersey dan Blanchard (diterjemahkan oleh agus dharma)

mengemukakan konsep kematangan pekerja sebagai kesiapan

yaitu “kemampuan dan kemauan orang orang untuk memikul

tanggung jawab untuk mengarahkan perilaku mereka sendiri.”

Dalam hal. ini, Hersey dan Blanchard mengingatkan bahwa

variable-variabel kematangan hendaknya hanya dipertimbangkan

dalam kaitannya dengan tugas tertentu yang perlu dilaksanakan.

Konsep kematangan menurut Hersey dan Blanchard

mengandung dua dimensi yaitu: kematangan pekerjaan

(kemampuan) dan kematangan psikologis (kemauan). Dalam hal

kematangan pekerjaan dikaitkan dengan pengetahuan dan

keterampilan orang untuk melakukan sesuatu. Sedangkan

kematangan psikologis dikaitkan dengan kemauan atau motivasi

orang untuk melakukan sesuatu. Indikasinya, terletak pada rasa

yakin dan komitmen.

a. Indikator Kesiapan

Menurut Slameto kondisi kesiapan mencakup 3 aspek, yaitu:

1) Kondisi fisik, mental dan emosional.

2) Kebutuhan-kebutuhan, motif dan tujuan.

3) Keterampilan, pengetahuan, dan pengertian yang lain yang

telah dipelajari.

Menurut Dalyono aktor kesiapan terbagi menjadi dua bagian yaitu:

a) Faktor internal yang meliputi kesehatan, intelegensi dan

bakat, minat dan motivasi.

b) Faktor eksterrnal yang meliputi keluarga, sekolah,

masyarakat, dan lingkungan sekitar.


26

Menurut Kuswahyuni macam-macam bentuk kesiapan terbagi

menjadi:

1) Kesiapan mental

Kesiapan mental adalah kondisi kepribadian seseorang

secara menyeluruh tidak hanya kondisi kejiwaannya saja.

Kondisi mental hasil dari tumbuh kembang seseorang semasa

hidupnya dan diperkuat dari pengalaman-pengalaman yang

dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari.

2) Kesiapan Diri

Kesiapan diri adalah terbangunnya kekuatan yang dipadu

dengan keberanian fisik dari seseorang yang berakal sehat

sehingga dapat menghadapi segala sesuatu dengan gagah

berani.

3) Kesiapan Kecerdasan

Kesiapan kecerdasan merupakan kesigapan bertindak dan

kecakapan seseorang dalam memahami. Ketajaman

intelegensi, otak, dan pikiran dapat membuat seseorang lebih

aktif sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan

sekitarnya

b. Pengertian kesiapan guru

Konsep “kesiapan guru” merupakan fase yang terdiri

dari dua kata yaitu “kesiapan” dan “guru”. Kata kesiapan berasal

dari kata siap yang berarti kata sikap atau keadaan “sudah

bersedia”.

Pengertian Guru secara formal tersurat dalam UU No. 14

tahun 2005 diartikan sebagai, “pendidik professional dengan


27

tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,

melatih, menilai, dan mengevaluasi siswa pada pendidikan anak

usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah”.

Jadi kesiapan guru dapat diartikan sebagai sikap

kesediaan untuk terlibat dalam tugas mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi

siswa. Setiap individu selalu mengalami proses belajar dalam

kehidupannya, dengan belajar akan memungkinkan individu untuk

mengalami perubahan dalam dirinya. Begitu juga dengan seorang

guru yang harus siap dengan suatu perubahaan.

Kesiapan adalah sikap yang menunjukkan kesediaan untuk

memberi respon atau bereaksi terhadap penerapan suatu teknologi

Kesiapan dapat dikatakan sebagai alat kontrol agar tujuan

pembelajaran dapat dicapai oleh seluruh elemen dalam

pendidikan. Kesiapan merupakan suatu masalah yang penting,

tanpa adanya kesiapan dalam melaksanakan pembelajaran

daring, maka tujuan pembelajaran dan proses pembelajaran

tidak akan tercapai sesuai target secara maksimal.

Guru adalah orang yang mengajarkan ilmu pengetahuan

kepada anak didik. Dalam pandangan masyarakat guru adalah

orang yang melaksanakan pendidikan di tempat tertentu, tidak

hanya di lembaga pendidikan formal tetapi biasa juga di masjid,

mushola, maupun rumah. Salah satu faktor utama yang

menentukan mutu pendidikan adalah guru. Gurulah yang berada

di depan dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia.


28

Guru berhadapan langsung dengan para peserta didik di kelas

melalui proses belajar mengajar.

Di tangan gurulah akan dihasilkan siswa yang berkualitas,

baik secara akademis, keahlian, kematangan emosial, dan

moral serta spiritual. Dengan demikian, akan dihasilkan generasi

masa depan yang siap hidup dengan tantangan zamannya.

Oleh karena itu, diperlukan sosok guru yang mempunyai

kualifikasi, kompetensi dan dedikasi yang tinggi dalam

menjalankan tugas profesinya.

Apabila dalam perubahan kurikulum yang menekankan

kompetensi, guru memegang peran penting terhadap

pembelajaran, karena gurulah yang pada akhirnya akan

melaksanakan Kurikulum di dalam kelas. Guru adalah Kurikulum

berjalan.

2.1.4 Motivasi

Stokes dalam Kadarisman (2012: 278) dalam konsepnya

dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah sesuatu yang

memotivasi seseorang untuk melakukan tugasnya dengan lebih

efektif, menunjukkan perbedaan antara keberhasilan dan kegagalan,

dan merupakan sumber energi emosional yang sangat penting

ketika memulai pekerjaan baru.

Berdasarkan pemahaman tersebut dapat ditarik kesimpulan

bahwa motivasi kerja merupakan daya dorong yang mendorong

seseorang untuk mau bekerja lebih giat dan benar sesuai dengan

penyelesaian tugas dan tanggung jawab yang dibebankan

kepadanya.
29

a. Tujuan Motivasi

Berikut ini dikemukakan pendapat seorang ahli di bidang

manajemen, menurut Saydam dalam Kadarisman (2012: 291

292) bahwa pada hakekatnya tujuan pemberian motivasi kerja

kepada karyawan adalah sebagai berikut:

1) Mengubah perilaku karyawan sesuai dengan keinginan

perusahaan;

2) Membuat pekerjaan lebih menarik dan bersemangat;

3) Meningkatkan pengendalian diri dalam bekerja;

4) Meningkatkan produktivitas kerja;

5) Menanamkan rasa tanggung jawab yang lebih besar;

6) Membuat orang merasa lebih produktif dan efisien;

7) Menumbuhkan loyalitas perusahaan di kalangan karyawan.

b. Faktor-faktor Motivasi

Saydam dalam Kadarisman (2012: 296-297)

mengemukakan bahwa motivasi seseorang sebagai proses

psikologis akan dipengaruhi oleh beberapa hal. Berikut ini yang

membedakan aspek-aspek tersebut:

1) Faktor intern yang berasal dari dalam diri karyawan itu

sendiri.

2) Faktor ekstern yang berasal dari luar diri karyawan.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dijelaskan bahwa faktor intern

yang terdapat pada diri karyawan itu sendiri misalnya dapat dilihat

perilaku karyawan yang terlihat resah atau bergejolaknya

pegawai. Timbulnya kasus unjuk rasa, pemogokan dan lain-lain.

Hubungan kerja organisasi dengan karyawannya terganggu


30

ketika tanda-tanda ini hadir. Dan adanya rasa ketidakpuasan

pegawai terhadap perlakuan buruk pimpinan organisasi.

Saydam dalam Kadarisman (2012: 297) berpendapat

bahwa di sisi lainnya dapat dikemukakan bahwa kematangan

pribadi, tingkat pendidikan, keinginan dan harapan pribadi,

kebutuhan,kelelahan dan kebosanan, dan kepuasan kerja

merupakan faktor intern yang dapat mempengaruhi pemberian

motivasi pada seseorang.

Kadarisman (2012: 300-301) mengemukakan pendapatnya

bahwa faktor lingkungan kerja merupakan faktor eksternal yang

berasal dari luar diri karyawan dan dapat berdampak pada

bagaimana pekerjaan itu dilaksanakan. Faktor-faktor ini meliputi

keseluruhan infrastruktur dan fasilitas tempat kerja dan karyawan

yang bekerja di sana. Tempat kerja, alat dan fasilitas yang

digunakan disana, kebersihan, penerangan, ketenangan, dan

hubungan kerja antar karyawan adalah bagian dari lingkungan

kerja.

c. Harapan Karyawan terhadap Pemberian Motivasi Kerja

Saydam dalam Kadarisman (2012: 307-308)

mengemukakan bahwa pimpinan selalu memberikan kepada

bawahannya, sedangkan bawahan hanya sebagai objek

pemberian motivasi saja. Menerapkan strategi mutlak diperlukan

saat memberikan motivasi, seperti harapan seperti apa yang

diinginkan oleh bawahan tersebut. Menurut pendapat para ahli,

berikut ini adalah harapan bawahan dalam bekerja:

1) Jenis dan sifat pekerjaan yang menantang;


31

2) Lingkungan pekerjaan yang menyenangkan;

3) Adanya kesempatan berpartisipasi;

4) Hubungan kerja kelompok yang harmonis;

5) Penghargaan atas prestasi;

6) Penerapan disiplin kerja yang tidak kaku;

7) Tingkat kompensasi yang memadai.

d. Teknik Pemberian Motivasi Kerja

Ranupandoyo dkk dalam Kadarisman (2012: 313)

mengemukakan bahwa ada beberapa teknik dalam pemberian

motivasi yang dapat diberikan pada pegawai, yaitu ada dua tipE

dasar teknik motivasi: a) teknik berdasarkan penguatan positif;

dan b) metode motivasi negatif.

Menurut Ranupandoyo dkk dalam Kadarisman (2012: 314)

menyatakan bahwa pemberian motivasi positif merupakan

memotivasi pekerja di tempat kerja dengan mendorong mereka

untuk menyelesaikan tugas. Sebagian besar waktu, taktik ini

digunakan untuk memotivasi karyawan agar bekerja keras dan

berhasil dengan memberi mereka insentif/imbalan yang

membantu mereka.

Sedangkan penerapan pemberian motivasi negatif adalah

cara berperilaku yang digunakan untuk memengaruhi pegawai

dalam menjalankan pekerjaan menggunakan kekuatan yang

menakutkan pekerja. Bagi mereka yang tidak mau berusaha

keras, ini bisa berupa ancaman atau sanksi. Dipercayai bahwa

penerapan strategi ini akan meningkatkan kinerja, tetapi hanya


32

dalam jangka pendek. Motivasi dan moral pegawai menurun

secara dramatis dalam keadaan ini. Selama ada ancaman,

pegawai hanya bekerja karena terpaksa. Performa akan kembali

menurun jika sumber ancaman hilang atau tidak ada.

e. Indikator-Indikator Motivasi

Motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang

untuk melakukan suatu aktifitas tertentu. Adapun indikator

motivasi kerja menurut Mangkunegara dalam Sutan Napsan

(2019: 40) meliputi yaitu:

1) Kerja keras, yaitu melakukan kegiatan dengan segenap

kemampuan yang dimiliki.

2) Orientasi masa depan, yaitu menafsirkan yang akan

terjadi kedepan dan rencana akan hal tersebut.

3) Tingkat cita-cita yang tinggi, yaitu memiliki ambisi yang

lebih baik.

4) Orientasi tugas/sasaran, yaitu selalu berorientasi pada

hasil pekerjaan yang berkualitas

5) Usaha untuk maju, yaitu melakukan kegiatan-kegiatan

untuk memperoleh tujuan.

6) Ketekunan, yaitu melakukan segala pekerjaan dengan

rajin dan bersungguh-sungguh.

7) Rekan kerja yang di pilih, yaitu memilih rekan kerja

yang dapat diajak kerja sama untuk mencapai tujuan.

8) Pemanfaatan waktu, yaitu menggunakan waktu dengan

baik dalam menyelesaikan segala pekerjaan.


33

2.1.5 Profesionalisme

Menurut (Imawan 2011: 77) profesionalisme menunjukkan

hasil kerja yang sesuai dengan standar teknis atau etika sebuah

profesi. Aktivitas kerja itu lazim berhubungan dengan penghasilan

dalam bentuk uang. Untuk menciptakan kadar profesionalitas dalam

melaksanakan misi institusi persyaratan dasarnya adalah

tersedianya sumber daya manusia yang andal, pekerjaan yang

terprogram dengan baik, dan waktu yang tersedia untuk

melaksanakan program tersebut serta adanya dukungan dana yang

memadai dan fasilitas yang memadai dan fasilitas yang mendukung.

a. Karakteristik Profesinalisme

Pendapat Sinamo yang dikutip oleh Sritomo

Wignjosoebroto (2011:42) dalam seminar "Perspektif

Pembangunan Daya Saing Global Tenaga Kerja Profesional",

mengemukakan bahwa Karakteristik seorang profesional adalah

sebagai berikut:

1. Sikap Selalu Memberi yang Terbaik

2. Orientasi Memuaskan Pelanggan

3. Sikap Kerja Penuh Antusiasme dan Vitalitas

4. Budaya Belajar Sepanjang Hayat

5. Sikap Pengabdian Pada Nilai-nilai Profesi

6. Hubungan Cinta dengan Profesinya

7. Sikap Melayani yang Altruistik

8. Kompetensi Tinggi Berorientasi Kesempurnaan

Pendapat Hall yang dikutip oleh Subijanto (2011:87)

dalam seminar “Pemantauan Tenaga Kependidikan TK, SD,


34

SDLB di Kabupaten Badung Propinsi Bali”, mengemukakan

bahwa:

Profesionalisme merupakan penampilan profesional dan

cara pembawaan diri yang meliputi lima elemen:

1. Dedikasi terhadap profesi

2. Tanggung jawab sosial

3. Menuntut suatu otonomi

4. Percaya atas aturan profesi

5. Afiliasi komunitas profesional

Pendapat Terence J. Johnson yang dikutip oleh Sobur

(2011:78) dalam bukunya “Etika Pers Profesionalisme dengan

Nurani”, mengemukakan bahwa Ada enam kriteria profesional,

yakni:

1. Keterampilan yang didasarkan pada pengetahuan teoretis

2. Penyediaan pelatihan dan pendidikan

3. Pengujian kemampuan anggota

4. Organisasi

5. Kepatuhan kepada suatu aturan main profesional

6. Jasa pelayanan yang sifatnya altruistik

Pendapat Soetedjo (2012:34) dalam Seminar “Profil

Profesional dan Implikasinya Pada Kurikulum Institusi Pembina

Guru (suatu kajian dari kurikulum SD dan SLTP)”,

mengemukakan bahwa Seorang atau badan/lembaga disebut

profesional apabila memenuhi tiga kriteria berikut, yaitu :

1. Mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai

dengan bidang profesinya, dan untuk badan/ suatu lembaga


35

keahlian yang bersangkutan dengan profesinya harus

tersedia secara memadai.

2. Dalam melaksanakan tugas profesi, baik secara perorangan

maupun kelembagaan/ badan, menerapkan Standar Baku

di bidang Profesi yang bersangkutan,

3. Dalam menjalankan tugas profesinya wajib mematuhi Kode

Etik atau Etika profesi.

Dari pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, dapat

disimpulkan bahwa karakteristik suatu profesionalisme adalah

sebagai berikut:

1. Dedikasi terhadap profesi untuk melayani kepentingan

publik

a. Mencintai Profesinya dan mengabdi pada nilai-nilai

Profesi

b. Selalu memberi yang terbaik dan melaksanakan

pekerjaan secara total

c. Sikap melayani yang altruistik dan berorientasi kepada

kepuasan pelanggan

2. Mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai

dengan bidang profesinya.

a. Keterampilan berdasarkan pengetahuan teoritis

b. Pelatihan dan pendidikan

c. Pengujian kemampuan calon anggota

d. Budaya belajar sepanjang hayat

e. Kompetensi tinggi berorientasi kesempurnaan

3. Tertampung dalam organisasi


36

b. Berpartisipasi penuh dalam asosiasi

c. Memahami visi dan misi organisasi profesi

4. Dalam melaksanakan tugas profesi, baik secara perorangan

maupun kelembagaan/ badan, menerapkan Standar Baku

di bidang Profesi yang bersangkutan,

5. Dalam menjalankan tugas profesinya wajib mematuhi Kode

Etik atau Etika profesi.

b. Profesionalisme Kerja

Profesionalisme pegawai sangat ditentukan oleh tingkat

kemampuan pegawai yang tercermin melalui perilakunya

sehari – hari dalam organisasi. Tingkat kemampuan pegawai

yang tinggi akan lebih cepat mengarah kepada pencapaian

tujuan organisasi yang telah direncanakan sebelumnya,

sebaliknya apabila tingkat kemampuan pegawai rendah

kecenderungan tujuan organisasi yang akan dicapai akan

lambat bahkan menyimpang dari rencana semula. Istilah

kemampuan menunjukkan potensi untuk melaksanakan tugas

yang mungkin dan tidak mungkin dilakukan. Kalau disebut

potensi, maka kemampuan disini baru merupakan kekuatan

yang ada di dalam diri seseorang. Dan istilah kemampuan

dapat juga dipergunakan untuk menunjukkan apa yang akan

dapat dikerjakan oleh seseorang, bukan apa yang telah

dikerjakan oleh seseorang.

Apa yang dikemukakan Oemar Hamalik (2012: 7-8)

dapat menambah pemahaman mengenai profesionalisme


37

kerja pegawai atau tenaga kerja. Ia mengemukakan bahwa

tenaga kerja pada hakikatnya mengandung aspek-aspek :

1. Aspek Potensial, bahwa setiap tenaga kerja memiliki

potensi-potensi herediter yang bersifat dinamis, yang

terus be rkembang dan dapat dikembangkan. Potensi-

potensi itu antara lain: daya mengingat, daya berpikir,

daya berkehendak, daya perasaan, bakat, minat,

motivasi, dan potensi-potensi lainnya.

2. Aspek Profesionalisme dan atau vokasional, bahwa

setiap tenaga kerja memiliki kemampuan dan

keterampilan kerja atau kejuruan dalam bidang tertentu,

dengan kemampuan dan keterampilan itu, dia dapat

mengabdikan dirinya dalam lapangan kerja tertentu dan

menciptakan hasil yang baik secara optimal.

3. Aspek Fungsional, bahwa setiap tenaga kerja

melaksanakan pekerjaannya secara tepat guna, artinya

dia bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam

bidang yang sesuai pula, misalnya seorang tenaga kerja

yang memiliki keterampilan dalam bidang elektronik

seyogianya bekerja dalam bidang pekerjaan elektronik,

bukan bekerja sebagai tukang kayu untuk bangunan.

4. Aspek Operasional, bahwa setiap tenaga kerja dapat

mendayagunakan kemampuan dan keterampilannya

dalam proses dan prosedur pelaksanaan kegiatan kerja

yang sedang ditekuninya


38

5. Aspek Personal, bahwa setiap tenaga kerja harus

memiliki sifat-sifat kepribadian yang menunjang

pekerjaannya, misalnya: sikap mandiri dan tangguh,

bertanggung jawab, tekun dan rajin, mencintai

pekerjaannya, berdisiplin dan berdedikasi tinggi.

6. Aspek Produktivitas, bahwa setiap tenaga kerja harus

memiliki motif berprestasi, berupaya agar berhasil dan

memberikan hasil dari pekerjaannya, baik kuantitas

maupun kualitas.

c. Profesionalisme Guru

Kata profesi berasal dari bahasa Yunani “pbropbaino”

yang berarti menyatakan secara publik dan dalam bahasa latin

disebut “professio” yang mempunyai arti menunjukkan suatu

bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian

(keterampilan,kejuruan tertentu). Misalnya: guru, dokter,

perawat (Kurniawan 2010).

Jabatan profesi adalah suatu sebutan yang didapat

seseorang setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan

keterampilan dalam waktu yang cukup lama dalam bidang

keahlian tertentu. Stinnett,dkk menegaskan bahwa jabatan

guru telah dianggap memenuhi kriteria profesi, karena

mengajar pasti melibatkan potensi intelektualitas (pendidikan

dan pelatihan keterampilan) (Sagala 2009: 8-9).

Untuk dapat dikatakan sebagai jabatan profesi, jabatan

guru perlu memiliki kriteria berikut ini, seperti yang disusun


39

National Education Association (1948) yang dikutip oleh

Soetjipto dan Kosasi (2004: 18):

a. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.

b. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang

khusus.

c. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang

lama (bandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan

latihan umumbelaka).

d. Jabatan yang memerlukan ‘latihan dalam jabatan’ yang

bersinambungan.

e. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan

yang permanen.

f. Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.

g. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas

kepentingan pribadi.

h. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat

dan terjalin erat.

Dari kriteria -kriteria di atas, jelaslah bahwa jabatan

profesi guru sangat memperhatikan layanan yang harus

diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, dalam rangka

menjaga dan meningkatkan layanan secara optimal, serta

menjaga agar masyarakat jangan sampai dirugikan oleh

orang-orang yang tidak bertanggung jawab,maka diperlukan

kode etik untuk guru.

Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang

harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam


40

melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di

masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk

bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka

melaksanakan profesinya dan larangan-larangan yang tidak

boleh diperbuat (Soetjipto dan Kosasi 2004: 30).

Kode etik merupakan kesepakatan bersama dari para

anggota suatu profesi, sehingga kode etik ditetapkan oleh

organisasi yang mendapat persetujuan dan kesepakatan dari

para anggotanya. Kode etik guru Indonesia ditetapkan oleh

PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia). Berikut

merupakan Kode Etik Guru Indonesia yang dikutip Soetjipto

dan Kosasi (2004: 34)

Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah

bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa,

dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru

Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-

Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas

terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik

Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, guru Indonesia

terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani

dasar-dasar sebagai berikut:

1) Guru berbakti membimbing peserta didik untuk

membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa

Pancasila.

2) Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.


41

3) Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta

didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan

pembinaan.

4) Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang

menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.

5) Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua

peserta didik dan masyarakat sekitarnya untuk membina

peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap

pendidikan.

6) Guru secara pribadi dan bersama-sama

mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat

profesinya.

7) Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat

kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.

8) Guru secara bersama-sama memelihara dan

meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana

perjuangan dan pengabdian.

9) Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam

bidang pendidikan.

Kode Etik Guru Indonesia tersebut di atas, berfungsi

sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap

guru dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru,

baik di dalam maupun di luar sekolah, serta dalam kehidupan

sehari-hari di masyarakat. Dengan demikian, maka Kode Etik

Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk


42

pembentukan sikap profesional para anggota profesi

keguruan.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru

dan Dosen menyatakan guru adalah pendidik profesional

yang mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,

melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada

pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal,

pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang

dilakukan seseorang dan menjadi sumber penghasilan

kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau

kecakapan memenuhi standar mutu atau norma tertentu

serta memerlukan pendidikan profesi (Aqib 2009: 23). Kata

profesional sendiri berasal dari bahasa Inggris, yaitu kata

yang bersangkutan dengan profesi dan memerlukan

kepandaian khusus untuk menjalankannya, serta

mengharuskan adanya pengujian kepadanya. Kata

profesionalisme juga berasal dari bahasa Inggris, yang

mempunyai arti mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang

merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional

(Kurniawan 2010). Dari pengertian-pengertian di atas dapat

disimpulkan bahwa kata profesi, profesional, dan

profesionalisme mempunyaikaitan yang erat.

Profesi mempunyai arti menunjukkan suatu bidang

pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian, profesional

bersangkutan dengan profesi dan memerlukan kepandaian


43

khusus untuk menjalankannya, serta profesionalisme berarti

mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu

profesi atau orang yang profesional. Jadi, profesionalisme

guru berarti kemampuan guru dalam menjalankan tugas-

tugasnya sebagai guru yang profesional. Guru profesional

harus menguasai empat standar kompetensi guru, yaitu

kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi

Akademik dan Kompetensi Guru. Apabila guru menguasai

keempat kompetensi tersebut, maka dapat dikatakan guru

profesional yang berstandar nasional.

2.2 Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian Pengaruh Pengawasan,

Persiapan Guru dan Motivasi Terhadap Profesionalisme,diantaranya

dikemukakan oleh :

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

Nama
NO Tahun Judul Hasil analisis Persamaan Perbedaan
Peneliti

1 S.P. Ningrat, 2020 Kontribusi Etos Kerja, dasarkan hasil uji F kinerja guru di SD Gugus VII Kecamatan Mengwi Meneliti Tidak meneliti
A.A.G. Motivasi Kerja, Disiplin dipengaruhi secara simultan oleh etos kerja, motivasi kerja, disiplin motivasi dan variabel lain
Agung, dan Kerja, dan Pengawasan kerja, dan supervisi akademik. Berdasarkan hasil uji T kinerja guru SD pengawasan
I.M. Gugus VII dipengaruhi oleh kontribusi variabel etos kerja, motivasi
44

Akademik Terhadap Kinerja


Yudana. Guru SD Gugus VII kerja, disiplin kerja, dan supervisi akademik
Kecamatan Mengwi

Hasilnya menunjukkan; 1) ada pengaruh yang signifikan antara Tidak meneliti


Pengaruh pengalaman pengalaman mengajar terhadap profesionalisme guru dan koefisien variabel lain
mengajar dan motivasi determinasi pengalaman guru sebanyak 33,6% profesionalisme
mengajar terhadap guru, 2) terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi mengajar
Meneliti
profesionalisme guru terhadap profesionalisme guru dan koefisien determinasi
2 Reni Wiranti 2021 motivasi dan
taman kanak-kanak pengalaman guru sebanyak 57,9% profesionalisme guru; (3)
profesionalisme
sekecamatan Way Jepara pengalaman mengajar dan mengajar Motivasi berpengaruh
signifikan terhadap profesionalisme guru dengan pengaruh variabel
pengalaman mengajar secara simultan dan motivasi mengajar
terhadap profesionalisme guru sebanyak-banyaknya 61,7%.

Ni Kadek Tidak meneliti


Motivasi dan Disiplin Kerja Hasil uji F menunjukkan bahwa kinerja guru di sekolah dasar
Widya variabel lain
Terhadap Kinerja Guru di dipengaruhi oleh motivasi dan disiplin kerja secara simultan. Meneliti
3 Oktaviani 2021
Kinerja guru di sekolah dasar diketahui dipengaruhi oleh variabel motivasi
dan Made
Sekolah Dasar motivasi dan disiplin kerja berdasarkan hasil uji T.
Puta

Hasil uji determinasi sebagaimana diperoleh nilai Adjusted R Square Tidak meneliti
Pengaruh Pendidikan dan (R2) sebesar 0,537 atau setara dengan 53,7%. Hal ini dapat diartikan variabel lain
Pelatihan Terhadap Kinerja bahwa variabel bebas yang terdiri dari Pendidikan (X1), pelatihan
4 Zacky Audah 2020 Meneliti kinerja
Guru Pada SMA (X2), memiliki pengaruh terhadap variabel terikatnya yaitu kinerja
Muhammadiyah Martapura guru (Y) sebesar 53,7%. Sedangkan, sisanya sebesar 46,3%
dipengaruhi oleh variabel lain di luar model dalam penelitian ini

Yeni Ariesa,
Jakson Kompensasi, pengawasan, dan disiplin kerja semuanya berdampak
Kamal, Pengaruh Kompensasi, pada kinerja karyawan secara simultan, sesuai dengan hasil uji F. Hasil
Fransisca, Pengawasan, dan Disiplin uji T menunjukkan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh variabel Tidak
Meneliti
5 Gunawan, 2020 Kerja Terhadap kompensasi, pengawasan, dan disiplin kerja. Hasil uji koefisien menelitiVeriabel
Pengawasan
dan determinasi sebesar 64,7% yang menunjukkan bahwa variabel bebas lain
Kinerja Karyawan memiliki variabilitas sebesar 64,7% dan sisanya sebesar 35,3% dapat
Alexandrio dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Emmanuel.

Hasil penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikans aspek


Pengaruh Pendidikan, pendidikan, pelatihan dan pengalaman mengajar gur terhadap tingkat
Pelatihan dan Pengalaman kompetensi guru. Pengaruh Pendidikan sebesar 23,33 %, terhadap
Mengajar Terhadap kompetensi guru, sedangkan pelatihan dan pengalaman mengajar
Kompetensi dan masing-masing adalah 6,87% dan 22,02%. 2). Terdapat pengaruh yang Meneliti
Zulfikri dan Tidak meneliti
6 2020 Implementasinya Pada signifikans aspek pendidikan, pelatihan dan pengalaman mengajar gur profesionalisme
Marwan variabel lain
Profesionalisme Guru (Studi terhadap tingkat profesionalisme guru. Pengaruh Pendidikan sebesar guru
Kasus Guru SMA Negeri di 91,34 %, terhadap profesionalisme guru, sedangkan pelatihan dan
Kecamatan Kota Juang pengalaman mengajar masing-masing adalah 91,01% dan 13,46%.
Kabupaten Bireuen) Dan 3). Pengaruh kompetensi yang dimiliki guru Sahariterhadap
profesionalismenya sebesar 22,37 persen

7 Retno 2019 Pengaruh Tingkat Hasil penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa: (1) Tingkat Meneliti Tidak meneliti
Prayitno Pendidikan dan Pengalaman pendidikan Positif signifikan terhadap kompetensi profesional guru profesionalisme variabel lain
Mengajar Terhadap secara persial sebesar 2.081. (2) Pengalaman mengajar berpengaruh guru
Kompetensi Profesional posiitif terhadap kompetensi profesional guru secara persial sebesar
Guru Pada Mata Pelajaran 2.584. (3) Secara simultan kedua Variabel bebas berpengaruh
IPS di SD Sekecamatan signifikan terhadap variabel terikat dengan menggunakan uji F
Buntu Batu Kabupaten menghasilkan nilai F hitung = 67,8% dipengaruhi oleh variabel lain.
Enrekang Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa ada
45

pengaruh Tingkat pendidikan dan pengalaman mengajar terhadap


Kompetensi profesional Guru.

Hasil Penelitian menunjukkan variabel-variabel independen yang


meliputi pendidikan, pelatihan dan pengalaman mengajar mempunyai
Pengaruh Pendidikan, pengaruh yang signifikan dengan profesionalisme guru, maka dapat
Pelatihan dan Pengalaman dikatakan bahwa variabel independen secara bersama-sama Meneliti
Tidak meneliti
8 Sahari 2015 Mengajar Terhadap mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen, profesionalisme
variabel lain
Profesionalisme Guru di untuk itu hipotesis pertama yang dinyatakan “ada pengaruh yang guru
SMAN 1 Likypang signifikan secara simultan tingkat pendidikan, pelatihan, pengalaman
mengajar terhadap profesionalisme guru SMA I Likupang terbukti
kebenarannya.

Pengaruh Pelatihan dan


Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Pelatihan secara parsial
Muhammad Pengalaman Mengajar
berpengaruh positif dan signifikan terhadap profesionalitas guru, 2)
Rakib, Arfina Terhadap Profesionalutas Meneliti
pengalaman mengajar secara parsial berpengaruh positif dan Tidak meneliti
9 Rombe dan 2016 Guru (Studi Pada Guru IPS profesionalisme
signifikan terhadap profesionalitas guru, dan 3) Pelatihan dan variabel lain
Muchtar Terpadu yang Memiliki Latar guru
pengalaman mengajar secara silmultan berpengaruh positif dan
Yunus Belakang Pendidikan dalam
signifikan terhadap profesionalitas guru
Bidang Pendidikan Ekonomi)

Penelitian ini bermaksud untuk menganalisis perbedaan


profesionalisme di antara para guru yang bertugas mata pelajaran
Sri Pengaruh Pelatihan, normatif, adaptif dan produktif di SMK Negeri 3 Palu. Jenis
Rahmawati¹, Pengalaman Mnegajar dan penelitiannya adalah eksplanatif dan menggunakan metode sampling Meneliti
Tidak meneliti
10 Syahir Natsir 2015 Kompensasi Terhadap sensus dengan analisis regresi linier berganda. Itu Hasil menunjukkan profesionalisme
variabel lain
dan Mauled Profesionalisme Guru Di bahwa pelatihan, pengalaman mengajar dan kompensasi secara guru
Moelyono² SMK Negeri 3 Palu simultan dan parsial. perbedaan pada profesionalisme di kalangan
guru yang mengajar mata pelajaran normatif, adaptif dan produktif di
SMK Negeri 3 Palu.

Anda mungkin juga menyukai