DOSEN PENGAMPUH :
Disusun oleh :
Debi Fitradhika
Muhammad fauzan
SUMATERA UTARA
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
I. Pendahuluan
Islam berbicara bahwa meyakini datangnya kiamat merupakan kewajiban bagi setiap
muslim. Waktu terjadinya kiamat adalah misteri ilahi, yang sengaja dirahasiakan oleh Allah agar
manusia senantiasa mawas diri, serta mematuhi hukum-hukum Allah yang ditetapkan bagi
mereka. Meskipun demikian, Allah telah memberikan rambu-rambu akan dekatnya hari akhir.
Maka dari itu kami mencoba akan membahas tentang al ma’ad yang mencakup iman kepada
hari akhirat.
Jika kita membicarakan tentang ma’ad, maka akan berhubungan dengan peristiwa kiamat.
Dalam yaumil qiyamah, yang terbayang dalam benak kita adalah dahsyatnya kehancuran alam
semesta ini sebagai akhir dari kehidupan, perhitungan Allah serta keadilan-Nya. Al-
ma’ad merupakan penegasan keyakinan akan berakhirnya alam duniawi dan berganti dengan
alam akhirat untuk menusia bangkit mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di dunia
selama hidup.
Kedudukan iman pada hari akhir merupakan bagian dasar agama yang mesti dimiliki oleh
semua agama selain ketuhanan dan kenabian. Artinya, kita meyakini dengan pasti kebenaran
terjadinya hari kebangkitan atau hari akhir sebagai tempat untuk menerima segala balasan
kehidupan di dunia yang telah dilakukan oleh manusia baik berdasarkan nas-nas wahyu (al-
Quran dan hadits)maupun akal.
Hari berbangkit merupakan suatu masa yang pasti akan terjadi. Hanya saja, kita tidak
mengetahui secara pasti kapan waktu yang dijanjikan Allah itu akan datang. Hari kiamat
merupakan keadilan yang Allah beri bagi hamba-hamba-Nya. Allah tidak bertindak zalim waktu
itu, tetapi Allah sedang berlaku adil atas apa yang telah kita lakukan selama kita hidup di dunia.
Karena sesungguhnya, setiap amal buruk manusia dan jin adalah bahan bakar neraka sedangkan
amal baik manusia menjadi pembentuk surga.
BAB 2
PEMBAHASAN
Bagian ketiga pembahasan ilmu tauhid adalah janji allah kepada manusia setelah
berakhirnya kehidupan di dunia. Jadi al ma’ad merupakan pembahasan dari janji janji allah yang
akan datang atas hari dan alam yang akan di lalui oleh manusia setelah alam dunia yang fana ini.
Semua peristiwa yang di janjikan allah di dunia ini belum dapat di lihat, tetapi baru tahap di
dengar.
Ilmu tauhid sebagai ajaran yang bersumber dari al quran menjelaskan bahwa kehidupan
di dunia ini hanya bersifat sementara. Semua makhluk di dunia akan mengalami kehancuran,
semua makhluk di dunia akan dimatikan dan di bangkitkan jembali untuk menghadapi janji janji
allah.Pada hari kiamat allah menjajikan peristiwa peristiwa yang pasti akan di hadapi oleh
manusia yaitu :
A. HARI PEMBANGKITAN
Para ulama berbeda pendapat ada yang mengatakan bahwa ketika manusai di bangkitkan
di hari kiamat nanti wujudnya kembali seperti semula, ada pula yang berpendapat bahwa ketika
manusai di bangkitkan nanti sudah berubah bentuknya dan adapula yang berpendapat tidak perlu
meperdebatkan bentuk. Pada hari kebangkitan nanti manusia di kembalikan pada jasadnya,
sedangkan bagaimana caranya hanya allah yang tau, kita tidak wajib menyelidiknya dan
mengetahuinya
Karena itu allah sangat tidak senang terhadap orang orang yang meragukan hari
kebangkitan ii menyidir mereka, seperti terdapat pada surah al adiyat ayat 9-11 :
B. HARI PENGEMPULAN
Sejak saat itu mulailah tiap tiap orang di adili secara teliti akan segala amal perbuatannya di
dunian yang fana ini. Adapun procedure pengadilan itu seperti berikut
Mula mula manusia akan berada dihadapan allah dan di perlihatkan amal amal mereka,
adapun cara memperlihatkan amalan ini demnagn demikian jelasnya sehingga masing masing
dapat mengetahui amalnya senidiri sendiri. Di waktu pemeriksaan tersebut di ajukan bermacam
macam saksi agar tidak dapat di bantah lagi.
C. HARI PERHITUNGAN
Yaumul hisab atau hari perhitungan amal adalah hari dimana Allah memperlihatkan
kepada hamba-hamba-Nya tentang amal mereka. Allah Ta’ala berfirman:
)26( ) ثُ َّم إِ َّن َعلَ ْينَا ِح َسابَهُ ْم25( إِ َّن إِلَ ْينَا إِيَابَهُ ْم
Peristiwa hisab ini secara khusus di jelaskan dalam surah az-zalzalah ayat 1-8
D. HARI PENIMBANGAN
Jika perhitungan seperti di sebutkan di atas adalah menyangkut jumlah kuantitas amal
kebaikan dan amal kejahatan manusia, maka selanjutnya di lakukan penimbangan untuk
mnegetahui perbuatan mana yang paling berat dari amal perbuatan manusia itu, apakah lebih
berat perbuatan kebaikan atau lebih berat perbuatan kejahatan. Peristiwaini di sebut mizan.
Mizan ialah timbangan untuk menimbang amal semua makhluk dengan perinciannya.
Tiap tiap orang mempunyai mizan masing masing yang nampak di depannya. Tiap tiap orang
dapat melihat keadaan timbangan amalnya masing masing secara serempak bersama sama. Sama
halnya dengan hisab tadi, maka sbeagian di antaraborang banyak 70.000 tersebut masuk surga
dengan tidak melalui mizan.
Pengertian Ash-Shirath
“Bab (tentang) ash-shirath: Jembatan (di atas) neraka jahannam.” [3]Oleh karena itu, tidak
ada jalan menuju surga kecuali dengan melewati ash-shirath (jembatan) ini.
Allah Ta’ala berfirman,
ِ ك َح ْت ًما َم ْق
ضيًّا ِ َوإِ ْن ِم ْن ُك ْم إِاَّل َو
َ ِّار ُدهَا َكانَ َعلَى َرب
“Dan tidak ada seorang pun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi
Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.” (QS. Maryam [19]: 71)1
Menurut ahli sunnah, syurga dan neraka itu sejak sekarang ini dan sebelumnya sudah tersedia.
Pendapat mereka berdasarkan dnegan ayat ayat berikut.
Demikian pula dalam hadits mi’raj di terangkan ketika nabi pernah di perlihatjan syurga dan
neraka . bahkan dalam hadis itu di jelaskan bahwa ketika nabi di perlihatkan syurga di antaranta
orang orang fakir miskin sementara di nerak lebih banyak orang orang kaya dan perempuan.
Akam tetapi kau mu’tazilah tidak membenarkan adanya syurga dan neraka itu sejak sekarang
sudah di sediakan, hanya saja dalam prinsipnya mereka mengakui bahwa syurga dan neraka itu
pasti ada, dan di ciptakan setelah waktunya tiba.
Diantara para ulama berdasarkan dalil dali yang ada mereka membagi syurga dalam 3
bagian :
1) jannatul ikhtitas
2) jannatul mirats
3) jannatul a’mal
G. SYAFAAT
Syafaat berasal dari kata asy-sayafa’ (ganda) yang merupakan lawan kata dari al-
witru (tunggal), yaitu menjadikan sesuatu yang tunggal menjadi ganda, seperti membagi satu
menjadi dua, tiga menjadi empat, dan sebagainya. Ini pengertian secara bahasa.
Sedangkan secara istilah, syafaat berarti menjadi penengah bagi orang lain dengan
memberikan manfaat kepadanya atau menolak madharat, yakni pemberi syafaat itu memberikan
manfaat kepada orang yang diberi syafaat atau menolak madharat untuknya.
a) macam macam syafaat
Macam Pertama, syafaat yang didasarkan pada dalil yang kuat dan shahih, yaitu ditegaskan
Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Kitab-Nya, atau yang dijelaskan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Syafaat tidak diberikan kecuali kepada orang-orang yang bertauhid dan ikhlas;
karena Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa yang paling bahagia
mendapatkan syafaatmu?” Beliau menjawab, “Orang yang mengatakan, ‘Laa ilaaha
illallah’ ikhlas dari dalam hatinya.”
َ ْت الَتُ ْغنِى َشفَا َعتُهُ ْم َش ْيئًا إِالَّ ِمن بَ ْع ِد أَن يَأْ َذنَ هللاُ لِ َمن يَ َشآ ُء َويَر
ضى ٍ ََو َكم ِّمن َّمل
َ ك فِي ال َّس َم
ِ اوا
“Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna kecuali
sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya).”
َمن َذا الَّ ِذي يَ ْشفَ ُع ِعن َدهُ إِالَّ بِإ ِ ْذنِ ِه
Kemudian firman Allah, “Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya.” (QS.
Al-Baqarah: 255)
ِ يَوْ َمئِ ٍ•ذ الَتَنفَ ُع ال َّشفَا َعةُ إِالَّ َم ْن أَ ِذنَ لَهُ الرَّحْ َمنُ َو َر
ًض َي لَهُ قَوْ ال
“Pada hari itu tidak berguna syafaat, kecuali (syafaat) orang yang Allah Maha Pemurah telah
memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhai perkataannya.” (QS. Thaha: 109)
َ َيَ ْعلَ ُم َمابَ ْينَ أَ ْي ِدي ِه ْم َو َما َخ ْلفَهُ ْم َوالَيَ ْشفَعُونَ إِالَّ لِ َم ِن ارْ ت
َضى َوهُم ِّم ْن َخ ْشيَتِ ِه ُم ْشفِقُون
“Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang
mereka, dan mereka tidak memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan
mereka itu selalu berhati-hati kerana takuT kepada-Nya.” (QS. Al-Anbiya’: 28)
Agar syafaat seseorang diterima, maka harus memenuhi ketiga syarat di atas.
Menurut penjelasan para ulama, syafaat yang diterima, dibagi menjadi dua macam:
Pertama, syafaat umum. Makna umum, Allah mengizinkan kepada salah seorang dari hamba-
hamba-Nya yang shalih untuk memberikan syafaat kepada orang-orang yang diperkenankan
untuk diberi syafaat. Syafaat ini diberikan kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa
sallam, nabi-nabi lainnya, orang-orang jujur, para syuhada, dan orang-orang shalih. Mereka
memberikan syafaat kepada penghuni neraka dari kalangan orang-orang beriman yang berbuat
maksiat agar mereka keluar dari neraka.
Kedua, syafaat khusus, yaitu syafaat yang khusus diberikan kepada Nabi Muhammad shalallahu
‘alaihi wa sallam dan merupakan syafaat terbesar yang terjadi pada Hari Kiamat. Tatkala
manusia dirundung kesedihan dan bencana yan tidak kuat mereka tahan, mereka meminta kepada
orang-orang tertentu yang diberi wewenang oleh Allah untuk memberi syafaat. Mereka pergi
kepada Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa. Tetapi mereka semua tidak bisa memberikan
syafaat hingga mereka datang kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau berdiri dan
memintakan syafaat kepada Allah, agar menyelamatkan hamba-hamba-Nya dari adzab yang
besar ini. Allah pun memenuhi permohonan itu dan menerima syafaatnya. Ini termasuk
kedudukan terpuji yang dijanjikan Allah di dalam firman-Nya,
“Dan pada sebagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah
tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS.
Al-Israa’: 79)
Macam Kedua, syafaat batil yang tidak berguna bagi pemiliknya, yaitu anggapan orang-orang
musyrik bahwa tuhan-tuhan mereka dapat memerintahkan syafaat kepada Allah. Syafaat
semacam ini tidak bermanfaat bagi mereka seperti yang difirmankan-Nya,
َفَ َما تَنفَ ُعهُ ْم َشفَا َعةُ ال َّشافِ ِعين
“Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat.”
(QS. Al-Mudatstsir: 48)
Demikian itu karena Allah tidak rela kepada kesyirikan yang dilakukan oleh orang-orang
musyrik itu dan tidak mungkin Allah memberi izin kepada para pemberi syafaat itu, untuk
memberikan syafaat kepada mereka; karena tidak ada syafaat kecuali bagi orang yang diridhai
Allah. Allah tidak meridhai hamba-hamba-Nya yang kafir dan Allah tidak senang kepada
kerusakan.
t untunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji (Fatawa Arkanul islam), Syaikh
2
htps://almanhaj.or.id/3186-ahlus-sunnah-mengimani-adanya-syafaat-surga-dan-neraka-tidak-
ada-lagi-kematian.html