Anda di halaman 1dari 132

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al Qur’an merupakan firman Allah yang dijadikan pedoman hidup

kaum muslim yang tidak ada lagi keraguan didalamnya. Didalamnya

terkandung ajaran-ajaran pokok (prinsip dasar) menyangkut segala aspek

kehidupan manusia yang selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan nalar

masing-masing bangsa dan kapan pun masanya dan hadir secara fungsional

memecahkan masalah kemanusiaan. Salah satu permasalahan yang tidak sepi

dari perbincangan umat adalah masalah pendidikan.

Al Qur’an memberi petunjuk dalam persoalan-persoalan aqidah,

syariah, dan akhlaq, dengan jalan meletakkan dasar-dasar prinsip mengenai

persoalan-persoalan tersebut dan Allah SWT menegaskan Rasulullah untuk

memberikan keerangan yang lengkap mengenai dasar-dasar itu.

َ‫اس َمانُ ِّز َل ِإلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّهُ ْم يَتَفَ َّكرُوْ ن‬ َ ‫الزب ۗ ُِر َوَأ ْنزَ ْلناِإلَ ْي‬
ِ َّ‫ك ال ِّذ ْك َرلِتُبَ ْينَ لِلن‬ ِ ‫بِاْلبَ ْي ٰن‬
ُّ ‫ت َو‬

1
“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab dan kami turunkan

kepadamu Al Qur’an, agar kami menerangkan pada umat manusia apa yang

telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”.(QS. An

Nahl : 44)

Secara yuridis undang-undang pendidikan mengisyaratkan bahwa

pendidikan harus menjadikan peserta didiknya memiliki akhlak yang mulia,

artinya praktik pendidikan tidak semata berorientasi pada aspek kognitif saja,

melainkan secara terpadu menyangkut aspek afektif dan psikomotor, hal ini

sejalan dengan tujuan dari peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor

55 tahun 2007 tentang pendidikan Agama dan Keagamaan bab 2 pasal 2 yang

berbunyi: “Pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia

dan mampu menjaga kedamaian serta kerukunan hubungan umat beragama.1

Pendidikan agama sangat besar peranannya dalam membentuk sikap

dan pribadi keagamaan individu atau anak didik, maka untuk mewujudkan

manusia yang beriman dan bertaqwa sebagaimana dirumuskan dalam tujuan

pendidikan nasional maka salah satunya dengan melaksanakan pendidikan

1
Departemen Agama, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 Tentang
Pendidikan Agama Dan Pendidikan Keagamaan. (Jakarta : Departemen Agama, 2007,) hlm. 2

2
agama, karena pendidikan agama memiliki jangkauan yang menyeluruh

terhadap pembentukan seluruh aspek. Pendidikan agama berarti pembentukan

pribadi muslim, yang berisi pengalaman sepenuhnya akan ajaran Allah dan

Rasul-Nya. Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan

peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan

pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama dan

mengamalkan ajaran agamanya dan berfungsi membentuk manusia Indonesia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak

mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan

antarumat beragama. (PP nomor 55 tahun 2007).

Dengan demikian sekolah sebagai lembaga pendidikan formal turut

bertanggung jawab dalam mendidik akhlak setiap peserta didiknya. Itu

sebabnya ketika muncul perilaku negatif di tengah-tengah masyarakat, maka

salah satu faktor yang di sorot adalah bidang pendidikan di samping faktor-

faktor lainnya, tidak hanya guru agama yang mempunyai kewajiban itu

melainkan semua guru ilmu yang dimiliki setiap guru, baik itu bidang sains,

sosial dan lainnya, pada hakikatnya bersumber dari Allah SWT.

Mengenalkan pendidikan agama kepada anak di usia dini sangatlah

penting, agar si anak mengetahui arah jalan kebenaran yang sesungguhnya.

3
Kebijakan pendidikan agama tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) no.55

tahun 2007, bahwa pendidikan agama memberikan pengetahuan dan

membentuk sikap, kepribadian dan keterampilan peserta didik dalam

mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya

melalui mata pelajaran ataupun jenjang penddikan lainnya. Bagi setiap

keluarga muslim pastinya menanamkan nilai-nilai Al Qur’an di dalam rumah

tangga, khususnya mengajarkan Al Qur’an melalui pemahaman tentang Al

Qur’an bahkan tata cara Membaca Al Qur’an yang baik dan benar.

Perkembangan Belajar Membaca Al Qur’an saat ini sangat luas dan

variatif, namun anak usia sekolah zaman sekarang memiliki keterbatasan ilmu

pengetahuan baik umum maupun ilmu agama. Melihat hal tersebut, kaitannya

dengan ilmu agama karena sumber hukum agama yang paling dominan adalah

Al Qur’an, dan harus di beri pengetahuan tentang Al Qur’an yang cukup.

Langkah pertama yang harus dipersiapkan orang tua terhadap anak-anaknya

yaitu membaca Al Qur’an dan memahami maknanya. Al Quran merupakan

mukjizat terbesar yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW

sebagai pedoman hidup bagi umat manusia. Sebagai sumber utama ajaran

Islam, Al Quran sebagai bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW sekaligus

petunjuk untuk umat manusia kapan dan dimanapun.

4
Menyadari pentingnya Al Quran sebagai petunjuk dan pedoman bagi

kaum muslimin, seorang muslim dituntut tidak hanya sekedar mampu

membaca Al Quran dengan fasih saja, akan tetapi bagaimana mampu

memahami, menghayati, dan mengamalkan isinya dalam perilaku kehidupan.

Maka dalam mempelajari Al Quran dibutuhkan pemahaman membaca Al

Qur’an yang baik, karena pemahaman membaca Al Quran menjadi syarat

penting yang harus dikuasai dalam mengkaji dan memahami materi ayat-ayat

Al Quran. Untuk mempermudah anak-anak dalam mempelajari bacaan Al

Qur'an, kita harus pandai menggunakan metode yang tepat sasaran. Banyak

metode Belajar Membaca Al Qur an, tapi hanya sedikit yang mampu di kuasai

dan diterapkan pada anak. Pada perkembangan dan kemajuan dalam bidang

pendidikan, adanya tantangan zaman serta kebutuhan masyarakat untuk

belajar Al Qur’an memunculkan metode praktis dalam belajar membaca Al

Qur’an.

Tradisi Membaca Al-Qur’an tidak hanya sekedar membaca tulisan

arabnya sampai selesai (khatam) dari surat Al-Fatihah sampai surat An-Naas

dan diulang-ulang serta dibaguskan suaranya akan tetapi harus di pahami dan

di mengerti isi kandungannya serta mampu melaksanakannya dalm kehidupan

sehari-hari agar hidup kita tidak dimurkai oleh Allah SWT.

5
Pengaruh dan manfaat tradisi membaca Al-Qur'an yang dilakukan

secara berulang-ulang dan terus menerus akan memberikan kepuasan bagi

akal, sebagai obat penawar dalam segala kondisi, menghibur dikala gundah

bagi yang membacanya. Mereka yang terbiasa membaca dan mendengarkan

ayat-ayat Al-Qu’an secara psikologi akan merasakan ketenangan dan

ketentraman yang luar biasa sehingga dalam menjalani kehidupannya ia akan

menjadi pribadi yang tenang dan cerdas dalam melihat serta menyelesaikan

berbagai macam permasalahan yang tengah dihadapi.2

Oleh karena itu, Sebuah metode menempati posisi penting dalam

kegiatan mensukseskan pengajaran dan pendidikan pada umumnya, manusia

berusaha mencari metode model pembelajaran yang sesuai dan yang terbaik

untuk mencapai suatu tujuan, selain itu di segala bidang manusia berusaha

mencari metode model pembelajaran yang sesuai dan terbaik untuk mencapai

suatu tujuan.

Pendidikan akhlak menempati kedudukan yang istimewa dan sangat

penting. Di dalam Al-Qur’an saja ditemui tidak kurang dari 1500 ayat yang

menjelaskan tentang akhlak. Belum terhitung hadis-hadis Nabi Saw. Baik

berupa perkataan (qauli) maupun perbuatan (fi’li) beliau yang memberikan


2
Salman Bin Umar As Sunaidi, Mudahnya Memahami Al-Qur’an, ( Jakarta: Darul Haq 2007), hlm. 4-
5
6
bimbingan dan pedoman akhlak yang mulia dalam seluruh aspek kehidupan.

Ajaran akhlak, dalam islam desesuaikan dengan fitrah manusia, nilai baik dan

buruk, terpuji dan tercela, berlaku kapan waktu.

Sumber akhlak itu sendiri adalah dari Al-Qur’an, bukan hati nurani,

akal fikiran atau pandangan masyarakat, seperti pada konsep etika dan moral.

Karena ukuran kreteria baik dan buruk, terpuji dan tercela semata-mata ajaran

syara’ ( Al-Qur’an dan As sunnah ). Sebagai contoh islam mengajarkan setiap

muslim seharusnya berperilaku atau bersifat pemaaf, pemurah selalu

bersyukur, jujur, rendah hati semuanya adalah nilai baik berdasarkan Al-

Qur’an dan Al Hadis. Sebaliknya sifat-sifat tidak pemaaf, tidak pemurah,

tidak bersyukur , tinggi hati adalah tergolong karena syara’ menilainya

demikian.3

Akhlak merupakan pondasi dasar sebuah karakter diri. Sehingga

pribadi yang berakhlak baik nantinya akan menjadi bagian dari masyarakat

yang baik pula. Akhlak dalam islam juga memiliki nilai yang mutlak karena

presepsi antara akhlak baik dan buruk memiliki nilai yang dapat diterapkan

pada kondisi apapun. Tentu saja hal ini sesuai dengan fitrah manusia yang

menempatkan akhla sebagai pemelihara eksitensi manusia sebagai makhluk


3
Ulil Amri Syafri, M.A, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, ( PT. RajaGrafindo Persada), 2012,
Hlm 67
7
mulia. Akhlaklah yang membedakan karakter manusia dengan makhluk yang

lainnya. Tanpa akhlak, manusia akan kehilangan derajat sebagai hamba Allah

SWT yang paling terhormat. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah At

– Tin : 4 – 6

‫ت فَلَهُمۡ اَ ۡج ٌر‬ ّ ٰ ‫ اِاَّل الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡوا َو َع ِملُوا ال‬٥ َ‫ثُ َّم َرد َۡد ٰنهُ} اَ ۡسفَ َل َسافِلِ ۡي ۙن‬٤ ‫لَقَ ْد َخلَ ْقنَا ااْل ِ ْن َسانَ فِ ْٓي اَحْ َس ِن تَ ْق ِوي ٍْم‬
ِ ‫صلِ ٰح‬

٦ؕ‫غ َۡي ُر َممۡ نُ ۡو ٍن‬

Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam

bentuk yang sebaik-baiknya. kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang

serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan

mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka pahala yang tiada putus-

putusnya.4

Dengan demikian, akhlakul karimah atau akhlak yang mulia

merupakan sasaran utama yang akan dibangun bangsa Indonesia sebagai

landasan ideal dan operasional bagi dunia pendidikan. Akhlak merupakan

wujud dari kepribadian seseorang, jika perbuatannya termasuk tingkah laku

4
Ibid. hlm 68
8
yang baik maka disebut dengan akhlakul karimah, sedangkan jika

perbuatannya termasuk tingkah laku yang buruk maka di sebut akhlak tercela.5

Observasi awal penelitian di MI 34 Hasyim Asy’ari, ada beberapa

kasus yang pernah terjadi di MI 34 Hasyim Asy’ari mengenai permasalahan

akhlak siswa sebelum dilakukannya kegiatan pembinaan akhlak di MI 34

Hasyim Asy’ari tersebut. Secara umum permasalahan akhlak yang ada

sebelum pembinaan akhlak dilakukan di MI 34 Hasyim Asy’ari diantaranya

pernah ditemui beberapa kasus siswa yang bersaing secara tidak kompetitif

dalam ujian yang dilaksanakan di Sekolah, banyak siswa yang tidak disiplin

dengan aturan sekolah, motivasi belajar dan prestasi yang rendah, siswa yang

tidak patuh terhadap guru, kasar terhadap teman sebaya, berbicara yang tidak

baik, suka mencontek pekerjaan teman, dan lain sebagainya yang merupakan

semua permasalahan akhlak yang membutuhkan pembinaan akhlak. 6

Pendidikan akhlak merupakan dasar penanaman nilai-nilai akhlak

khususnya anak-anak karena pada masa masa ini adalah masa pembentukan

anak dalam pola tingkah laku serta budi pekerti baik disekolah ataupun

dilingkungannya terutama dilingkungan keluarga. Karena orang tua berperan

5
Akhmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, cet.2, (Jakarta: PT.Raja Garfindo
Persada.2014), hlm. 99
6
Ibu Evy Maslikah, Guru Madrasah Ibtidaiyah di MI 34 Hasyim Asy’ari,Wawancara, tanggal 01
februari 2020
9
besar dalam mendidik anak untuk membiasakan berbuat baik kepada orang

lain.7

Pada kenyataan di lapangan sebenarnya banyak sekali usaha-usaha yang

dilakukan pihak sekolah dalam membina akhlak siswa untuk mengatasi

kerusakan akhlak pada siswa pada saat itu.8 Faktanya pembinaan akhlak

melalui metode yang tepat dapat memberikan sumbangsi positif dalam

mengatasi kerusakan akhlak. Pembinaan akhlak secara terpadu sebenarnya

telah dilaksanakan Rasullulah di awal keislaman yakni membina akhlakul

karimah para sahabat yang masuk Islam. Pembinaan akhlak merupakan

tumpuan perhatian pertama dalam Islam, hal ini dapat dilihat dari salah satu

misi kerasulan Nabi Muhammad SAW yang utama adalah untuk

menyempurnakan akhlak yang mulia.

Pembinaan akhlak seharusnya dilaksanakan sedini mungkin, agar

mampu menekan tingkat kerusakan moral yang dapat menghantarkan pada

kehancuran. Pembinaan akhlak pada masa anak sekolah Dasar (SD) adalah

masa yang tepat untuk melakukan pembinaan akhlak dikarenakan pada masa

ini anak telah mengenal lingkungan luar yang memungkinkan anak untuk

7
Ulil Amri Syafri, M.A, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, 2004 : Hlm 11
8
Ibu Khilya Azizah, Guru Kelas IVB di MI 34 Hasyim Asy’ari,Wawancara, tanggal 01 februari 2020
10
mencontoh, dan mempelajari hal- hal negatif yang menyebabkan kerusakan

akhlak bila tidak dibina dan diarahkan.9

Pada umumnya anak-anak yang dibina akhlaknya ternyata membawa

hasil, hormat kepada Ibu Bapak, sayang kepada sesama makhluk Tuhan.

Sebaliknya anak-anak yang tidak dibina akhlaknya akan dibiarkan tanpa

arahan dan bimbingan ternyata menjadikan anak yang nakal, memilki akhlak

yang tercela, mengangu masyarakat dan melakukan perbuatan yang

melanggar perintah agama dan merugikan orang lain.10

Sejalan dengan pernyataan diatas dalam membentuk manusia yang

memiliki akhlakul karimah melalui pendidikan maka MI 34 Hasyim Asy’ari

dalam mengatasi permasalahan akhlak pada siswa tersebut melakukan

pembinaan akhlak melalui pembiasaan membaca Al-Qur’an sebelum belajar

setiap harinya serta dengan didukungnya salah salah satu program dengan

meluncurkannya program yang bekerja sama dengan pemerintah kota.. Dalam

program jam ke nol ini, selama 20 menit sebelum siswa memulai pelajaran,

siswa diwajibkan untuk melakukan shalat dhuha, membaca ayat suci Al-

Quran dan memberikan tausiyah keislaman yang bertujuan untuk

menanamkan nilai-nilai keislaman, membiasakan pembinaan akhlakul


9
Mahjuddin, Akhlak Tasawuf 2, cet.2, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), hlm. 64
10
Abudin Nata, Op.Cit., hlm. 157
11
karimah melalui hal-hal yang baik sebelum belajar, membentuk karakter anak

didik agar memiliki imtaq dan imtek yang baik serta memberantas buta aksara

Al Quran di MI 34 Hasyim Asy’ari.

Melalui kegiatan ini diharapkan para siswa dilatih datang kesekolah

lebih awal untuk membaca Al-Qur’an, berdoa, berzikir, serta melakukan hal-

hal yang baik sebelum memulai pelajaran yang semua itu bertujuan untuk

membentuk karakter siswa memiliki akhlakul karimah. Dari uraian diatas,

jelaslah bahwa pembinaan akhlak sangatlah diperlukan agar akhlak generasi

bangsa Indonesia ini memiliki akhlak yang baik atau akhlakul karimah.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan

menulis sebuah penelitian yang berjudul “TRADISI MEMBACA AL-

QUR’AN SEBELUM BELAJAR SEBAGAI PEMBINAAN AKHLAKUL

KARIMAH SISWA di MI 34 Hasyim Asy’ari.

B. Alasan Pemilihan Judul

Alasan Pemilihan judul adalah dorongan yang dapat menyebabkan

peniliti akan melakukan penelitian. Pada dasarnya terdapat dua alas an dalam

penelitian judul, yaitu alasan objektif dan alas an subjektif .

Dimana alas an objektif adalah alas an yang menggambarkan urgensi

permasalahan penelitian yang mendorong kita untuk meneliti dan

12
memecahkan. Sedangkan alas an subjektif adalah alas an yang menunjukan

kemungkinan peneliti untuk mengadakan penelitian.

Adapun alas an yang melatar belakangi pemilihan judul penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Alasan Objektif

a. Tradisi membaca Al qur’an sebelum belajar ini sangat penting

untuk peserta didik, karena menyangkut persoalan-persoalan

aqidah, syariah, dan akhlak yang nantinya dibutuhkan dalam

perilakukehidupan.

b. Dengan adanya pembinaan akhlakul karimah agar akhlak generasi

bangsa Indonesia ini memliki akhlak yang baik sehingga

terciptalah kepribadian siswa yang sesuai dengan ajaran agama

islam.

2. Alasan Subjektif

a. Judul tersebut menarik untuk diteliti dan sesuai disiplin ilmu yang

ditempuh pada Universitas Islam Jember, Fakultas Tarbiyah.

b. Adanya kesediaan pembimbing yang akan membirikan saran,

bimbingan dan motivasi dalam menyelesaikan proses penulisan

skripsi ini.

13
c. Tersedianya sarana dan prasarana antara lain : literature tang dapat

digunakan sebagai dasar penelitian tersebut, lokasi penelitian yang

mudah dijangkau, waktu dan biaya yang dapat mendukung

penyelesaian penulisan skripsi ini.

C. Penegasan Judul

Agar tidak terjadi kekliruan dalam pengertian judul, dan untuk

menghindari kekaburan kesalah fahaman dalam mengambil suatu pengertian,

maka penulis akan menjelaskan istilah yang ada pada skripsi yang berjudul “

Tradisi Membaca Al Qur’an Sebelum Belajar Sebagai Pembinaan Akhlakul

Karimah Pada siswa”. Adapun tujuannya adalah untuk membedakan

pengertian isltilah yang dipakai dalam judul skripsi ini agar bahasan

selanjutnya dapat mengena sasaran menjadi tujuan penyususnan skripsi ini

yakni sebagai berikut :

1. Pembiasaan atau Tradisi

Pembiasaan adalah sebagai bentuk pendidikan bagi manusia yang

prosesnya dilakukan secara bertahap, dan menjadikan pembiasaan itu sebagai

teknik pendidikan yang dilakukan dengan membiasakan sifat-sifat baik

kesulitan. Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulakan bahwa

pengertian pembiasaan adalah segala upaya tindakan, perbuatan yang

dilakukan secara berulang-ulang sehingga menimbulkan perbuatan yang


14
mudah dilakukan tanpa susah payah dan usaha yang berlebihan dalam

kehidupan sehari-hari.

2. Al Qur’an

Al Qur’an merupakan sebuah kitab suci bagi umat islam, selain itu

Al Qur’an juga adalah sumber hukum utama dalam ajaran agama islam.

Menurut bahasa Al Qur’an berasal dari bahasa arab, yaitu bentuk jamak

dari kata benda (masdar) dari kata kerja qar’a-yaqra’u-qur’anan yang

berarti bacaan atau sesuatu yang dapat di baca berulang-ulang, inilah

pengertian Al Qur’an dalam bahasa arab, dan Allah memilih bahasa arab

menjadi bahasa al-quran yaitu, dalam kosa kata bahasa arab tidak dapat

dirubah walau satu huruf saja, jika di rubah maka maknanya akan

berbeda.

Jadi bisa di bilang Al-Qur’an adalah bacaan suci (membacanya

bernilai ibadah dan mendapatkan pahala), tentunya sesuai dengan tata

aturan yang berlaku baik dalam pengucapan huruf perhuruf (mahroj)

ataupun tajwidnya.11

3. Pembinaan
11
https://www.idpengertian.com/pengertian-al-quran-menurut-bahasa-dan-istilah, (diakses, tanggal
18/03 / 2020 pukul 21:28)
15
Dalam pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pembinaan

memiliki arti proses, perbuatan, cara membina, pembaharuan,

penyempurnaan, usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara

berdaya guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.12 Kata pembinaan

dimengerti sebagai terjemahan dari kata “ training” berarti pelatihan,

pendidikan yang menekankan pada segi praktis, pengembangan sikap,

kemampuan dan kecakapan.13

4. Akhlakul Karimah

Dalam memaknai akhlakul karimah, penulis menyimpulkan bahwa

akhlak tersebut merupakan sikap yang melekat pada seseorang berupa

ketaatan pada aturan dan ajaran syariah islam yang tercemin dalam

berbagai amal, baik amal batin seperti dzikir, berdo’a, maupun amalan

lahir seperti kepatuhan pelaksanaan ibadah dan sikap tata krama

berinteraksi dengan orang lain.

Rasulullah dinyatakan berakhlak mulia karena sikap dan ketaatannay

pada ajaran yang terkandung dalam Al Qur’an. Ketaatan beliau menjadi

bagian yang tak terpisahkan pada setiap kehidupannya, sehingga jawaban

aisyah Radhiyallahu Anha tentang akhlak beliau menjadi batasan ideal

tentang pemaknaan seorang itu sempuna tidaknya al-karimah-nya.


12
Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (surabaya: Apollo Lestari, 2010), hlm. 105
13
Akmal Hawi, Op.Cit., hlm. 85
16
D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan pembiasaan membaca al-qur’an sebelum

belajar yang dilakukan di MI 34 Hasyim Asy’ari?

2. Bagaimana Pembinaan akhlakkul karimah siswa di MI 34 Hasyim

Asy’ari?

3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat pembinaan akhlakul

karimah siswa melalui pembiasaan membaca al-qur’an sebelum belajar

di MI 34 Hasyim Asy’ari?

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembiasaan membaca al-

qur’an sebelum belajar dalam membina akhlak di MI 34 Hasyim Asy’ari.

2. Untuk mengetahui bagaimana pembinaan akhlakul karimah siswa di MI

34 Hasyim Asy’ari.

3. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor pendukung dan penghambat dari

pembinaan ahklakul karimah siswa melalui pembiasaan membaca al-

qur’an sebelum belajar di MI 34 Hasyim Asyi’ari.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritik

17
a. Dengan adanya penelitian ini akan menambah wawasan dan ilmu

pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat

b. Dapat dijadikan rujukan bagi para pendidik khususnya orang tua dan

guru dalam lingkup sekolah yaitu dengan menerapkan membaca Al-

Qur’an sebelum belajar kepada Anak dalam upaya membina Akhlakul

karimah

c. Sebagai bahan acuan kajian bagi peneliti elanjutnya

2. Manfaat Praktis

a. Bagi sekolah

Hasil penelitian diharapkan dapat memberi sumbangan yang

bermanfaat bagi sekolah dengan adanya informasi yang diperoleh,

sehingga dapat dijadikan sebagai bahan kajian bersama agar dapat

meningkatkan kualitas sekolah.

b. Bagi orang tua

Dengan penelitian ini berharap dapat memberikan informasi,

pengetahuan dan dapat menambah wawasan bagi orang tua tentang

pembinaan akhlakul karimah anak melalui pembiasaan membaca Al-

Qur’an.

18
c. Bagi peneliti

Dengan adanya penelitian ini dapat menerapkan secara langsung

teori-teori tentang pembinaan akhlakul karimah anak.

d. Bagi siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan akhlakul

karimah melalui pembiasaan membaca al-qur’an.

e. Bagi Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Jember

Dari hasil penelitian ini dapat menambah kualitas mahasiswa

Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, sehingga dijadikan informasi dan

refernsi bagi seluruh civitas akademik untuk menggali lebih dalam

tentang Tradisi Membaca Al-Qur’an Sebelum Belajar serta dapat

membangun pengetahuan yang lebih mendalam dan lengkap untuk

melahirkan kader bangsa yang berkarakter sesuai dengan ajaran agama

islam.

G. Asumsi Dan Keterbatasan

Dalam rangka penetapan penulisan skripsi dalam suatu kajian yang

profesional, maka peneliti akan mengemukakan beberapa asumsi dan

keterbatasan penelitian. Asumsi berfungsi mengemukakan hal-hal tertentu

19
yang sulit dilakukan pembuktiannya. Sedangkan keterbatasan menyangkut

hal-hal yang dapat dihindari dalam pelaksanan penelitian.

Untuk menghilangkan tanggapan yang kurang baik perlu dikemukakan

asumsi yang dapat mendukung judul penelitian ini. Adapun asumsi dasar

tersebut antara lain :

1. Bahwa informan telah menjawab subjek mungkin sesuai dengan

kenyataan yang ada dengan sesuai dengan pengetahuan yang mereka

miliki.

2. Peneliti berasumsi bahwa dalam mengadakan penelitian antara peneliti

dan objek penelitian saling mendukung.

Dalam melaksanakan penelitian terdapat hal-hal yang tidak dapat

dijangkau oleh peneliti karena keterbatasan yang ada peneliti. Keterbatasan

tersebut adalah :

1. Dalam keterbatasan ini, peneliti hanya meneliti bagaimana tradisi

membaca al qur’an sebelum belajar sebagai pembinaan akhlakul

karimah di MI 34 Hasyim Asy’ari Pontang Kecamatan Ambulu

Kabupaten Jember Tahun Pelajaran 2019/2020 . Terbatasnya waktu dan

adanya kesibukan responden dan informan sehingga tidak dapat

melakukan wawasan pengetahuan dengan mereka.

20
2. Dalam melakukan peneliti, peneliti yakin tidak dapat seoptimal mungkin

karena keterbatasan waktu, dana, tenaga dan literatur yang berkaitan

dengan peneliti

H. Metode Dan Prosedur Penelitian

1. Jenis Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam penelitian ini diarahkan pada

latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak

boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau

hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan.14

Sehingga pada penulisan skripsi ini hanya digunakan data berupa

deskriptif.

Dalam penelitian deskriftif tidak memerlukan administrasi dan

pengontrolan terharap pelakuan, karena tidak dimaksudkan untuk menguji

hipotesis tertentu , tetapi hanya menggambarkan ‘apa adanya’ tentang suatu

variabel, gejala atau keadaan. Penggunaan penelitian ini disesuaikan dengan

Bogdan dan Taylor, (1975:5), Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja


14

Rosdakarya), hal 4
21
tujuan pokok penelitian, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis mengenai

Tradisi Membaca Al qur’an sebelum belajar sebagai pembinaan akhlakuk

karimah siswa.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian kualitatif bersifat

deskriptif kualitatif adalah pendekatan yang bersifat interpretif. Pendekatan

interpretif adalah berusaha memahami suatu fenomena melalui pemaknaan

dari orang-orang yang terlibat di dalamnya dan juga mengedepankan cerita

dan argumen mengenai suatu fenomena. Kualitas pendekatan ini ditentukan

dari seberapa logis dan masuk akalnya cerita dan argumen peneliti.15

3. Lokasi penelitian

Peneliti di lakukan di Mima 34 Hasyim Asy’ari desa Pontang

Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember.

4. Sumber Data

Penelitian kualitatif digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek

yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah

sebagai instrumen kunci. Yang dimaksud dengan sumber data dalam

penelitian ini adalah subyek darimana data itu dapat diperoleh. Adapun

sumber data dalam penelitian ini adalah :


15
Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar, (Jakarta: Indeks, 2012), 393
22
Kepala Sekolah : Abdun Nafik S.pd

Guru : Wali Kelas

Orang Tua : (diambil beberapa orang tua siswa)

Masyarakat : (diambil 2 orang )

Siswa

Kelas I : Tiga orang siswa

Kelas II : Tiga orang siswa

Kelas III : Tiga orang siswa

Kelas IV : Tiga orang siswa

Kelas V : Tiga orang siswa

Kelas VI : Tiga orang siswa

5. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama

dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan

data. Dalam penelitian ini untuk pengumpulan data, penulis menggunakan

beberapa metode yaitu:

a. Observasi

23
Menurut Nasution Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan.

Para ilmuan hanya dapat berkerja berdasarkan data, mengenai dunia kenyataan

yang diperoleh melalui observasi.16

Proses pengamatan suatu objek dengan maksud merasakan dan

memahami situasi yang sedang terjadi, peneliti juga memungkinkan melihat

dan mengamati sendiri kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana

yang terjadi pada keadaan yang sebenarnya. Dalam penelitian kualitatif untuk

mendapatkan data yang valid peneliti melakukan pengamatan dilapangan agar

lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi social. Metode

ini digunakan bertujuan untuk mengumpulkan data tentang Tradisi membaca

Al-Qu’an Sebelum Belajar sebagai pembinaan akhlakul karimah pada siswa di

MI 34 Hasyim Asy’ari.

b. Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila

peneliti ingin melakukan study pendahuluan untuk menemukan permasalahan

yang akan diteliti. Pada jenis wawancara pertanyaan yang diajukan sangat

terbantu pada pewawancara itu sendiri pemilihan kata- kata dan teks atau

16
Prof.Dr.Sugiono,Metode Penelitian Pendidikan,(Bandung: Alfabeta ) . 310.2016

24
petunjuk wawancara agar pokok-pokok yang direncanakan dapat seluruhnya

tercangkup.17

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila

peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam.

Tujuan penggunaan metode ini untuk mendapatkan informasi (data) tentang

Tradisi Membaca Al Qur’an Sebelum Belajar Sebagai Pembinaan Akhlakul

Karimah Pada Siswa MI 34 Hasyim Asy’ari Pontang. Dalam pelaksanaan

wawancara, sumber yang dituju yaitu :

1. Kepala madrasah sebagai pimpinan di lembaga, dan untuk mengetahui

alasan diadakannya Tradisi Membaca Al Qur’an Sebelum Belajar.

2. Beberapa Guru Wali Kelas

3. Perwakilan Siswa kelas I sampai IV sebagai sasaran dalam

pembelajaran, pada dasarnya siswa yang mengetahui bagaimana hasil

strategi seorang Guru dalam pembelajaran yang disampaikan.

4. Perwakilan dari orang tua siswa.

5. Perwakilan masyarakat sekitar.

c. Sumber Tertulis
17
Prof.DR. Moelong J Lexy,M.A Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya) 186.2018
25
Walaupun dikatakan bahwa sumber di luar kata dan tindakan

merupakan sumber kedua, jelas hal itu tidak bisa diabaikan. Dilihat dari segi

sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi

atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi,

dokumen resmi, profil sekolah, dan data-data yang terkait dengan objek

penelitian.18

d. Dokumentasi

Sekarang ini foto sudah lebih banyak dipakai sebagai alat untuk

keperluan penelitian kualitatif karena dapat dipakai dalam berbagai keperluan.

Foto menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan

untuk menelaah segi-segi subjektif dan hasilnya sering dianalisis secara

induktif.19

Penggunaan foto untuk melengkapi sumber data jelas besar sekali

manfaatnya. Hanya perlu diberi catatan khusus tentang keadaan dalam foto

yang biasanya, apabila diambil secara sengaja, sikap dan keadaan dalam foto

menjadi sesuatu sebenarnya.20

18
Menurut Lofland, (1984:47), Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya), 157
19
Ibid, 160
20
Ibid, 161
26
Adapun peneliti menggunakan metode ini untuk memperoleh data-data

yang berhubungan dengan objek penelitian. Diantaranya meliputi foto

wawancara, dan foto kegiatan Membaca Al Qur’an Sebelum Belajar

e. Teknik Analisa Data

Teknik analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

metode analisis data deskriptif kualitatif yaitu tehnik analisis yang digunakan

untuk memahami kondisi riil mengenai Pembinaan Akhlakul Karimah Anak

Melalui Pembiasaan Membaca Al-Qur’an Sebelum Belajar. Di dalam analisis

kualitatif, analisis data yang dilakukan bersamaan atau hampir bersamaan

dengan pengumpulan data. Berikut ini adalah prosedur analisis data penelitian

kualitatif menurut yang akan digunakan peneliti dalam penelitian ini.

1. Reduksi Data

Pada tahap ini, data yang diperoleh dari transkip data sebelumnya perlu

dilakukan analisis melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum,

memilih dan memilah hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang

dianggap penting, dicari tema danpolanya dan membuang bagian yang tidak

penting. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan

gambaran yang jelas, dan mempermudah untuk melakukan pengumpulan data

yang selanjutnya dan mencari yang diperlukan.

27
2. Penyajian data

Yang dimaksud dengan penyajian data adalah mulai “menyederhanakan”

data dengan cara membuat uraian singkat, hubungan antar katagori dengan

menyajikan data bersifat naratif. Dengan mendisplay data atau menyajikan data

maka peneliti akan lebih mudah menyederhanakan data agar lebih mudah

dimengerti hasil dari wawancara mengenai Pembinaan Akhlakul Karimah

Siswa Melalui Pembiasaan Membaca Al-Qur’an Sebelum Belajar.21

3. Verifikasi

Sampai pada tahap ini penarikan kesimpulan masih bersifat sementara dan

akan berubah bila ditemukan bukti-bukti yang kuat dan mendukkung pada

tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan tahap awal,

didukung oleh bukti-bukti valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan

mengumpulan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan

kesimpulan yang kredibel.

f. Validasi Data(tambah triagulasi)

Dalam penelitian kualitatif temuan atau data dapat dinyatakan valid

apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang

sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Dalam penelitian kualitatif ada

empat kreteria yang harus digunakan yaitu derajat kepercayaan (credibi lity),

21
Ibid 341.
28
keteralihan (transferability), kebergantungan (depondability), dan kepastian

(confirmability).

g. Jadwal Penelitian

Peneliti menempuh tahap-tahapan penelitian agar dapat memperoleh

hasil yang optimal. Adapun tahap-tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan

sebagai berikut :

a. Tahap-tahap Penelitian

Tahap ini terdiri pula atas tahap pralapangan, tahap pekerjaan lapangan,

dan tahap analisa data.22

1) Tahap Pra-lapangan

Ada enam tahap kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti dalam

tahapan ini ditambah dengan satu pertimbangan yang perlu dipahami, yaitu

etika penelitian lapangan. Kegiatan dan pertimbangan tersebut diuraikan

berikut ini.

Menurut Janice McDrury, (1999), Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja


22

Rosdakarya),127
29
a) Mengidentifikasi Masalah

Tahap ini, peneliti harus terlebih dahulu mencari apa masalah

yang hendak diteliti. Identifikasi masalah merupakan langkah awal yang

penting dalam proses penelitian. Ketika peneliti menangkap fenomena

yang berpotensi untuk diteliti, langkah selanjutnya yang mendesak

adalah mengidentifikasi masalah dari fenomena yang diamati tersebut.

Dalam penelitian sosial, proses identifikasi masalah dapat

dilakukan dengan mendeteksi permasalahan sosial yang diamati. Dari

situ, peneliti mengambil langkah untuk mengetahui lebih lanjut, bisa

dengan melakukan observasi, membaca literatur, atau melakukan survey

awal.23

b) Menyusun Rancangan Penelitian

Sistematika sebuah skripsi adalah sebuah sebuah hasil

penelitian yang disusun dengan mengikuti pola-pola tertentu. Perlunya

skripsi atau disusun dengan menggunakan pola-pola tertentu adalah

untuk menjaga agar skripsi yang disusun tetap terjaga urutan-urutannya.

Singkatnya, agar susunannya tetap sistematis. Dengan demikian, akan

memudahkan pembaca dalam hal memahami skripsi yang bersangkutan.

23
http://sosiologis.com/identifikasi-masalah (diakses, tanggal 20/ 03 / 2020 pukul 08:47)
30
Sebuah skripsi sekurang-kurangnya memuat tujuh hal, yaitu (a)

latar belakang masalah, (b) rumusan masalah, (c) tujuan penelitian, (d)

landasan teori, (e) metode penelitian, (f) sistematika laporan penelitian,

dan (g) daftar pustaka. Karena pada dasarnya skripsi adalah ajang

latihan bagi mahasiswa untuk melakukan penelitian secara objektif,

skripsi relatif lebih sederhana dibanding tesis.24

c) Memilih Lapangan Penelitian

Cara terbaik yang perlu ditempuh dalam penentuan lapangan

penelitian ialah dengan jalan mempertimbangkan teori subtansif dan

dengan mempelajari serta mendalami fokus serta rumusan masalah

penelitian, untuk itu pergilah jajakilah lapangan untuk melihat apakah

terdapat kesesuaian dengan kenyataan yang ada di lapangan.

Keterbatasan geodrafis dan praktis seperti waktu, biaya, tenaga,

perlu dipertimbangkan dalam penentuan lokasi penelitian.25

d) Menyusun rencana penelitian

Tahap ini merupakan pedoman selama melaksanakan

penelitian. Sebagai suatu pola perencanaan harus dapat mengungkapkan

bit.ly/penyusunan_penelitian_kualitatif (diakses, tanggal 22/03/2020 pukul 09 : 00)


24

Prof. Dr. Lexy J. Moleong, M.A, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung. PT Remaja
25

Rosdakarya, 2017), 128


31
hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan pelaksanaan penelitian, dan

memuat hal-hal sebagai berikut :

1. Masalah yang diteliti dan alasan dilakukannya penelitian

2. Bentuk atau jenis data yang dibutuhkan

3. Tujuan dilakukannya penelitian

4. Manfaat atau kegunaan penelitian

5. Dimana dilakukannya penelitian

6. Jangka waktu pelaksanaan penelitian

7. Organisasi kegiatan dan pembiayaan yang diajukan

8. Teknik pengumpulan data dan pengolahan data

9. Sistematik laporan yang direncanakan

10. Menentukan dan merumuskan alat penelitian atau teknik

pengumpulan data.

e) Mengurus Perizinan

Pertama-tama yang perlu diketahui oleh peneliti ialah siapa saja

yang berwenang memberikan izin bagi pelaksanaan penelitian. Tentu

saja peneliti jangan mengabaikan izin meninggalkan tugas yang

pertama-tama peru dimintakan dari atasan peneliti sendiri, dan lain-lain.

Yang berwewenang memberikan izin untuk mengadakan

penelitian ialah kepala pemerintahan setempat dimana penelitian itu


32
akan diselenggarakan, seperti peneliti akan mengadakan penelitian di

MIMA 34 Hasyim Asy’ari, maka peneliti harus mengetahui siapa orang

tertinggi di lembaga tersebut, yaitu kepala madrasah.26

1) Tahap Pekerjaan Lapangan

Setelah melakukan tahap Pra-lapangan, seorang peneliti

selanjutnya melakukan tahap pelaksanaan kegiatan penelitian yang meliputi,

pengumpulan data dan menganalisis data.

a) Pengumpulan data

Catatan lapangan tidak lain adalah catatan yang dibyuat oleh

peneliti sewaktu mengadakan pengamatan, wawancara, atau

menyaksikan suatu kejadian tertentu. Biasanya catatan lapangan itu

dibuat dalam bentuk kata-kata kunci, singkatan, pokok-pokok utama

saja, kemudian dilengkapi dan disempurnakan apabila sudah pulang ke

tempat tinggal. Bentuk serta format catatan lapangan diuraikan pada bab

lain.

Pencatatan lapangan yang mencatat apa yang hendaknya direkam,

apa yang perlu, dan tidak perludicatat, uraian tentang latar dan orang-

orang yang diamati atau diwawancarai, bagaimana menghadapi

perubahan latar penelitian, dan bagaimana cara memberikan pendapat

26
Ibid, 128
33
dan tanggapan sendiri mengenai informasi yang dikumpulkan, akan

diuraikan dalam bab tersendiri.

Sampai sejauh ini uraian dititik-beratkan pada cara

mengumpulkan data melalaui pengamatan berperanserta dan

wawancara. Bagi peneliti jelas bahwa dalam mengumpulkan data ia

jangan melupakan bentuk data lainnya seperti dokumen, laporan,

gambar, dan foto.27

b) Analisis Data

Terdapat tiga jalur analisis data kualitatif, yaitu reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan. (Miles dan Huberman,

1992). Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang

muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses ini berlangsung

terus menerus selama penelitian berlangsung, bahkan sebelum data

benar-benar terkumpul sebagaimana terlihat dari kerangka konseptual

penelitian, permasalahan studi, dan pendekatan pengumpulan data yang

dipilih peneliti. Reduksi data meliputi.28

(1) Meringkas data

27
Ibid, 144
28
https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/34265413/ivan-pengumpulan-analisis-
data-kualitatif.pdf. (diakses, tanggal 22/03/2020 pukul 09:15)
34
(2) Mengkode

(3) Menelusur tema

(4) Membuat gugus-gugus

c) Penulisan Laporan

Penulisan pelaporan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses

penelitian. Tahapan ini yaitu membuat laporan mengenai hasil penelitian

secara tertulis. Laporan secara tertulis perlu dibuat agar peneliti dapat

mengkomunkasikan hasil penelitiannya kepada para pembaca.

d) Penelaah Hasil Penulisan

Jika menginginkan suatu karya ilmiah yang dapt dipertanggung

jawabkan, salah satu cara untuk melaksanakannya mengadakan

penelaahan (review) terhadap laporan yang telah selesai. Tentu hal itu

perlu dilakukan sebelum laporan itu diterbitkan. Itulah yang merupakan

maksud dan tujuan diadakannya penelaahan.

Suatu penelaahan dapat dilakukan oleh siapapun, tetapi

penelaahan itu didasarkan pada patokan atau kriteria tertentu.29

I. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan merupakan rangkuman sementara dari isi

skripsi yang bertujuan untuk mengetahui secara global dari seluruh pembahasan

29
Ibid, 366
35
yang sudah ada. Bagian sistematika ini dimaksudkan untuk menunjukkan cara

pengorganisasian atau garis-garis besar dalam penelitian ini sehingga akan lebih

memudahkan dalam meninjau dan menanggapi isinya. Masing-masing bab

disusun dan dirumuskan dalam sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab I, merupakan bagian pendahuluan yang meliputi latar belakang

masalah, alasan pemilihan judul, penegasan judul, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, asumsi dan keterbatasan, metode dan prosedur

penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II, merupakan bab tinjauan teoritik yang terdiri dari penelitian

terdahulu dan kajian teori. Dalam kajian teori ini membahas tentang kajian

teoritis yang terkait dengan judul penelitian yaitu Tradisi Membaca Al Qur’an

Sebelum Belajar Sebagai Pembinaan Akhlakul Karimah Pada di MIMA 34

Hasyim Asy’ari Desa Pontang Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember Tahun

Pelajaran 2019/2020.

Bab III, merupakan bab yang membahas tentang laporan penelitian

yang terdiri dari latar belakang obyek penelitian, penyajian dan analisa data,

serta diskusi dan interpretasi.

Bab IV, merupakan bab tentang penutup yang terdiri dari kesimpulan

dan saran-saran. Fungsi bab ini adalah memperoleh suatu gambaran dari hasil

36
penelitian berupa kesimpulan. Sedangkan saran-saran dapat membantu

memberikan saran yang bersifat konstuktif yang terkait dengan penelitian.

Selanjutnya skripsi ini di akhiri dengan daftar pustaka, lampiran-

lampiran yang berisi matriks penelitian, pedoman observasi, interview, dan

dokumenter, surat pengantar penelitian dari Fakultas Agama Islam Universitas

Islam Jember, surat keterangan penelitian lembaga tempat penelitian, denah

tempat penelitian, dokumen foto penelitian, surat pernyataan keaslian penelitian

dan biodata penulis.

37
BAB II

TINJAUAN TEORITIK

A. Deskripsi Teori

A. Pengertian Pembiasaan Membaca Al-Qur’an

Pembiasaan berasal dari kata dasar “biasa” yang berarti sedia kala,

sebagai yang sudah-sudah, tidak menyalahi adat atau tidak aneh. Kata

“pembiasaan” berarti melazimkan, mengadatkan dan menjadikan adat. Kata

pembiasaan berasal dari kata “biasa” yang memperoleh imbuhan “pe” dan

sufiks “an” yang berarti proses membiasakan yang pada akhirnya akan

menghasilkan adat atau kebiasaan.30 Pembiasaan merupakan sebuah metode

dalam pendidikan berupa “proses penanaman kebiasaan .31 Sedangkan yang

dimaksud dengan kebiasaan itu sendiri adalah “cara-cara bertindak yang

persistent uniform, dan hampir-hampir otomatis (hampir-hampir tidak

disadari oleh pelakunya).32

30
Poewadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm.153
31
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 184
32
Ibid hlm. 84
38
Pembiasaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia,

karena ia menghemat banyak sekali kekuatan manusia. Islam menggunakan

pembiasaan sebagai salah satu teknik pendidikan, lalu mengubah seluruh

sifat-sifat baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat dengan mudah

menunaikannya tanpa terlalu payah dan tanpa kehilangan tenaga dan tanpa

memerlukan banyak kesulitan. Oleh karena itu, setelahdiketahui bahwa

kecenderungan dan naluri anak-anak dalam pengajaran dan pembiasaan

adalah sangat besar dibanding usia lainnya, maka hendaklah para pendidik

untuk memusatkan perhatian dan pengajaran anak-anak tentang kebaikan

dan upaya membiasakannya sejak ia sudah mulai memahami realita

kehidupan.33

Pembiasaan adalah sebagai bentuk pendidikan bagi manusia yang

prosesnya dilakukan secara bertahap, dan menjadikan pembiasaan itu

sebagai teknik pendidikan yang dilakukan dengan membiasakan sifat-sifat

baik sebagai rutinitas, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu tanpa

terlalu payah, tanpa kehilangan banyak tenaga, dan tanpa menemukan

banyak kesulitan. Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulakan bahwa

pengertian pembiasaan adalah segala upaya tindakan, perbuatan yang

33
H.TB Aat Syafaat dan Sohari Sahrani, Perananan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah
Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 44
39
dilakukan secara berulang-ulang sehingga menimbulkan perbuatan yang

mudah dilakukan tanpa susah payah dan usaha yang berlebihan dalam

kehidupan sehari-hari.

Pernyataan diatas dapat disimpulakan bahwa pengertian pembiasaan

adalah segala upaya tindakan, perbuatan yang dilakukan secara berulang-

ulang sehingga menimbulkan perbuatan yang mudah dilakukan tanpa susah

payah dan usaha yang berlebihan dalam kehidupan sehari-hari.

Pengertian Al-Qur’an dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah kitab

suci umat Islam yang berisi firman Allah yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad SAW dengan perantara Malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami,

dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia. 34 Al-

Qur’an secara harfiah berarti “bacaan sempurna” merupakan suatu nama

pilihan Allah yang sungguh tepat karena tiada bacaan pun sejak manusia

mengenal tulis baca lima ribu tahun lalu yang dapat menandingi Al-Qur’an

Al-Karim.35

Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad SAW yang tertulis dalam mushaf-mushaf dan dinukil/

34
Tim Prima Pena,Op.Cit., hlm. 23
35
M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007), hlm. 3
40
diriwayatkan kepada kita dengan jalan yang mutawatir dan membacanya

dipandang ibadah serta penentang (bagi yang tidak percaya) walaupun surah

terpendek.

Pembiasaan membaca Al-Qur’an juga nantinya akan menjadi kebiasaan

yang digunakan sebagai teknik pendidikan lalu mengubah seluruh sifat-

sifat baik menjadi kebiasaan sehingga jiwa dapat menunaikan tanpa terlalu

payah dan kehilangan banyak tenaga. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa membaca Al-Qur’an secara maknawi dapat diartikan sebagai suatu

kegiatan melafalkan secara lisan ayat-ayat Al Qur’an yang disertai dengan

tajwid yang pas sehingga menimbulkan perasaan yang tenang dan tentram.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian

pembiasaan membaca Al-Qur’an adalah suatu aktivitas melafalkan dengan

lisan kitab suci umat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW

melalui perantara Malaikat Jibril yang disusun secara sistematis dimulai dari

surat Al- Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Naas yang membacanya di

nilai ibadah secara terus menerus dan memberikan dampak serta pengaruh

positif bagi manusia.

41
B. Dasar dan Tujuan Metode Pembiasaan

a. Dasar Pembiasaan

Dalam Manhaj Islam membina akhlak anak-anak berpegang pada dua

hal yang sangat mendasar, yaitu pertama sisi teoritis yang disampaikan lewat

proses penyampaian langsung , kedua melalui sisi praktis yang terwujud

dalam penerapan nilai-nilai kehidupan sehari-hari (pembiasaan). Untuk

membina anak agar mempunyai sifat-sifat terpuji tidaklah mungkin dengan

penjelasan pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk

melakukan yang baik yang diharapkan nanti mereka akan mempunyai sifat-

sifat baik dan menjauhi sifat tercela. Demikian pula dengan pendidikan

agama, semakin kecil umur si anak, hendaknya semakin banyak latihan

dan pembiasaan agama dilakukan pada anak. Dan demikian bertambah umur

si anak, hendaknya semakin bertambah pula penjelasan dan pengertian

tentang agama itu diberikan sesuai dengan perkembangan kecerdaannya.

Ada beberapa Aliran dan teori yang sejalan mengenai pembiasaan

dapat membina akhlak dan kepribadian manusia diantaranya :

1) Teori Behavioristik

Teori ini memandang manusia sebagai mahluk yang digerakan oleh

lingkungan (homo mechanicus) suatu tuntunan tertentu yang terdiri dari

kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh dan dipelajari. Manuisia yang sehat


42
menurut aliran ini adalah manusia yang sanggup memperoleh kebiasaan

yang sesuai dan dinamik yang dapat menolongnya dalam berinteraksi

dengan orang lain.36

Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa teori

behavioristik dalam pembiasaan untuk membina akhlak karimah

berpendapat bahwa akhlak seseorang itu dapat diubah melalui kebiasaan-

kebiasaan yang dilakukannya melalui interaksi terhadap lingkungan, jika Ia

melakukan kebiasaan dengan terus menerus dalam hal kebaikan maka

akan tertanam akhlakul karimah namus sebaliknya jika kebiasaan kebiasan

yang dilakukan secara terus menerus dalam hal keburukan maka akan

tertanam akhlak yang tercela.

1) Teori Belajar Asosiatif

Teori belajar ini mulanya dikembangkan oleh Ivan Petrovich Pavlov

(1849-1963) atas dasar eksperimennya menggunakan anjing sebagai

binatang percobaannya. Anjing dioperasi sedemikian rupa sehingga apabila

air liur anjing keluar dapat dilihat dan ditampung dalam tempat yang telah

disediakan.37

36
Zuhdiyah, Psikologi Agama, (Yogyakarta: Pustaka Felicha, 2012), hlm. 19
37
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Jakatra : Raja Grafindo Persada, 2011), hlm 188
43
Persoalan yang di pikirkan Pavlov adalah apakah dapat dibentuk pada

anjing suatu prilaku atau respon apabila anjing mendengar bunyi bel lalu

mengeluarkan air liur, dan hal inilah yang dilakukan penelitian

eksperimental dan ternyata prilaku tersebut dapat dibentuk dengan cara

memberikan stimulus secara berulang kali hingga pada akhirnya terbentukah

respon.38

prilaku ini dapat dibentuk melalui kondisioning atau kebiasaan.

Misalnya anak dibiasakan mencuci kaki sebelum tidur atau membiasakan

sesutu hal yang baik sebelum belajar ataupun sebelum melakukan aktifitas

maka anak tersebut akan terbiasa melakukan hal tersebut.

Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa teori belajar

asosiatif dalam membina akhlak karimah berpendapat bahwa akhlak

seseorang itu dapat diubah dapat dibentuk melalui kondisioning atau

kebiasaan. Misalnya anak dibiasakan mencuci kaki sebelum tidur atau

membiasakan sesutu hal yang baik sebelum belajar ataupun sebelum

melakukan aktifitas maka anak tersebut akan terbiasa melakukan hal

tersebut.

38
Ibid hlm, 75
44
2) Teori Belajar Fungsionalistik

Teori ini dipelori oleh Thordike dan Skiner yang dikenal dengan teori

mengenai connectisonism (pertautan atau pertalian mengenai percobaannya

pada hewan kucing yang mengemukakan bahwa proses belajar adalah

pembentukan hubungan atau koneksi antara stimulus dan respon yang dapat

dilakukan dengan trial and error (coba-coba).

Berakhir pada kesimpulan bahwa dalam belajar itu dapat

dikemukakkan adanya hukum latihan dan efek. Menurut hukum ini untuk

mencapai sesuatu yang baik maka perlu kesiapan dan latihan serta

pembiasaan yang akan membawa efek pembentukan hasil yang baik.

Dari penjelasan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa prilaku

seseorang dapat dibentuk melalui kebiasaan dan pembiasaan dengan kata

lain seseorang yang telah mempunyai kebiasaan tertentu akan dapat

melaksanakannya dengan mudah dan senang hati. Bahkan segala sesuatu

yang telah menjadi kebiasaan dalam usia muda sulit untuk diubah dan

tetap berlangsung sampai hari tua. Untuk mengubahnya, sering kali

diperlukan terapi dan pengendaliaan diri yang serius.

b. Tujuan Metode Pembiasaan

45
Pembiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru

atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Pembiasaan selain

menggunakan perintah, suri tauladan, dan pengalaman khusus, juga

menggunakan hukuman dan ganjaran. Tujuannya agar siswa memperoleh

sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih tepat dan positif dalam

arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu (kontekstual). Selain itu arti

tepat dan positif ialah selaras dengan norma dan tata nilai moral yang

berlaku, baik yang bersifat religius maupun tradisional dan kultural.39

Dari penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan

diadakannya metode pembiasaan adalah untuk melatih serta membiasakan

anak didik secara konsisten dan kontinyu dengan sebuah tujuan, sehingga

benar-benar tertanam pada diri anak dan akhirnya menjadi kebiasaan yang

sulit ditinggalkan di kemudian hari.

C. Bentuk-bentuk Pembiasaan

Bentuk-bentuk pembiasaan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk di

antaranya:

1. Pembiasaan dalam akhlak, berupa pembiasaan bertingkah laku yang

baik, baik di sekolah maupun di luar sekolah seperti: berbicara sopan


39
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), hlm. 123

46
santun, berpakain bersih, hormat kepada orang yang lebih tua, dan

sebagainya.

2. Pembiasaan dalam ibadah, berupa pembiasaan shalat berjamaah di

musholla sekolah, membaca Al-Qur’an sebelum belajar,

mengucapkan salam sewaktu masuk kelas, serta membaca

“basmallah” dan “hamdallah” tatkala memulai dan menyudahi

pelajaran.

3. Pembiasaan dalam keimanan, berupa pembiasaan agar anak beriman

dengan sepenuh jiwa dan hatinya, dengan membawa anak-anak

memperhatikan alam semesta, memikirkannya dalam merenungkan

ciptaan langit dan bumi dengan berpindah secara bertahap dari alam

natural ke alam supranatural.

D. Adab Membaca Al-Qur’an

Prof. M. Abdul Quasem, Ph. D pernah memberikan nasihat pada para

pembaca dan penghafal Al-Qur'an tentang adab dalam membaca Al-Qur’an,

baik secara lahiriah maupun batiniah. Adab lahiriah dalam membaca Al-

Qur’an yakni diataranya membaca Al-Qur’an sebaiknya dalam keadaan

berwudhu, merendahkan diri dan tenang, menghadap kiblat, menundukan

kepala, tidak bersandar pada sesuatu, atau duduk dengan sombong. Dan

kondisi terbaik membaca Al-Qur’an adalah ketika membaca Al-Qur’an


47
selama dalam shalat dan di dalam masjid. Bacalah Al-Qur’an dengan tartil,

menangis selagi membaca Al- Qur’an, memenuhi hak ayat-ayat Al-Qur’an

yang dibaca, maksudnya ketika membaca Al-Qur’an menemui surah sajadah

maka sujudlah di hadapan Allah. Berdo’a sebelum dan sesudah membaca Al-

Qur’an. Mengeraskan bacaan Al- Qur’an serta membaca Al-Qur’an dengan

suara indah, jelas dan perlahan-lahan.

Sedangkan adab batiniah dalam membaca Al-Qur’an diantaranya

memahami kandungan Al-Qur’an dan sifatnya yang mulia, mengagungkan

Allah, memberikan perhatian pada bacaan dan mengabaikan bisikan hati,

merenungkan ayat ayat yang di baca, memahami makna ayat yang di baca,

menyingkirkan perkara yang dapat menghalangi dalam memahami Al-Qur’an,

menunjukan secara khusus semua pembicaraan Al-Qur’an pada diri sendiri,

merasakan Al- Qur’an, meningkatkan kualitas pembacaan Al-Qur’an, serta

menyingkirkan perasaan akan kemampuan dan kekuatan dirinya serta merasa

dirinya suci.

Adab membaca Al-Qur’an berdasarkan hal yang disunahkan oleh

Rasullulah SAW, diantaranya :

a. Berwudhu

48
“Al-Qur’an itu tidak dapat disentuh kecuali orang-orang yang

disucikan”. (H.R Nasa’i)

b. Sebelum membaca Al-Qur’an harus senantiasa memohon perlindungan dari

Allah SWT dari godaan iblis dan syaitan yang terkutuk, karena iblis dan

syaitan tidak meridhoi kita memahami segala perintah dan larangan Allah

yang ada di Al-Qur’an , hal ini sesuai dengan perintah Allah di dalam Al-

Qur’an surat An- Nahl ayat 98 yang berbunyi :

}َ ‫فَ} ِإ َذ} ا} قَ} َ}ر} ْأ‬


}‫ت} ا} ْل} قُ} ْ}ر} آ} َ}ن} فَ} ا} ْس} تَ} ِ}ع} ْذ} بِ} ا}هَّلل ِ} ِم} َ}ن} ا}ل} َّش} ْي} طَ} ا} ِ}ن} ا}ل}ر}َّ} ِ}ج} ي} ِم‬

Yang artinya : “Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu

meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.”.

c. Sebelum membaca Al-Qur’an selalu membaca basmalah, sesuai dengan surat

Al-Alaq ayat 1-4 yang berbunyi :

‫) الَّ ِذي عَلَّ َم‬3( ‫) ا ْق َرْأ َو َربُّكَ اَأْل ْك َر ُم‬2( ‫ق‬


ٍ َ‫ق اِإْل ْن َسانَ ِم ْن َعل‬ َ ِّ‫ا ْق َرْأ بِاس ِْم َرب‬
َ َ‫ك الَّ ِذي خَ ل‬
َ َ‫) خَ ل‬1( ‫ق‬

4( ‫(بِ ْالقَلَ ِم‬

Artinya : “ Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan

(1), Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2), Bacalah, dan

Tuhanmulah yang Maha pemurah (3), yang mengajar (manusia) dengan

perantaran kalam (4).

49
d. Selama membaca Al-Qur’an tidak boleh mengeraskan suara yang berlebih-

lebihan, tidak boleh tergesa-gesa, serta cepat- cepat membacanya supaya

pengucapan hurufnya jelas dan bisa memahami maknanya. Hal ini sesuai

dengam firman Allah surat Al-Isra ayat 106 yang berbunyi

‫ث} َو} نَ} َّز} ْل} نَ} ا}هُ} تَ} ْن} ِز} ي}اًل‬ ِ }‫َ}و} قُ} ْ}ر} آ}ن}ً ا} فَ} َر} ْق} نَ} ا}هُ} لِ} تَ} ْق} َر} َأ هُ} َع} لَ} ى} ا}ل}نَّ} ا‬
ٍ }‫س} َع} لَ} ٰ}ى} ُم} ْك‬

Artinya : “ Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur


agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami
menurunkannya bagian demi bagian.

Selama membaca Al-Qur’an tidak boleh tergesa-gesa ingin cepat-cepat


menguasai maksud ayat yang sedang dibacanya, karena Allah
akamembimbingnya di dalam hati dan mengumpulkannya dalam dada kita (si
pembaca) dan menjadikan si pembaca itu pandai membacanya.

F. Pengertian Pembinaan Akhlakul Karimah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembinaan memiliki arti proses,

perbuatan, cara membina, pembaharuan, penyempurnaan, usaha, tindakan dan

kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna untuk memperoleh hasil yang

lebih baik.# Kata pembinaan dimengerti sebagai terjemahan dari kata

“training” berarti pelatihan, pendidikan yang menekankan pada segi praktis,

pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan.# Akhlaq secara etimologi

50
berasal dari kata khalaqa yang berarti mencipta, membuat, dan menjadikan.

Akhlaq adalah kata yang berbentuk mufrad, jamaknya khuluqun yang berarti

perangai, tabiat, adat yang berarti kejadian, buatan, ciptaan.# Akhlaq

selanjutnya dalam bahasa Indonesia disebut akhlak secara etimologi berarti

perangai, adat, tabiat, atau sistem prilaku yang dibuat manusia. Akhlak secara

kebahasaan bisa baik dan buruk tergantung pada tata nilai yang dipakai

sebagai landasannya, meskipun secara sosiologis di Indonesia akhlak

memiliki konotasi baik sehingga orang yang berakhlak berarti orang yang

berakhlak baik.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akhlak berarti budi pekerti,

tabiat, kelakuan dan watak.

Konsep akhlakul karimah merupakan konsep hidup yang mengatur

hubungan antara manusia dengan Allah, manusia dengan alam sekitarnya dan

manusia itu sendiri. Konsep akhlak berbasis Al qur’an maka akan membentuk

pribadi anak atau siswa berakhlakul karimah misalnya sebagai berikut :

1. Jujur

Jujur dapat diartikan bias menjaga amanah. Jujur merupakan salah satu

sifat yang mulia, orang yang memiliki sifat jujur biasanya dapat mendapat

mempercayai kepercayaan dari orang lain. Sifat jujur merupakan salah satu

rahasia diri seseorang untuk menarik kepercayaan umum karena orang yang
51
jujur senantiasa berusaha menjaga amanah. Amanah adalah ibarat barang

titipan yang harus dijaga dan dirawat dengan sungguh-sungguh dan penuh

tanggung jawab. Berhasilnya atau tidaknya suatu amanat sangat tergantung

pada kejujuran yang memegang amanat tersebut. Jika orang yang memegang

amanah adalah orang yang jujur maka amanah tersebut tidak akan terabaikan

dan dapat terjaga atau terlaksana dengan baik. Begitu juga sebaliknya, jika

amanah tersebut jatuh ketangan orang yang tidak jujur maka keslamatan

amanah tersebut pasti tidak akan tertolongkan.

2. Qana’ah

Qana’ah, kaikhlasan diri menerima apa adanya. Dapat juga diartikan

rela hati dan ikhlas menerima apa yang telah diberikan oleh Allah SWT

kepadanya serta merasa cukup dengan apa yang dimilikinya. Qana’ah dalam

hal ini adalah menjauhkan diri dari sikap selalu tidak puas terhadap apa yang

sudah dimiliki. Rela menerima apa adanya serta menjauhkan diri dengan

bermalas malasan dan tidak mau berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan

hidup. Tetapi jika seseorang sudah berusaha dengan sebaik baiknya namun

hasilnya belum maksimal atau tidak sesuai dengan apa yang diinginkan maka

dengan rela hati ditrimanya hasil tersebut dengan rasa syukur dan lapang

dada. Maka dari itu, qana’ah merupakan salah satu rahasia diri seseorang agar

dapat bersyukur terhadap nikmat apapun yang telah Allah berikan kepada kita.
52
3. Amanah

Amanah berasal dari kata a-mu-na-ya’munu-amn [an] yang artinya

jujur atau dapat dipercaya. Kata kerja ini berakar dari huruf hamzah, Mim dan

Nun makna pokoknya adalah aman, tentram dan hilangnya rasa takut. Secara

bahasa, (amanah) diartikan sesuatu yang dipercayakan atau keprcayaan.

Amanah juga berarti titipan (al-wadi’ah). Amanah adalah lawan dari khianat.

Amanah terjadi diatas ketaatan,ibadah,al-wadiah (titipan), dan ats-tsqiah

(kepercayaan).

4. Tawakal

Tawakal secara bahasa berarti mewakilkan atau menyerahkan. Dalam

agama islam, tawakal berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT

dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau mennti akibat

dari suatu keadaan.

5. Tawadhu’

Pengertian tawadhu’ adalah rendah hati, tidak sombong. Pengrtian

lebih dalam adalah kalau kita tidak melihat diri kita memiliki nilai lebih

dibandingkan hamba Allah yang lainnya. Orang yang tawadhu’ adalah orang

yang menyadari bahwa semua kenikmatan yang didapatnya bersumber dari


53
Allah SWT. Yang dengan pemahamannya tersebut maka tidak pernah terbesit

sedikitpun dalam hatinya kesombongan dan merasa lebih baik dari orang lain,

tidak merasa bangga dengan potensi dan prestasi yang sudah dicapainya. Ia

tetap rendah diri dan selalu menjada hati dan niat segala amal shalehnya dari

segala sesuatu selain Allah SWT. Tetap menjaga keikhlasan amal ibadahnya

hanya karena Allah SWT.

Tawadhu’ ialah bersikap tenang, sederhana dan sungguh-sungguh

menjahuhi perbuataan takabbur (sombong), ataupun sum’ah ingin diketahui

orang lain amal kebaikan kita. Tawadhu’ merupakan salah satu bagian dari

akhlak mulia jadi sudah selayaknya kita sebagai umat muslim bersikap

tawadu’, karena tawadhu’ merupakan salah satu akhlak terpuji yang wajib

dimiliki oleh setiap umat islam.

6. ‘Adil

Kata ‘adil adalah bentuk masdar dari kata kerja ‘adala-ya’dili-adlan-

wa’udulan-wa’adalatan. Kata kerja ini berakar dengan huruf-huruf ‘ain, dal,

dan lam, yang makna pokoknya adalah ‘al-istimewa’, keadaan lurus dengan

al-i’wijaj keadaan menyimpang. Jadi rangkaian huruf-huruf tersebut

mengandung makna yang bertolak belakang, yakni lurus atau sama dan

bengkok atau berbeda. Kata ‘adil berarti “ menetapkan hukum dengan benar “.

Jadi seorang yang ‘adil adalah berjalan lurus dan sikapnya selalu
54
menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda. Persamaan itulah yang

merupakan makna asal ‘adil, yang menjadikan pelakunya “ tidak berpihak “

kepada salah seorang yang berselisih, dan pada dasarnya pula seorang yang

‘adil berpihak kepada yang benar, karena baik yang benar maupun yang salah

sama sama harus memperoleh haknya. Dengan demikian, ia melakukan

sesuatu yang patut dan tidak sewenang-wenang.

G. Pengertian Akhlakul Karimah

Ahklaq secara etimologi berasal dari kata khalaqa yang berarti mencipta,

membuat dan menjadikan. Akhlaq adalah kata yang berbentuk mufrad,

jamaknya khuluqun yang berarti perangai, tabiat, adat yang berarti kejadian,

buatan, ciptaan.40 Akhlaq selanjutnya dalam bahasa indonesia disebut ahklak

secara etimologi berarti perangai, adat, tabiat atau sistem perilaku yang dibuat

manusia. Ahklak secara kebahasaan bisa baik dan buruk tergantung pada tata

nilai yang dipakai sebagai landasannya, meskipun secara sosiologis di

indonesia akhlak memiliki konotasi baik sehingga orang yang berakhlak

berarti orang yang berakhlak baik.41

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akhlak berarti budi pekerti, tabiat,

kelakuan dan watak.42 Akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa

40
Kadar M. Yusuf , Studi Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah. 2010), hlm. 168
41
Zainuddin Ali, Pendidikan Agama Islam, cet. 3, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm.29
42
Daryanto, Op.Cit, hlm. 33
55
manusia yang dapat melahirkan perbuatan-perbuatan baik atau buruk secara

spontan tanpa memerlukan pikiran dan dorongan dari luar. Pengartian akhlak

berasal dari bahsa Arab, jamak dari “ khuluq” yang menurut loghat di artikan

sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Dalam pengertian

sehari-hari akhlak umumnya disamakan arti dengan budi pekerti atau sopan

santun.

Menurut Imam Al-Ghazali, akhlak adalah pengetahuan daya kekuatan

(sifat) yang tertanam dalam jiwa dan mendorong perbuatan-perbuatan spontan

tanpa memerlukan pertimbangan pikiran. Menurut Ibrahim Anis, akhlak

adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang melahirkan bermacam-macam

perbuatan, baik atau buruk tanpa membutuhkan pemikiran dan

pertimbangan.43

Menurut Abdullah Dirroz dalam bukunya yang berjudul kalimatul Fi

Mabadil Akhlak yang dikutip oleh Humaidi Tatapangsara mengemukakan

bahwa akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan

dan kehendak berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak

yang benar ( dalam hal akhlak baik) atau pihak yang jahat ( dalam hal akhlak

jahat).44 Dari beberapa pendapat di atas tentang akhlak dapat ditarik suatu

43
Amirulloh Syarbini dan Akhmad Khusaeri, Metode Islam dalam Membina Akhlak Remaja,(Jakarta:
PT.Alex Media Komputindo, 2012), hlm. 34
44
Akhmal Hawi, Op.Cit, hlm. 99
56
kesimpulan bahwasanya akhlak adalah sikap, tabiat, perangai, tingkah laku

seseorang yang dapat melahirkan berbagai macam perbuatan yang baik dan

buruk.

Pengertian Karimah menurut kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti

baik, dan terpuji.45 Kata karimah digunakan untuk menunjukan pada perbuatan

dan akhlak yang terpuji yang ditampakan dalam kenyataan hidup sehari-hari.

Selanjutnya kata al-karimah ini biasanya digunakan untuk menunjukan

perbuatan terpuji yang skalanya besar, seperti menafkahkan harta di jalan

Allah, berbuat baik pada kedua orang tua dan lain sebagainya.46

َ ‫ك َأاَّل تَ ْعبُد ُٓو ۟ا ِإٓاَّل ِإيَّاهُ َوبِ ْٱل ٰ َولِ َد ْي ِن ِإحْ ٰ َسنًا ۚ ِإ َّما يَ ْبلُغ ََّن ِعن َد‬
‫ك ْٱل ِكبَ َر َأ َح ُدهُ َمٓا َأوْ ِكاَل هُ َما فَاَل تَقُل لَّهُ َمٓا ُأفٍّ َواَل‬ َ َ‫َوق‬
َ ُّ‫ض ٰى َرب‬

‫تَ ْنهَرْ هُ َما َوقُل لَّهُ َما قَوْ اًل َك ِري ًما‬

ALLAH SWT berfirman: yang artinya “Dan Tuhanmu telah

memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah

kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah

seorang di antara keduanya atau Kedua- duanya sampai berumur lanjut

dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan

kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka

dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia. (Q.S Al-Isra : 23.47
45
Daryanto, Op.Cit., hlm. 329
46
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, cet. 10, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada), hlm.122
47
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid & Terjemahan, (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2006), hlm.
57
Pembinaan akhlak menurut Ibnu Maskaw menitik beratkan kepada

pembersihan diri dari sifat-sifat yang berlawanan dengan tuntutan Agama.

Dengan pembinaan diharapkan dapat terwujudnya akhlak manusia yang ideal,

anak yang bertaqwa kepada Allah SWT dan cerdas.48

Dalam dunia pendidikan, pembinaan akhlak dititik beratkan kepada

pembentukan mental anak agar tidak menyimpang. Secara moralistik,

pembinaan akhlak merupakan salah satu cara untuk membentuk pribadi yang

bermoral, berbudi pekerti yang luhur dan bersusila.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembinaan akhlakul

karimah adalah upaya yang dilakukan dengan bertahap, terus menerus dan

berkesinambungan dalam mengarahkan dan membina sikap serta prilaku

seseorang menuju perbuatan yang baik sesuai dengan syariat Islam.

284
48
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, cet. 4, ( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), hlm.
147-151
58
BAB III

LAPORAN PENELITIAN

A. Latar Belakang Objek Penelitian

Daerah yang menjadi objek penelitian ini adalah MI 34 Hasyim

Asy’ari. Pembahasan mengenai latar belakang objek penelitian ini akan

dijelaskan secara berurutan tentang keadaan yang ada dilokasi penelitian.

Berikut hal-hal yang berkenan dengan objek penelitian.

1. Sejarah Singkat Berdirinya MIMA 34 Hasyim Asy’ari Pontang Ambulu

Jember.

MIMA 34 Hasyim Asy Ari Pontang Ambulu Jember

merupakan sekolah setingkat dengan Sekolah Dasar (SD) lainnya,

jenjang yang ditempuh 6 tahun dari kelas 1 sampai kelas 6 sesudah

Taman Kanak-Kanak (TK/RA). Madrasah MIMA 34 Hayim Asy’ari

merupakan pendidikan berasaskan Islam yang berdiri pada tahun 20

maret 1963, sekolah ini dibangun di tanah wakaf milik warga yang di

tokohkan pada zamannya, sampai saat ini madrasah masih eksis dan

berkembang karna kepercayaan masyarakat khususyna kaum Nahdliyin,

keunggulan yang dimiliki madarasah 34 Hasyim Asy’ari salah satunya

kegiatan yang merutinitaskan siswa dan dewan guru untuk sholat dhuha

59
di pagi hari, sholat dhuhur berjamaah, istiqosah serta tadarus Al-quran,

selain itu dalam prestasi madrasah 34 Hasyim Asy’ari juga sering

mendapatkan juara dibidang akademis maupun non akademis. Lembaga

Pendidikan MIMA 34 Hasyim Asy’ari sudah terdaftar di Kemenag dan

Dinas Pendidikan. Sedangkan kurikulum yang dipergunakan merupakan

kurikulum perpaduan (campuran) antara kurikulum Madrasah

Ibtidaiyyah Negeri (MIN) dan kurikulum Lembaga Pendidikan Ma’arif,

dengan perincian sebagai berikut :

a. Pendidikan Agama 100%

b. Pendidikan Umum 100%

Oleh karena itu pelaksanaan belajar mengajar diawali pada jam nol

dan diakhiri pada jam ke 8 .

Pendukung utama berdirinya Madrasah MIMA 34 Hasyim Asy’ari

antara lain :

a. Bpk. H Abdul Halim

b. Bpk. Sanusi

c. Bpk. K. Mahsun

d. Bpk. Muslimin

e. Bpk. Misran

f. Bpk. Nursalim
60
g. Bpk. Miswan

h. Bpk K. Nahrowi

i. Bpk. Mimbar

j. Bpk. Rambat

k. Bpk. Jursimi

l. Bpk. Sholih

m. Warga Nahdliyin dan Masyarakat

Setelah hasil musyawaroh maka disusunlah pengurus pertama

sementara sebagai berikut :

Ketua : Bpk. H.Abdul Halim

Penulis : Bpk. Sayuti

Bendahara : Bpk. Nurhasan

: Bpk. Muslimin

2. Formasi Guru

Kepala Madrasah dan guru dipilih dan diangkat langsung oleh

pengurus Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif 34 Hasyim Asy’Ari. Formasi

guru untuk pertama kalinya adalah sebagai berikut.

Karena waktu berdiri Madrasah Ibtidaiyyah Ma’arif 34 Hasyim Asy’ari

hanya tiga kelas, maka gurunyapun dibuat dengan sistim klasikal yang

terdiri dari tiga orang.


61
Bpk. Sayuti sebagai Kepala Madrasah/ Guru

Bpk. Mursyid

Bpk. K. Ridwan

Pada waktu itu guru mengajar secara suka rela tanpa gaji/honor.

3. Alasan didirikanya Madrasah

Alasan didirikannya Madrasah Ibtidaiyyah Ma’arif Hasyim Asy’ari

antara lain :

a Ingin mencetak kader-kader penerus perjuangan agama Islam ala

Ahlus Sunnah Waljamaah dan bangsa melalui jalur pendidikan;

b Jauhnya tempat pendidikan dari lingkungan masyarakat;

c Memandang perlunya mempunyai wadah pendidikan guna untuk

menampung anak warga Nahdliyin dan masyarakat.

4. Tujuan didirikanya Madrasah MIMA 34 Hasyim Asy’ari

Adapun tujuan utama didirikannya MI Hasyim Asy’ari antara lain :

a. Untuk mempertahankan Aqidah Islam Ala Ahlus Sunnah

Waljamaah bagi generasi penerus;

b. Untuk menampung anak-anak warga NU dan para simpatisan yang

sudah tamat Taman Kanak-Kanak (TK)/RA;

62
c. Untuk memberikan bekal ilmu pengetahuan umum dan agama

sekaligus mencetak kader NU yang mempunyai sumber daya

manusia yang berpotensi;

d. Memberikan kesmepatan bagi warga/ masyarakat lemah ekonomi.

5. Identitas MIMA 34 Hasyim Asy’ari

Identitas Lembaga MIMA 34 Hasyim Asy’ari sebagai berikut:

Nama Sekolah : MIMA 34 Hasyim Asy’ari

Status Sekolah : Swasta

Kepala Sekolah : Abdun Nafik, S.Pd

No Hp Kasek : 085 258 888 516

No Tlp Sekolah : 0331-7948647

Lokasi : Jl. Brawidjaya No.16 RT.50 RW.15

Desa : Pontang

Kecamatan : Ambulu

Kabupaten : Jember

Status : Terakreditai A

Luas Bangunan : L =10 M, P=65 M, Luas= 650 m2

Luas Tanah : 1010 m2, Halaman =360 m2

63
6. Visi dan Misi Sekolah

VISI

“Terwujudnya siswa yang berahlakul karimah, berprestasi dan

berbudaya Islam ala ahlus sunnah wal jama’ah.”

MISI

1. Menumbuhkembangkan Ahlakul Karimah dan praktek nyata sehingga

siswa dapat menjadi teladan bagi teman ,saudara, keluarga dan

masyarakat.

2. menumbuhkembangkan kemampuan berfikir aktif , kreatif, dan aktif

dalam pemecahan masalah.

3. menyelenggarakan pendidikan secara PAKEM (pembelajaran Aktif

kreatif, efektif dan menyenangkan) sehingga siswa berkembang secara

maksimal.

4. menyelenggarakan pengembangan diri dan exstrakurikuler sehingga

siswa dapat berkembang dan berprestasi sesuai dengan bakat dan minat

baik akademik maupun akademik.

5. menumbuhkembangkan budaya islami sehingga siswa dapat

mengamalkan dan menghayati ajaran islam ala ahlussunnah wal jama’ah.

7. Keadaan bangunan MIMA 34 Hasyim Asy’ari


64
Keadaan bangunan MIMA 34 Hasyim Asy’ari sebagai berikut:

TABEL I

KEADAAN BANGUNAN MIMA 34 HASYIM ASY’ARI

KEADAAN BANGUNAN MIMA 34 HASYIM ASY’ARI

No Jenis Bangunan Jumlah Keadaan

1 Kantor Kepala Madrasah 1 Baik

2 Ruang Guru 1 Baik

3 Ruang Tamu 1 Baik

4 Ruang Perpustakaan 1 Baik

5 Ruang UKS 1 Baik

6 Ruang Dapur 1 Baik

7 Kamar Mandi/MCK Guru 2 Baik

8 Kamar Mandi/MCK Siswa 3 Baik

9 Mushola 1 Baik

10 Koprasi 1 Baik

11 Ruang Kelas 11 Baik

Sumber data: Dokumentasi MIMA 34 Hasyim Asy’ari Desa Pontang


Kecamatan Ambulu Tahun Pelajaran 2019/2020.

65
8. Letak Geografis MIMA 34 Hasyim Asy’ari Desa Pontang Kecamatan

Ambulu.

Secara Geografis letak Madrasah MIMA 34 Hasim Asy’ari

berada ditepi jalan utama Desa Pontang, sehingga memudahkan bagi

masyarakat yang hendak menuju kesekolah tersebut, berikut letak

Madrsah MIMA 34 Hasyim Asy’ari:

Sebelah Barat : Sungai

Sebelah Timur : Jalan Raya dan perumahan penduduk

Sebelah Utara : Jalan dan Kantor Banser

Sebelah Selatan : PP dan Mts SA Bustanut Tholabah

9. Kondisi Tenaga Pendidik dan karyawan MIMA 34 Hasyim Asy’ari

TABEL II

DAFTAR PENDIDIK DAN KARYAWAN MIMA 34 HASYIM ASY’ARI

No Nama Jabatan Ijazah


Bidang Study
1 Abdun Nafik, S.Pd Kepala S.I IPA
Madrasah
2 Moh. Ridwan, Waka S.2 AGAMA dan Wali
S.Pd,.M.Pd.I Kurikulum Kelas VI
3 Masrukhin, S.Pd Operator S.I MATEMATIKA

4 Moh. Fahrur roby Waka SMA SBK dan Wali


Kesiswaan Kelas 5A
5 Evi Maslikah, S.Pd.I Guru S.1 Wali Kelas 2B

66
6 Evi Safrida, S.Pd.I Guru S.I Wali Kelas 1A

7 Nia Nikmatul Guru S.I Wali Kelas 1B


Husna, S.Pd.I
8 Budi Suprihatin Guru D.2 Wali Kelas 3A

9 Jamilatur Rochmah, Guru S.I Wali Kelas 2A


S.Pd.I
10 Ahamad Lutfi Guru Wali kelas 5B
Hakim
11 Lukman Hakim Guru SMA Wali Kelas 3B

12 Mukhotibin Guru S1 Wali kelas 4a

13 Abdul Haris Kebun SMA -

14 Khilya Azizah Guru S1 Wali Kelas 4b

15 Juni Kebun SMA -

Sumber data: Dokumentasi MIMA 34 Hasyim Asy’ari Desa Pontang


Kecamatan Ambulu Tahun Pelajaran 2019/2020.

B. Penyajian dan Analisa Data

1. Penyajian Data

Setelah mengalami proses perolehan data dengan berbagai metode

yang digunakan, mulai dari data yang umum hingga data yang spesifik.

Selanjutnya data-data tersebut akan di analisa secara tajam dan kritis,

dengan harapan dapat memperoleh data yang akurat. Secara berurutan

akan disajikan data-data yang mengacu kepada fokus penelitian. Data

67
yang akan digali tentang kegiatan membaca al qur’an sebelum belajar

sebagai pembinaan akhlakul karimah pada siswa di MIMA 34 Hasyim

Asy’ari Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember Tahun Pelajaran

2019/2020.

Peneliti ini juga menggunakan metode kualitatif untuk melihat kondisi

alami dari suatu fenomena. Pendekatan ini bertujuan memperoleh

pemahaman dan menggambarkan realitas yang kompleks.

Penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang

menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

didasari oleh orang atau perilaku yang diamati. Pendekatannya diarahkan

pada latar dan individu secara holistik (utuh). Jadi, tidak dilakukan proses

isolasi pada objek penelitian kedalam variabel atau hipotesis. Tetapi

memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Untuk tahap analisa,

yang dilakukan oleh peneliti adalah membuat daftar pertanyaan untuk

wawancara, pengumpulan data, dan analisa data yang dilakukan sendiri

oleh peneliti. Untuk dapat mengetahui sejauh mana informasi yang

diberikan oleh informan penelitian, peneliti menggunakan beberapa

tahap:

68
a. Menyusun draf pertanyaan wawancara berdasarkan dari unsur-

unsur kredibilitas yang akan ditanyakan pada narasumber atau

informan.

b. Melakukan wawancara dengan narasumber atau informan.

selain itu juga peneliti mewawancarai wali peserta didik sekitar

tentang kecerdasan spiritual siswa guna menjadi data

pendukung.

c. Melakukan dokumentasi langsung dilapangan untuk melengkapi

data-data yang berhubungan dengan penelitian.

d. Memindahkan data penelitian yang berbentuk daftar dari semua

pertanyaan yang diajukan kepada narasumber atau informan.

e. Menganalisa hasil data wawancara yang telah dilakukan.

1. Pelaksanaan Tradisi Membaca Al qur’an Sebelum Belajar

dalam Membina Akhlakul Karimah Siswa di MIMA 34 Hasyim

Asy’ari Ambulu Jember Tahun Pelajaran 2019/2020.

1. Pelaksanaan Tradisi Membaca Al Qur’an di MIMA 34 Hasyim

Asy’ari.

Proses pembinaan akhlakul karimah atau akhlak yang baik

tanpa diikuti dan didukung dengan metode pembiasaan pada

paraktiknya maka hanya sebuah angan-angan belaka, karena


69
pembiasaan dalam proses pendidikan dan pembinaan akhlak sangat

dibutuhkan dan merupakan contoh yang mendorong agar mampu

langsung mempraktikannya sehingga terbiasa melakukannya.

Tradisi merupakan suatu cara yang sangat efektif yang

diterapkan dalam membina akhlak, karena tradisi ini diyakini

sebagai salah satu metode yang cukup berpengaruh terhadap

pembentukan kepribadian akhlak anak dan pembentukan sikap

beragama. Pembiasaan mempunyai peranan penting dalam

kehidupan manusia, karena ia menghemat banyak sekali kekuatan

manusia. Islam menggunakan pembiasaan sebagai salah satu teknik

pendidikan, lalu mengubah seluruh sifat-sifat baik menjadi

kebiasaan, sehingga jiwa dapat dengan mudah menunaikannya

tanpa terlalu payah dan tanpa kehilangan tenaga. Oleh karena itu,

setelah diketahui kecenderungan dan naluri anak-anak dalam

pengajaran menggunakan pembiasaan adalah sangat besar

dibanding usia lainnya, maka hendaklah para pendidik untuk

memutuskan perhatian dan pengajarn anak-anak tentang kebaikan

dan upaya membiasakannya sejak ia sudah mulai memahami realita

kehidupan.

70
Membaca Al-Qur’an tidak hanya sekedar membaca tulisan

arabnya sampai selesai (khatam) dari surat Al-Fatihah sampai surat

An-Naas dan diulang-ulang serta dibaguskan suaranya akan tetapi

harus dipahami dan dimengerti isi kandungannya serta mampu

melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari agar hidup kita tidak

dimurkai oleh Allah SWT.

Pengaruh dan manfaat pembiasaan membaca Al qur’an yang

dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus akan

memberikan kepuasaan bagi akal, sebagai obat penawar dalam

segala kondisi, menghibur dikala gundah bagi yang membacanya.

Mereka yang terbiasa membaca dan mendengarkan ayat-ayat Al

qur’an secara psikologi akan merasakan ketentraman dan

ketenangan yang luar biasa sehingga dalam menjalani

kehidupannya ia akan menjadi pribadi yang tenang dan cerdas

dalam melihat serta menyelesaikan berbagai macam permasalahan

yang tengah dihadapinya.

Dalam kegiatan ini dapat menanamkan nilai-nilai keislaman,

membiasakan pembinaan akhlakul karimah melalui hal-hal yang

baik sebelum siswa belajar di sekolah, membentuk karakter anak

didik agar memiliki imtaq (Iman dan Taqwa) dan imtek (Iman dan
71
teknologi) yang baik serta memberantas buta aksara Al Quran.

Maka dalam pelaksanaan pembiasaan yang dilakukan di Mima 34

Hasyim Asy’ari inipun memiliki tujuan yang sama dengan cara

menerapkan program membaca Al- Qur’an dan tausiyah keislaman

dalam membina akhlakul karimah siswa. Hal ini dapat diketahui

dari hasil wawancara dengan beberapa informan di Mima 34 Hasym

Asy’ari Ambulu, diantaranya ;

Bapak kepala madrasah Bapak Abdun Nafik S.pd,I

menuturkan bahwa tujuan diterapkannya kegiatan tradisi membaca

Al-Qur’an dan tausiyah keislaman di Mima 34 Hasyim Asy’ari

Ambulu Jember, beliau mengungkapkan :

Menurut pandangan saya sacara pribadi,berfikir tujuan


diterapkan pembiasaan membaca Al-Qur’an dan tausiyah
keislaman merupakan suatu cara untuk membiasakan anak itu
aktif untuk dibimbingan disekolah dari pagi hari, anak datang
kesekolah dengan tujuan melakukan doa bersama, terbiasa
disiplin untuk menjalankan pendidikan dengan baik setelah itu
terbiasa bangun pagi berikutnya anak terlatih membaca ayat-
ayat pendek dan akhirnya anak-anak paham dan hafal baca
ayat-ayat pendek dengan sempurna, selain itu bertujuan agar
anak terus mengingat Allah Swt. Di saat mereka disibukkan
dengan kegiatan-kegiatan belajar yang sangat menumpuk,
karena salah satu upaya untuk mengingat Allah Swt. adalah
dengan melaksanakan membaca Al-Qur’an. Jadi, siswa tidak
hanya diharuskan berpusing-pusing mengerjakan dan

72
memikirkan tugas atau soal-soal yang diberikan oleh guru, jadi
kesimpulannya untuk membina akhlak”.49

Serupa yang disampaikan oleh Bpk Abdun Nafik mengenai

tujuan penerapan tradisi membaca Al qur’an adalah untuk membina

akhlak siswa menjadi lebih baik lagi maka ibu Nia Nikmatul

Hasanah, mengatakan bahwa :

Tujuan dari diterapkan program membaca Al-Qur’an sebelum


belajar dan tausiyah keislaman tentang ayat Al-Qur’an yang
dibacanya di MI 34 Hasyim Asy’ari ini secara umum adalah
agar anak-anak ini tidak buta dengan ayat-ayat suci Al-Qur’an.
Menjaga supaya anak itu berprilaku yang baik dengan dia
membaca Ayat-ayat suci Al-Qur’an dan terus mendengarkan
kisah-kisah mengenai akhlak yang baik setiap paginya
disekolah. Anak menjadi sosok yang lebih tenang karena efek
bacaan Al-Qur’an Serta kenal dekat dan terbiasa membaca
ayat-ayat suci Al-Qur’an. Secara umumnya agar sikap anak ini
berjalan menuju arah yang baik’’.50

Sama halnya dengan pernyataan Ibu Nia Nikmatul H di atas

mengenai tujuannya adalah untuk membiasakan siswa terbiasa

melakukan aktifitas membaca Al-Qur’an dan mengigat Allah

sebelum belajar, Ibu Jamilatur Rachmah S.pd,I, mengatakan

bahwa :

Tujuan diterapkannya kegiatan membaca Al- Qur’an sebelum


belajar dan tausiyah keislaman adalah ingin membentuk siswa
yang berkarakter religius. Harapan diterapkannya kegiatan ini
49
Abdun Nafik S.pd,I., (Kepala Madrasah MIMA 34 Hasyim Asy’ari), wawancara ,23 Agustus 2020
pukul 09:46
50
Nia Nikmatul Hasanah S.pd,I (Guru Wali Kelas I).,wawancara, 25 Agustus 2020 pukul 10:02
73
jika pada hakekatnya dilaksanakan sesuai dengan peraturan
dan standar yang ada saya rasa bagus, tapi memang dari
lembaga sekolahya harus mendukung secara maksimal kegiatan
ini. Tidak hanya programnya dibuat oleh pihak atas(kepala
madrasah) tapi juga pihak bawahnya harus ikut menjalankan
sehingga memang dalam membina akhlak karimah siswa bisa
dioptimalkan.51

Serupa tapi tidak sama dengan pernyataan dari Nia Nikmatul

Hasanah yang mengatakan bahwa pelaksanaan kegiatan mengaji

sebelum belajar dan tausiyah keislaman yang diterapkan di sekolah

ini salah satu tujuannya memberikan pelajaran agama Islam yang

plus dan membiasakan anak melakukan hal yang baik dan terpuji

serta memiliki akhlakul karimah, dalam hal ini Ibu Sundus orangtua

dari Faizatul Mubarokah salah satu siswa di MIMA 34 Hasyim

Asy’ari mengatakan bahwa:

Yang kami tahu tentang tujuan sekolah nerapke kegiatan ngaji


sebelum belajar di sekolah ialah untuk buat anak-anak jadi
bisa ngaji, terus punya akhlak yang bagus, yo bagus dengan
gurunya, bagus dengan uwongtuone, ya bagus dengen siapa
saja. Yang paling penting supaya tidak jadi anak yang nakal.
Yang diketahui dari penerapan kegiatan membaca Al’Qur’an
sebelum belajar adalah untuk memperbaiki akhlak menjadi
lebih baik dan agar bisa membaca Al-Qur’an dengan baik.52

51
Jamilatur Rachmah S.pd,I, (Guru Wali Kelas II) , wawancara, 27 Agustus 2020 pukul 08:06
52
Ibu Sundus, Orang tua dari Faizatul mubarokah, siswa kelas VI , wawancara, 28 Agustus 2020
pukul 09:10
74
Lagi lagi dengan pernyataan ibu jamilatur Racmah di atas

mengenai tujuan dari program tradisi membaca Al Qur’an dan

tausiyah keislaman menurutnya adalah agar peserta didik yang

membaca Al Qur’an dan mendengarkan tausiyah keislaman untuk

mengarahkan kepada perbuatan perbuatan yang baik setiap harinya

di sekolah anak akan terbiasa dengan ayat Al Qur’an yang dibaca

ayat Al Qur’an tersebut yang sering dan biasa dibaca maka anak

sedikit banyaknya tahu mengenai ayat ayat Al Qur’an da nisi Al

Qur’an itu apa, sehingga tidak sadar anak anak akan mencontoh apa

yang dibaca dan didengarnya. Maka ibu Efi Maslikah S.pd.I juga

menyampaikan pendapatnya mengenai tujuan dari penerapan tradisi

membaca Al Qur’an dan tausiyah keislaman menyatakan :

Kalau secara rinci kami sebagai guru ini rasanya tidak terlalu
mendetail ingin tahu apa tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini.
Cuma secara garis besar kami tahu. Sebenarnya tujuan dari
kegiatan itu karenakan keadaan sekarang ini yang berkaitan
dengan akhlak. Dari kegiatan ini diharapkan terbentuk
karakter akhlak anak yang lebih baik dan bagus. Secara garis
besar pelaksanaan kegiatan membaca Al Qur’an sebelum
belajar diterapkan untuk membina akhlak anak agar memiliki
akhlakul karimah dalam kehidupannya.53

53
Efi Maslikah S.pd,I, (Guru Wali Kelas II) , wawancara, 30 Agustus 2020 pukul 08:06

75
Dalam kegiatan membaca Al Qur’an dan pelaksanaan

tausiyah keislaman ini dilaksanakan sebagai bentuk usaha untuk

membina akhlak siswa menuju kea rah yang lebih baik dan selin itu

juga menanamkan kepada siswa untuk senantiasa membaca Al

Qur’an dan memulai aktifitas dengan tradisi yang baik. Ibu budi

Suprihatin menuturkan tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini intinya

adalah untuk memebina akhlak anak menjadi lebih baik.

Selama ini tujuan kami menerapkan program krgiatan


mengaji sebelum belajar dan tausyiyah keislaman itu dilator
belakangi karena ditemukan siswa di MIMA 34 Hasyim
Asyi’ari yang tidak bias membaca Ayat Suci Al Qur’an, hal
ini sangat menghambat juga dalam pelaksanaan ujian sekolah
mata pelajaran agama islam, karena siswa yang lulus mata
pelajaran agama islam adalah siswa yang mampu membaca
Al Qur’an dengan baik dan mampu mempraktikan shalat
dengan baik juga, selain itu kami juga prihatin dengan
perkembangan akhlak dan sikap siswa pada saat itu, jadi dulu
banyak dijumpai siswa yang akhlaknya kurang baik,
contohnya dengan gurunya melawan, sering dating terlambat,
menganggu teman, tidak mengerjakan PR, berkelahi, dan lain
sebagainya. Maka dari itu kami pihak sekolah bersama orang
tua siswa mengadakan rapat kordinasi, maka didapatlah suatu
solusi saat itu bahwa untuk memperbaikipermasalahan
tersebut langkah yang harus ditempuh adalah diadakannya
kegiatan memebaca Al Qur’an sebelum belajar di sekolah
serta kegiatan memberikan tausyiah keislaman dalam hal
memperbaiki akhlak anak dan Alhamdulillah sekarang
kegiatan ini sudah berlangsung dengan cukup baik.54

54
Budi Suprihatin , (Guru Wali Kelas III) , wawancara, 30 Agustus 2020 pukul 09:26
76
Kegiatan tradisi membaca Al Qur’an dalam membina

akhlakul karimah siswa di MIMA 34 Hasyim Asy’ari Ambulu

Jember sudah berlangsung sejak lama, namun pelaksanaannya

belum terkondisikan dengan baik dan belum dilaksanakan secara

insentif, dengan muatan materi membaca Al Qur’an sebelum

belajar, tausiyah keislaman tentang ayat Al Qur’an yang di baca

barulah MIMA 34 Hasyim Asy’ari melaksanakan kegiatan insentif

dan berkala.

Selain dari hasil wawancara dengan beberapa informan di atas

peneliti melakukan observasi juga mengenai Pelaksanaan kegiatan

membaca Al-Qur’an sebelum belajar dan tausiyah keislaman,

kegiatan ini dilakukan setiap hari di pagi hari kurang lebih selama

30 menit yakni dari pukul 06:45 sampai pukul 07:30 pagi, surat-

surat yang dibaca dalam pelaksanaan adalah surat-surat pendek

yang ada di juz amma, terkadang kalau di hari kamis dan jum’at

sholat dzuha berjama’ah. Selain membaca Al-Qur’an sebelum

belajar, pelaksanaannya juga diselipkan tausiyah dan penjelasan

menganai surat yang dibaca agar siswa-siswi mengerti dan bisa

dipahami dalam aplikasi kehidupan sehari-hari.

77
Dari uraian di atas dapat peneliti simpulkan bahwa latar

belakang MIMA 34 Hasyim Asy’ari melaksanakan kegiatan

membaca Al- Qur’an sebelum belajar dan tausiyah keislaman

adalah sebagai usaha untuk membina akhlak siswa menuju akhlak

yang lebih baik lagi dan mengenalkan anak agar senantiasa

memulai aktifitas dengan membaca Al-Qur’an agar memiliki sifat

dan kepribadian yang tenang, selain itu latarbelakang diterapkannya

kegiatan membaca Al-Qur’an sebelum belajar dan tausiyah

keislaman tentang ayat Al-Qur’an yang dibaca di MIMA 34 Hasyim

Asy’ari ini dikeranakan pernah ditemui beberapa kasus yakni

banyaknya siswa di MIMA 34 Hasyim Asy’ari ini yang tidak bisa

membaca Ayat suci Al-Qur’an terutama pada kelas 4, 5, dan 6 yang

menghambat kegiatan pembelajaran, selain itu juga ditemukan

beberapa kasus akhlak anak yang kurang baik akhlaknya

diantaranya pernah akhlak anak yang kurang baik dengan dengan

gurunya, anak sering melawan guru melawan, sering datang

terlambat, mengangu teman, tidak mengerjakan PR, berkelahi, dan

lain sebagianya.

Disamping itu juga, pelaksanaan kegiatan Tradisi membaca

Al-Qur’an dalam Membina akhlakul karimah siswa sudah


78
diterapkan sejak lama, Mekanisme Pelaksanaan kegiatan membaca

Al-Qur’an dan tausiyah ke Islaman tentang ayat Al-Qur’an yang

dibaca dilakukan setiap pagi hari sebelum siswa memulai pelajaran

yaitu pada pukul 06:45 sampai pukul 07:30 pagi, surat-surat yang

dibaca dalam pelaksanaan kegiatan adalah surat-surat pendek yang

ada di juz amma, terkadang kalau di hari kamis dan jum’at sholat

dzhuha berjama’ah. Selain membaca Al-Qur’an sebelum belajar,

pelaksanaannya juga diselipkan tausiyah dan penjelasan menganai

surat yang dibaca agar siswa-siswi mengerti dan bisa dipahami

dalam aplikasi kehidupan sehari-hari.

2. Dampak Pembiasaan Membaca Al-Qur’an Sebelum Belajar

dalam Membina Akhlak Siswa di MIMA 34 Hasyim Asy’ari

Pada umumnya anak-anak yang dibina akhlaknya ternyata

membawa hasil berupa terbentuknya kepribadian muslim yang

berakhlak mulia, taat pada Allah dan Rasulnya, hormat kepada Ibu

Bapak, dan sayang kepada sesama makhluk Tuhan. Sebaliknya

anak-anak yang tidak dibina akhlaknya yang dibiarkan tanpa arahan

dan bimbingan ternyata menjadikan anak yang nakal, memilki

akhlak yang tercela, mengangu masyarakat dan melakukan

79
perbuatan yang melanggar perintah agama dan merugikan orang

lain.

Melalui kegiatan membaca Al-Qur’an sebelum belajar yang

diterapkan di MIMA 34 Hasyim Asy’ari diharapkan para siswa

dilatih datang kesekolah lebih awal untuk membaca Al-Qur’an,

berdoa, berzikir, serta melakukan hal-hal yang baik sebelum

memulai pelajaran yang semua itu bertujuan untuk membentuk

karakter siswa memiliki akhlakul karimah, diantaranya:

1. Akhlak terhadap Allah Swt

Jika ditinjau dari segi hubungan vertikal yakni hubungan

dnegan Allah maka pembiasaan membaca Al-Qur’an merupakan

satu bentuk amal ibadah untuk mengingat Allah Swt melalui kitab

sucinya yang kita baca yaitu sebagai penciptanya yang wajib kita

disembah.

Dalam hal tersebut, Bpk Abdun Nafik menjelaskan bahwa :

Dengan tradisi membaca Al Qur’an sebelum belajar di


sekolah yang dilakukan setiap pagi hari insya Allah lambat
laun akan menumbuhkan sikap selalu ingat kepada Allah
SWT pada diri siswa yang secara tidak sadar akan melahirkan
sifat optimis (kepastian) pada diri siswa dan menyadarkannya
bahwa ia tidak sendirian. Ia pun menyakini bahwa Allah SWT
senantiasa dekat dengannya. Jadi, mereka sadar bahwa semua

80
kegiatan atau perbuatan selalu diawasi oleh Allah SWT.55

Dalam hal ini Vinaria Ulwiyani selaku siswa kelas VI MIMA

34 hasyim Asy’ari mengatakan bahwa :

Aku ini sebenarnya sama teman-teman biasanya galak juga


bohong sama pak guru kalau kami tidak mengerjakan PR, tapi
aku merasakan kalau mau bohong sekarang agak takut.
Karena pas waktu itu kan kami lagi baca surat Al-Lahab, terus
habis itu kami dijelaskan sama pak guru, kalau surat ini
bercerita itu tentang istrinya Abu Lahab yang galak bohong
dijanjikan Allah masuk Neraka, Selain itu kata pak guru ada
malaikat jaga yang nyatat segala amal perbuatan kita,
percuma kalau galak memebaca Al Qur’an tapi masih galak
dan bohong sama pak guru, jadi kalau mau bohong kami
mikir-mikir dulu, agak-agak takut jadinya aku. Sebelum kami
melakukan kegiaan rutin membaca Al Qur’an dan
memdengarkan ceramah dari apa yang kami baca, kami
menjadi tidak mau berbicara bohong karena bohong itu adalah
akhlak yang tercela yang bisa memasukan kami kedalam
neraka.56

Sama dengan apa yang di ungkapkan oleh Bpk Abdun Nafik

dan Vinaria Ulwiyani selaku siswa MIMA 34 Hasyim Asy’ari

Ambulu Jember bahwa tradisi membaca Al Qur’an yang

dilaksanakan setiap pagi disekolah akan menumbuhkan sifat selalu

mengingat Allah, dan senantiasa sadar bahwa setiap perbuatan yang

dilakukan selalu diawasi Allah, maka siswa akan berhati-hati dalam

55
Abdun Nafik S.pd.I (Kepala Sekolah), wawancara, 02 September 2020 pukul 07.40
56
Vinaria Ulwiyani (Siswa Kelas VI), wawancara, 02 September 2020 pukul 08.40.
81
berbuat dan bertindak. Hal yang sama juga diungkapkan oleh ibu

Khilya Azizah melalui penuturannya bahwa :

Pada umumnya, manusia cenderung mengingat Allah SWT


ketika memiliki masalah atau musibah saja, bahkan terkadang
kesibukan dapat menjadikan mereka lupa terhadap Allah Swt.
Tetapi dalam hal ini, siswa di MIMA 34 Hasyim Asy’ari ini
cukup terlatih dan terbiasa untuk selalu ingat kepada Allah
Swt. Di saat suka maupun duka dikarenakan sebelum
memulai aktifitas lainnya aktifitas yang pertama kali
dilakukan siswa adalah membaca Al-Qur’an dan mengingat
Allah.57
Selain itu dampak Tradisi dari membaca Al-Qur’an sebelum

belajar juga terlihat pada diri siswa yang mampu bersyukur

dengan hati dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang

diperolehnya semata-mata karena anugerah dan kemurahan Allah

SWT. Hal ini terbukti ketika peneliti melakukan observasi terhadap

kondisi siswa, dari hasil observasi tersebut menunjukkan

kesederhanaan siswa, baik dari segi busana, tutur kata, maupun

tingkah laku mereka selain itu juga dapat terlihat ketika siswa

sangat yakin bahwa segala nikmat yang diperoleh itu bersumber

dari Allah Swt, secara spontan dari lidahnya terucap kalimat “al-

hamdilillah” ketika mendapatkan sebuah nikmat.

57
Khilya Azizah S.pd.I (Wali Kelas IV), wawancara, 02 September 2020 pukul 10.00
82
Dalam hal ini salah satu siswa bernama Raka Raditiya

Pratama V salah satu siswa di MIMA 34 Hasyim Asy’ari saat

diwawancarai mengatakan:

Aku merasakan apa yang sudah Allah kasih sama akau ya


yang paling baik,jadi kata bu guru kita harus banyak banyak
bersyukur, ya paling tidak bersyukur dengan mengucapkan
Alhamdulillah. Setelah membaca Al Qur’an dan
mendengarkan tausyiah keislaman tentang ayat Al Qur’an
yang di baca setiap pagi, sekarang kami merasa bersyukur
dengan keadaan kami dan berusaha menjadi anak yang baik.58
Hal senada dengan yang dikatakan Raka Raditiya mengenai

manfaat membaca Al-Qur’an di sampaikan juga oleh Ajrina Nasha

salah satu siswa kelas IV di MIMA 34 Hasim Asy’ari, melalui

perkatannya :

Kami merasa lebih bersyukur sekarang, dengan kami selalu


baca Al Qur’an dan selalu dengar penjelasannya dari bu guru
setiap paginya disekolah tentang apa yang kami baca, kami
sekarang merasakan jadi lebih lancar baca Al Qur’an nya,
kami juga jadi tau kalau kami ini sudah banyak dapat nikmat
dari Allah, Allah itu baik sama kami, Allah sudah kasih kami
mato untuk ngeliat, kasih kami hidup, dan banyaklah
pokoknyo. Pokoknyo kami merasa bahwa Allah itu baiklah
samo kami. Bukti lainnyo juga kata bu guru kami sekarang
bisa belajar dengan tenang juga nikmat dari Allah jadi kami
sudah seharusnya bersyukur, nah cara bersyukur itu ya kami
harus sholat, terus juga baco al qur’an, mengingat Allah
paling tidak mengucapkan Alhamdulilah, Karena setiap pagi
kami rutin membaca Al-Qur’an dan mendengarkan tausiyah

58
Raka Raditiya Pratama (Siswa Kelas V), wawancara, 02 September 2020 pukul 11.00
83
keislaman tentang ayat Al-Qur’an yang dibaca maka kami
merasa bahwa nikmat Allah itu banyak sekali dan kami harus
banyak bersyukur dengan menjadi anak yang baik serta rajin
mengerjakan shalat.59

Selain itu manfaat lain yang di dapat dari Tradisi membaca

Al-Qur’an sebelum belajar setiap pagi hari yang diterapkan di

MIMA 34 Hasyim Asy’ari ini dirasa tidak hanya mampu

menghasilkan siswa yang hanya mampu bersyukur dengan hati dan

ucapan saja tetapi menciptakan siswa siswi yang mampu juga

merealisasikan rasa syukur dengan menjaga nikmat itu dalam

kehidupan sehari- hari. Hal ini dapat diketahui dari hasil observasi

beberapa kegiatan siswa dirumahnya, bahwa siswa berusaha untuk

menjaga nikmat yang sudah didapatnya, misalnya ketika menerima

nikmat berupa seragam, dan buku pelajaran dari sekolah para siswa

berusaha merawatnya dengan cara mencuci baju ketika kotor,

menyetrika agar rapi, dan menyimpannya dalam lemari dan

menyampul buku serta tidak mencoret-coretnya. Ketika dianugerahi

nikmat kesehatan, siswa dapat menjaga tubuh untuk tetap sehat dan

bugar, agar terhindar dari sakit dan tidak makan-makanan yang

59
Ajrina Nasha (siswa Kelas IV), wawancara, 02 September 2020 pukul 11.30
84
mengandung penyakit. Selain dari itu pun dampak dari kegiatan ini

anak-anak ngajinya jadi lebih bagus dan ada juga anak-anak yang

sudah shalat lima waktu dan rajin membaca Al-Qur’an di rumah.

Selain dari hasil wawancara dengan beberapa informan di atas

peneliti melakukan observasi juga mengenai manfaat dari

Pelaksanaan kegiatan membaca Al-Qur’an sebelum belajar dalam

membina akhlak siswa diantaranya siswa menjadi lebih tanang

dalam belajar di kelas, hal ini terbukti ketika guru menjelaskan

pelajaran tidak ada siswa yang main-main dan tidak memperhatika,

semua siswa nampak serius memperhatikan penjelasan dari gurunya

di kelas, selain itu juga berdasarkan Observasi di rumah beberapa

siswa, tampak siswa bersemangat melaksanakan dan mengerjakan

shalat ketika sudah masuk waktu sholat tanpa di suruh oleh orang

tuanya.

Dari beberapa keterangan di atas, maka dapat dianalisa bahwa

dengan diterapkannya pembiasaan membaca Al-Qur’an sebelum

belajar di MIMA 34 Hasyim Asy’ari setiap pagi akan menghasilkan

prilaku siswa yang selalu ingat kepada Allah Swt, baik saat sibuk

maupun tidak, mampu bersyukur dan selalu merasa bahwa dirinya

85
tidak sendiri dan selalu ada Allah yang menemaninya dalam setiap

keadaanya, siswa jadi mampu bertutur kata lebih sopan,

bersemangat dalam menjalani kehidupannya serta sudah terbiasa

membaca Al- Qur’an setiap pagi dengan lancar dan mengerjakan

amal-amal baik lannya.

2. Akhlak terhadap Sesama Manusia dan Alam sekitarnya

Dampak pembiasaan membaca Al-Qur’an terhadap

pembinaan akhlak siswa terhadap sesama manusia, salah satunya

yaitu dapat menumbuhkan rasa persaudaraan dan kasih sayang antar

siswa, serta hubungan antara siswa dengan guru.

Dalam hal ini, Bpk Abdun Nafik mengatakan, bahwa tujuan

diterapkannya pembiasaan membaca Al-Qur’an sebelum belajar di

MIMA 34 Hasyim Asy’ari ini, adalah:

Salah satunya agar siswa lebih menyadari tentang pentingnya


rasa persaudaraan. Karena pelaksanaan membaca Al-Qur’an
sebelum belajar di MIMA 34 Hasyim Asy’ari ini dilakukan
dengan bersama-sama, maka secara tidak langsung mereka
telah menciptakan hubungan yang harmonis atau keakraban
antar siswa dan juga guru.60

Apabila dicermati lebih jauh, silaturrahmi dapat mempererat

tali persaudaraan. Tali persaudaraan yang kuat memudahkan kita

60
Abdun Nafik S.pd.I (Kepala Sekolah), wawancara, 03 September 2020 pukul 07.00
86
berbagi solusi untuk mengatasi masalah kehidupan. Aplikasi dari

tali persaudaran ini adalah dengan menyambung tali silaturrahmi,

baik antar siswa maupun siswa dengan para guru sehingga

mudahnya kita memperoleh solusi hidup, otomatis akan

menghindarkan kita dari perasaan tertekan, stres, dan sejenisnya.

Selain itu pembiasaan membaca Al-Qur’an sebelum belajar di

MIMA 34 Hasyim Asy’ari ini juga berdampak pada pembinaan

adab kesopanan siswa, baik perkataan maupun perbuatan. Selain

sikap kesopanan, dampak pembiasaan membaca Al-Qur’an sebelum

belajar lainnya adalah siswa menjadi lebih tenang dan dapat

menahan amarah mereka.

Selain sikap-sikap yang telah dipaparkan di atas, dampak

membaca Al-Qur’an sebelum belajar di MIMA 34 Hasyim ASy’ari

ini terhadap pembinaan akhlak siswa selanjutnya adalah

tertanamnya sifat jujur pada diri siswa. Jujur merupakan sifat yang

terpancar dari dalam hati yang mulia dan memantulkan berbagai

sifat terpuji. Orang yang jujur berani menyatakan sikap secara

transparan dan terbebas dari segala kepentingan, kepalsuan, serta

penipuan.

Dalam hal, ini bpk Mukhotibin menjelaskan :


87
Kejujuran adalah hal mutlak yang harus dimiliki siswa dalam
usaha untuk meningkatkan prestasi. Misalnya, ketika siswa
mengerjakan soal ujian, maka mereka harus jujur dalam
menyelesaikan soal-soal tersebut. Dalam hal ini, para guru
sering menyampaikan dan menanamkan sebuah motto kepada
siswa bahwa “kejujuran adalah kunci dari kesuksesan.

Selain itu manfaat lain yang di dapat dari tradisi membaca Al-

Qur’an sebelum belajar setiap pagi hari yang diterapkan di MIMA

34 Hasyim Asy’ari ini dirasa tidak hanya mampu menghasilkan

siswa yang yang mampu memiliki akhlakul karimah yang baik

namun juka memiliki kepribadian dan akhlak yang baik terhadap

sesama. Hal ini dapat diketahui dari hasil observasi beberapa

kegiatan siswa baik disekolah dan dirumahnya, bahwa siswa

berusaha untuk selalu bersikap sopan dan patuh terhadap orang

yang lebih tua, menjaga perilakunya agar tidak merugikan orang

lain, setiap pagi siswa yang selalu datang kesekolah tepat waktu,

berpamitan pada orang tua sebelum berangkat kesekolah, mengkuti

kegiatan dan membaca Al-Qur’an dengan saksama dan tertib,

mendengarkan penjelasan guru secara serius, membantu

meminjamkan pena kepada teman yang lupa membawa pena,

berkata jujur jika tidak mengerjakan PR dan lain sabagainya serta

memiliki rasa kasih sayang terhadap sesama mahluk ciptaan Allah


88
dengan berperilaku membuang sampah pada tempatnya, dan tidak

menjahili teman.

Dari keterangan di atas, maka dapat dianalisa bahwa dengan

adanya tradisi membaca Al-Qur’an sebelum belajar di MIMA 34

Hasyim Asy’ari ini siswa cukup mampu menerapkan adab

kesopanan terhadap setiap orang, terutama orang tua dan guru, baik

berupa perkataan maupun perbuatan selain itu juga mengontrol

emosi atau amarah siswa, selain itu pikiran dan hati siswa juga

menjadi lebih tenang, sehingga akan memperlancar proses belajar

dan siswa memiliki sifat jujur, baik perkataan maupun perbuatan.

Hal ini terbukti karena siswa selalu mengungkapkan apa adanya

ketika sedang berbicara dengan guru dan juga ketika mereka

mengerjakan soal-soal ujian. Disamping itu juga manfaat lain yang

di dapat dari pembiasaan membaca Al-Qur’an adalah siswa mampu

memiliki akhlakul karimah dalam menjalankan kehidupananya baik

terhadap Allah, Manusia dan alam sekitarnya.

89
3. Factor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Tradisi

Membaca Al Qur’an Sebelum Belajar Dalam Membina Akhlak

Siswa di MIMA 34 Hasyim Asy’ari

Dalam pelaksanaan kegiatan Pembinaan Akhlakul Karimah

Siswa melalui Pembiasaan Membaca Al-Qur’an di MIMA 34

Hasyim Asy’ari terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya,

baik faktor pendukung maupun faktor penghambat dari pelaksanaan

kegiatan tersebut. Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa

informan di MIMA 34 Hasyim ASY’ari, Menyatakan bahwa di

dalam pembinaan akhlakul karimah anak mempunyai beberapa

faktor antara lain:

1. Faktor pendukung

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti terhadap

pelaksanaan kegiatan di MIMA 34 Hasyim ASy’ari dengan meteri

membaca Al Qur’an dan tausiyah keislaman, di dapatkan informasi

mengenai beberapa faktor pendukung yang mempengaruhi

Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa Melalui Tradisi Membaca Al-

Qur’an sebelum belajar di MIMA 34 Hasyim Asy’ari diantaranya

adanya keinginan dari kepala sekolah dan orang tua siswa untuk

mengenalkan kepada siswa agar senantiasa dekat dengan ayat-ayat


90
Al-Qur’an, senantiasa membaca Al-Qur’an sebelum memulai

aktifitas di pagi hari serta mendorong siswa agar mampu memiliki

akhlak yang baik, selain itu kegiatan ini juga di dukung dengan

warga sekolah dan wali murid yang semuanya beragama Islam yang

menginginkan anaknya menjadi anak yang memiliki kepribadian

yang baik.

Dalam hal ini Bpk Abdun Nafik selaku Kepala Sekolah

menuturkan pendapatnya mengenai beberapa faktor pendukung

dalam penerapan pembiasaan membaca Al-Qur’an dan tausiyah

keislaman di MIMA 34 Hasyim Asy’ari adalah:

Selama ini tujuan kami menerapkan program kegiatan


mengaji sebelum belajar dan tausiyah keislaman itu
dilatarbelakangi karena ditemukan ada siswa di MIMA 34
Hasyim ASY’ari ini yang tidak bisa membaca Ayat suci Al-
Qur’an terutama pada kelas 4, 5, dan 6, hal ini sangat
menghambat juga dalam pelaksanaan ujian sekolah dalam
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, dan mampu
mempraktikan shalat dengan baik juga, selain itu kami juga
prihatin dengan perkembangan akhlak dan sikap siswa pada
saat itu, jadi dulu banyak dijumpai siswa yang akhlaknya
kurang baik, contohnya dengan gurunya melawan, sering
datang terlambat, mengangu teman, tidak mengerjakan PR,
berkelahi, dan lain sebagianya. Maka dari itu kami pihak
sekolah bersama orang tua siswa mengadakan rapat
koordinasi, maka didapatlah suatu solusi saat itu bahwa untuk
memperbaiki permasalahan tersebut langkah yang harus
ditempuh adalah diadakannya kegiatan membaca Al-Qur’an
sebelum belajar di sekolah serta kegiatan memberikan
tausiyah keislaman dalam hal memperbaiki akhlak anak dan
91
alhamdulilah sekarang kegiatan ini sudah berlangsung dengan
cukup baik.61

Senada dengan yang diungkapkan Bpk Bdun Nafik di atas

mengenai beberapa faktor pendukung dalam pelaksanaan kegiatan

membaca Al-Qur’an sebelum belajar dan tausiyah keislaman adalah

keinginan kuat dari pihak sekolah dan orang tua melalui penerapan

kegiatan membaca Al-Qur’an sebelum belajar dan mendengarkan

tausiyah keislaman mampu membina akhlak siswa, maka Ibu Khoir

sebagai wali murid mengatakan bahwa :

Waktu itu, kami pernah diundang datang rapat oleh sekolah,


kalau saya tidak salah yang waktu itu mendapat undangan
rapat disekolah adalah orang tua murid kelas 4, 5 sama 6, jadi
waktu itu ibuk kepala sekolah ngomong kalau kami pengen
punya anak yang bagus sikapnya dan bisa baca Al-Qur’an
kami disuruh dukung kegiatan anak-anak untuk pegi
kesekolah lebih pagi dari sebelumnya, jadi jam setengah tujuh
itu anak-anak sudah harus datang ke sekolah, untuk ngaji
sama mendengarkan gurunya ceramah kalau tidak, salah. Yo..
kami sebagai uwong tuo seneng seneng wae kalau anak kami
akhlaknya jadi bagus setelah sekolah disitu, ya kami negerasa
dak keberatan juga kalo anak anak disuruh jam setengah tujuh
sudah disekolah, kan rumahnya juga disinilah, jadi tidak
beratlah bagi kami untuk anak disuruh datang jam setengah
tujuh. Yang mendapat undangan rapat koordinasi untuk
penerapan pelaksanaan kegiatan adalah orang tua siswa kelas
4, 5 dan 6 yang mengatakan bahwa jika ingin anaknya
memiliki akhlak yang baik maka kami sebagai orang tua
harus mendukung program dan kegiatan ini.62
61
Abdun Nafik S.pd.I (Kepala Sekolah), wawancara, 03 September 2020 pukul 07.30

62
Ibu Khoir Orang Tua Dari Shella siswa kelas VI , wawancara, 03 September 2020 pukul 02.00
92
Sama halnya dengan penuturan wali murid dan beberapa guru

di MIMA 34 Hasyim ASY’ari, yang mendukung kegiatan membaca

Al-Qur’an sebelum belajar di sekolah dan kegiatan mendengarkan

tausiyah keislaman, Zarena selaku murid kelas IV mengatakan

bahwa :

Aku sama sama teman teman biasanya dari rumah pegi


kesekolah jam 6 lewat 20 menit, rumah kami deket, kami
seneng pagi pagi dateng ke sekolahan, selain udaranya masih
seger kami juga bisa sambil olahraga, terus juga pas disekolah
ada ngaji sama dengarkan ceramah dari bu guru, kami seneng
kalo ngajinya rame-rame, soalnyo kalo ngaji itu kami jadi
tenang terus lebih muda belajarnya, abis itu bu guru juga
ceramah pagi pagi tu ceramahnya bagus juga jadi bikin kami
tau kalau kami melakukan kesalahn ini doso. Biasanya saya
dan teman-teman berangkat ke sekolah pukul 6 lewat 20
menit, karena jarak rumah ke sekolah tidak terlalu jauh dan
kami juga tidak terlambat jadinya datang ke sekolah, selain itu
kami dibiasakan membaca Al- Qur’an sebelum belajar di
sekolah sehingga kami jadi tenang belajarnya dan
mendapatkan pahala.

Selain wawancara dengan beberapa informan di atas, yang

menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaan kegiatan membaca

Al-Qur’an sebelum belajar di MIMA 34 Hasyim Asy’ari ini adalah

dukungan dan kemauan dari guru, siswa dan orangtua yang

bekerjasama untuk mensukseskan tujuan dari pelaksanaan kegiatan

membaca Al-Qur’an ini dalam membina akhlak siswa, diantaranya


93
guru dan kepala sekolah yang hadir di tapat waktu dan menyambut

kedatangan siswa, siswa yang tertib dalam melaksanakan kegiatan

membaca Al-Qur’an serta mendengarkan secara saksama penjelasan

gurunya mengenai surat yang di bacanya.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah

dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan

kegiatan yang telah dilaksanakan di MIMA 34 Hasyim Asy’ari

mengenai pelaksanaan di sekolah namun program yang baru bisa

dilaksanakan di MIMA 34 Hasyim Asy’ari ini hanya terbatas

kegiatan membaca Al-Qur’an sebelum belajar dan mendengarkan

tausiyah keislaman tentang ayat Al-Qur’an yang dibacanya saja,

maka untuk pelaksanaan kegiatan membaca Al-Qur’an dan tausiyah

keislaman yang diterapkan di MIMA 34 Hasyim Asy’ari sudah

berjalan dengan cukup baik dan terkondisikan dengan baik dengan

durasi waktu pelaksanaan kurang lebih 30 menit, hal ini dapat

dilihat dari jadwal pelaksanaan kegiatan di MIMA 34 Hasyim

Asy’ari, kegiatan membaca Al-Qur’an dan mendengarkan tausiyah

keislaman yang ada.Selain itu faktor pendukung dari pelaksanaan

kegiatan ini adalah agar semua siswa wajib melaksanakan di semua

jenjang sekolah, serta keinginan dan dukungan dari kepala seklah,


94
guru dan siswa dalam melaksanakan kegiatan ini dengan sebaik-

baiknya agar mampu menciptakan siswa yang memiliki akhlakul

karimah dalam menjalani kehidupannya nanti.

2. Faktor Penghambat

Dalam melakukan pelaksanaan kegiatan membaca Al-Qur’an

sebelum belajar juga tak terlepas ada banyak penghambat

yang ditemukan di lapangan dalam penerapanya, Hal ini

sesuai dengan hasil wawancara yang didapat dari beberapa

informan di MIMA 34 Hasyim Asy’ari ini, yang menjadi

factor penghambat dalam pelaksanaannya Membaca Al-

Qur’an sebelum belajar adalah :

Yang pertama berasal dari lingkungan sekolah sendiri yang

ternyata masih ada beberapa guru dan siswa yang datang

terlambat, banyaknya pendapat guru mata pelajaran umum

yang berfikir bahwa tanggung jawab dan program ini adalah

hanya terbatas pada tanggung jawab guru PAI selain itu faktor

sarana dan prasarana yang terbatas sehingga program ini

terkadang tidak bisa dilakukan dengan sebenarnya.

Dalam hal ini sama yang di ucapkan bpk Ahmad Lutfi Hakim

bahwa :
95
Kendala dalam pelaksanaan kegiatan Membaca Al-Qur’an
sebelum belajar dan tausiyah keislaman adalah faktor waktu.
Kebijakaan dari pelaksanaan ini dipandang waktunya terlalu
pagi, dan ada beberapa guru dan anak-anak yang agak
kesulitan dalam hal waktu yang rumahnya agak jauh, kalau
misalnya pelaksannanya ditetapkan jam tujuh pagi baru
dimulai dan masuk sekolahnya jam delapan ya mungkin
bisalah terlaksanakan dengan baik. Sebenarnya niat kepala
sekolah menerapkan program ini memang baik yang ingin
membina akhlak anak agar menjadi baik tapi kembali
kebijakan itu semestinya perlu difikirkan untuk semua
kalaangan juga., misalnya kondisi guru yang rumahnya jauh,
dan kondisi murid yang rumahnya jauh juga.63

Sama dengan yang disampaikan Bpk Lutfi Hakim terkait

faktor waktu yang menjadi penghambat dalam kegiatan ini, Ibu Efi

Safrida menuturkan bahwa :

Selain itu juga adalah kondisi, waktu, pelaksanaan ini


khususnya membaca Al-Qur’an dinilai sangat pagi jam 6.40
sehingga masih banyak guru yang belum bisa hadir tepat
waktu dengan berbagai alasan, dan waktunya juga terlalu
singkat dengan 30 menit setiap hari untuk kegiatan membaca
Al-Qur’an dan tausiyah ke Islaman juga dirasa sangat kurang,
karena membaca Al-Qur’an saja bisa memakan waktu 20
menit belum lagi memberikan tausiyah keislaman dari apa
yang dibaca, mungkin alternatifnya waktu pelaksanaan jam
6:40 sampai dengan jam 07.30 pagi.64

Dalam hal ini bu Budi suprihatin juga menyampaikan bahwa :

Faktor penghambat dari pelaksanaan kegiatan membaca Al-


Qur’an sebelum belajar dan tausiyah keislaman di MIMA 34

63
Ahmad Lutfi Hakim S.pd.I (Wali Kelas V), wawancara, 03 September 2020 pukul 08.30
64
Efi Safrida S.pd.I (Wali Kelas I), wawancara, 09 September 2020 pukul 08.30
96
Hasyim Asy’ari ini diantaranya adalah yang pertama sarana
prasarana yang masih terbatas dan minim,karena masih tahap
renovasi, di MIMA 34 Hasyim Asy’ari ini kita tidak punya
ruangan khusus untuk mengumpulkan semua siswa agar
melaksanaakan kegiatan ini dengan baik, paling alternatifnya
adalah anak ada dikelasnya masing-masing melaksanakan
kegiatan membaca Al- Qur’an kemudian di intruksikan ke
kelas melalui kantor.

Selain itu faktor pengahambat lainnya adalah adanya

paradigma dari beberapa guru, bahwa tanggung jawab

pelaksanaan kegiatan ini terletak pada Guru piket dan guru agama

, sehingga dalam aplikasi pelaksanaan kegiatan ini saling

mengandalkan.

Faktor penghambat lainnya adalah peserta didik sering terjadi

keributan ketika pelaksanaan program berlangsung. Selain itu juga

motivasi dari warga sekolah terkadang kurang berani dalam

mendisiplinkan guru dan peserta didik, dikarenakan takut dianggap

sebagai melanggar HAM. Jadi penanganan yang dianggap pelanggaran ini

kurang begitu dihiraukan padahal hal tersebut menjadi hambatan yang

cukup serius yang harus dicari pemecahannya.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan,

didapat kesimpulan bahwa yang menjadi faktor penghambat dari

pelaksanaan kegiatan membaca Al-Qur’an sebelum belajar dan

mendengarkan tausiyah keislaman tentang ayat Al-Qur’an yang


97
dibaca di MIMA 34 Hasyim Asy’ari terdiri dari faktor internal dan

eksternal, dari faktor internal adalah kondisi guru dan siswanya

sendiri sebagai pelaku yang melaksanaakan program kegiatan ini

yang masih suka terlambat dan belum memiliki kesadaran yang

tinggi dalam proses pelaksanaannya serta dinilai pelaksanaan

kegiatan ini waktunya terlalu pagi, selain itu juga masih adanya

anggapan dari beberapa guru yang menggangap bahwa pelaksanaan

kegiatan membaca Al-Qur’an sebelum belajar dan mendengarkan

tausiyah keislaman tentang ayat Al-Qur’an yang dibaca ini adalah

tanggung jawab dari Guru Agama Islam, sehingga cenderung lepas

tangan dan tidak mau ikut campur dalam proses pelaksanaannya.

Dari faktor eksternal adalah kondisi sarana prasarana sekolah yang

belum lengkap sehingga dalam pelaksanaan kegiataanya belum

berjalan sebagaimana mestinya, disamping itu juga pelaksanaan ini

kurang adanya kontroling ddalam pelaksanaannya di sekolah serta

kurang tegasnya pihak sekolah dalam mendisiplinkan guru-gurunya.

B. Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa di MIMA 34 Hasyim Asy’ari

1. Pengertian Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa Menurut

Presepsi Guru di MIMA 34 Hasyim Asy’ari

Dalam rangka mengetahui tentang pembinaan akhlakul


98
karimah siswa yang diterapkan di MIMA 34 Hasyim Asy’ari maka

peneliti melakukan wawancara dengan memberikan beberapa

pertanyaaan kepada informan yang melakukan pembinaan akhlakul

karimah siswa di MIMA 34 Hasyim Asy’ari yaitu kepala sekolah,

beberapa guru, beberapa perwakilan siswa serta beberapa

perwakilan orangtua dari siswa yang anaknya bersekolah di MIMA

34 Hasyim Asy’ari.

Pembinaan akhlakul karimah terdiri dari tiga kata yaitu

pembinaan, akhlakul dan karimah. Dimana pembinaan memiliki arti

proses, perbuatan, cara membina, pembaharuan, penyempurnaan,

usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna

untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Akhlak merupakan sifat

yang tertanam dalam jiwa manusia yang dapat melahirkan

perbuatan-perbuatan baik atau buruk secara spontan tanpa

memerlukan pikiran dan dorongan dari luar. Sedangkan karimah

digunakan untuk menunjukan pada perbuatan dan akhlak yang

terpuji yang ditampakan dalam kenyataan hidup sehari-hari.

Selanjutnya kata karimah juga biasanya digunakan untuk

menunjukan perbuatan terpuji yang skalanya besar, seperti

menafkahkan harta di jalan Allah, berbuat baik pada kedua orang


99
tua dan lain sebagainya.

Dalam dunia pendidikan, pembinaan akhlak dititik beratkan

kepada pembentukan mental anak agar tidak menyimpang. Secara

moralistik, pembinaan akhlak merupakan salah satu cara untuk

membentuk pribadi yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur dan

bersusila. Pembinaan akhlakul karimah juga adalah upaya yang

dilakukan dengan bertahap, terus menerus dan berkesinambungan

dalam mengarahkan dan membina sikap serta prilaku seseorang

menuju perbuatan yang baik sesuai dengan syariat Islam.

Menurut Bpk Abdun Nafik mengatakan bahwa pembinaan

akhlakul karimah siswa adalah :

Suatu jalan sebagai upaya yang dilakukan tidak hanya oleh


guru di lingkungan sekolah tetapi juga dilakukan oleh
orangtua di rumah untuk selalu menanamkan perbuatan-
perbuatan baik kepada anak sehingga anak akan terbiasa
melakukan hal-hal yang baik secara sadar tanpa adanya
paksaan dari pihak manapun yang menjadikan anak memiliki
prilaku, tingkah laku, tutur kata, dan sikap serta kepribadian
yang baik juga. Cara yang dilakukan oleh guru dan orang tua
daalam menanamkan perbuatan baik kepada anak sehingga
memiliki prilaku yang baik.65

Sama dengan apa yang dinyatakan Bpk Abdun Nafik di atas

yang menyataakan bahwa pembinaan akhlakul karimah siswa

65
Abdun Nafik S.pd.I (Kepala Sekolah), wawancara, 09 September 2020 pukul 09.30
100
adalah suatu jalan sebagai upaya yang tidak hanya dilakukan oleh

guru di sekolah tetapi juga dilakukan oleh orangtua di rumah untuk

selalu menanamkan perbuatan-perbuatan baik kepada anak

sehingga anak akan terbiasa melakukan hal-hal yang baik, maka Ibu

Evy Maslikah menjelaskan juga pemahamanya tentang pembinaan

akhlakul karimah siswa adalah:

Cara kita sebagai orangtua baik berperan di sekolah maupun


dirumah dalam mendidik, mengarahkan, menasehati serta
selalu mengigatkan anak-anak kita baik dilingkungan sekolah
maupun di luar lingkungan sekolah untuk selalu memilki
sikap atau kepribadian yang baik serta selalu memilki sikap
yang taat kepada ajaran agamanya, patuh terhadap orangtua
serta selalu menyayangi sesama makhluk ciptaan Allah
sehingga anak memiliki manfaat untuk bangsa dan negara ini,
dan ketika nanti anak sudah besar dan masuk usia baligh
maka ia tidak akan melakukan perbuatan yang jelek dan
menyusahkan orang lain. Cara orang tua dan guru dalam
mengarahkahkan,mendididik anak agar memiliki kepribadian
dan akhlak yang mulia.66

pengertian pembinaan akhlakul karimah siswa adalah

bimbingan yang dilakukan kepada anak dalam memberikan

pengertian yang baik dan buruk, hal yang perlu dicontoh dan yang

boleh dilakukan oleh anak serta hal yang tidak boleh dilakukan oleh

anak.

66
Evy Maslikah S.pd.I (Wali Kelas II), wawancara, 09 September 2020 pukul 10.13
101
Ibu Budi Suprihatin melalui penuturannya dalam wawancara

mengenai pengertian pembinaan akhlakul karimah anak adalah:

Daya dan upaya yang dilakukan dengan segala macam


bentuknya untuk mengarahkan dan membina serta mendidik
anak dengan baik agar menghasilkan anak dengan
kepribadian yang baik juga. Usaha yang dilakukan untuk
membina akhlak anak agar menjadi baik.67

Merujuk dari beberapa penjelasan atau pemahaman dari

kepala sekolah dan beberapa guru terhadap pengertian pembinaan

akhlakul karimah siswa di atas maka dapat disimpulkan dan

dianalisis bahwa guru yang melakukan usaha pembinaan kepada

siswa di MIMA 34 Hasyim Asy’ari ini sudah cukup baik dalam

memahami arti dan makna pembinaan akhlakul karimah siswa itu

sendiri sehingga dalam penerapannya pun diharapkan hasil yang

maksimal.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa informan di

atas dapat disimpulkan bahwa pembinaan akhlakul karimah siswa

adalah suatu keseluruhan daya upaya serta usaha dari orang dewasa

dalam memberikan bimbingan, nasehat, serta dorongan bagi anak

agar senantiasa melakukan perbuatan yang baik dan memiliki

67
Budi Suprihatin S.pd.I (Wali Kelas III), wawancara, 11 September 2020 pukul 07.06
102
tingkah laku yang baik sesuai tuntunan Agama Islam dalam

menjalani kehidupannya sehari-hari sehingga anak akan terbiasa

melakukan hal- hal yang baik dan akhlak yang baik juga.

2. Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa di MIMA 34 Hasyim

Asy’ari

Secara teori hal yang bisa dilakukan untuk menanamkan

akhlak mulia pada anak usia dasar, diantaranya :

1. Selalu mengawasi agar tidak bergaul dengan anak-anak yang

nakal. Dan kalau kebetulan melakukan kesalahan, harus

diarahkan dengan segera agar tidak terbiasa melakukannya.

Bahkan memberi hukuman juga lebih baik, asalkan yang

bersifat mendidik.

2. Selalu mengaktifkan untuk melakukan ibadah dan acara

keagamaan yang lain, karena hal itu dapat meluhurkan budi

pekertinya.

3. Selalu menanamkan pada dirinya rasa kasih sayang kepada

manusia dan penuh perhatian terhadap makhluk-makhluk yang

lain.

Sesuai dengan teori tersebut, yang bisa dilakukan oleh pihak

sekolah dalam membina akhlakul karimah anak sesuai yang


103
diungkapkan Oleh Bpk Ridwan berdasarkan hasil wawancara

sebagai berikut :

Kalau dari guru di MIMA 34 Hasyim Asy’ari ini, hal yang


bisa dilakukan untuk membina akhlakul karimah siswa yaitu
gurunya memberikan hal yang terbaik dengan membuat anak-
anak merasa nyaman di sekolah. Menjadikan Sekolah itu
tempat yang dirindukannya. Jadi ketika guru sudah
memberikan kenyamanan maka anak-anak mudah untuk
dibina dan diarahkan. Selain itu juga guru di sekolah
diharapkan bertindak sebagai orang tua pengganti siswa-siswa
yang bisa memberikan kasih sayang, pelajaran, nasehat dan
teladan yang tidak pernah lelah kepada siswa-siswi sehingga
siswa-siswi selalu mendapatkan pelajaran yang baik.
Misalkan ada anak yang berbuat kesalahan yaitu jahil
terhadap teman, maka cara yang biasa dilakukan sebelum
menghukumnya terlebih dahulu menanyakan kenapa dia
berbuat hal yang demikian setelah mendengarkannya barulah
kita putuskan bahwa dia bersalah atau tidak, jika Ia bersalah
ya diberi hukuman, selain hukuman yang mendidik kita juga
memberikan nasihat dengan pelan dan tidak membuat anak
merasa tersudutkan, insya Allah dengan cara demikian lambat
laun ada perubahan akhlak kearah yang lebih baik. Hal yang
dilakukan adalah memberikan kenyaman bagi siswa untuk
bersekolah, selain itu memberikan kasih sayang, nasehat serta
teladan bagi siswa untuk selalu berperilaku yang baik dan
memiliki akhlakul karimah.68

Dalam Hal ini, Ahmad Walid Hakim siswa kelas VI juga

mengatakan :

Yang kami tahu, kalau guru-guru disini memang sabar ngajari


kami, kalau kami salah, bapak, ibu guru tidak pernah
langsung menghukum kami tapi didengarkan dulu alasannya

68
Moh Ridwan S.pd.,M.pd.I (Wali Kelas VI), wawancara, 11 September 2020 pukul 08.16
104
apa, dan bapak ibu guru juga selalu ngasih nasehat untuk
kami. Bapak Ibu guru selalu memberi nasehati dan memberi
arahan dan bertanya terlebih dahulu jika siswanya berbuat
salah dan tidak langsung menghukum. Cara guru mendidik
dan membina akhlakul karimah siswa dengan memberikan
nasehat dan arahan jika siswa melakukan kesalahan tanpa
langsung menghukum terlebih dahulu.69

Untuk mencapai terwujudnya akhlak yang baik pada diri anak

maka pembinaan akhlak perlu dilakukan dengan berbagai macam

cara, salah satunya pembinaan akhlak melalui proses pembiasaan

yang dilakukan secara berkesinambungan dan terus menerus.

Manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan bersih, dalam keadaan

seperti ini manusia akan mudah menerima kebaikan dan keburukan.

Pada dasarnya manusia mempunyai potensi untuk menerima

kebaikan atau keburukan dijelaskan Allah dalam firmannya :

َ ‫) َو َقدْ َخ‬9( ‫) َقدْ َأ ْفلَ َح َمنْ َز َّكاهَا‬8( ‫ورهَا َو َت ْق َواهَا‬


ْ‫اب َمن‬ َ ‫) َفَأ ْل َه َم َها فُ ُج‬7( ‫س َّواهَا‬ ٍ ‫َو َن ْف‬
َ ‫س َو َما‬

)10( ‫ساهَا‬
َّ ‫َد‬

Artinya : “ Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),

Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan

69
Ahmad Walid Hakim (siswa Kelas VI), wawancara, 11 September 2020 pukul 08.59

105
ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan

jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”

(Q.S Asy-Syams : 7-10)

Ayat tersebut mengindikasikan bahwa manusia mempunyai

kesempatan yang sama untuk membentuk akhlaknya, apakah

dengan pembiasaan yang baik atau dengan pembiasaan yang buruk.

Hal ini menunjukan bahwa metode pembiasaan dalam membentuk

akhlakul karimah siswa mulai sangat terbuka luas, dan merupakan

metode yang tepat.

Pembiasaan yang dilakukan sejak dini, akan berdampak besar

terhadap kepribadian atau akhlak mereka ketika telah dewasa.

Sebab pembiasaan yang dilakukan sejak kecil akan melekat kuat di

ingatan dan akan menjadi kebiasaan yang tidak akan dapat diubah

dengan mudah. Dengan demikian metode pembiasaan sangat baik

dalam rangka mendidik akhlak seorang anak.

Pembiasaan perilaku seperti melaksanakan nilai-nilai ajaran

agama Islam atau beribadah, membina hubungan atau menjalin

interaksi yang harmonis, memberikan bimbingan, arahan,

pengawasan dan nasehat merupakkan hal yang senantiasa harus

dilakukan orangtua agar perilaku anak yang tercela dapat


106
dikendalikan. Metode pendidikan dan pembinaan akhlak yang perlu

diterapkan oleh orangtua dalam kehidupan keluarga, dan dari sekian

banyak cara yang dapat dilakukan salah satunya adalah metode

pembiasaan. Jika metode ini dilaksanakan akan menguatkan

karakter mulia anak.

Berkenaan mengenai pembinaan akhlak melalui tradisi

manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha

pembentukan melalui pembiasaan. Jika manusia membiasakan

berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang yang jahat dan memiliki

akhlak yang buruk, sebaliknya. Jika manusia hendak memiliki

akhlakul karimah maka perlu dilakukan pembiasaan melalui hal-hal

yang baik.

Hal itu juga sama disampaikan oleh ibu Khilya Azizah dalam

wawancaranya, bahwa akhlak seseorang itu memang dapat dibina

melalui suatu pembiasaan yang dilakukan secara terus menerus :

Kalau saya pribadi sebagai Guru untuk membina akhlak


siswa, saya membiasakan siswa untuk melakukan akhlak yang
baik dengan selalu memberikan PR kepada siswa dan
menyuruh mengerjakannya di rumah, jika ada yang
mengerjakan PR di sekolah saya meminta mereka untuk maju
sendiri ke depan kelas dan langsung beristigfar 100 kali dan
kemudian saya akan memberikan hadiah sebuah pena karena
mereka sudah berani berkata jujur, kemudian pena yang saya
berikan itu mereka gunakan untuk menulis kesalahannya.
107
Memang hal ini saya rasa agak sedikit sulit dilakukan tapi
dengan metode seperti ini maka anak akan terbiasa berkata
jujur, selain itu jka diketahui ada yang berbohong maka saya
akan menerapkan hukuman menyuruh anak tersebut
berkeliling sekolah dan meminta maaf atas kebohongan yang
ia lakukan sehingga akan menimbulkan efek malu jika Ia
melakukannya berulang-ulang kali. Dalam membina akhlakul
karimah siswa yang saya lakukan adalah memberikan PR
kepada siswa setiap harinya, dengan menerapkan metode
penghargaan jika Ia mengerjakan PR dan hukuman jika ia
tidak mengerjakan PR yang menimbulkan efek malu jika
siswa melakukan perbuatan yang buruk atau akhlak yang
tercela secara berulang-ulang sehingga dengan sendirinya
akhlak siswa akan berubah menjadi akhlak yang baik, atau
akhlakul karimah.70

Ibu Naning selaku orang tua dari Fahri Ahsanul Ibad juga

mengatakan bahwa memang akhlak anak itu dapat dibentuk melalui

berbagai macam cara salah satunya adalah pembiasaan yang

dilakukan secara terus menerus :

Kalau aku ni Mbak, ndidik Fahri di rumah ini ya harus kerja


sama dengan bapaknya, kamikan punya mimpi kalau Fahri ini
bisa jadi anak yang soleh yang nurut sama uwong tuo, yang
kalau dia sudah tidak tau cara bagaimana memperlakukan ke
kami, jadi dari kecil inilah kami sama bapaknya biasanya dia
untuk selalu melakukan yang baik baik saja, pagi Fahri
sekolah mbak, sebelum sekolah dianya harus bagun pagi
mbak untuk shalat subuh dulu, habis itu dia balik lagi dulu ke
rumah untuk sekolah,sepulang sekolah dianya kami suruh
belajar ngaji, kalau dia mau maen pokoknya sebelum magrib
harus sudah ada dirumah supaya bisa shalat magrib sama
kami, kalau dia belum balek sampek maghrib kami cari, terus
kami tanya dia kemana dan kenapa belum pulang padahal

70
Khilya Azizah S.pd (wali Kelas IV), wawancara, 12 September 2020 pukul 07.38
108
sudah magrib, dan aku sama bapaknya dak langsung hukum
dia. Kami dengarkan dulu apa yang dia bicarakan. Tapi
alhamdulilah olehnya Fahri ini sudah terbiasa sholat sama
ngaji jadi dianya tidak terlalu nakal seperti kebanyakan anak
yang lainnya, Fahri ini juga tau tata krama yang baek sama
orang tua dan sama orang lain, jadi yo alhamdulilah mbak
olehnya tadi sudah dibiasakan dari kecil Fahri itu jadi tidak
susah lagi ndidikannya. Membina akhlakul karimah anak
harus dibiasakan dari kecil, misanya anak-anak dibiasakan
bangun subuh, mengerjakan shalat subuh, dan shalat lima
waktu, displin dalam mengerjakan tugasnya dan selalu
memberikan nasehat, jika anak sudah dibiasakan untuk
memiliki akhlakul karimah dari kecil dengan pembiasaan
melakukan hal-hal yang baik maka tidak akan sulit membina
akhlakul karimahnya di saat sudah besar.71

Dalam hal ini Fahri selaku putra dari Ibu Naning yang

bersekolah di MIMA 34 Hasyim Asy’ari kelas III, mengatakan

bahwa :

Setiap hari aku dibiasakan sama bapak dan ibuk untuk bangun
subuh, biasanya sebelum jam 5 aku sudah bangun, dan kami
biasanya shalat subuh berjamaah sama bapak di masjid, aku
pulang kerumah dan siap-siap ke sekolah, setiap harinya ibuk
sama bapak nyuruh aku ngaji, sholat, dan selalu nyuruh aku
untuk melakukan yang bagus-bagus dan jangan terpengaruh
teman-teman yang tidak bagus, supaya aku bisa seneng
hidupnya. Setiap hari saya selalu dibiasakan untuk bangun
subuh dan mengerjakan shalat subuh serta membantu orang
tua dan datang ke sekolah tepat watunya dan tidak boleh
bergaul dengan teman yang memilki akhlak yang jelek.72

Menanamkan pembiasaan kepada siswa untuk membentuk

akhlakul karimah pada anak didik bisa dilakukan dengan memberi


71
Ibu Naning (Orang tua Fahri), wawancara, 12 September 2020 pukul 09.01
72
Fahri Ahsanul Ibad (siswa Kelas III), wawancara, 12 September 2020 pukul 10.09
109
salam ketika bertemu guru, berjabat tangan saat datang dan pulang

dari sekolah. Membiasakan berdo’a pada saat memulai suatu

kegiatan seperti berdo’a sebelum makan, berdo’a awal belajar dan

akhir pelajaran, berdo’a saat keluar masuk kamar mandi. Hal lain

yang dapat membentuk akhlakul karimah adalah dengan

menanamkan kejujuran dalam segala hal perbuatan dan juga

membiasakan diri untuk disiplin. Untuk menanamkan dan membina

akhlakul karimah siswa bisa dilakukan dengan pembiasaan hal-hal

yang baik, yaitu dengan memberi salam jika bertemu dengan guru,

berdo’a sebelum melakukan sesuatudan disiplin dalam mengerjakan

tugas.

Dalam hal ini, Afidatul Isma siswa kelas III mengatakan

bahwa :

Setiap hari sebelum pembelajaran dimulai kami selalu


dibiasakan untuk memberi salam kepada ibuk guru, berjabat
tangan saat datang dan pulang dari sekolah. Membiasakan
berdo’a pada saat memulai suatu kegiatan seperti berdo’a
awal belajar dan akhir pelajaran, berdo’a saat keluar masuk
kamar mandi dan membaca Al-Qur’an sebelum belajar.
Setiap hari siswa selalu dibiasakan untuk berdo’a sebelum
melakukan sesuatu, bersalaman dengan guru serta selalu
membaca Al-Qur’an sebelum belajar.73

Dalam hal ini, Elviansyah selaku siswa kelas V juga

73
Afidatul Isma (siswa Kelas III), wawancara, 12 September 2020 pukul 10.55
110
mengatakan bahwa :

Kami memang dibiasakan untuk ngaji dulu mbak setiap pagi


disekolah ini sebelum belajar, kami juga biasanya dengerin
ceramah dari ibuk guru tentang ayat yang kami baca pula,
kami jadi tebiasa kalau kami mau belajar itu kami baca qur’an
dulu, itu buat kami lebih tenang belajarnya, lebih konsentrasi
dan lebih mudah mahami pelajaran dari ibu guru mbak.
Sebelum belajar kami dibiasakan untuk selalu membaca Al-
Qur’an dan mendengar ceramah tentang ayat Al-Qur’an yang
dibaca sehingga kami terbiasa melakukannya sebelum belajar
karena menjadikan perasaan lebih tenang dan mudah
menangkap pelajaran yang diberikan oleh guru.74

Berdasarkan metode pembiasaan yang dilakukan dalam

membina akhlakul karimah siswa dapat dilakukan melalui

pembiasaan melakukan perbuatan baik salah satunya dengan

membaca Al-Qur’an. Dengan membaca Al-Qur’an anak akan

terbiasa untuk membaca ayat Al-Qur’an sedikit banyaknya siswa

sudah terbiasa melakukannya disekolah setiap hari, kalau kebiasaan

itu dilakukan setiap hari maka akan jadi suatu hal yang terbiasa

dilakukan, jadi kalau siswa tidak membaca Al-Qur’an dirumah

siswa mengalami perasaan yang berbeda, jadi kalau tidak membaca

Qur’an mereka merasakan perasaan yang berbeda ketika belajar,

dengan membaca Al-Qur’an mereka merasakan lebih tenang dalam

belajarnya, lebih konsentrasi dan lebih mudah mahami pelajaran

74
Elfiansyah (siswa Kelas V), wawancara, 12 September 2020 pukul 11.11
111
dari gurunya.

Selain dari hasil wawancara dengan beberapa informan di

MIMA 34 Hasyim Asy’ari, peneliti melakukan observasi juga

mengenai kegiatan pembinaan yang dilakukan di MIMA 34 Hasyim

Asy’ari yang dilakukan oleh kepala sekolah, guru dan orang tua

siswa, diantaranya siswa di MIMA 34 Hasyim Asy’ari ini memang

dibiasakan untuk selalu melakukan aktifitas yang baik dimulai dari

pagi hari sebelum Ia berangkat sekolah, siswa sudah harus

dibimbing oleh orangtua dirumah untuk mengerjakan shalat subuh

seperti yang diungkapkan juga dalam wawancara dengan orang tua

selain itu juga peneliti menyaksikan sendiri bahwa memang siswa

di MIMA 34 Hasyim Asy’ari ini dibiasakan untuk hadir disekolah

di awal pagi yaitu paling terlambat pukul 06:45 dan melakukan

aktivitas membaca Al- Qu’ran, dan mendengarkan tausiyah dari

gurunya mengenai ayat yang dibaca, lalu disamping itu juga ada

aktivitas keislaman yang diselipkan sebelum belajar, yaitu berdo’a

dan membaca asmaul husna, lalu aktivitas lainnya adalah siswa

melakukan kegiatan baris berbaris di lapangan sebelum masuk kelas

yang pada intinya semua kegiatan baik yang dapat membina akhlak

siswa.
112
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti di

lapangan maka dapat disimpulkan bahwa dalam pembinaan akhlak

siswa di MIMA 34 Hasyim Asy’ari ada banyak sekali berbagai cara

dan metode yang dilakukan oleh kepala sekolah, guru dan orang tua

siswa di lingkungan MIMA 34 Hasyim Asy’ari, diantaranya yang

paling terpenting dan yang paling banyak digunakan dalam

membina akhlak anak di MIMA 34 Hasyim Asy’ari adalah metode

pembiasaan melakukan hal-hal baik yang dilakukan secara berulang

dan diterapkan akan membentuk dan membina akhlakul karimah

siswa, karena dengan pembiasaan siswa yang diterapkan secara

berulang akan terbentuk kebiasaan yang mudah dilakukan.

Berdasarkan dari beberapa teori buku dan beberapa pendapat

informan di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa

memang ada kesesuaian antara teori dengan kenyataan di lapangan

yang menyatakan bahwa akhlak itu dapat dibentuk dan di bina

menjadi akhlak yang baik atau akhlakul karimah melalui

pembiasaan yang dilakukan secara terus menerus yang diarahkan

pada hal-hal yang baik yang serius dilakukan dan secara terus-

menerus.

Selain melalui metode pembiasaan di atas, sebenarnya dalam


113
membina akhlakul karimah siswa masih terdapat banyak cara dan

metode lain yang dapat digunakan dalam membina akhlakul

karimah siswa, diantaranya :

1. Dengan keteladanan

Dalam kehidupan sehari-hari perilaku yang dilakukan anak-

anak pada dasarnya lebih banyak mereka peroleh dengan melihat

dan meniru. Agar seorang anak meniru sesuatu yang baik dari orang

tua, guru ataupun orang yang dianggap idola, menjadi kemestian

mereka semua harus menjadikan dirinya sebagai uswatun hasanah

dengan menampilkan diri sebagai sumber norma, budi pekerti yang

luhur serta akhlak yang mulia. Dengan demikian pentingnya

keteladanan dalam mendidik akhlak mulia anak, sebab keteladanan

adalah sarana penting dalam pembentukan akhlak mulia seseorang.

Selain dari hasil wawancara dengan beberapa informan di

MIMA 34 Hasyim Asy’ari, peneliti melakukan observasi juga

mengenai kegiatan pembinaan yang dilakukan di MIMA 34 Hasyim

Asy’ari yang dilakukan oleh kepala sekolah, guru, diantaranya guru

dan kepala sekolah dalam membina akhlakul karimah siswa melalui

keteladanan, kepala sekolah dan guru memberikan contoh baik

terlebih dahulu, hal ini dapat dilihat dari proses kegiatan pembinaan
114
di sekolah, ketika kepala sekolah dan guru menginginkan siswanya

displin tepat waktu datang ke sekolah, maka kepala sekolah dan

guru biasanya sudah hadir sebelum jam 06:30 dan berbaris di depan

pintu gerbang sekolah untuk menyambut kedatangan siswa

kesekolah, selain itu juga, kepala sekolah dan guru membimbing

siswa untuk membaca Al-Qur’an secara langsung dan memberikan

tausiyah keislaman sedikit mengenai ayat Al-Qur’an yang

dibacanya sehingga terjalin kondisi yang harmonis, selain itu juga

kerapkali dalam observasi peneliti menemukan bahwa kepala

sekolah dan guru mencontohkan hal-hal yang baik pada siswa

seperti ketika melihat lantai yang kotor dan ada sampah kepala

sekolah dan guru langsung membersihkannya lalu di ikuti oleh

siswa yang lainnya.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

terdapat kesesuaian antara teori yang menyatakan bahwa pembinaan

akhlak itu dapat dilakukan dengan keteladanan dengan kondisi

nyata di lapangan, karena memang pada usia sekolah dasar anak

cenderung mencontoh dan meniru prilaku orang- orang yang ada

disekitarnya, jika menginginkan anak dengan kepribadian yang baik

dan akhlak yang mulia, maka harus memberikan contoh akhlak


115
yang mulia juga dihadapan anak.

2. Dengan Kasih Sayang

Cara menanamkan akhlakul karimah dengan kasih sayang

adalah hal yang esensial. Dengan kasih dan sayang menyebabkan

terlahirnya rasa aman dan nyaman, baik secara jasmani ataupun

rohani dan menjadi solusi tepat dalam memperbaiki perilaku amoral

dan mengharmoniskan hubungan manusia. Memberikan kasih

sayang merupakan metode yang sangat efektif dan mempengaruhi

proses pembinaan akhlak. Sebab kasih sayang memiliki daya tarik

dan motivasi akhlak yang baik, serta memberikan ketenangan dan

kedamaian pada anak-anak yang nakal sekalipun.

Begitu penting peran kasih sayang dalam mengembangkan

ruh akhlak mulia bagi anak-anak. Baik buruknya perilaku anak

bergantung sejauh mana kasih sayang yang diterimanya. Kondisi

keluarga yang memberikan kasih sayang dan perhatian akan

melahirkan anak dengan kepribadian yang mulia, suka mencintai

orang lain, berperilaku yang baik di masyarakat.

Selain itu juga, proses pembinaan akhlak siswa yag dilakukan

di MIMA 34 Hasyim Asy’ari ini berjalan dengan baik, serius dan

dilakukan terus- menerus, semua siswa memang terlihat tertib,


116
walaupun tidak bisa diingkari bahwa memang ada beberapa siswa

yang suka terlambat, namun kegiatan pembinaan akhlakul karimah

di MIMA 34 Hasyim Asy’ari ini benar-benar diterapkan secara

maksimal.

Dari hasil wawancara dan observasi yang telah peneliti

lakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam mengajar,

mendidik, membina akhlak siswa untuk memiliki akhlakul karimah

maka kita sebagai guru harus mendidiknya dengan kasih sayang,

menepatkan posisi guru layaknya sebagai orangtua pengganti

disekolah sekaligus sahabat untuk tempat siswa berbagi

masalahnya, ketika siswa merasa bahwa gurunya memberikan kasih

sayang yang tulus maka siswa akan memiliki rasa nyaman

disekolah sehingga dengan mudah mampu membina dan

mengarahkan akhlak siswa menjadi lebih baik lagi, dengan kasih

sayang, lemah lembut dan tanpa tindak kekerasan siswa merasa

bahwa gurunya mengerti kondisinya dan melakukan hal-hal seerti

nasehat, hukuman yang mendidik adaah rasa sayang guru

terhadapnya.

3. Dengan Nasihat

Al-Qur’an menggunakan nasihat sebagai salah satu metode


117
menyampaikan suatu ajaran. Salah satu menanamkan akhlakul

karimah yang baik pada anak melalui nasihat yang diberikan ketika

anak melakukan kesalahan. Menasehati tentunya dengan bahasa

yang bijak dan menghilangkan kesan memaksa serta mengatur.

Metode nasihat merupakan penyampaian kata-kata yang

menyentuh hati dan disertai dengan keteladanan. Bila kita buka di

dalam Al-Qur’an, kita akan banyak menemukan metode nasihat

dalam membina dan mengarahkan pembentukan akhlak yang baik

pada diri manusia, yakni nasihat yang dilakukan para Nabi kepada

kaumnya, seperti Nabi Shaleh yang menasehati kaumnya agar

menyembah Allah SWT.

Selain dari hasil wawancara dengan beberapa informan di

MIMA 34 Hasyim Asy’ari di atas, peneliti melakukan observasi

juga mengenai kegiatan pembinaan yang dilakukan di MIMA 34

Hasyim Asy’ari yang dilakukan oleh kepala sekolah, guru dalam

membina akhlakul karimah siswa melalui nasehat, guru dan kepala

sekolah membina akhlakul karimah siswa dengan kasih sayang,

sabar, dan memberikan nasehat yang mendidik, hal ini dapat

diketahui dari observasi peneliti ketika peneliti melihat ada seorang

siswa yang terlambat datang kesekolah lalu guru tidak langsung


118
menghukumnya akan tetapi ditanyakan terlebih dahulu apa yang

menyebabkan siswa itu terlambat, setelah menimbang alasannya

barulah guru memberikan hukuman kalau ia memang salah, namun

nasehat juga selalu diberikan agar siswa tadi bisa berubah

akhlaknya, setelah beberapa hari kemudian siswa tersebut tidak

sering terlambat lagi ke sekolah, selain itu peneliti pernah

menemukan kejadian ada salah satu siswa yang berbohong karena

tidak mengerjakan PR dari gurunya, maka gurunya tidak

memarahinya langsung, ataupun memukul serta mengeluarkan caci

maka, yang dilakukan gurunya sama seperti kasus tadi, gurunya

menanyakan permasalahannya terlebih dahulu mengapa Ia tidak

mengerjakan PR setelah menimbang barulah gurunya menghukum

dengan hukaman mendidik dan langsung menasehatinnya.

Dari hasil wawancara dan observasi peneliti di lapangan dapat

disimpulkan bahwa nasehat juga merupakan salah satu kiat dalam

mendidik dan membina akhlak siswa. Dengan tutur kata yang

lembut, mengarahkan dengan penuh kasih sayang akan lebih

menyentuh hati anak untuk selalu berprilaku yang positif. Melalui

nasihat guru dan orangtua memberikan bekal kepada siswa. Dengan

memberikan arahan serta nasihat diharapkan siswa akan tumbuh


119
rasa kesadaran untuk selalu taat pada perintah Allah serta menjauhi

segala larangan-Nya. Dan memiliki akhlak yang mulia.

4. Dengan Cerita

Membina akhlakul karimah melalui cerita merupakan salah

satu metode yang bisa digunakan dalam membentuk akhlak dan

perbuatan yang baik pada anak. Bila isi cerita dikaitkan dengan

dunia dan kehidupan anak maka mereka akan mudah memahami isi

cerita tersebut. Mereka akan mendengarnya dengan penuh perhatian

dan dengan mudah dapat menangkap isi cerita.

Bercerita adalah suatu cara yang mempunyai daya tarik yang

menyentuh perasaan anak. Islam menyadari sifat alamiah manusia

untuk menyenangi cerita yang pengaruhnya besar terhadap

perasaan, oleh karenanya dijadikan sebagai salah satu teknik dalam

mendidik dan membina akhlak anak. Adapun tujuan dari bercerita

agar pembaca atau pendengar cerita dapat diaplikasikan dalam

perbuatan yang baik dan buruk sehingga dapat dibedakan dalam

kehidupan sehari-hari. Dengan bercerita kita dapat menanamkan

nilai-nilai Islam pada anaknya, seperti menunujukan perbuatan baik

dan buruk, serta ganjaran setiap perbuatan sehingga akan

membentuk perbuatan akhlak yang baik atau akhlakul karimah


120
anak.

Dari hasil wawancara di atas yang didapat peneliti maka dapat

disimpulkan bahwa dengan bercerita merupakan salah satu metode

atau cara yang dapat digunakan dalam membina akhlak siswa,

dengan bercerita akan membuat siswa meluapkan semua isi hatinya

dan akan menimbulkan perasaan bahwa siswa dihargai dan ada

yang memperdulikannya, selain itu juga dengan bercerita dapat

mendekatkan hubungan antara guru dan siswa sehingga dalam

membina akhlak siswa tidak akan terasa begitu sulit.

5. Dengan Penghargaan dan Hukuman

Dalam Islam, metode penghargaan (reward) dan hukuman

(punishment) sangat dianjurkan dalam membina akhlakul karimah

anak. Jika dikaji lebih dalam kata penghargaan (reward) dalam

bahasa inggris memiliki arti yang sama tsawab dalam bahasa Arab

yaitu upaya memberikan ganjaran, pahala atau balasan terbaik

terhadap seseorang yang telah melakukan kebaikan atau meraih

prestasi.

Demikianlah pula kata hukuman (punishment) dalam bahasa

Inggris memiliki makna yang sama dengan kata iqab dalam bahasa

Arab yaitu pemberian hukuman terhadap seseorang yang


121
melakukan kesalahan. Selain itu, Islam telah memberikan

penjelasan lengkap tentang teknik penerapan penghargaan (reward)

dan hukuman (punishment) dalam upaya pembentukan akhlak anak.

Beberapa teknik penggunaan penghargaan (reward) atau

tsawab yang diajarkan Islam diantarnya dengan ungkapan kata

pujian, memberika hadiah, memberikan senyuman atau tepukan,

dan mendo’akannya. Sedangkan teknik pemberian hukuman yang

diperbolehkan dalam Islam antara lain pemberian hukuman harus

tetap dalam jalinan cinta dan kasih sayang, harus berdasarkan pada

alasan yang tepat, harus menimbulkan kesan dihati anak, harus

menimbulkan keinsyafan dan penyesalan terhadapa anak, harus

diikuti dengan pemberian maaf, harapan serta kepercayaan.

Dari hasil wawancara dan observasi peneliti di lapangan dapat

disimpulkan bahwa metode reward and punishment juga bisa

diterapkan untuk membentuk dan membina akhlakul karimah siswa,

karena dengan reward and punishment siswa yang diterapkan secara

berulang akan terbentuk akhlakul karimah yang mudah dilakukan.

Secara keseluruhan dari beberapa teori yang ada dan hasil

wawancara dari beberapa informan, dapat disimpulkan bahwa

pembinaan akhlakul karimah pada siswa itu bisa dilakukan dengan


122
banyak cara dan metode yang ada, tidak hanya dengan metode

pembiasaan melakukan hal-hal baik seperti membaca Al-Qur’an

sebelum belajar yang dapat merangsang pembinaan akhlakul

karimah pada siswa namun metode seperti memberikan nasehat,

keteladanan, kasih sayang, bercerita, penghargaan dan hukuman

juga dapat dilakukan sebagai cara atau metode dalam proses

pembinaan akhlakul karimah siswa di MIMA 34 Hasyim Asy’ari

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembinaan Akhlakul

Karimah Siswa

Dalam pembinaan akhlak pada hakikatnya dipengaruhi oleh

beberapa faktor dalam proses pembinaannya, diantaranya :

a. Aliran Nativisme

Menurut aliran ini, bahwa faktor yang paling berpengaruh

terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari

dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat, akal,

dan lain sebagainya. Jika seseorang sudah memiliki pembawaan

yang baik maka dengan sendirinya orang itu akan menjadi baik.

Aliran ini tampaknya begitu yakin terhadap potensi batin yang ada

dalam diri manusia.


123
b. Aliran Empirisme

Menurut aliran ini bahwa faktor yang paling berpengaruh

terhadap pembentukan pribadi seseorang adalah faktor dari luar,

yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang

diberikan. Jika pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada

anak baik maka baiklah anak itu. Demikian jika sebaliknya.

c. Aliran Konvergensi

Aliran ini berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi oleh

faktor internal yaitu pembawaan si anak, dan faktor eksternal yaitu

pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus atau melalui

melalui interaksi dalam lingkungan sosial. Fithrah kecenderungan

yang baik yang ada di dalam diri manusia dibina secara intensif

melalui berbagai metode.

Sesuai dengan teori bahwa dalam proses pembentukan

akhlakul karimah memang dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam

pembentukan akhlak di MIMA 34 Hasyim Asy’ari , hal ini sesuai

dengan petikan hasil wawancara dengan beberapa Informan berikut

bahwa proses pembinaan akhlak itu dipengaruhi oleh beberapa hal.

Berdasarkan analisis hasil wawancara yang telah di dapat di

lapangan dan teori yang ada di buku, maka dapat di tarik sebuah
124
kesimpulan bahwa pembentukan dan pembinaan akhlakul karimah

pada seseorang itu pada hakikatnya dapat dipengaruhi oleh tiga

faktor yang saling berkaitan dan saling mendukung yakni faktor

pembawaan, lingkungan dan keluarga, semua faktor ini saling

mempengaruhi pembentukan akhlakul karimah. Jika salah satu dari

faktor ini berjalan tidak seirama maka pembentukan akhlakul

karimah pada seseorang tidak akan berjalan dengan baik, misalnya

jika seseorang berasal dari keluarga yang mempunyai akhlak yang

baik namun ternyata seseorang tersebut banyak bergaul dengan

teman yang mempunyai akhlak yang kurang baik, maka bisa jadi

seseorang ini akan mempunyai akhlak yang kurang baik juga atau

jelek, namun sebaliknya jika jika seseorang berasal dari keluarga

yang mempunyai akhlak yang baik dan seseorang tersebut banyak

bergaul dengan teman yang mempunyai akhlak yang baik , maka

insya Allah bisa jadi seseorang ini akan mempunyai akhlak yang

baik juga.

Proses pembinaan akhlakul karimah atau akhlak yang baik

tanpa diikuti dan didukung dengan metode pembiasaan pada

paraktiknya maka hanya sebuah angan-angan belaka, karena

pembiasaan dalam proses pendidikan dan pembinaan akhlak sangat


125
dibutuhkan dan merupakan contoh yang mendorong agar mampu

langsung mempraktikannya sehingga terbiasa melakukannya.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
126
Berdasarkan hasil wawancara yang mendalam, observasi dan dokumentasi

mengenai Tradisi Membaca Al-Qur’an Melalui Pembinaan Akhluk Karimah

Siswa yang dilakukan di MIMA 34 Hasyim Asy’ari dapat disimpulkan bahwa:

1. Pembinaan Akhlakul Karimah di MIMA 34 Hasyim Asy’ari dilatar

belakangi sebagai usaha untuk membina akhlak siswa menuju akhlak yang

lebih baik lagi. Pembinaan akhlakul karimah di MIMA 34 Hasyim Asy’ari

dilakukan dengan berbagai cara dan metode yang ada, tidak hanya dengan

metode pembiasaan melakukan hal-hal baik yang dapat merangsang

pembinaan akhlakul karimah pada siswa namun metode seperti

memberikan nasehat, keteladanan, kasih sayang, bercerita, penghargaan

dan hukuman juga dilakukan sebagai cara atau metode dalam proses

pembinaan akhlakul karimah siswa di MIMA 34 Hasyim Asy’ari.

2. Pelaksanaan pembiasaan membaca Al-Qur’an yang dilakukan di MIMA

34 Hasyim Asy’ari ini telah berlangung lamanya yaitu yang dilakukan

rutin setiap hari selama 30 menit dari pukul 06:40 sampai pukul 07:30 pagi

hari, dengan kegiatan membaca surat-surat pendek juz 30 atau juz amma

di ikuti dengan pelaksanaan pemberian tausiyah keislaman mengenai ayat

yang di baca.

3. Faktor pendukung yang mempengaruhi Pembinaan Akhlakul Karimah

Siswa Melalui Pembiasaan Membaca Al-Qur’an sebelum belajar di MIMA


127
34 Hasyim Asy’ari diantaranya adanya keinginan dari kepala sekolah dan

orang tua siswa untuk membina akhlak siswa dan yang mendukung

pelaksanaan kegiatan pembinaan akhlakul karimah siswa. Sedangkan

Faktor penghmabat dari pelaksanaan kegiatan membaca Al-Qur’an

sebelum belajar adalah faktor eksternal dan internal. Dari faktor internal

adalah kondisi guru dan siswanya sendiri sebagai pelaku yang

melaksanaakan program kegiatan ini yang masih suka terlambat dan belum

memiliki kesadaran yang tinggi dalam proses pelaksanaannya, adanya

anggapan dari beberapa guru mata pelajaran umumyang menggangap

bahwa pelaksanaan ini adalah tanggung jawab guru agama sehingga

terkesan lepas tangan. Dari faktor eksternal adalah kondisi sarana

prasarana sekolah yang belum lengkap, Kurang tegasnya pihak sekolah

dalam mendisiplinkan guru- gurunya.

DAFTAR PUSAKA

128
Akhmal Hawi, 2014 ,Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, cet.2, (Jakarta:

PT.Raja Garfindo Persada.)

Bogdan dan Taylor, 1975, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya)

Departemen Agama, 2007, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55

Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama Dan Pendidikan Keagamaan.

(Jakarta : Departemen Agama, )

Mahjuddin, 2012 , Akhlak Tasawuf 2, (Jakarta: Kalam Mulia)

Prof. Dr. Lexy J. Moleong, M.A, 2017, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung.

PT Remaja Rosdakarya,),

Salman Bin Umar As Sunaidi, 2007 , Mudahnya Memahami Al-Qur’an, (Jakarta:

Darul Haq

Ulil Amri Syafri, M.A, 2012, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, ( PT.

RajaGrafindo Persada),

Ulil Amri Syafri, M.A, 2004, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an,

Zainuddin Ali, 2010, Pendidikan Agama Islam,, (Jakarta: Bumi Aksara)

129
130
LAMPIRAN LAMPIRAN

Pedoman Wawancara Penelitian

1. Bagaimana konsep pelaksanaan kegiatan yang diterapkan di MIMA

34 Hasyim Asy’ari
131
2. Bagaimana usaha pembinaan yang dilakukan oleh pihak sekolah

dalam membina akhlak siswa di MIMA 34 Hasyim Asy’ari ini ?

3. Adakah upaya-upaya lain yang dilakukan pihak sekolah dalam

membina akhlak siswa selain menerapkan pelaksanaan kegiatan

ini ?

132

Anda mungkin juga menyukai