Anda di halaman 1dari 29

SUMBER HUKUM

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ushul Fiqih I

Disusun Oleh :

Kelompok 6

Ani Oktavia : 201210183

Cantika Mukti Andini : 201210197

Dosen Pengampu :

Rina Juliana, M.Pd.I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAM ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN THAHA SAIFUDDIN


JAMBI

2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami


kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Tanpa pertolongan- Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam kita curahkan
kepada baginda Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini kami susun sebagai bagian dari tugas mata kuliah
"Ushul fiqh 1" dengan fokus pada materi " SUMBER HUKUM". Dalam
bentuk yang sangat sederhana agar dapat menjadi acuan bagi para teman-
teman kelas PAI 5 F. Pada kesempatan kali ini kami mengucapkan
terimakasih kepada ibu Rina Juliana, M.Pd. I sebagai dosen pengampu mata
kuliah Ushul fiqh 1. Yang telah menyalurkan ilmu untuk menyelesaikan
tugas makalah ini.

Kami kelompok 6 menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini


masih banyak kekurangan dari segala aspek. Oleh karena itu penulis
memelihara maaf atas kesalahan yang ditemukan dalam makalah ini serta
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Jambi, 20 Oktober 2023

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 2

A. Pengertian Sumber Hukum ............................................................ 2


B. Dalil Hukum Islam .......................................................................... 3
C. Dalil Sumber Hukum yang Mutatafaq dan Mukhtalaf ................. 8

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 15

A. Kesimpulan ...................................................................................... 15
B. Saran ................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 17

LAMPIRAN ................................................................................................ 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sumber hukum dalam agama Islam yang paling utama dan
pokok dalam menetapkan hukum dan memecah masalah dalam
mencari suatu jawaban adalah al- Qur’an dan al-Hadis. Sebagai
sumber paling utama dalam Islam, al-Qur`an merupakan sumber
pokok dalam berbagai hukum Islam. Al Hadits sebagai sumber
hukum yang kedua berfungsi sebagai penguat, sebagai pemberi
keterangan, dan membuat hukum baru yang ketentuannya tidak ada
di dalam Al Quran.
Kemudian sumber hukum yang lainnya terdapat ijma’ dan
qiyas. Ijma’ adalah salah satu metode dalam menetapkan hukum atas
segala permasalahan yang tidak didapatkan di dalam Al-Quran dan
Sunnah. Sumber hukum Islam ini melihat berbagai masalah yang
timbul di era globalisasi dan teknologi modern. Qiyas adalah bentuk
sistematis dan yang telah berkembang yang memainkan peran
penting.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas rumusan dari masalah ini sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari sumber hukum ?
2. Bagaimana dalil tentang hukum Islam ?
3. Apa saja pembagian dari dalil sumber hukum yang muttafaq dan
mukhtalaf ?
C. Tujuan Penulisan
Dari latar belakang masalah tujuan penulisan ini yaitu :
1. Untuk menganilis pengertian sumber hukum.
2. Untuk menganalisis dalil hukum Islam.
3. Untuk Menganalisis dalil sumber hukum yang muttafaq dan
mukhtalaf.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sumber Hukum


Kata ‘sumber’ dalam hukum fiqh adalah terjemah dari lafadz
‫ مصادر‬- ‫مصدر‬.1Sumber hukum Islam adalah terjemah dari lafal
bahasa Arab ‫مصادر األحكام‬. Istilah lain yang semakna adalah ‫مصادر‬

‫التشريعية‬.
Definisi sumber menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia
adalah asal sesuatu. Sumber hukum Islam adalah asal tempat
pengambilan hukum Islam. Dalam kepustakaan hukum Islam,
sumber hukum Islam sering diartikan dengan dalil hukum Islam atau
pokok hukum Islam atau dasar hukum Islam. 2
Kata ‘hukum’ menurut Amir Syarifuddin adalah seperangkat
peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok
masyarakat, disusun orang-orang yang diberi wewenang oleh
masyarakat itu, berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya.
Bila kata ‘hukum’ menurut definisi di atas dihubungkan kepada
‘Islam’ atau ‘syara’, maka ‘hukum Islam’ akan berarti: “ seperangkat
peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunah Rasul tetang tingkah
laku manusia mukalaf yang diakui dan diyakini mengikat untuk
semua yang beragama Islam.
Pengertian sumber, dari segi bahasa berarti tempat
mengambil atau asal pengambilan. Kata“ sumber ”dapat diartikan
suatu wadah yang dari wadah itu dapat ditemukan atau ditimba
norma hukum. Sedangkan“ dalil hukum ”berarti sesuatu yang
memberi petunjuk dan menuntun kita dalam menemukan hukum

1
Siska Lis Sulistiani, “Perbandingan Sumber Hukum Islam”, Jurnal Peradaban dan Hukum
Islam, Vol 1 No 1 (2018), hlm 104.
2
Rohidin, “Pengantar Hukum Islam”, (Yogyakarta : Lintang Rasi Aksara Books, 2016), hlm
91.

2
Allah Swt. Kata“ sumber”dalam artian ini hanya dapat digunakan
untuk al-Qur’an dan sunnah, karena memang keduanya merupakan
wadah yang dapat ditimba hukum syara ’tetapi tidak mungkin kata
ini digunakan untuk ijma dan qiyas itu, keduanya adalah cara dalam
menemukan hukum. Sedangkan kata“ dalil ”dapat digunakan untuk
al-Qur’an dan sunnah, juga dapat digunakan untuk Al-Qur’an dan
sunnah, juga dapat digunakan untuk ijma’ dan qiyas karena memang
semuanya menuntun kepada penemuan hukum Allah. 3
Dari beberapa pengertian diatas dapat kami simpulkan
pengertian sumber hukum islam adalah Rujukan, landasan atau
dasar utama dalam pengambilan hukum islam.

B. Dalil Hukum Islam


Dalil secara bahasa dari kata dalla-yadullu-dalalatun - ‫يدل‬-‫دل‬

‫داللة‬ yang bermakna yang menunjukan terhadap sesuatu. Dalil


diartikan juga perkara yang di dalamnya terdapat petunjuk. Menurut
Abdul Wahab Khallaf, bahwa dalil secara bahasa adalah pemberi
petunjuk kepada sesuatu yang bersifat inderawi ataupun maknawi,
baik ataupun buruk.4Dalil secara istilah menurut Al-Sinqithi :

‫والدليل في اصط َلح أهل األصول هو ما يمكن التوصل‬

‫بصحيح النظر فيه الي مطلوب خبر‬

”Sesuatu dengan penelaahan yang sahih bisa mengantarkan kepada


pengetahuan terhadap “mathlub khabari” (hukum suatu perkara yang
sedang dicari setatus hukumnya)”.

Berdasarkan penelitian diperoleh kepastian, bahwasannya


dalil-dalil syar’iyyah yang menjadi sumber pengambilan hukun-

3
Rusdaya Basri,”Ushul Fikih 1”, (Parepare : IAIN Parepare Nusantara Press, 2019), hlm 15-
16
4
Agus Miswanto, “Ushul Fiqh : Metode Ijtihad Hukum Islam”, (Yogyakarta : Magnum
Pustaka Utama, 2018), hlm 25.

3
hukum yang berkenaan dengan perbuatan manusia kembali pada
empat sumber yaitu : Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijmak dan Qiyas.
Keempat dalil tersebut telah disepakati oleh jumhur ulama islam
untuk dipergunakan sebagai dalil.
Adapun bukti penggunaan dalil tersebut diatas ialah firman
Allah swt. Sebagai berikut :5
ٰۤ
ۚ ‫اْل ْم ِر ِم ْنكُ ْم‬
َ ْ ‫الرسُ ْو َل َوا ُ و ِلى‬ َ ‫ٰيـاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ٰۤ ْوا ا َ ِطيْـعُوا ه‬
َّ ‫ّٰللا َوا َ ِطيْـعُوا‬
"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.
(QS. An-Nisa : 59)

Penjelasan ayat diatas pada lafal "Al-Amr" berarti: urusan,


dan merupakan lafal umum, yang meliputi urusan keagamaan dan
urusan duniawi. Ulil Amri duniawi adalah para raja, para amir, dan
penguasa, sedangkan Ulil Amri keagamaan adalah para mujtahid dan
ahli fatwa. Sebagian mufassir, terutama Ibnu Abbas, menafsirkan
kata "Ulil Amri" dalam ayat di atas dengan ulama. Sebagian ulama
lain menafsirkannya dengan para amir dan penguasa.
a. Al-Qur’an
Terdapat dalam Al-Qur’an :
ََ‫الذكْر َواِنَّا لَهَ لَ ٰح ِفظُ ْون‬
ِ ‫اِنَّا نَحْنَُ نَ َّز ْلنَا‬

"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti


Kami (pula) yang memeliharanya".(QS. Al-Hijr : 9)

Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan


kemurnian Al-Qurʼan selama-lamanya. Hukum-hukum yang
terdapat dalam Al-Qurʼan secara garis besar ada tiga, yaitu:

1. Hukum-hukum i’tiqadiyah, yaitu hukum-hukum yang


berkaitan dengan keimanan kepada Allah, kepada

5
Abdul Wahhab Khallaf, “Ilmu Ushul Fiqih”, (Semarang : PT. Karya Toha Putra Semarang,
2014), hlm. 18-19.

4
malaikat, kepada kitab Allah, kepada para rasul dan
kepada hari akhirat
2. Hukum-hukum khuluqiyah yaitu: hukum-hukum yang
berkaitan dengan akhlak, manusia wajib berakhlak baik
dan menjauhi akhlak yang buruk.
3. Hukum-hukum amaliyah, yaitu hukum-hukum yang
berkaitan dengan perbuatan manusia. Hukum-hukum
‘amaliyah ini ada dua macam yaitu ibadah dan
mu’amalah.6
b. Sunnah / Hadits
Para ulama sepakat bahwa As-Sunnah dengan ketiga bentuknya
itu boleh dijadikan hujah (yakni) sebagai sumber hukum kedua
dalam islam sesudah al-qur‟an), dengan alasan firman Allah
yang berbunyi :

َّ ‫ّٰللاُ ع َٰلى َرسُ ْو ِل ٖه ِم ْن ا َ ْه ِل ا ْلقُ ٰرى فَ ِلله ِه َو ِل‬


‫لرسُ ْو ِل َو ِلذِى ا ْلقُ ْر ٰبى‬ ‫َم ٰۤا اَفَا ٓ َء ه‬
ْ َ‫سبِ ْي ِل ۚ ك َْي َْل يَك ُْونَ د ُْولَةً ۢ بَ ْينَ ْاْل‬
‫غنِيَا ِٓء‬ َّ ‫َوا ْليَ ٰتمٰ ى َوا ْل َم ٰس ِكي ِْن َوا ب ِْن ال‬
َ ‫ع ْنهُ فَا ْنت َ ُه ْوا ۚ َوا تَّقُوا ه‬
‫ّٰللا‬ َّ ‫ِم ْنكُ ْم ۚ َو َم ٰۤا ٰا ٰتكُ ُم‬
َ ‫الرسُ ْو ُل فَ ُخذ ُ ْوهُ َو َما نَ ٰهكُ ْم‬
ِ‫ش ِد ْي ُد ا ْل ِعقَا ب‬ َ ‫ۚ اِنَّ ه‬
َ ‫ّٰللا‬

"Harta rampasan fai' yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya


(yang berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk
Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang
miskin, dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta
itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara
kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan
apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras
hukuman-Nya."(QS. Al-Hasyr 59: Ayat 7)

6
Darmawati, “Ushul Fiqh”, (Jakarta : Prenamedia Group, 2019), hlm 21.

5
Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memiliki
kedua fungsi sebagai berikut :
1. Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memiliki
kedua fungsi sebagai berikut :
2. Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al-
Qur’an yang masih bersifat umum. Misalnya, ayat Al-Qur’an
yang memerintahkan shalat, membayar zakat, dan
menunaikan ibadah haji, semuanya bersifat garis besar.
c. Ijma’
Di dalam Al-Qur'an, Allah telah memerintahkan orang- orang
yang beriman untuk mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya, Allah
swt. juga memerintahkan mereka untuk mentaati Ulil Amri di
antara mereka. Sebagaimana dalam firman-Nya:
‫س ِب ْي ِل‬ َ ‫س ْو َل ِم ۢ ْن َب ْع ِد َما ت َ َب َّينَ لَـه ُ ا ْل ُه ٰدى َو يَـت َّ ِب ْع‬
َ ‫غي َْر‬ ُ ‫الر‬
َّ ‫ق‬ ِ ‫َو َم ْن ُّيشَا ِق‬
َ ‫ص ِل ٖه َجهَـنَّ َم ۚ َو‬
ْ‫سا ٓ َءت‬ ْ ُ‫ا ْل ُم ْؤ ِمنِ ْينَ نُ َو ِل ٖه َما ت َ َولهى َون‬
"Dan barang siapa menentang Rasul (Muhammad) setelah
jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang
telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam
Neraka Jahanam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali."(QS.
An-Nisa' 4: Ayat 115)

Jika dilihat dari bagaimana Ijmak itu bisa dihasilkan, maka


Ijmak dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu Ijmak Sharih dan
Ijmak Sukuti. Ijmak Sharih adalah ketika semua mujtahid secara
tegas menyatakan persetujuannya. Sedangkan Ijmak Sukuti
adalah ketika persetujuan para mujtahid tidak diperlihatkan secara
tegas, karena sikap mujtahid yang diam atas suatu hukum. 7

d. Qiyas

7
Ahmad Syadzali, “Pengantar Belajar Ushul Fikih”, (Yogyakarta : Pusat Studi Hukum Islam,
2017), hlm 15-16.

6
Adapun ayat Al-Qur'an, yang digunakan para ulama se bagai
dalil qiyas adalah sebagai berikut: Firman Allah pada surah (An-
Nisa :59) :
ٰۤ
ۚ ‫الرسُ ْو َل َوا ُ و ِلى ْاْلَ ْم ِر ِم ْنكُ ْم‬ َ ‫ٰيـاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ٰۤ ْوا ا َ ِطيْـعُوا ه‬
َّ ‫ّٰللا َوا َ ِطيْـعُوا‬
ِ ‫لرسُ ْو ِل ا ِْن كُ ْنـت ُ ْم ت ُْؤ ِمنُ ْونَ بِا ه‬
‫ّٰلل َوا‬ ِ ‫عت ُ ْم فِ ْي ش َْيءٍ فَ ُرد ُّْوهُ اِلَى ه‬
َّ ‫ّٰللا َوا‬ ْ ‫فَ ِا ْن تَنَا َز‬
َ ْ‫اْل ِخ ِر ۚ ٰذ ِلكَ َخي ٌْر َّواَح‬
‫سنُ تَأ ْ ِوي ًْل‬ ٰ ْ ‫ْليَ ْـو ِم‬

"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah


Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di
antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul
(Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya."(QS. An-Nisa' 4: Ayat 59)

Segi pengambilan dalil dari ayat di atas ini ialah bahwa-


sanya Allah swt. memerintahkan orang-orang mukmin, jika
mereka berlainan dan berbeda pendapat mengenai suatu hal, yang
tidak ada hukumnya bagi Allah, Rasul-Nya, maupun Ulil Amri di
antara mereka, supaya mengembalikannya kepada Allah dan
Rasulullah. Sedangkan mengembalikan hukum kepada Allah dan
Rasulullah, meliputi cara apa saja yang bisa dikatakan sebagai
"mengembalikan kepada keduanya". Tidak diragukan lagi, bahwa
menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan
sesuatu yang ada nash hukumnya, karena adanya persamaan 'illat
hukum pada keduanya, adalah termasuk mengembalikan sesuatu
yang tidak ada nashnya kepada Allah dan Rasulullah, karena hal
itu mengandung pengertian hukum mengikuti Allah dan Rasul-
Nya.

C. Dalil sumber hukum yang muttafaq dan mukhtalaf

7
Sumber hukum islam dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan
yaitu sumber hukum Islam yang muttafaq (disepakati) dan sumber
hukum Islam yang mukhtalaf (diperselisihkan). Sumber hukum
Islam yang muttafaq di antaranya Al-Qur’an, hadis, ijma dan qiyas.
Sumber hukum islam yang mukhtalaf seperti istihsan, maslahah
mursalah, urf, istishab, sadduz-dzari’ah, syar’u man qablana (Syariat
orang sebelum kita, dan qaulusshahabi (mazhab sahabat).8
1. Dalil Yang Muttafaq
a. Al-Qur’an
Berdasarkan segi bahasa, Al-Qur’ān berasal dari kata
qara’a–yaqra’u–qira’atan–qur’anan, yang berarti sesuatu
yang dibaca atau bacaan. Dari segi istilah, Al-Qur’an adalah
Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
dalam bahasa Arab, yang sampai kepada kita secara
mutawattir, ditulis dalam musḥaf, dimulai dengan surah al-
Fātiḥah dan diakhiri dengan surah an-Nas, membacanya
berfungsi sebagai ibadah, sebagai mukjizat Nabi Muhammad
saw. dan sebagai hidayah atau petunjuk bagi umat manusia.
Dikutip dari kitab Abdul Wahab Khallaf 1978 :

‫ هوالخطاب الدال علي طلب الفعل طلب جازمانحو واتواازكاة‬: ‫اال يجاب‬
ٕ
Artinya : Suatu yang menunjukkan Atas sesuatu perbuatan
yang wajib Benar-benar wajib. 9

b. Sunnah/Hadist
As-Sunnah menurut istilah ahli ushul fiqih adalah ucapan
nabi dan perbuatannya dan takrirnya. Jadi, Sunnah artinya
cara yang dibiasakan atau cara yang dipuji. Sedangkan
menurut stilah agama yaitu perkataan Nabi, perbuatannya
dan taqririnya (yakni ucapan dan perbuatan sahabat yang

8
Satria Wiguna, “Fiqih Ibadah”, (Jawa Tengah : CV Pena Persada Redaksi, 2021), hlm 2.
9
Abdul Wahab Khallaf, ’Ilmu Ushul al-Fiqh, Cet. Ke-12” (Kairo, Dar al-Qalam, 1978), hlm
45.

8
beliau diamkan dengan arti membenarkan). Dengan demikian
sunnah Nabi dapat berupa: sunnah qauliah, sunnah fi‟liah,
dan sunnah taqririyah. Para ulama sepakat bahwa As-Sunnah
dengan ketiga bentuknya itu boleh dijadikan hujah (yakni)
sebagai sumber hukum kedua dalam islam sesudah al-
qur’an). 10
Di kutip dari kitab Abdul Wahab Khallaf 1978. Sunnah
adalah

‫ هواخطاب الدال عل طلب الكف عن الفعل طلباغير جازم‬: ‫والندب‬


Adapun Sunnah : ialah yang menunjukkan wajib atas sesuatu
perbuatan wajib tapi tidak benar-benar wajib

c. Ijma’
Ijma' menurut istilah para ahli ushul fiqih adalah ke-
sepakatan para mujtahid pada suatu masa di kalangan umat
Islam atas hukum syara' mengenai suatu kejadian setelah
wafatnya Rasulullah saw. Apabila terjadi suatu peristiwa
yang pada saat kejadiannya dihadapkan kepada para mujtahid
dari umat Islam, sedang mereka sepakat untuk
menghukuminya, maka kesepakatan mereka disebut Ijma'.
Kesepakatan atas satu hukum mengenainya dianggap sebagai
dalil, bahwa hukum tersebut merupakan hukum syara'
mengenai kejadian itu.
Dalam definisi tersebut hanya disebutkan sesudah Rasul
Allah saw, wafat, karena pada waktu Rasulullah masih hidup,
beliaulah yang menjadi rujukan satu-satunya pembentukan
hu- kum Islam, sehingga tidak dimungkinkan adanya
perbedaan dan kesepakatan terhadap hukum syar'i. Hal

10
Rusdaya Basri, Op.Cit, hlm 28-29

9
tersebut dikarena- kan suatu ijma', hanya akan terwujud
dari beberapa orang.
d. Qiyas
Qiyas menurut istilah ahli ilmu ushul fiqih adalah
menya- makan suatu kasus yang tidak ada nash hukumnya
dengan suatu kasus yang ada nash hukumnya, karena
terdapat persamaan kedua kasus tersebut dalam 'illat
hukumnya. Apabila nash telah menunjukkan hukum
mengenai suatu kasus dan 'illat hukum telah diketahui
melalui salah satu metode untuk mengetahui 'illat hukum,
kemudian ada kasus lain yang 'illatnya sama dengan kasus
yang terdapat nash, maka hu- kum kasus tersebut disamakan
dengan hukum kasus yang ada nashnya berdasarkan
persamaan 'illatnya, karena suatu hukum dapat diketahui
manakala ditemukan illat hukumnya.
2. Dalil Sumber Hukum yang Muktalaf
Sedangkan dalil hukum yang tidak disepakati meliputi :
a. Istihsan
Istihsan menurut bahasa adalah menganggap baik
terhadap sesuatu. Sedangkan menurut istilah ulama ushul
fiqih, istihsan adalah berpalingnya (pindahnya) seorang
mujtahid dari tun- tutan qiyas yang jali (nyata) kepada
tuntutan qiyas yang khafi (samar), atau dari hukum kulli
(umum) kepada hukum istitsnai (pengecualian), karena
terdapat dalil yang mementingkan per- pindahan. Apabila
ada kejadian yang tidak terdapat nash hukumnya, maka
untuk menganalisisnya dapat menggunakan dua aspek
yang berbeda, yaitu: Pertama: Aspek nyata (zhahir) yang
menghendaki suatu hukum tertentu, Kedua : Aspek
tersembunyi (khafi) yang menghendaki hukum lain.
b. Maslahah Mursalah

10
Maslahah secara harfiah berarti manfaat dan mursalah
berarti netral. Sebagai istilah hukum Islam, maslahah
mursalah dimaksudkan sebagai segala kepentingan yang
bermanfaat dan baik, namun tidak ada nash khusus (teks
Al-Qur’an dan Hadits Nabi saw.) yang mendukungnya
secara langsung ataupun yang melarangnya. Dengan kata
lain, maslahah mursalah adalah segala kepentingan yang
baik yang tidak dilarang oleh Al-Qur’an dan Hadits Nabi
saw. dan juga tidak terdapat penegasannya di dalam
kedua sumber itu secara langsung.
c. Urf
Adat atau urf dalam istilah hukum Islam adalah suatu
hal yang diakui keberadaannya dan diikuti oleh dan
menjadi kebiasaan dalam masyarakat, baik berupa
perkataan maupun perbuatan, sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan nash syariah atau ijma’.
Adapun yang mendefinisikan sebagai suatu kebiasaan
masyarakat yang diakui oleh jiwa kolektif dan diterima
oleh akal sehat, baik berupa perkataan ataupun perbuatan
sejauh tidak bertentangan dengan nash atau ijma’
(Ahmad Sudirman Abbas, 2004: 164).
Hukum Islam mengakui adat istiadat masyarakat
sebagai sumber hukum, akan tetapi dengan beberapa
syarat, yaitu: adat tersebut tidak bertentangan dengan
nash (Al-Qur’an dan Hadits) atau ijma’ dan adat itu
konstan dan berlaku umum di dalam masyarakat.
d. Istishab
Istishab menurut bahasa berasal dari kata istishab
bermakna istif’al atau istimrar as-sahabat yang berarti
membandingkan sesuatu dan mendekatkannya atau

11
adanya hubungan atau mencari sesuatu yang ada
hubungannya.
Terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh
para ulama ushul fiqh mengenai istishab, antara lain: Al-
Asnawi (772 H), menyatakan bahwa istishab adalah
penetapan (keberlakuan) hukum terhadap suatu perkara di
masa selanjutnya atas dasar bahwa hukum itu telah
berlaku sebelumnya, karena tidak adanya suatu hal yang
mengharuskan terjadinya perubahan (hukum tersebut).
Al-Qarafy (w. 486 H) menyatakan istishab sebagai
keyakinan bahwa keberadaan sesuatu di masa lalu dan
sekarang itu.
e. Syariat orang sebelum kita (Syar’u man qablana)
Sebagian ulama berkata: "Bahwa hukum yang
berlaku bagi umat sebelum kita bukan syariat bagi kita,
karena syariat kita telah menghapus berbagai syariat
terdahulu, kecuali apabila ada penetapannya dalam
syariat kita." Namun dalam hal ini yang dipandang benar
adalah mazhab yang pertama, karena syariat kita hanya
menghapus syariat terdahulu yang ber- tentangan dengan
syariat kita saja, dan karena Al-Qur'an te- lah
menceritakan hukum syara' terdahulu kepada kita, tanpa
disertai nash yang menghapuskannya, maka
ditetapkanlah hukum tersebut untuk kita. Sebab hukum
tersebut merupakan hukum Ilahi yang disampaikan Rasul
kepada kita dan tidak ada dalil yang menghapus
berlakunya bagi kita.
Di samping itu, Al- Qur'an juga membenarkan kitab-
kitab yang turun sebelum Al- Qur'an seperti Taurat dan
Injil. Jadi, nash yang tidak dihapus hukumnya, dari salah
satu kitab tersebut merupakan ketetapan hukum bagi kita.

12
f. Sad Dzari’ah
Sad Dzari’ah di kalangan ahli ushul diartikan. “Sesuatu
yang menjadi perantara atau jalan pada sesuatu yang
lain”.Ibnu Qayyim menyatakan bahwa dhari’ah itu tidak
hanya menyangkut sesuatu yang dilarang, tetapi juga ada
yang dianjurkan. Dengan demikian, lebih tepat kalau
dhari’ah itu dibagi menjadi dua, yaitu sadd al-dhari’ah
(yang dilarang) dan fath al-dhari’ah (yang dianjurkan).
Ketentuan hukum yang dikenakan pada dhari’ah selalu
mengikuti ketentuan hukum yang terdapat pada
perbuatan yang menjadi sasarannya. 11
Menurut Imam al-Shatibi, ada kriteria yang
menjadikan suatu perbuatan itu dilarang, yaitu :
a. Perbuatan yang tadinya boleh dilakukan itu
mengandung kemafsadatan.
b. Kemafsadatan lebih kuat dari pada kemaslahatan.
c. Perbuata yang dibolehkan syara’ tapi
mengandung lebih banyak unsur
kemafsadatannya.
g. Mazhab Sahabat (Qaulusshahabi)
Penjelasan dari perkataan Imam Syafi'i, bahwasanya ia
tidaklah memandang pendapat seseorang tertentu dari
mereka sebagai hujjah, dan ia membolehkan untuk
menentang pen- dapat mereka secara keseluruhan, serta
memperbolehkan ber ijtihad dalam istimbath pendapat
yang lain. Hal ini karena pendapat mereka juga
merupakan ijtihad secara individu yang dilakukan oleh
perorangan yang tidak terpelihara dari dosa. Sebagaimana
seorang sahabat boleh bertentangan pendapat de- ngan

11
Ramli, “Ushul Fiqh”, (Yogyakarta : Nuta Media, 2021), hlm 85-86.

13
sahabat lain, maka boleh pula para mujtahid sesudahnya
menolak pendapat dari para sahabat.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sumber hukum Islam adalah asal tempat pengambilan hukum
Islam. Kata hukum menurut Amir Syarifuddin adalah
seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui
sekelompok masyarakat, disusun orang-orang yang diberi
wewenang oleh masyarakat itu, berlaku dan mengikat untuk
seluruh anggotanya. Pengertian sumber, dari segi bahasa berarti
tempat mengambil atau asal pengambilan.
2. Dalil diartikan juga perkara yang di dalamnya terdapat petunjuk.
Menurut Abdul Wahab Khallaf, bahwa dalil secara bahasa
adalah pemberi petunjuk kepada sesuatu yang bersifat inderawi
ataupun maknawi, baik ataupun buruk.Berdasarkan penelitian
diperoleh kepastian, bahwasannya dalil-dalil syar’iyyah yang
menjadi sumber pengambilan hukun-hukum yang berkenaan
dengan perbuatan manusia kembali pada empat sumber yaitu :
Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijmak dan Qiyas. Keempat dalil tersebut
telah disepakati oleh jumhur ulama islam untuk dipergunakan
sebagai dalil. Terbukti pada QS. An-Nisa : 59.

14
3. Sumber hukum islam dapat diklasifikasikan menjadi dua
golongan yaitu sumber hukum Islam yang muttafaq (disepakati),
antaranya Al-Qur’an, hadis, ijma dan qiyas. Sumber hukum
Islam yang mukhtalaf (diperselisihkan), seperti istihsan,
maslahah mursalah, urf, istishab, sadduz-dzari’ah, syar’u man
qablana (syariat orang sebelum kita), dan qaulusshahabi (mazhab
sahabat).

B. Saran
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masihbanyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkankritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadimakalah yang lebih baik lagi. Demikian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini, penulis mohon maaf yang
sebesar besarnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab Khallaf. (1978). “Ilmu Ushul al-Fiqh, Cet. Ke-12” , Kairo :
Dar al-Qalam.
Abdul Wahhab Khallaf. (2014) “Ilmu Ushul Fiqih”, Semarang : PT. Karya
Toha Putra Semarang.
Agus Miswanto. (2018). “Ushul Fiqh : Metode Ijtihad Hukum Islam”,
Yogyakarta : Magnum Pustaka Utama.
Ahmad Syadzali. (2017). “Pengantar Belajar Ushul Fikih”, Yogyakarta :
Pusat Studi Hukum Islam, 2017), hlm 15-16.
Al-Qur’an dan Terjemahannya.
Darmawati. (2019). “Ushul Fiqh”, Jakarta : Prenamedia Group.
Ramli. (2021). “Ushul Fiqh”, Yogyakarta : Nuta Media.
Rohidin. (2016). “Pengantar Hukum Islam”, Yogyakarta : Lintang Rasi
Aksara Books.
Rusdaya Basri. (2019). “Ushul Fikih 1”, Parepare : IAIN Parepare
Nusantara Press.
Satria Wiguna. (2021). “Fiqih Ibadah”, Jawa Tengah : CV Pena Persada
Redaksi.

16
Siska Lis Sulistiani. (2018). “Perbandingan Sumber Hukum Islam”, Jurnal
Peradaban dan Hukum Islam, Vol 1 No 1.

LAMPIRAN

17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Anda mungkin juga menyukai