Anda di halaman 1dari 15

Accelerat ing t he world's research.

SUMBER POKOK AJARAN ISLAM


TOMI APRA SANTOSA TOMI

Tomi Apra Santosa

Cite this paper Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Sumber Ajaran Islam


Mit a Saskia

" SEJARAH MET ODOLOGI TAFSIR AL QUR'AN DAN AL HADIT S "


Alvi Risalat ul janah

MET ODOLOGI PENELIT IAN T HE LIVING QUR'AN DAN HADIS


Mirna Fidiana
SUMBER POKOK AJARAN ISLAM

MAKALAH

DISUSUN OLEH
PRANGKI SALIM AL- FATWA
NIM.211020017

DOSEN PEMBIMBING
Dr.AHMAD JAMIN, S.Ag, M.Ag

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PROGRAM PASACASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) KERINCI
TAHUN 1442 H/ 2021 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan

rahmat dan karunia Nya, dan shalawat berserta salam kita limpahkan kepada Nabi

Muhammad Saw, sehingga kami dapat menyelasaikan makalah untuk bahan mata

kuliah pendidikan agama islam . Dalam makalah ini saya sebagai penulis sekaligus

penyusun menyajikan persoalan sumber pokok ajaran islam. Walaupun sudah

berusaha semaksimal mungkin, namun saya menyadari bahwa makalah ini masih

banyak terdapat kekurangan. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang

sifatnya membangun demi kesempurnaan penulisan untuk masa yang akan datang.

Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya penulis maupun

para pembaca serta dapat menambah wawasan tentang pendidikan agama islam.

Kerinci, 18 Maret 2021

Prangki Salim Al-Fatwa

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan .......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3
A. Al-Qur’an............................................................................................................. 3
B. Hadist ................................................................................................................... 5
C. Ijtihad ................................................................................................................... 6
BAB III Kesimpulan ......................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 10

LLL
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata-kata “Sumber Hukum Islam” merupakan terjemahan dari lafazh
Masâdir al-Ahkâm. Kata-kata tersebut tidak ditemukan dalam kitab-kitab
hukum Islam yang ditulis oleh ulama-ulama fikih dan ushul fikih klasik. Untuk
menjelaskan arti sumber hukum Islam, mereka menggunakan al-adillah al-
Syariyyah. Penggunaan mashâdir al-Ahkâm oleh ulama pada masa sekarang
ini, tentu yang dimaksudkan adalah se-arti dengan istilah al-Adillah al-
Syar’iyyah.1 Dan yang dimaksud Masâdir al-Ahkâm adalah dalil-dalil hukum
syara’ yang diambil (diistimbathkan) daripadanya untuk menemukan
hukumAl-Qur‟ dan hadist merupakan pedoman umat Islam dengan berbagai
petunjuk agar manusia dapat menjadi khalifah yang baik di muka bumi ini.
Untuk memperoleh petunjuk tersebut diperlukan adanya pengkajian terhadap
al-Qur‟an dan hadist itu sendiri, sehingga kaum muslimin benar-benar bisa
mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari pada isi kandungan al-Qur‟an
tersebut yang di dalamnya kompleks membahas permasalahan- permasalahan
yang sudah terjadi, sedang terjadi, maupun yang belum terjadi.2
Dalam riwayat tersebut Mu’az ibn Jabal berjanji akan menggunakan
Alqur-an dalam memutuskan sebuah sengketa, apabila tidak terdapat
ketentuanya dalam Alqur-an ia akan menggunakan hadist dan apabila ia tidak
mendapatkan dalam Alqur-an dan hadist maka ia akan berijtihad.3 Dalam
rangka ijtihad, Rasulullah Saw, para sahabat-sahabatnya sudah seringkali
mempraktekkan dalam kehidupan mereka masing-masing ketika berhadapan
dengan permasalahan hukum. Dengan demikian tentunya mereka akan menda-
patkan jalan keluar dari permasalahan hukum yang mereka hadapi.
1
Siska Lis Sulistiani, “Perbandingan Sumber Hukum Islam” Tahkim: Jurnal Paradaban
dan Hukum Islam, Volume1, Nomor. 1 (2018): 102–16.
2
Afiful Ikhwan, “Manajemen Perencanaan Pendidikan Islam (Kajian Tematik Al-Qur’an
Dan Hadist),” Edukasi , Volume 4, Nomor. 1 (2016): 127–55.
3
Dahyul Daipon and Abstract:, “Metode Ijtihad Ormas Islam,” Al-Hurriyah, Volume 10,
Nomor. 2 (2009): 39–52.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Al-Quran ?
2. Ap yang dimaksud dengan Hadist ?
3. Apa yang dimaksud dengan Ijtihad ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan Memhami tentang Al-Quran
2. Untuk mengetahui dan Memhami tentang Hadist
3. Untuk mengetahui dan Memhami tentang Ijtihad

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Al-Quran
Kata Al-Qur’an secara lughawi merupakan bentuk yang muradif dengan
kata Al-Qira’ah yaitu masdar dari fi’il madhi ‘qara’a yang artinya bacaan.4
Arti qara 'a lainnya ialah mcngumpulkan atau menghimpun, menghimpun
huruf dan kata-kata dalam suatu ucapan yang tersusun rapih. Sedangkan arti
qara 'a dalam arti mashdar (infinitif) seperti di atas, disebut dalam firman
AIlah SWT surat AI-Qiyamah, ayat 17-18 yang artinya:

         

Artinya:
Sesungguhnya alas tanggungan kami/ah mengumpulkannya (dalam
dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah se!esai
membacanya maka ikutilah bacaannya.
Pada beberapa ayat yang lain, AI-Qur'an disebut pula dengan nama yang
lain, di antaranya: Al-Furqan; Al-Haqq; Al-Hikmah; Al-huda; Al-Syifa; A/-
Dzikru 5 Al-Qur’an merupakan petunjuk yang lengkap, pedoman bagi manusia
yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia dan bersifat unversal.6
Petunjuk inilah yang menjadi landasan pokok agama Islam dan berfungsi
sebagai pedoman hidup bagi penganutnya sertamenjamin kebahagiaan hidup
baik di dunia maupun di akhirat kelak 7.

4
R Abuy Sodikin, “Memahami Sumber Ajaran Islam,” Al-Qalam , Volume. 20, Nomor. 1
(2003): 1–20.
5
Ibid,
6
M. Akmansyah, “Al-Quran Dan Al-Sunnah Sebagai Dasar Ideal Pendidikan Islam,”
Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam 8, no. 2 (2010): 127–42.
7
Cahaya Khaeroni, “Sejarah Al-Qur’an (Uraian Analitis, Kronologis, Dan Naratif Tentang
Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an),” Jurnal HISTORIA 5, no. 2 (2017): 193–205.

3
B. Nama- Nama Al-Qur’an
1. Al-Furqan artinya yang membedakan antara yang benar dan yang salah)
2. Al-Haqq yang artinya kebenaran Ilahi yang mutlak sempurna.
3. Al-Hikmah yang artinya hikmah atau kebijaksanaan.
4. Al-Huda yang berarti petunjuk hidup.
5. As-Syifa yang berarti penyembuhan ruhani.
6. Ad-Dzikru yang berarti pengingat
7. Al-Kitab yang berarti tulisan atau yang ditulis.8

C. Kandungan Al-Quran
Bahwa alQur‘an itu pada dasarnya mengandung pesan-pesan sebagai
berikut:
a. Masalah tauhid, termasuk di dalamnya segala kepercayaan terhadap
yang gaib;
b. Masalah ibadah yakni pengabdian kepada Tuhan;
c. Masalah janji dan ancaman;
d. Jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, berupa ketentuan-
ketentuan dan aturan-aturan yang hendaknya dipenuhi agar
mendapatkan ridla Allah;
e. Riwayat atau cerita, yakni sejarah orang-orang terdahulu baik sejarah
bangsabangsa, tokoh-tokoh tertentu maupun para nabi dan rasul.9

D. Fungsi Al-Quran
1. Al-Qur‟an sebagai nasehat (mau’izhah)
Ada beberapa pendapat terkait arti dari mau‟idzhah diantaranya Ibnu
Manzur mengutip dari Ibnu Sayyidih, mau‟izhah adalah peringatan yang
tujuannya untuk melunakkan hati manusia disertai ganjaran dan ancaman.
Menurut Al-Isfihani mengutip pendapatnya al-Khalil, mau’izhah adalah
peringatan agar berbuat baik yang dapat melunakkan hati. Dan Ali bin
8
Makhmud Syafe’i., “Al-Qur’an Sebagai Sumber Nilai Islam,” 2017.
9
Muniron dkk, Studi Islam Di Perguruan Tinggi, (Jember: STAIN Jember Press, 2010),
h.49.

4
Muhammad al-Jarjani, mau’izhah adalah segala sesuatu yang dapat
melunakkan hati yang keras, mengalirkan air mata dan memperbaiki
kerusakan.
2. Obat (syifa)
Seperti yang telah disinggung pada ayat diatas bahwasanya selain
sebagai pemberi nasehat Alquran juga menyebut dirinya sebagai obat
(syifa) dan sisi lain menyebut madu lebah sebagai obat. Obat dalam
pengertian khusus berarti mengobati suatu penyakit dalam, baik bersifat
individual maupun sosial. Contoh “penyakit-penyakit yang bersifat
individual seperti strees, kegundahan dan pikiran kacau. Sedangkan
penyakit sosial seperti sikap fanatisme, hedonisme, fitnah, kecanduan
narkoba, korupsi dan krisis moralitas.
3. Petunjuk (hūdan)
Secara bahasa, kata hūdan berasal dari kata hadā-yahdī-hūdan wa
hidāyah yang berarti “memberi petunjuk pada jalan yang benar. Secara
istilah “hidāyah adalah tanda yang menunjukkan pada hal-hal yang dapat
menyampaikan seseorang kepada yang dituju . Jadi, Alquran sebagai
petunjuk karena mengajarkan manusia pada jalan yang dapat mengantarkan
dirinya pada tujuan hidup yang sesungguhnya yaitu kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat.

E. Definisi Hadist
Secara terminologis, kata hadìsth berarti segala sabda, perbuatan, taqrìr
dan hal-ihwal yang disandarkan kepada Nabi Muhammad.10 Dari pengertian
ini, ada dua kata kunci yang dapat digunakan untuk membuktikan bahwa
hadìth adalah sebuah fakta sejarah: (1) kata “disandarkan”; kata kunci ini
merujuk pada sebuah kenyataan bahwa setiap pernyataan yang diklaim sebagai
hadith Nabi harus mempunyai sandaran (sanad), yakni dari seorang periwayat
(murid) kepada periwayat yang lain (guru); dari periwayat terakhir (sebagai

Abdul Haris, “Hadith Nabi Sebagai Sumber Ajaran Islam: Dari Makna Lokal-Temporal
10

Menuju Makna Universal,” Jurnal Hukum Islam, Volum. 12, NoMOR. 1 (2013): 1–16.

5
penghimpun hadith = mukharrij al-Hadìth) hingga periwayat pertama (sahabat
Nabi).11 Proses penyandaran sebuah berita ini menunjukkan adanya sebuah
proses transmisi berita (hadith) yang bersumber dari peristiwa masa lampau
oleh seseorang. (2) kata “Nabi Muhammad”; kata kunci ini merujuk pada
seorang sosok manusia yang hidup di dunia (Arab) dengan situasi-kondisi
sosio-historis yang melingkupinya pada abad ke 7 M. Dengan demikian, hadith
tidak lain merupakan sebuah reportase (rekaman) sejarah seseorang yang hidup
di daerah dan pada masa tertentu, yakni Muhammad yang hidup pada abad ke-
7 di Arab.

F. Ijtihad
Secara etimologi kata ijtihad (‫ )دﺎﮭﺘﺟا‬berasal dari kata al-jahd, al-juhd,
(‫ )ﺪﮭﺠﻟا‬dan ath-thaqat, yang artinya kesulitan, kesusahan, dan juga berupa suatu
kesanggupan atau kemampuan (almasyaqat).12 Kata ‘ijtihad’ (ijtihad), dilihat
dari perspektif ilmu sharaf atau struktur konjugasi, merupakan isim masdar
atau kata benda bentukan dari kata kerja (fi’il) ijta- hada-yajtahidu-ijtihadan.13
Kata dasar ‘ijtihad’ adalah jahada, yang juga melahirkan kata benda jahd dan
juhd, yang keduanya berarti ‘kesulitan, kesusahan, kesempitan, kemampuan,
keluasan pikiran.14 Menurut Mahmud Syaltout, ijtihad artinya sama dengan ar-
ra 'yu, yang rinciannya meliputi:
a. Pemikiran arti yang dikandung oleh Al-Qur'an dan Sunnah.
b. Mendapat ketentuan hukum sesuatu yang tidak ditunjukan oleh nash dengan
sesuatu masalah yang hukumnya ditetapkan oleh nash.
c. Pencerahan segenap kesanggupan untuk mendapatkan hukum syara amali
tentang masalah yang tidak ditunjukan hukumnya oleh suatu nash secara
langsung.15

11
Ibid,
12
Misno, “Redefinisi Ijtihad Dan Taklid,” 2017.
13
Agus Supriyanto and Muhammad Ali, “Ijtihad : Makna Dan Relasinya Dengan Syari ’
Ah , Fiqih , Dan Ushul Fiqih,” Maslahah, Volume 1, Nomor. 1 (2010): 1–20.
14
Ibid,
15
Ahmad Soldikin., op.cit., hal.15

6
G. Macam-Macam Ijtihad
Ditinjau dari segi pelakunya, ijtihad dibagi menjadi dua, yaitu:ijtihad
perorangan dan ijtihad jama'i. Ijtihad perorangan yaitu suatu ijtihad yang
dilakukan oleh seorang mujtahid dalam suatu persoalan hukum. Sedangkan
ijtihad jama'i atau ijtihad kelompok ialah ijtihad yang dilakukan oleh
sekelompok mujtahidin dalam menganalisa suatu masalah untuk menentukan
suatu ketetapan hukum.
Dilihat dari Iapangannya, ijtihad dibagi ke dalam tiga macam,
yaitu:
a.Ijtihad pada masalah-masalah yang ada nashnya, tapi bersifat :dzanni.
b. Ijtihad untuk mencapai suatu hukum syara dengan penetapan kaidah
kulliyah yang bisa diterapkan tanpa adanya suatu nash.
c. Ijtihad bi ar-ra 'yi yaitu ijtihad dengan berpegang pada tanda? tanda
dan wasilah yang telah ditetapkan syara untuk menunjuk pada suatu
hukum.16

H. Kedudukan Ijtihad
a. Hasil ijtihad tidak mutlak/relatif bisa berubah. Bahwa ijtihad tidak · mutlak
karena mengingat hasil ijtihad merupakan analisa akal, maka sesuai dengan
sifat dari akal manusia sendiri yang relatif, maka hasilnya pun relatif pula.
Pada saat sekarang bisa berlaku, dan pada saat yang lain bisa tidak berlaku.
b. Hasil ijtihad tidak berlaku umum, dibatasi oleh tempat, ruang dan waktu.
Dalam ketentuan ini generaJisasi terhadap suatu masalah tidak bisa
dilakukan. Umat Islam bertebaran di seluruh dunia dalam berbagai situasi
dan kondisi alamiah yang berbeda. Lingkungan sosial budayanya pun
sangat beraneka ragam. Ijtihad di suatu daerah tertentu belum tentu berlaku
pada daerah yang lain.
c. Proses ijtihad harus mempertimbangkan motivasi, akibat dan kemaslahatan
umum (umat).

16
Ibid,

7
d. Hasil ijtihad tidak boleh berlaku pada persoalan ibadah mahdhlah, sebab
masalah tersebut telah ada ketetapannya dalam AI-Qur'an dan Sunnah,
dengan demikian kaidah yang penting dalam melakukan ijtihad adalah
bahwa ijtihad tersebut tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur'an dan
Sunnah.17

I. Metode Ijtihad
a. Qiyas. Qiyas artinya reasoning by analogy. Makna aslinya adalah
mengukur atau membandingkan atau menimbang dengan
membandingkan sesuatu. Contoh: Pada masa Nabi belum ada
persoalan Padi. Dengan demikian diperlukan ijtihad dengan jalan qiyas
dalam menentukan zakat.
b. Ijma atau konsensus. Kata ijma berasaJ dari kata jam 'un artinya
menghimpun atau mengumpulkan. Ijma mempunyai dua makna, yaitu
menyusun dan mengatur suatu hal yang tidak teratur. Oleh sebab itu, ia
berarti menetapkan dan memutuskan suatu perkara, dan berarti pula
sepakat atau bersatu dalam pendapat. Persetujuan pendapat
berdasarkan hasil ijma ini contohnya bagaimana masalah Keluarga
Berencana.
c. Istihsan. Istihsan artinya preference. Makna aslinya ialah menganggap
baik suatu barang atau menyukai barang itu. Menurut terminologi para
ahli hukum, berarti menjelaskan keputusan pribadi, yang tak
didasarkan atas qiyas, melainkan didasarkan atas kepentingan umum
atau kepentingan keadilan. Sebagai contoh adalah peristiwa Umar bin
Khattab yang tidak melaksanakan hukum potong tangan kepada
seorang pencuri pada masa paceklik.
d. Mashlahat Al-Mursalat. Artinya, keputusan yang berdasarkan guna
dan manfaat sesuai dengan tujuan hukum syara. Kepentingan umum
yang rnenjadi dasar pertimbangan maslahat Al-Mursalat ialah menolak
mafsadat atau mengambil suatu rnanfaat dari suatu peristiwa. Contoh

17
Sodikin, op.cit., h.17.

8
rnetode ini ini adalah tentang kharnar dan judi. Dalam ketentuan nash
bahwa khamar dan judi itu terdapat manfaat bagi rnanusia, tetapi
bahayanya Iebih besar daripada manfaatnya. Dari Dari sebuah nash
dapat dilihat bahwa suatu masalah yang mengandung maslahat dan
rnafsadat, didahulukan menolak mafsadat. Untuk ini terdapat kaidah,
"Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada menarik
kemaslahatannya, dan apabila berlawanan antara mafsadat dan
maslahat dahulukanlah menolak mafsadaf.18

18
Ibid”

9
BAB III
KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:


1. Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw
memlui Malaikat Jibril as sebagai petunjuk yang lengkap, pedoman bagi
manusia yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia dan bersifat unversal.
2. Hadist
Hadist adalah sebuah reportase (rekaman) sejarah seseorang yang hidup di
daerah dan pada masa tertentu, yakni Muhammad yang hidup pada abad ke-7
di Arab.
3. Ijtihad
Ijtihad adalah Pencerahan segenap kesanggupan untuk mendapatkan hukum
syara amali tentang masalah yang tidak ditunjukan hukumnya oleh suatu nash
secara langsung.

10
DAFTAR PUSTAKA

Akmansyah, M. “Al-Qur'an Dan Al-Sunnah Sebagai Dasar Ideal Pendidikan Islam.” Jurnal
Pengembangan Masyarakat Islam 8, no. 2 (2010): 127–42.
Cahaya Khaeroni. “Sejarah Al-Qur’an (Uraian Analitis, Kronologis, Dan Naratif Tentang Sejarah
Kodifikasi Al-Qur’an).” Jurnal HISTORIA 5, no. 2 (2017): 193–205.
Daipon, Dahyul, and Abstract: “Metode Ijtihad Ormas Islam.” Al-Hurriyah 10, no. 2 (2009): 39–
52.
Haris, Abdul. “Hadith Nabi Sebagai Sumber Ajaran Islam: Dari Makna Lokal-Temporal Menuju
Makna Universal.” Jurnal Hukum Islam 12, no. 1 (2013): 1–16.
Ikhwan, Afiful. “Manajemen Perencanaan Pendidikan Islam (Kajian Tematik Al-Qur’an Dan
Hadist).” Edukasi 4, no. 1 (2016): 127–55.
Makhmud Syafe’i. “Al-Qur’an Sebagai Sumber Nilai Islam,” 2017.
Misno. “Redefinisi Ijtihad Dan Taklid,” 2017.
Muniron, dkk.. 2010. Studi Islam Di Perguruan Tinggi. Jember : STAIN Press.
Sodikin, R Abuy. “Memahami Sumber Ajaran Islam.” Al-Qalam 20, no. 1 (2003): 1–20.
Sulistiani, Siska Lis. “Perbandingan Sumber Hukum Islam.” TAHKIM, Jurnal Peradaban Dan
Hukum Islam 1, no. 1 (2018): 102–16.
Supriyanto, Agus, and Muhammad Ali. “Ijtihad : Makna Dan Relasinya Dengan Syari ’ Ah , Fiqih
, Dan Ushul Fiqih.” Maslahah 1, no. 1 (2010): 1–20.

11

Anda mungkin juga menyukai