Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH STRATEGI BELAJAR MENGAJAR MATEMATIKA

“TEORI BEHAVIORISME DAN PEMBELAJARAN SAINTIFIK”

DOSEN PENGAMPU:
Novferma S.Pd., M.Pd

DISUSUN OLEH:
Witan Fattonah (A1C216019)
Yunisha Angraini (A1C216048)
Neni Oktavia (RSA1C216014)
Bernadetha Silaban (RSA1C216017)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan
kasih- Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah Belajar dan Pembelajaran yang
berjudul “TEORI BEHAVIORISME DAN PEMBELAJARAN SAINTIFIK”.
Didalam makalah ini menjelaskan tentang Teori Behaviortik dan Pendekatan
Saintifik.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan membantu teman-
teman dalam memahami mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Matematika dan
dapat menambah wawasan serta bermanfaat pada saat melakukan praktikum dan
didalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai mahasiswa yang berusaha memperoh pengetahuan dan pengalaman,
maka tidak tertutup kemungkinan, masih terdapatnya kekurangan kami dalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun dari dosen pembimbing mau pun pembaca. Atas
bimbingan dan kritikan Ibu serta pembaca, kami sampaikan terima kasih.
Akhir kata, kritik dan saran dari teman-teman sangat kami harapkan demi
kemajuan dan kesempurnaan makalah ini.

Jambi, Agustus 2018

Penulis/Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 4


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 5
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 6

BAB II.PEMBAHASAN

2.1 Teori Pembelajaran Behaviorisme .................................................................. 7


2.2 Pembelajaran Saintifik .....................................................................................14

BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 25


3.2 Saran ................................................................................................................... 27

Daftar Pustaka …………………………………………………………………… 28

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang
menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefenisikan
sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi
demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan adanya teori belajar akan
memberikan kemudahan bagi guru dalam menjalankan model-model pembelajaran
yang akan dilaksanakan. Banyak telah ditemukan teori belajar yang pada dasarnya
menitik beratkan ketercapaian perubahan tingkah laku setelah proses
pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan
bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik (Ardi, 2013: 34).
Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup
pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi
untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki
lintasan perolehan (proses psikologi) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui
aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”.
Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan,
menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta”. Keterampilan diperoleh melalui
aktivitas “mengamati, menanya, mencoba, menalar, manyaji, dan mencipta”.
Karakteristik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta
mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk memperkuat pendekatan
ilmiah ( scientific), tematik terpadu (tematik antar mata pelajaran), dan tematik
(dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajarn berbasis
penyingkapan/penelitian (discovery /inguiry learning). Untuk mendorong

4
kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual, baik individual
maupun kelompok, maka sangat disarankan menggunakan pendekatan
pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah ( project
based learning ). Secara umum, pendekatan belajar yang dipilih berbasis pada teori
tentang taksonomi tujuan pendidikan yang dalam lima dasawarsa terakhir yang
secara umum sudah dikenal luas. Berdasarkan teori taksonomi tersebut, capaian
pembelajaran dapat dikelompokkan dalam tiga ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor. Penerapan teori taksonomi dalam tujuan pendidikan diberbagai negara
dilakukan secara adaptif sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah
mengadopsi taksonomi dalam bentuk rumusan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan (Ana, 2014:28).
Pendekatan saintifik berkaitan erat dengan metode saintifik. Metode saintifik
(ilmiah) pada umumnya melibatkan kegiatan pengamatan atau observasi yang
dibutuhkan untuk perumusan hipotesis atau mengumpulkan data. Metode ilmiah
pada umumnya dilandasi dengan pemaparan data yang diperoleh melalui
pengamatan atau percobaan. Oleh sebab itu, kegiatan percobaan dapat diganti
dengan kegiatan memperoleh informasi dari berbagai sumber (Ridwan, 2017:50).

Proses pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga ranah


tersebut secara utuh/holistik, artinya pengembangan ranah yang satu tidak bisa
dipisahkan dengan ranah lainnya. Dengan demikian, proses pembelajaran secara
utuh melahirkan kualitas pribadi yang mencerminkan keutuhan penguasaan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang terintegrasi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari teori behavioristik ?
2. Apa saja kelebihan dari teori Behaviorisme?
3. Apa saja kelemahan dari teori Behaviorisme?
4. Apa saja contoh penerapan teori Behaviorisme terhadap pembelajaran
matematika?

5
5. Apakah definisi dari pembelajaran saintifik?
6. Bagaimana karakteristik pembelajaran saintifik?
7. Apa saja tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik?
8. Apa saja prinsip-prinsip pendekatan saintifik?
9. Bagaimana langkah-langkah umum pembelajaran dengan pendekatan saintifik?
10. Bagaimana tahapan aktivitas belajar yang dilakukan dengan pembelajaran
saintifik?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari behavioristic.
2. Untuk mengetahui kelebihan dari teori behaviorisme.
3. Untuk mengetahui kelemahan dari teori behavioristic.
4. Untuk mengetahui contoh penerapan teori Behaviorisme terhadap
pembelajaran matematika.
5. Untuk mengetahui definisi dari pembelajaran saintifik.
6. Untuk mengetahui karakteristik pembelajaran saintifik.
7. Untuk mengetahui tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik.
8. Untuk mengetahui prinsip-prinsip pendekatan saintifik.
9. Untuk mengetahui langkah-langkah umum pembelajaran dengan pendekatan
saintifik.
10. Untuk mengetahui tahapan aktivitas belajar yang dilakukan dengan
pembelajaran saintifik.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.3 Teori Behavioristik


Aliran behaviorisme berpendapat bahwa berfikir adalah gerakan-gerakan reaksi
yang dilakukan oleh urat saraf dan otot-otot bicara seperti halnya bila kita
mengucapkan buah pikiran.
2.3.1 Pengertian terori behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari pengukuran yang dicetuskan oleh Gagne dan Berliner.
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh
terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran
yang dikenal sebagai aliran behavioristik . Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.Teori behavioristik
dengan model hubungan stimulus responsnya, mendudukan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif . Respons atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya
perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang
dila dikenai hukuman (Thobroni,2015: 55-56).
1. Ivan P. Pavlov (Teori Classical Conditioning )
Teori ini merupakan sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan
cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Disebut
classical karena yang mengawali nama teori ini untuk menghargai karya
Ivan P. Pavlov yang paling pertama dibidang conditioning (upaya
pembiasaan ) , serta untuk membedakan dari teori lainnya. Teori ini
disebut juga respondentconditioning ( pembiasaan yang dituntut ). Teori
ini sering disebut juga contemporary behavioristis atau juga disebut S-R
psychologistsyang berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu
dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari
lingkungan.Jadi, tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara

7
reaksi behaviorial dengan stimulusnya.Guru yang menganut pandangan
ini bahwa masa lalu dan pada masa sekarang dan segenap tingkah laku
merupakan reaksi terhadap lingkungan mereka merupakan hasil belajar.
Teori ini menganalisis kejadian tingkah laku dengan mempelajari latar
belakang penguatan (reinforcement) terhadap tingkah laku tersebut
(Djaali,2013:85).
2. Edward Lee Tohrndike (Teori Connectionism)
Objek eksperimen Thorndike, yaitu seekor kucing . Menurut teori ini
tingkah laku manusia tidak lain merupakan hubungan antara stimulus
(perangsang) merupakan respon (jawaban, tanggapan, reaksi),
diistilahkan S-R bond. Belajar adalah pembentukan S-R sebanyak-
banyaknya.Siapa yang menguasai hubungan sebanyak-banyaknya. Siapa
yang menguasai hubungan S-R sebanyak- banyaknya , yaitu orang yang
sukses dalam belajar. Pembentukan hubungan S-R dilakukan melalui
latihan dan ulangan-ulangan, prinsip trial and error, coba dan salah
(Suyono,2014 : 60) . Berdasarkan hasil penelitiannya, Thorndike
menemukan hukum-hukum sebagai berikut :
a. Law of readiness: Jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh
kesiapan untuk bertindak atau bereaksi, maka reaksi menjadi
memuaskan.
b. Lawa of exercise : semakin banyak dipraktikan atau digunakannya
hunbungan stimulus-respons, makin kuat hubungan itu. Praktik perlu
disertai dengan reward.
c. Law of effect: apabila terjadi hubungan antara stimulus dan respons
dan diikuti dengan state of affairs yang memuaskan, maka hubungan
itu menjadi lebih kuat. Jika sebaliknya, kekuatan hubungan menjadi
berkurang.

Menurut hasil penelitian tersebut, proses belajar melalui proses trial


and error ( mencoba-coba dan mengalami kegagalan), dan law of effect

8
merupakan segala tingkah laku yang berakibatkan suatu keadaan yang
memuaskan (cocok dengan tuntutan situasi ) akan diingat dan dipelajari
dengan sebaik-baiknya( Suyono, 2014: 61) .

3. B.F. Skinner
Skinner menganggap reinforcement merupakan factor penting dalam
belajar. Reinforcement atau penguatan diartikan sebagai suatu
konsekuensi perilaku yang memperkuat perilaku tertentu. Ada dua
macam penguatan yaitu positif dan negative. Penguatan positif adalah
rangsangan yang semakin memperkuat atau mendorong suatu tindak
balas. Penguatan negative adalah penguatan yang mendorong individu
untuk menghindari suatu tindak balas tertentu yang tidak
memuaskan(Thobroni,2015:66)
Seperti Pavlov dan Watson, Skinner juga memikirkan tingkah laku
sebagai hubungan anatara perangsang dan respons. Hanya perbedaannya,
Skinner membuat perincian dengan membedakan respons menjadi dua
bagian, yaitu sebagai berikut:
a. Respondent Response ( Refflexive Response )
Respons ini ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu,
misalnya keluar air liur setelah melihat makanan tertentu.Pada
umumnya, perangsang-perangsang yang demikian itu mendahului
respons yang ditimbulkannya.Jenis respons ini sangat terbatas pada
manusia saja.
b. Operante Response (Instrumental Response )
Respons ini adalah respons yang timbul dan berkembang yang diikuti
oleh perangsang-perangsang tertentu. Perangsang yang demikian itu
disebut reinforcing stimulus atau reinforce karena perangsang itu
memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Misalnya,
seorang anak yang belajar lalu mendapatkan hadiah, ia akan menjadi
lebih giat belajar .Operant response merupakan bagian terbesar

9
tingkah laku manusia dan kemungkinan untuk memodifkasinya hampir
tak terbatah.Oleh karena itu, Skinner lebih memfokuskan pada respons
ini (Thobroni,2015:66).
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati,
Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah
penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan
stimulus respons akan semakin kuat bila diberi penguatan. Beberapa
prinsip Skinner antara lain sebagai berikut :
a. Hasil belajar baru segera diberitahukan kepada siswa. Jika salah satu
dibetulkan : jika benar, diberi penguat.
b. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar
c. Materi pelajaran menggunakan system modul
d. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk itu
lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman .
e. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
f. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaliknya
hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal Variabel Rasio
Reinforce.
g. proses pembelajaran menggunakan teknik shapping.

(Thobroni,2015 : 67-68).

2.3.2 Kelebihan Teori Behaviorisme


Dalam Suyono (2014) kelebihan teori behaviorisme yaitu
1. Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek
dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan,
spontanitas, kelenturan, reflex, dan daya tahan
2. Mampu mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif
dan tidak produktif.
3. Membawa siswa untuk menuju atau mencapai target tertentu, sehingga
menjadikan peserta didik untuk bias bebas berkreasi dan berimajinasi.

10
2.1.3 Kelemahan Teori Behaviorisme
Menurut Suyono (2014: 68-69) terdapat beberapa kelemahan yang melekat
dalam teori behaviorisme:
1. Behaviorisme tidak mengadaptasi berbagai macam jenis pembelajaran,
karena mengabaikan aktivias pemikiran.
2. Behaviorisme tidak mampu menjelaskan beberapa jenis pembelajaran,
misalnya pengenalan terhadap pola-pola bahasa baru oleh anak-anak kecil,
karena di sini tidak ada mekanisme penguatan.
3. Riset menunjukkan bahwa binatang mampu mengadaptasikan pola
penguatan mereka terhadap informasi baru.
4. Seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, karena
banyak variable atau hal –hal yang berkaitan dengan pendidikan dan /atau
belajar yang berperan terhadap perilaku siswa, tetapi pengaruh atau
peranannya tidak sekadar hubungan stimulus-respon.
5. Pandangan behavorisme juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi
tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan
yang sama.
6. Pandangan behavorisme tidak memperhatikan pengaruh pikiran atau
perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati sebgai akibat
hubungan S-R.
7. Pandangan behavorisme cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir
linear, konvergen , tidak kreatif, dan tidak produktif.
8. Bagi pendidik yang berpandangan agama sebagai landasan pendidikan anak
manusia, behavorisme dianggap bukan landasan pendidikan yang ideal,
sebab menurut mereka aliran behavorisme berciri pokok ;
1) Bersifat naturalistik yang menganggap dunia materi merupakan realitas
yang sesungguhnya, segala sesuatunya dapat diterangkan melalui hukum-
hukum alam, manusia tidak memiliki jiwa dan juga pikiran, yang ada
hanyalah otak yang melakukan respon terhadap stimulus eksternal;

11
2) Behaviorisme mengajarkan bahwa manusia tidak lebih seperti mesin yang
melakukan respon terhadap kondisi rangsangan tertentu. Pandangan
pokok behaviorisme adalah bahwa pemikiran, perasaan, minat, dan
seluruh proses mental tidak menentukan apa yang kita lakukan.
3) Secara konsisten behaviorisme berpandangan kita tidak perlu
bertanggung jawab terhadap apa yang kita perbuat, karena kita hanya
mesin yang melakukan tanggapan terhadap berbagai rangsangan di luar
kita, tanpa pikiran dan jiwa, kita bereaksi di lingkungan kita untuk
mencapai tujuan tertentu. Sosiobiologi, sejenis behaviorisme,
membandingkan manusia dengan computer, jika sampah yang masuk,
maka sampah pula yang ke luar.
2.1.4 Contoh Penerapan Teori Behaviorisme Terhadap Pembelajaran
Matematika
Penerapan teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran matematika
tergantung dari beberapa hal, seperti :
a. Tujuan pembelajaran
b. Materi Pembelajaran
c. Karakteristik Pembelajaran
d. Media
e. Fasilitas pembelajaran yang tersedia

Pembelajaran matematika yang dirancang dan berpijak pada teori


behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap dan
tidak berubah.

Pengetahuan telah terstruktur rapi sehingga belajar adalah perolehan


pengetahuan sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang
yang belajar atau pembelajar. Fungsi pikiran adalah untuk menjiplak struktur
pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan
dipilah sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikit seperti ini
ditentukan oleh karakteristik pengetahuan tersebut (Thobroni,2016:76).

12
Pembelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap
pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pegajar atau guru
itulah yang harus dipahami oleh murid. Demikian halnya dalam pembelajaran
matematika, pembelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu
membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para
pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standard-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh
para pembelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pembelajar diukur
hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat
tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.

Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur


rapi dan teratur, pembelajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan
ditetapkan terlebih dahulu secara ketat.Pembiasan dan disiplin menjadi sangat
esensial dalam belajar sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan
penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan
pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku
yang pantas diberi hadiah (Thobroni,2016:77).

Tujuan pembelajaran matematika menurut teori behaviorisme ditekankan


pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas mimetic,
menuntut pembelajar untuk mengungkapkan kemali pengetahuan yang sudah
dipelajari dalam bentuk laporan,kuis, atau tes(Thobroni,2016: 77).

Penyajian materi pelajaran menekankan pada keterampilan yang terisolasi


atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian kek
keseluruhan.Pembelajaran matematika mengikuti urutan kurikulum secara ketat
sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/ buku wajib
dengan penekanan pada keterampilan mengungkapkan kembali isi buku

13
teks/buku wajib tersebut.Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil
belajar.

Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran matematika


menurut penulis dirasakan kurang pas karena kurangnya memberi ruang gerak
yang lebih bebas kepada siswa, sehingga kurang dapat berkreasi, melakukan
inovasi, bereksperimentasi, melakukan eksplorasi untuk mengembangkan
potensi dan kemampuannya sendiri. System pembelajaran berbasis
behaviorisme amat bersifat mekanistik-otomatis dalam menghubungkan antara
S dan R, sehingga terkesan seperti kinerja robot atau mesin. Akibat lanjutnya
siswa kurang mampu untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.

2.2 Pembelajaran Saintifik

Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi,


menguatkan, dan melatari pemikiran tentang bagaimana metode pembelajaran
diterapkan berdasarkan teori tertentu. Oleh karena itu banyak pandangan yang
menyatakan bahwa pendekatan sama artinya dengan metode. Pendekatan ilmiah
berarti konsep dasar yang menginspirasi atau melatarbelakangi perumusan
metode mengajar dengan menerapkan karakteristik yang ilmiah. Pendekatan
pembelajaran ilmiah (scientific teaching) merupakan bagian dari pendekatan
pedagogis pada pelaksanaan pembelajaran dalam kelas yang melandasi
penerapan metode ilmiah (Aisyah, 2017:4).
2.2.1 Pengertian Saintifik
Implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran dengan pendekatan
saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar
peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui
tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan
masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan
hipotesis,mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data,
menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hokum atau prinsip yang

14
“ditemukan”. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi
menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bias berasal dari mana saja,
kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu,
kondisi pelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta
didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan
hanya diberi tahu. (Hosnan,2014: 34).

Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan


keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur,
meramalkan, menjelaskan dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-
proses tersebut, bantuan guru yang diperlukan. Akan tetapi bantuan guru
tersebutharus semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa
atau semakin tingginya kelas siswa. Metode saintifik sangat relevan dengan tiga
teori belajar, yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar
Bruner disebut juga teori belajar penemuan. (Hosnan, 2014: 34-35).

Metode saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar, yaitu teori Bruner,
teori Piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar
penemuan. Ada empat hal pokok berkaitan dengan teori belajar Bruner,
Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia
menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif
dalam proses penemuan, siswa akan memperoleh sensasi dan kepuasan
intelektual yang merupakan suatu penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya
cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan
penemuan adalah ia memilik kesempatan untuk melakukan penemuan.
Keempat, dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi
ingatan. Empat hal diatas adalah bersesuaian dengan proses kognitif yang
diperlukan dalam pembelajaran menggunakan metode saintifik ( Hosnan, 2014:
35).

15
Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan pembentukan dan
perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental
atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi
dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skema tidak pernah berhenti
berubah, skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang
dewasa. Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut
dengan adaptasi. Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang
dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa persepsi,
konsep, hukum, prinsip ataupun pengalaman baru kedalam skema yang sudah
ada didalam pikirannya. Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru
yang dapat cocok dengan ciri-ciri rangsangan yang ada atau memodifikasi
skema yang telah ada sehingga cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam
pembelajaran diperlukan adanya penyeimbangan atau ekuilibrasi atara asimilsi
dan akomodasi (Hosnan, 2014: 35).
Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila
peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari
namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas
itu berada dalam zone of proximal develoment daerah terletak antara tingkat
perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan
masalah dibawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih
mampu (Hosnan, 2014 : 35).
Menurut Dyer dkk., seorang inovator adalah pengamat yang baik dan selalu
mempertanyakan Suatu kondisi yang ada dengan mengajukan ide baru.
Inovator mengamati lingkungan sekitarnya untuk memperoleh ide dalam
melakukan sesuatu yang baru. Mereka juga aktif membangun jaringan untuk
mencari ide baru, menyarankan ide baru, atau menguji pendapat mereka.
Seorang inovator selalu mencoba hal baru berdasarkan pemikiran dan
pengalamannya. Seorang inovator akan berpetualang ke tempat yang baru untuk
mencoba ide inovatif nya (Ridwan, 2017: 53).

16
Berdasarkan teori Dyer tersebut, dapat dikembangkan pendekatan saintifik
(scientific approach) dalam pembelajaran yang memiliki komponen proses
pembelajaran antara lain: 1. Mengamati; 2. Menanya; 3.
Mencoba/mengumpulkan informasi; 4. Menalar/asosiasi, membentuk jejaring
(melakukan komunikasi) ( Ridwan, 2017: 53).

2.2.2 Karakteristik Saintifik

Dalam Kurniasih (2014) disebut pembelajaran dengan pendekatan saintifik


memiliki karakteristik sebagai berikut.

1. berpusat pada siswa;


2. melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum,
dan prinsip;
3. melibatkan proses-prose kognitif yang potensial dalam merangsang
perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa;
4. dapat mengembangkan karakter siswa.

2.2.3 Tujuan Pembelajaran Dengan Pendekatan Saintifik


Dalam Hosnan (2014) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran dengan
pendekatan saintifik sebagai berikut.

1. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir


tingkat tinggi siswa;
2. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah
secara sistematik;
3. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu
merupakan suatu kebutuhan;
4. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi;
5. Untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide khususnya dalam
menulis artikel ilmiah;

17
6. Untuk mengembangkan karakter siswa.

2.2.4 Prinsip-prinsip Pendekatan Saintifik

Dalam Hosnan (2014) mengemukakan bahwa Beberapa prinsip pendekatan


saintifik dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.

1. Pembelajaran berpusat pada siswa;


2. Pembelajaran membentuk student”s self concept;
3. Pembelajaran terhindar dari verbalisme;
4. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan
mengakomodasikan konsep, hukum, dan prisip;
5. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir
siswa;
6. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar
guru;
7. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam
komunikasi;
8. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang
dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.

2.2.5 Langkah-Langkah Umum Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik


Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam proses
pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan
menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik). Meliputi : menggali informasi
melalui observing / pengamatan, questioning/ bertanya,
experimenting/ percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, dilanjutkan
dengan menganalisis, associating/ menalar, kemudian menyimpulkan, dan
menciptakan serta membentuk jaringan/networking. Untuk mata pelajaran,
materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu
tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi, seperti ini, tentu saja proses

18
pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan
menghindari nilai-nilai atau sifat-sfat non-ilmiah (Hosnan, 2014: 37).
Pada setiap aplikasi kurikulum mempunyai aplikasi pendekatan
pembelajaran berbeda-beda, demikian pada kurikulum sekarang ini. Scientific
approach (pendekatan ilmiah)adalah pendekatan pembelajaran yang diterapkan
pada aplikasi pembelajaran Kurikulum 2013. Pendekatan ini berbeda dari
pendekatan pembelajaran kurikulum sebelumnya. Pada setiap langkah inti
proses pembelajaran, guru akan melakukan langkah-langkah pembelajaran
sesuai dengan pendekatan ilmiah (Hosnan, 2014: 37).
Menurut Hosnan (2014) Pendekatan ilmiah/scientific approach mempunyai
kriteria proses pembelajaran sebagai berikut.
a. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat
dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas hanya kira-
kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
b. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas
dari prasangka yang serta-mert, pemikiran subjektif, atau penalaran yang
menyimpang dari alur berpikir logis.
c. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan
tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan materi pembelajaran.
d. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam
melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi
pembelajaran.
e. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespons
materi pembelajaran.
f. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung
jawabkan.
g. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun
menarik sistem penyajiannya.

19
Dalam Hosnan (2014) proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu
attitude/sikap, knowledge/ pengetahuan, dan skill/ keterampilan (disingkat KSA
= knowledge, skill, dan attitude).
a. Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta
didik “tahu mengapa”.
b. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar
peserta didik “tahu bagaimana”.
c. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar
peserta didik “tahu apa”.
d. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan anatar kemampuan
untuk menjadi manusia yang lebih baik (soft skill) dan manusia yang
memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skill)
dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
e. Hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan
afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
terintegrasi.
2.2.6 Tahapan Aktivitas Belajar Yang Dilakukan Dengan Pembelajaran
Saintifik
Dalam Ridwan (2014) mengemukakan Tahapan aktivitas belajar yang
dilakukan dengan pembelajaran saintifik tidak harus dilakukan mengikuti
prosedur yang kaku, namun dapat disesuaikan dengan pengetahuan yang
hendak dipelajari. Pada suatu pembelajaran mungkin dilakukan observasi
terlebih dahulu sebelum memunculkan pertanyaan, namun pada pelajaran yang
lain mungkin siswa mengajukan pertanyaan terlebih dahulu sebelum melakukan
eksperimen dan observasi.

1. Melakukan Pengamatan atau Observasi


Observasi adalah menggunakan panca indra untuk memperoleh
informasi. Perilaku manusia dapat diobservasi untuk mengetahui sifat,

20
kebiasaan, respon, pendapat, dan karakteristik lainnya. Pengamatan dapat
dilakukan secara kualitatif atau kuantitatif.
Data yang diamati dalam observasi sebaiknya merupakan variabel,
Yakni data yang bervariasi untuk sebuah karakteristik. Variabel yang
akan diamati dapat merupakan Variabel terikat atau variabel bebas. Siswa
juga dapat menentukan apakah sebuah variabel yang berpengaruh
terhadap Variabel terikat dijadikan sebagai variabel moderator dengan
tidak mengubah nilai variabel tersebut ketika melakukan percobaan.
Pengamatan yang dilakukan tidak terlepas dari keterampilan lain,
seperti melakukan pengelompokan dan membandingkan. Kegiatan
mengamati sebuah fenomena alam atau fenomena sosial dapat ditugaskan
pada siswa, misalnya mengamati tingkah laku hewan peliharaan,
mengamati benda atau hewan apa saja yang ada di sekitar rumah,
mengamati tingkah laku teman, dan lain sebagainya. Pengamatan yang
cermat sangat dibutuhkan untuk dapat menganalisis suatu permasalahan
atau fenomena.
2. Mengajukan Pertanyaan
Aktivitas belajar ini sangat penting untuk meningkatkan keingintahuan
(curiosity) dalam diri siswa dan mengembangkan kemampuan mereka
untuk belajar sepanjang hayat. Salah satu cara untuk melatih siswa dalam
mengajukan pertanyaan adalah menggunakan metode inkuiri Suchman.
Metode ini dapat dilakukan dengan menampilkan sebuah fenomena dan
meminta siswa mengajukan pertanyaan terkait dengan hal tersebut.
Pertanyaan yang diajukan dapat menggiring siswa untuk melakukan
sebuah pengamatan yang lebih teliti. Pertanyaan tentang kondisi atau
fenomena alam atau fenomena sosial perlu dikembangkan dalam proses
belajar mengajar sehingga Siswa memiliki keingintahuan dan minat untuk
belajar secara mandiri.
3. Melakukan Eksperiment/Percobaan atau Memperoleh Informasi

21
Belajar dengan menggunakan pendekatan ilmiah akan melibatkan
siswa dalam melakukan aktivitas menyelidiki fenomena dalam upaya
menjawab satu permasalahan. Guru juga dapat menugaskan siswa untuk
mengumpulkan data atau informasi dari berbagai sumber. Guru perlu
mengarahkan siswa dalam merencanakan aktivitas, pelaksanaan aktivitas,
dan melaporkan aktivitas yang telah dilakukan.
Metode utama yang digunakan dalam membantu siswa melaksanakan
kegiatan penyelidikan adalah dengan mengajukan pertanyaan. Pada tahap
akhir, guru perlu melakukan koordinasi agar siswa dapat menyampaikan
hasil penyelidikannya kepada teman atau kelompok lain.
4. Mengasosiasikan/Menalar
Kemampuan mengolah informasi melalui penalaran dan berpikir
rasional merupakan kompetensi penting yang harus dimiliki oleh siswa.
Informasi yang diperoleh dari pengamatan atau percobaan yang dilakukan
harus diperoleh untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan
informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi dan
mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan.
Pengolahan informasi membutuhkan kemampuan logika (ilmu
menalar). Menalar adalah aktivitas mental khusus dalam melakukan
inferensi. Inferensi adalah menarik kesimpulan berdasarkan pendapat
(premis), data, fakta, atau informasi.
5. Membangun atau Mengembangkan Jaringan dan Berkomunikasi
Kemampuan untuk membangun jaringan dan berkomunikasi perlu
dimiliki oleh siswa karena kompetensi tersebut sama pentingnya dengan
pengetahuan keterampilan dan pengalaman bekerja sama dalam sebuah
kelompok merupakan salah satu cara membentuk kemampuan siswa
untuk dapat membangun jaringan dan berkomunikasi setiap siswa perlu
diberi kesempatan untuk berbicara dengan orang lain menjalin
persahabatan yang potensial mengenal orang yang dapat memberi nasehat
atau informasi dan dikenal oleh orang lain hal yang perlu dilatih pada

22
siswa ketika mengenal teman baru adalah A. Berjabat tangan, B.
Memperkenalkan diri, C. Tersenyum, dan D. Menatap mata teman bicara.
2.2.7 Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Saintifik
Dalam Ridwan (2017) pembelajaran berdasarkan pendekatan saintifik
yaitu,
1. Bertanya sebagai Pemicu Kreativitas
Kemampuan merumuskan pertanyaan sangat dibutuhkan untuk
memancing peserta didik berpikir. Beberapa jenis pertanyaan yang
umum diajukan pada siswa adalah:
a. Pertanyaan Inferensi
Pertanyaan inferensi diajukan setelah siswa mengamati sesuatu.
Jawaban pertanyaan inferensi terkait dengan penjelasan
berdasarkan pemahaman atau pengalaman siswa.
b. Pertanyaan Interpretasi
Pertanyaan interpretasi dimaksudkan untuk menguji pemahaman
siswa tentang konsekuensi sebuah ide.
c. Pertanyaan Transfer
Pertanyaan transfer mendorong siswa untuk berpikir luas dengan
membawa pengetahuannya pada bidang yang baru.
d. Pertanyaan tentang Hipotesis
Pertanyaan hipotesis membutuhkan jawaban sementara tentang
sesuatu tindakan yang akan dilakukan.
e. Pertanyaan Reflektif
Pertanyaan reflektif ditujukan pada diri sendiri sebagai bahan
refleksi untuk menguji pengetahuan dan perasaan.
Pemikiran kreatif siswa dapat ditingkatkan dengan melatih mereka
untuk mengembangkan pertanyaan atau merespon pertanyaan yang
diajukan. Mengajukan pertanyaan harus memperhatikan tingkat
kesulitan atau taksonomi pertanyaan agar tidak membuat siswa
frustrasi taksonomi dalam bertanya yang umum dikenal adalah

23
Taksonomi Bloom dan taksonomi Gallagher dan Ascher. Ditinjau dari
hirarkinya, pertanyaan dapat dikelompokkan dalam pertanyaan utama
(esensial question) dan pertanyaan subsider. Pertanyaan esensial
adalah pertanyaan yang menyentuh hati dan jiwa, serta merupakan
jantung untuk mencari kebenaran. Semua pertanyaan yang terkait
dengan pertanyaan esensial merupakan pertanyaan subsider.
2. Pembelajaran yang sesuai dengan Pendekatan Saintifik
Beberapa model, strategi, atau metode pembelajaran dapat diterapkan
dengan mengintegrasikan elemen-elemen pendekatan saintifik dalam
pembelajaran. Metode yang sesuai dengan pendekatan pembelajaran
saintifik antara lain pembelajaran berbasis inkuiri ,pembelajaran
penemuan (discovery learning), pembelajaran berbasis masalah (problem
Based Learning), dan pembelajaran berbasis proyek (Project Based
Learning), dan metode lain yang relevan. Pemilihan model atau metode
pembelajaran terkait dengan karakteristik siswa dan materi yang
dipelajari. Oleh sebab itu, pengembangan kemampuan berpikir kreatif dan
inovatif harus dilakukan sedini mungkin.

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:
1. Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengukuran yang dicetuskan oleh Gagne dan Berliner
2. Kelebihan teori behaviorisme yaitu:
 siswa Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan
praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan,
spontanitas, kelenturan, reflex, dan daya tahan
 Mampu mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif
dan tidak produktif.
 Membawa untuk menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan
peserta didik untuk bias bebas berkreasi dan berimajinasi.
3. Terdapat beberapa kelemahan yang melekat dalam teori behaviorisme:
 Behaviorisme tidak mengadaptasi berbagai macam jenis pembelajaran,
karena mengabaikan aktivias pemikiran.
 Riset menunjukkan bahwa binatang mampu mengadaptasikan pola
penguatan mereka terhadap informasi baru.
 Pandangan behavorisme cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir
linear, konvergen , tidak kreatif, dan tidak produktif.
4. Penerapan teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran matematika
tergantung dari beberapa hal, seperti :
 Tujuan pembelajaran
 Materi Pembelajaran
 Karakteristik Pembelajaran
 Media
 Fasilitas pembelajaran yang tersedia

25
5. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada
peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan
pendekatan ilmiah, bahwa informasi bias berasal dari mana saja, kapan saja,
tidak bergantung pada informasi searah dari guru
6. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik memiliki beberapa karakteristik
sebagai berikut.
 berpusat pada siswa;
 melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum,
dan prinsip;
 melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang
perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa;
 dapat mengembangkan karakter siswa.
7. Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik sebagai berikut.
 Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir
tingkat tinggi siswa;
 Diperolehnya hasil belajar yang tinggi;
 Untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide khususnya dalam
menulis artikel ilmiah;
 Untuk mengembangkan karakter siswa.
8. Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran adalah
sebagai berikut.
 Pembelajaran berpusat pada siswa;
 Pembelajaran membentuk student”s self concept;
 Pembelajaran terhindar dari verbalisme;
 Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan
mengakomodasikan konsep, hukum, dan prisip;
9. Pada setiap langkah inti proses pembelajaran, guru akan melakukan langkah-
langkah pembelajaran sesuai dengan pendekatan ilmiah.

26
10. Tahapan aktivitas belajar yang dilakukan dengan pembelajaran saintifik tidak
harus dilakukan mengikuti prosedur yang kaku, namun dapat disesuaikan
dengan pengetahuan yang hendak dipelajari.
11. Pembelajaran berdasarkan pendekatan saintifik yaitu, Bertanya sebagai
Pemicu Kreativitas dan Pembelajaran yang sesuai dengan Pendekatan Saintifik.
B. Saran
Saran penulis bagi guru agar dapat mengembangkan lebih lanjut metode maupun
model dalam proses pembelajaran agar dapat membantu siswa untuk lebih mudah
dalam memahami materi pelajaran.

27
DAFTAR PUSTAKA

Ana. 2014. PENDEKATAN SAINTIFIK. Jakarta: Universitas Muhamadiyah prof dr


Hamka.

Ardi. 2014. TEORI BELAJAR BEHAVIORISME. Jakarta: Universitas Muhamadiyah


prof dr Hamka.

Djaali. 2013. PSIKOLOGI PENDIDIKAN. Jakarta: Bumi Aksara

Hosnan. 2016. PENDEKATAN SAINTIFIK DAN KONSTEKTUAL DALAM


PEMBELAJARAN ABAD 21. Bogor: Ghalia Indonesia.

Kurinasih, Imas. 2014. SUKSES MENGIMPLEMENTASIKAN KURIKULUM 2013.


Jakarta: Kata Pena

Ridwan. 2017. PEMBELAJARAN SAINTIFIK UNTUK IMPLEMENTASI


KURIKULUM 2013. Jakarta: Bumi Aksara.

Suyadi. 2013. STRATEGI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KARAKTER. Bandung:


Reamaja Rosdakarya.

Suyono. 2014. IMPLEMENTASI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Thobroni. 2015. BELAJAR DAN PEMBELAJARAN. Yogyakarta: Ar-ruzz Media

28

Anda mungkin juga menyukai