Disusun oleh :
Kelompok 9
1. Wa Ninda 201910430311184
2. Selly Annas T. Y 201910430311185
3. Della Ayu R. S 201910430311184
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun agar bisa dijadikan sebagai bahan pembelajaran dikemudian hari
dalam penyusunan makalah. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini, penulis mengucapkan mohon maaf.
Mei 2022
Penyusun
2
DAFTAR ISI
BAB 1 .................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang .........................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................7
1.3 Tujuan ...............................................................................................................................7
BAB II .................................................................................................................................................8
PEMBAHASAN ....................................................................................................................................8
A. Prinsip-Prinsip Islam Dalam Bernegara ..............................................................................8
B. Syarat Pemimpin Dalam Persepektif Islam .........................................................................9
C. Hak Dan Kewajiban Pemimpin Dan Yang Dipimpin ........................................................ 10
D. Hukum Islam ...................................................................................................................... 16
a) Pengertian Hukum Islam................................................................................................ 16
b) Tujuan Hukum Islam ..................................................................................................... 17
c) Macam-macam Hukum Islam ........................................................................................ 18
d) Karakteristik Hukum Islam ........................................................................................... 21
2.5. Ragam Hukuman Islam Hadapi Kejahatan ............................................................................. 22
a. Berat ringannya hukuman ................................................................................................. 22
b. Berdasarkan niat pelaku .................................................................................................... 24
c. Berdasarkan waktu terungkapnya ...................................................................................... 24
d. Berdasarkan cara melakukannya ....................................................................................... 25
e. Berdasarkan karakter khususnya ....................................................................................... 26
BAB III ........................................................................................................................................... 28
PENUTUP ...................................................................................................................................... 28
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 28
3.2. Saran .................................................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 29
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Hukum Islam dan politik adalah dua sisi yang tidak bisa dipisahkan
dalam suatu masyarakat Islam. Hukum Islam tanpa dukungan politik sulit
digali dan diterapkan. Politik yang mengabaikan hukum Islam akan
mengakibatkan kekacauan dalam masyarakat. Semakin baik hubungan Islam
dan politik semakin besar peluang hukum Islam diaktualisasikan, dan
semakin renggang hubungan Islam dan politik, semakin kecil peluang hukum
Islam diterapkan. Berlakunya hukum Islam di Indonesia telah mengalami
pasang surut seiring dengan politik hukum yang diterapkan oleh kekuasaan
negara. Bahkan di balik semua itu, berakar pada kekuatan sosial budaya yang
berinteraksi dalam proses pengambilan keputusan politik. Namun demikian,
hukum Islam telah mengalami perkembangan secara berkesinambungan, baik
melalui jalur infrastruktur politik maupun suprastruktur politik dengan
dukungan kekuatan sosial budaya.
4
berlaku secara normatif yakni hukum Islam yang diyakini memiliki sanksi
atau padanan hukum bagi masyarakat muslim untuk melaksanakannya.
Pada masa Orde Baru ini konsep pembangunan hukum diarahkan pada
konsep kesatuan hukum nasional, di mana hukum agama (Islam) yang dianut
mayoritas rakyat Indonesia tidak dengan serta merta dapat dijadikan sebagai
hukum yang berlaku. Beberapa hukum Islam untuk diangkat menjadi materi
hukum membutuhkan kerja keras dari umat Islam, meskipun sebenarnya
hukum itu hanya diberlakukan bagi pemeluknya. Hukum Islam sekalipun
merupakan thelivinglaw yang secara konsep ilmu hukum seharusnya
diterapkan, namun oleh Pemerintah Orde Baru, hukum Islam dilihat sebagai
ajaran agama yang tidak mengakar ke bumi, karena cukup dipahami bukan
untuk diterapkan.
5
nasional. Banyak peraturan perundang undangan yang disusun berdasarkan
ketentuan hukum Islam, baik yang berlaku nasional maupun khusus bagi
umat Islam. Gejala mutakhir perkembangan hukum Islam adalah munculnya
gerakan otonomisasi hukum Islam di sejumlah daerah di Indonesia. Hal ini
ditandai dengan banyaknya aturan perundangan yang ditetapkan oleh
pemerintah.
6
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana prinsip-prinsip Islam dalam bernegara?
2. Apa saja syarat-syarat seorang pemimpin?
3. Apa saja hak dan kewajiban seorang pemimpin dan yang dipimpin?
4. Apa yang dimaksud dengan pengertian hukum Islam, tujuan, macam dan
karakteristiknya?
5. Apa saja ragam hukuman Islam atas kejahatan ?
1.3 Tujuan
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip islam dalam bernegara
3. Untuk mengetahui syarat-syarat seorang pemimpin
4. Untuk mengetahui hak dan kewajiban seorang pemimpin yang di pimpin
5. Untuk mengetahui hukum Islam, tujuan, macam serta karakteristiknya
6. Untuk mengetahui ragam hukuman Islam atas kejahatan
7
BAB II
PEMBAHASAN
8
pertentangan antar masyarakat yang dapat menyebabkan perpecahan.
Dalam teori hukum ketaatan ini menjadi suatu perhatian karena salah satu
tujuan hukum adalah ketertiban. Dalam teori hukum barat ketaatan ini
didasarkan pada suatu kehendak bersama akan adanya kepentingan
umum. Dasar yang paling utama dari ketaatan adalah kehendak bersama
yang merupakan consensus dari para masyarakat.
9
lagi dari Allah SWT. Lawannya adalah khianat. (3) Fathonah, yaitu
kecerdasan, cakap, dan handal yang melahirkan kemampuan menghadapi
dan menanggulangi persoalan yang muncul. Lawannya adalah bodoh. (4).
Tabligh, yaitu penyampaian secara jujur dan bertanggung jawab atas
segala tindakan yang diambilnya (akuntabilitas dan transparansi).
Misalnya harus mampu mengkomunikasikan dengan baik kepada rakyat
visi, misi dan program-programnya serta segala macam peraturan yang ada
secara jujur dan transparan.
Hak Pemimpin :
Hak yang lain ini pada masa Abu Bakar, diceritakan bahwa 6 bulan
setelah diangkat jadi khalifah, Abu Bakar masih pergi ke pasar untuk
berdagang dan dari hasil dagangannya itulah beliau memberi nafkah
keluarganya. Kemudian para sahabat bermusyawarah, karena tidak
mungkin seseorang khalifah dengan tugas yang banyak dan berat masih
harus berdagang untuk memenuhi nafkah keluarganya. Maka akhirnya
diberi gaji 6.000 dirham setahun, dan menurut riwayat lain digaji 2.000
sampai 2.500 dirham.
10
a. Hak mendapat penghasilan (Al-Qasimy). Hal ini terang adanya.
Sebab imam telah melakukan pekerjaan demi kemaslahatan umum,
sehingga tak ada waktu lagi baginya memikirkan kepentingan
pribadinya. Hal ini jelas sekali jika di lihat dari ukuran sekarang,
meskipun lain halnya dibandingkan di masa-masa awal dahulunya,
Khalifah Abu Bakar ra, atas desakan beberapa Sahabat juga
mendapatkan penghasilan dari jabatan khalifahnya.
b. Hak mengeluarkan peraturan (Haq Al-Tasyri'). Seorang imam juga
berhak mengeluarkan peraturan yang mengikat warganya, sepanjang
peraturan itu tidak terdapat dalam Al-Qu'an dan mengikuti Al-
Sunnah. Dalam mengeluarkan peraturan-peraturan imam mestilah
mengetahui kaedah-kaedah dan pedoman-pedoman yang terdapat
dalam Nash. Yang terpenting di antaranya ialah musyawarah (Al-
Syura) yakni bahwa dalam mengeluarkan suatu peraturan, imam
tidak boleh bertindak sewenang-wenang, ia harus
mempertimbangkan fikiran dari para ahli dalam masalah yang
bersangkutan. Selain itu peraturan tersebut juga tidak boleh
bertentangan dengan nash syara' atau dengan ruh-tasyri' dalam al-
qur'an dan sunnah.
Kewajiban Pemimpin :
11
c. Memelihara dan menjaga keamanan agar manusia dapat dengan
tentram dan tenang berusaha mencari kehidupan, serta dapat
berpergian dengan aman, tanpa ada gangguan terhadap jiwanya atau
hartanya.
d. Menegakkan hukum-hukum Allah, agar orang tidak berani
melanggar hukum danmemelihara hak-hak hamba dari kebinasaan
dan kerusakan.
e. Menjaga wilayah batasan dengan kekuatan yang cukup, agar musuh
tidak beranimenyerang dan menumpahkan darah muslim atau non
muslim yang mengadakan perjanjian damai dengan muslim
(mu'ahid).
f. Memerangi orang yang menentang islam setelah melakukan dakwah
dengan baiktapi mereka tidak mau masuk islam dan tidak pula
menjadi kafir dzimmi.
g. Memungut Fay dan shadaqah-shadaqah sesuai dengan ke tentuan
syara' atas dasar nash atau ijtihad tanpa ragu-ragu.
h. Manatapkan kadar-kadar tertentu pemberian untuk orang-orang yang
berhakmenerimanya dari Baitul Mal dengan wajar serta
membayarkanya pada waktunya.
i. Menggunakan orang-orang yang dapat di percaya dan jujur di dalam
menyelesaikan tugas-tugas serta menyerahkan pengurusan kekayaan
Negara kepada mereka. Agar pekerjaan dapat dilaksanakan oleh
orang-orang yang ahli, dan harta Negara di urus oleh orang yang
jujur.
j. Melaksanakan tugas-tugasnya yang langsung di dalam membina
umat dan menjaga agama.
12
dan benar, hak mendapatkan penghasilan yang layak melalui kash al-halal,
hak beragama, dan lain-lainnya.
Di dunia islam sekarang ini, kriteria kepala Negara (presiden) juga
sangat beragam. Di Pakistan, misalnya, seseorang dapat dipilih menjadi
presiden dengan syarat: muslim dan berusia sekurang-kurangnya 45 tahun
(pasal 41 ayat 2 konsitusi Pakistan). Di Iran, kualifikasi seorang presiden
mencakup : Iranian origin, Iranian nationality, a good pastrecord,
trustworthy and piety, and conviced belief in the fundamental principles of
Islamic Republic of Iran, and the official madzab of the country (Article
115, the constitution of the Islamic Rebublic of Iran).
Di Mauritinia, presiden pun harus seorang muslim (pasal 23 Konsitusi
Republik Mauritinia 1991). Sandi Arabia, Pakistan, Brunei Darussalam,
libya, Irak (konsitusi 1990), Mauritinia, dan Malaysia menyebut Islam
sebagai agama resmi Negara (Islam is the religion of the state), sedangkan
Indonesia mengatakan dalam pasal 29 UUD 1945 (yang tidak
diamandemen). Pada ayat 1, pasal tersebut "Negara berdasar
atasKetuhanan yang Maha Esa",dan pada pasal 2,"Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan
kepercayaan itu".
Hak Rakyat :
Hak-hak warganegara dalam Negara Islam bisa dibedakan atas Hak-
hak Politik dan Hak-hak Umum.
13
d. Hak untuk Mencalonkan (Haqq al-Tarsyih)
Seorang warganegara berhak untuk mencalonkan orang lain untuk
menduduki jabatan politik. Namun seorang warganegara, pada
dasarnya, tidak berhak (dan tidak etis) untuk mencalonkan dirinya
sendiri, karena Nabi melarang yang demikian. Namun jika keadannya
darurat (seperti di zaman ini dimana banyak orang-orang fasiq dan
tidak memiliki keahlian saling berebut jabatanpolitik) maka
pencalonan diri sendiri menjadi boleh asalkan memenuhi syarat-
syaratnya.
e. Hak untuk Dipilih / Memangku Jabatan-jabatan Umum (Haqq
Tawalliy al-Wazha-
if al-‘Ammat)
Di dalam Taisir al-Wushul Juz I hal. 18, memangku jabatan politik
bukanlah hak akan tetapi taklif dan amanah. Nabi melarang umat-Nya
untuk memberikan jabatan kepada orang yang memintanya (karena
ambisi).
14
dengan harta Baitul Mal.
Kewajiban Rakyat :
Kewajiban rakyat ini wajib dilaksanakan sekalipun imam kurang
memenuhi kewajiban dan persyaratannya, karena kewajiban rakyat lain
dengan kewajiban imam, rakyat tidak memikul dosanya imam, tetapi
rakyat berdosa bila mereka tidak menjalankan kewajibannya. Adapun
kewajiban umat yang harus diperhatikan antara lain:
15
a. Mentati imam pada saat suka dan duka
Dari Abdullah radhiyallahu ‘anhu , Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :Wajib mendengarkan dan taat kepada pemimpin muslim
dalam hal yang disenangi dan yang dibenci, selagi tidak diperintah
untuk maksiat, tetapi bila diperintah maksiat, tidak boleh mendengar
dan mentaatinya. (HR. Bukhari 6611).
b. Mentaati imam sekalipun dia lebih mementingkan dirinya daripada
kepentingan umat.
Dari Ubadah bin As-Shamit radhiyallahu ‘anhu. dia berkata:Kami
mendengar dan mentaati peminpin kami pada waktu kami
bersemangat dan benci, dalam keadaan sulit atau mudah, (walaupun
dia) mendahulukan kepentingan dirinya daripada kepentingan kami,
dan kami tidak akan mencabut urusan yang itu haknya.. Dia berkata:
Kecuali bila engkau melihat benar-benar pemimpin itu kafir, bagimu
punya bukti disisi Allah. (HR. Muslim 3427).
c. Wajib menasehati pemimpin bila salah, dengan tidak menyebarkan
aibnya dihadapan umat.
Adapun dilarang menyebarkan aib pemimpin di hadapan umat, kita
dapat melihat kembali sejarah Raja Fir’aun yang mengaku dirinya
sebagai tuhan, raja kekufuran dan kesyirikan, tetapi Allah menyuruh
Nabi Musa dan saudaranya Harun agar mendatangi Fir’aun dan
menasihatinya dengan lembut dan sopan. Sabda Rasullullah saw
:Barangsiapa menasihati pemimpin, janganlah di depan umum, tetapi
datangi dia dengan menyepi, jika diterima (nasihat) maka itulah yang
diharapkan. Jika tidak menerima, dia telah menunaikan apa yang
menjadi kewajibannya.
D. Hukum Islam
16
dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang
berhubungan dengan amaliyah.
Hukum Islam Menurut Prof. Mahmud Syaltout, syariat adalah
peraturan yang diciptakanoleh Allah supaya manusia berpegang
teguh kepadaNya di dalam perhubungandengan Than dengan
saudaranya sesama Muslim dengan saudaranya sesamamanusia,
beserta hubungannya dengan alam seluruhnya dan
hubungannyadengan kehidupan.
Menurut Muhammad 'Ali At-Tahanawi dalam kitabnya
Kisyaaf Ishthilaahaatal-Funun memberikan pengertian syari'ah
mencakup seluruh ajaran Islam,meliputi bidang aqidah, ibadah,
akhlaq dan muamallah (kemasyarakatan).Syari'ah disebut juga
syara', millah dan diin.Hukum Islam berarti keseluruhan
ketentuan-ketentuan perintah Allah yang wajib diturut (ditaati)
oleh seorang muslim. Dari definisi tersebut syariat meliputi:
Ilmu Aqoid (keimanan)
Ilmu Figih (pemahan manusia terhadap ketentuan-ketentuan
Allah)
Ilmu Akhlaq (kesusilaan)
Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa
hukum Islamadalah syariat yang berarti hukum-hukum yang
diadakan olch Allah untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang
Nabi, baik hukum yang berhubungan dengankepercayaan (agidah)
maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah
(perbuatan).
17
diakhirat kelak, Merumuskan lima tujuan hukum Islam, yaitu
memelihara:
Agama
Jiwa
Akal
Keturunan
Harta
Yang kemudian disepakati oleh ilmuwan hukum Islam lainnya.
Kelima tujuan hukum Islam itu didalam kepustakaan disebut al-
maqasid al-khamsah atau al-maqasid al-shari'ah (tujuan-tujuan
hukum Islam).Tujuan hukum Islam tersebut bisa dilihat dari 2
segi:
Dari segi pembuat hukum Islam itu tersendiri, yaitu Allah dan
Rasulnya.
Dari segi manusia yang menjadi pelaku dan pelaksana hukum
Islam.
18
diadzab di neraka, demikian juga dengan kewaliban-kewajiban yang
lainnya. Wajib terbagi menjadi dua yakni : Pertama, wajib Ainly:
kewajiban bagi setiap individu. Kedua, wajib Kifayah : kewajiban yang
apabilasudah ada yang mengerjakannya maka yang lainnya gugur (tidak
mendapatkandosa), contohnya seperti shalat jenazah, tajhiz jenazah
(mengurus jenazah),menjawab salam dan sebagainya., Istilah Wajib
juga ada yang mensinonimkandengan Lazim. Sebagian ulama ada yang
membedakan antará Fardlu dan hanya pada beberapa permasalahan di
Bab Hal Ada juga yang antara Fardlu dan Wajib, seperti Hanafiyah.
Menurut mereka, Fardlusesuatu yang telah ditetapkan dengan dalil syari
(maqthu' bib) dan tidak ada keraguan didalamnya, seperti shalat 5
waktu, zakat, puasa, haji, iman kepadaAllah. Hukum Fardlu adalah
lazim (wajib) baik secara keyakinan maupunperbuatan sehingga apabila
mengingkari (secara keyakinan) pada salah satukefardluan itu maka
kafir, namun bila meninggalkan saja (tidak mengerjakannya,seperti
shaat 5 waktu dan semacamnya) maka fasiq. Sedangkan Wajib
adalahkewajiban yang ghairul fardl (selain fardlu), sesuatu yang
ditetapkan dengan dalilnamun mash ada kemungkinan ketidak pastian
(hasil ijtihad), hukumnya lazimsecara perbuatan saja, tidak secara
keyakinan. Apabila mengingkarinya, tidaksampai kafir namun terjatuh
dalam syubhat. Sedangkan bila meninggalkannyamaka berdosa dengan
dosa yang kadarnya lebih sedikit daripada meninggalkanperbuatan yang
sifatnya Fardlu, sebab kalau meninggalkan yang bersifat Fardlumaka
disiksa dineraka, sedangkan meninggalkan yang sifatnya Wajib,
tidakdisiksa di neraka, namun la terhalang dari syafa'at Nabi
Muhammad ShallallahuAlayhi wa Sallam. Jumbur ulama tidak
membedakan antara Fardlu dan Wajib,bahkan ada yang menyatakan
bahwa pembedaan seperti itu tidal tepat dan tidakberarti apa-apa,
Sunnah, disebut juga Mandub, Mustahabb, Tathawwu, Al-Naf,
Hasan danMuragghab fih, Semuanya bersinonim. Yakni sebuah anjuran
mengerjakan yangsifatnya tidak Jazm (past), apabila dikerjakan
mendapat pahala, namun apabiladitinggalkan tidak berdosa. Sunna juga
terbagi menjadi 2, yaitu: Pertama,sunnah 'Ain : sesuatu yang
disunnahkan pada setiap orang (individu) yangmukallaf, seperti shalat-
shalat sunnah ratibah dan lainnya. Kedua, sunnah Kifayahsesuatu yang
19
disunnahkan, apabila ada sebagian yang telah mengerjakannya,maka
yang lain gugur, seperti seseorang memulal salam ketika bersama
jama'ahdan lain sebagainya. Sehingga bila sudah adayang
mengerjakannya, maka hilang (gugur) tuntutan terhadap yang
lainnyanamun pahalanya bagi yang mengerjakan saja. Sebaglan ulama
seperti Malikiyahmembedakan antara istilah sunnah dan mandub.
Sunnah menurut mereka adalahsebuah tuntutan syara", bentuk
perintahnya sangat ditekankan, namun tidak adadalil yang
mewajibkannya, apabila dikerjakan mendapat pahala, namun
apabiladitinggalkan tidak disiksa, seperti shalat witir dan shalat hai raya.
Sedangkanmandub adalah sebuah tuntutan syara' yang tidak jazm (tidak
pasti), bentukperintahnya tidak terlalu ditekankan, apabila dikerjakan
mendapat pahala, namunbila tidak dikerjakan tidak disilsa, contohnya
didalam Malikiyah adalah shalatsunnah 4 raka'at sebelum dzuhur.
Selain itu, sunnah dari sisi tuntutannya, terbagimenjadi 2 yakni : sunnah
Muakkad (sunnah yang sangat ditekankan) dan sunnahghairu Muakkad
(anjuran tidak terlalu ditekankan). Sedangkan menurutHanafiyah, ada
perbedaan terkait sunnah Muakkad. Menurut mereka, sunnahMuakkad,
bentuknya kewajiban yang sempurna, jika meninggalkannya makatetap
berdosa, namun dosanya lebih sedikit daripada meninggalkan
Fardlu(dibawah tingkatan Fardlu). Sedangkan sunnah ghalru Muakkad,
menurut merekaadalah sejajar dengan Mandub dan Mustahab.
Mubah, bila dikerjakan atau ditinggalkan tidak apa-apa, tidak
mendapatkanpahala atau pun disiksa (sebuali pilihan antara
mengerjakan atau tidak). Misalnya,memilih menu makanan dan
sebagainya.
Makruh, yakni sebuah tuntutan yang tidak pasti (tidak Jazm)
untukmeninggalkan perbuatan tertentu (larangan mengerjakan yang
sifatnya tidakpasti), apabila dikerjakan tidak apa-apa, namun bila
ditinggalkan akanmendapatkan pahala dan dipuji. Menurut sebagian
ulama, istilah Makruh ini adayang menyatakan dengan Khilaful Aula
(menyelisihi yang lebih utama),
Haram, yakni tututan yang pasti untuk meninggalkan sesuatu,
apabiladikerlakan oleh seorang mukallaf maka mendapatkan dosa,
namun biladitinggalkan mendapatkan pahala. Contohnya seperti minum
20
khamr, berzina dan lain sebagainya, Istilah haram juga kadang
menggunakan Istllah Mahdzur(terlarang)., Makslat dan al-danb
(berdosa), Menurut Hanafiyah, Istilah Haramadalah antonim dari Pardlu
(mereka membedakan antara Fardlu dan Wajib). Adajuga istilah makruh
Tahrim dan makruh Tanzih. Makruh Tahrim adalah sebuahistilah yang
lebih dekat dengan Haram, serta merupakan kebalikan dari Wajib
danSunnah Mu'akkad. Sedangkan Istilah makruh Tanzih, tidak disilsa
bilamengerjakannya dan mendapatkan pahala bila meninggalkannya.,
Istilah makruhTanzih menurut Hanafiyah adalah keballkan dari sunnah
ghairu Muakkad. Ulamajuga ada yang kadang menyatakan dengan
istilah Halal, itu adalah kebalikan dariHaram, namun mash ambigu,
yaltu bisa hukum wajib, hukum mandub danmakruh. Bila meninggalkan
perbuatan yang hukum wajib, maka berdosa. Adapun yang lainnya
(mandub dan makrub) bila ditinggalkan ataupun dikerjakan tidaklah
berdosa.
Hukum Islam mempunyai watak tertentu dan beberapa karakteristik
yangmembedakannya dengan berbagai macam hukum yang lain.
Karakteristiktersebut ada yang memang berasal darl watak hukum itu
sendiri dan ada pulayang berasal dari proses penerapan dalam lintasan
sejarah dalam menuju ridha Allah. Dalam hal ini, beberapa karakteristik
seperti hukum Islam bersifatsempurna, universal, kemanusiaan,
mengandung moral agama, dan dinamis akandijelaskan dalam bagian
ini, karena tapa dengan karaktertstik tersebut akan di pahami pula tujuan
dan manfaat dari hukum Islam itu sendiri.
21
bahasa. Universal ini pula tergambar dari sifat hukum Islam yang tidak
hanya terpaku pada satu masa saja (abad ke-VIl saja, misalnya), tetapi
untuk semua zaman. Hukum Islam menghimpun segala sudut dan segi
yang berbeda-beda di dalam suatu kesatuan, dan la akan senantiasa
cocok dengan masyarakat yang menghendaki tradisi lama atau pun
modern, seperti halnya la dapat melayani
para ahll aq/ dan ahl naql, ahl al-ra'y atau ahl al-hadits.
22
dikenai hukuman kisas atau diat dari individu yang menjadi korban.
Kadar jumlah hukuman yang diberikan ditentukan oleh sang korban,
namun tidak memiliki aturan batasan minimal ataupun maksimal.
Adapun tindak pidana kisas dan diat ini terbagi dalam lima
macam, yakni: pembunuhan yang disengaja, pembunuhan yang
menyerupai disengaja, pembunuhan tersalah, penganiayaan yang
disengaja, dan penganiayaan yang tersalah. Penganiayaan yang
dimaksud di sin adalah perbuatan yang tidak sampai menghilangkan
jiwa sang korban, seperti pemukulan dan pelukaan.
23
menentukan tindak pidana dengan sekehendak hati, tetap/ harus
sesuai dengan kepentingan masyarakat dan tidak boleh berlawanan
dengan ketentuan seta prinsip-prinsip umum hukum Islam.
24
adanya keadaan tertangkap basah. Hal ini karena tujuannya untuk
mempermudah proses penyelidikan kebenaran.
25
Ketiga, tindak pidana terjadi seketika (temporal) dan tindak
pidana terjadi dalam waktu lama (nontemporal). Para fukaha tidak
pernah membahas tentang tindak pidana yang terjadi seketika dan
yang terjadi dalam waktu yang lama (secara terus-menerus).
Alasannya, para fukaha hanya terfokus pada jenis tindak pidana:
tindak pidana hudud, kisas, dan diat.
26
Tindak pidana perseorangan adalah suatu tindak pidana yang
hukumannya dijatuhkan untuk memelihara kemaslahatan individu.
Meskipun demikian, sesuatu yang menyentuh kemaslahatan Individu
otomatis menyentuh kemaslahatan masyarakat, Contohnya, tindak
pidana pencurian dan gazaf
(menuduh orang lain berbuat zina).
27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan demikian penyusun dapat menyimpulkan bahwa
hubungan Islam dan PolitikItu sangat berkaitan karena telah dijelaskán
tentang aturan dan cara-cara dalamberpolitik yang sesual tuntunan Al
Quran dan Hadits, Oleh arena itu sistem politik Islamyang melihat
dokumen-dokumen dart Al-Qur"an in memuat prinsip prinsip
politikberupa keadilan, musyawarah, toleransi, hak-hak dan kewajiban,
amar ma'ruf dan nahimungkar, kejujuran, dan penegakan hukum.
Oleh karena Itu, pada baglan akhir makalah ini dapat dikatakan
baha hulum Islam di Indonesia telah mengalami perkembangan yang
dinamis dan berkesinambungan, baikItu melalui saluran Infrastruktur
politik maupun suprastruktur seiring dengan realitas,tuntutan dan
dukungan, serta kehendak bagi upaya transformasi hukum Islam ke
dalamsistem hukum Nasional. Bukti sejarah produk hukum Islam sejak
masa penjajahan hinggamasa kemerdekaan dan masa reformasi
merupakan fakta yang tidak pernah dapatdigugat kebenarannya. Semoga
hukum Islam tetap eksis beriringan dengan tegaknya Islam Itu sendiri.
3.2. Saran
Dengan uralan di atas kita dapat menyadari bahwa apapun yang
berkalan denganIslam, politik, dan Hukum yang di gunakan disetiap
Negara akan percuma kalau tidakdidasari dengan kesadaran man dan
Taqwa kepada Allah oleh setlap pemimpin danrakyatnya.
28
DAFTAR PUSTAKA
29