Anda di halaman 1dari 5

KESIMPULAN MATERI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Hak kekayaan intelektual (intellectual property rights) sebagai bentuk perlindungan


hukum dari kekayaan intelektual baik yang wajib didaftarkan (hak kekayaan industri) maupun
yang tidak wajib didaftarkan (hak cipta dan hak-hak terkait). Setiap orang wajib menghormati
hak kekayaan intelektual orang lain. Hak kekayaan intelektual tidak boleh digunakan oleh orang
lain tanpa izin pemiliknya, kecuali apabila ditentukan oleh undang-undang. Selain itu HaKI
adalah bagian penting suatu karya dalam ilmu pengetahuan, sastra maupun seni dengan
menghargai hasil karya pencipta yang kreatif dan inovasi agar dapat diterima dan tidak
dijadikanuntuk menjatuhkan hasil karya seseorang serta berguna untuk perusahaan dan
industri dalam melaksanakan kegiatan perekonomian.

Berdasarkan pembahasan kelompok 1 mengenai hak kekayaan intelektual, maka


kesimpulan yang dapat ditarik sebagai berikut :

1. Manfaat dari diberikannya Penghargaan HAKI bagi masyarakat salah satunya adalah
untuk menghargai karya dari seseorang, pemberian Penghargaan HAKI memiliki tujuan
supaya karya dari seseorang tersebut mendapat perlindungan hukum yang nantinya tidak
akan ada yang mengklaim karya tersebut atau mengambil alih karya tersebut. Selain itu,
untuk mengantisipasi adanya pelanggaran yang terjadi atas HAKI orang lain dan untuk
meningkatkan kompetisi yang dapat memperluas pangsa pasar. Hal ini bisa muncul
karena pemberian penghargaan HAKI ini memberikan motivasi untuk masyarakat dalam
berkarya dan akan mendapatkan apresiasi dari ciptaannya tersebut. Selain itu manfaat
yang lain yaitu dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing produk indonesia, serta
memberikan perlindungan hukum dan dipayangi oleh UU yang telah dibuat oleh
pemerintah dalam melindungi dan sebagai pendorong kreatifitas agi masyarakat agar apat
menciptakan keberanian dalam bersaing. Dengan demikian, adanya manfaat tersebut
masyarakat tidak akan takut lagi terhadap kejahatan-kejahatan dalam beriindustri, dll.
2. Standar besarnya royalty atau biaya yang harus dibayarkan kepada pencipta atau
pemegang hak cipta dari suatu usaha tidaklah sama karena penentuan besaran royalti ini
berdasarkan perjanjian lisensi antara Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait dan
penerima lisensi. Dalam Pasal 80 ayat (5) juga dijelaskan, besaran royalti dalam
perjanjian lisensi harus ditetapkan berdasarkan kelaziman praktik yang berlaku dan
memenuhi unsur keadilan. Kelaziman dan keadilan itu menjadi sangat relatif dan
tergantung sudut pandang mana menilainya. Hal ini semuanya bermula dari
ketidakjelasan apa yang diatur oleh Pasal 89 (ayat 1) dan (2) UUHC 2014 tersebut. Pasal
89 ayat (4) UUHC 2014 itu sendiri telah membuka untuk dapat lebih memperjelasnya.
Pasal tersebut mengatur bahwa mengenai pedoman di dalam penetapan besaran royalti
ditetapkan oleh LMK (dalam hal ini yang dimaksud adalah LMKN) dan disahkan oleh
Menkumham. Hal ini berarti kekurangan ketidakjelasaan yang ada di dalam hal
penetapan besaran royalti itu masih dapat diselesaikan. Untuk itu adalah lebih tepat jika
di dalam penetapannya juga melibatkan dan berdiskusi dengan pihak yang akan menjadi
objek besaran royalti, yaitu pengguna secara komersial. Permohonan HAKI ini terbgai
lagi menjadi bebebrapa kategori dan tarif tiap kategorinya berbeda-beda, sesuai PP No.
28 Tahun 2019 :
1. Permohonan Pencatatan Ciptaan dan/atau Produk Hak Terkait (tarif per
permohonan). Untuk usaha Mikro, Usaha kecil, Lembaga Pendidikan, & Litbang
Pemerintahan, Secara online : Rp.200.000, Secara manual : Rp.250.000.Untuk
umum, Secara online : Rp.400.000, Secara manual : Rp.500.000
2. Permohonan Pencatatan Ciptaan berupa Program Komputer (tarif per
permohonan).Untuk usaha Mikro, Usaha kecil, Lembaga Pendidikan, & Litbang
Pemerintahan, secara online : Rp.300.000, secara manual : Rp.350.000. Untuk
umum, secara online : Rp.600.000, secara manual : Rp.700.000
3. Permohonan Pencatatan Pengalihan Hak atas Suatu Ciptaan yang Terdaftar dalam
Daftar Umum Ciptaan per nomor daftar ditarif Rp.200.000
4. Permohonan Perubahan Nama dan Alamat Suatu Ciptaan yang Terdaftar dalam
Daftar Umum Ciptaan per nomor daftar ditarif Rp.150.000
5. Permohonan Petikan Tiap Pencatatan Ciptaan Dalam Daftar Umum Ciptaan per
nomor daftar ditarif Rp.150.000
6. Permohonan Salinan Surat Pencatatan Hak Cipta per nomor daftar ditarif Rp.150.000
7. Pencatatan Lisensi Hak Cipta per nomor daftar ditarif Rp.200.000
8. Permohonan Keterangan Tertulis Mengenai Ciptaan Terdaftar per permohonan
ditarif Rp.150.000
9. Permohonan Perbaikan Data Permohonan Pencatatan Ciptaan atas Kesalahan
Pemohon permohonan ditarif Rp.150.000
10. Koreksi Surat Pencatatan Ciptaan atas Kesalahan Pemohon per nomor daftar ditarif
Rp.150.000
11. Permohonan Penerbitan Izin Operasional Lembaga Manajemen Kolektif (LMK)
Pencipta dan/atau Hak Terkait Bidang Musik & Lagu per permohonan ditarif
Rp.10.000.000
12. Permohonan Penerbitan Izin Operasional Lembaga Manajemen Kolektif (LMK)
Selain Musik & Lagu per permohonan ditarif Rp.5.000.000
3. Cara untuk mengurus Hak Kekayaan Intelektual untuk merek diluar negeri terdapat
beberapa syarat yang perlu diketahui oleh pemohon sebelum mengajukan merek
internasionalnya, di antaranya adalah pemohon sudah memiliki merek terdaftar di DJKI
atau sedang dalam pengajuan permohonan pendaftaran. Kemudian, pemohon adalah
warga negara Indonesia, atau pemohon yang memiliki dosmisili/tempat kedudukan di
Indonesia, lalu pemohon juga memiliki kegiatan usaha industri/komersial yang nyata di
Indonesia. Setelah syarat itu terpenuhi, selanjutnya pemohon mengisi formulir MM2
dalam bahasa Inggris. Nantinya berkas tersebut akan dikirimkan ke Biro Internasional di
Jenewa, Swiss. Setelah lulus verifikasi dan berkas dinyatakan lengkap, maka DJKI akan
mengirimkan formulir MM2 tersebut ke Biro Internasional yang dikelola oleh World
Intellectual Property Organization (WIPO). Selanjutnya, Biro Internasional akan
mengirimkan berkas MM2 tersebut ke negara-negara yang dituju. Perlindungan hak atas
merk bersifat territorial, dengan demikian meskipun sdh terdaftar di luar negeri jika ingin
mendapat perlindungan di negara Indonesia maka merk trsebut tetap harus direktorat
jenderal HAKI Indonesia.
4. Dalam UU No. 13 tahun 2016 pasal 9 mengenai Invstasi, tidak semua invensi dapat
dilindungi Paten. Hanya invensi yang memenuhi syarat yang dapat dimintakan
perlindungan Paten. Agar mendapatkan perlindungan paten, suatu invensi harus
memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) tahun 2016 tentang
Paten, yaitu: 
1. Invensi yang baru; Invensi yang baru bukanlah dari tidak ada menjadi ada, akan
tetapi jika pada tanggal Penerimaan, invensi tersebut tidak sama dengan teknologi
yang telah pernah diungkap atau didaftarkan sebelumnya.
2. Mengandung langkah inventif; Invensi mengandung langkah inventif jika Invensi
tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu di bidang teknik
merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya.
3. Dapat diterapkan dalam industri.Invensi dapat diterapkan dalam industri jika
Invensi tersebut dapat dilaksanakan dalam industri sebagaimana diuraikan dalam
Permohonan. Invensi berupa produk yang dapat diterapkan dalam industri harus
mampu dibuat secara berulang-ulang dengan kualitas yang sama, sedangkan jika
Invensi berupa proses maka proses tersebut harus mampu dijalankan atau
digunakan dalam praktik.
5. Pasal-pasal dalam undang-undang yang mengatur hak cipta yang terkait secara langsung
dengan perlindungan terhadap hak cipta website. UU yang mengatur mengenai hak cipta
dengan perlindungan terhadap hak cipta website adalah Undang-undang nomor 19 tahun
2002 tentang Hak Cipta melindungi secara otomatis tanpa harus mendaftar ke Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), baik desain website maupun isi
(konten) website, dari publikasi dan perbanyakan (copying) oleh pihak lain tanpa izin
pemilik hak cipta-nya yang sah. Perlindungan hak cipta diperoleh pencipta sepanjang
desain dan konten website tersebut merupakan hasil karya sendiri yang original. Untuk
hukumnya apabila kita mengcopy isi dari halaman website tersebut untuk kepentingan
sendiri harus mencantumkan sumbernya agar tidak terjadi plagiasi. Yang mana apabila
kita menyantumkan sumbernya sama saja kita juga menghargai pembuat cipta dan tidak
melanggar hak cipta. Adapun, ancaman pidana penjara dan/atau pidana denda atas
pelanggaran tersebut diatur dalam Pasal 113 UUHC, yang selengkapnya berbunyi:
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp100 juta.
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang
Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500 juta.
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang
Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1 miliar.
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 tahun dan/atau pidana dendapaling banyak Rp4 miliar.

Anda mungkin juga menyukai