PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terdapat beberapa jenis sifat sediaan farmasi yakni sediaan solid, semi solid
dan sediaan larutan. Sediaan solid adalah sediaan farmasi yang dibentuk
berdasarkan sifat padat dari zat pembentuknya. Sediaan solid farmasi dapat berupa
tablet, kapsul, kaplet, suppositoria dan bentuk padat lainnya (Prasad, 2017).
Pembuatan sediaan tablet diawali dengan pembuatan granul dari zat aktif
maupun zat eksipien yang ditambahkan atau kempa langsung apabila laju alir dari
zat obat (aktif maupun eksipien) baik. Terdapat dua metode pembuatan granul
berdasarkan sifat dari zat yang akan dibuat menjadi tablet, yakni metode granulasi
basah dan granulasi kering. Dari pembentukan granul tadilah kemudian dikempa
menjadi bentuk sediaan tablet (Jannat, et. al., 2016)
Berdasarkan uraian diatas, tujuan review jurnal sediaan solid tablet ini adalah
untuk mengetahui apa itu sediaan solid (tablet), macam-macam zat eksipien,
metode grranulasi dan permasalahan yang ditemui dalam pengempaan.
BAB II
PEMBAHASAN
Tablet adalah bentuk sediaan satuan padat yang mengandung bahan aktif
dengan atau tanpa eksipien yang cocok untuk digunakan baik untuk tujuan
pengobatan lokal atau sistemik. Tablet adalah bentuk sediaan yang paling populer
karena kesederhanaan dan ekonomi mereka dalam pembuatan, relatif stabil dan
kenyamanan dalam kemasan, pengiriman dan penyimpanan(Harbir, 2012).
Berdasarkan Shet, N (2014) menyatakan bahwa Tablet adalah sediaan
padat ukuran tunggal. Sediaan ini dicetak dari serbuk kering, kristal atau granul.
Umumnya dengan penambahan bahan pembantu, pada mesin yang sesuai, dengan
menggunakan tekanan tinggi. Tablet dapat memiliki bentuk silinder, kubus,
batang, dan cakram, serta bentuk seperti telur atau peluru. Kesempurnaan dimiliki
bentuk bundar, bentuk melengkung cembung ganda atau bentuk cakram. Garis
tengah tablet pada umunya berukuran 5-17 mm, sedangkan bobot tablet 0,1-1 g.
Berikut merupakan sifat – sifat dari tablet diantaranya adalah (Harbir,
2012):
Harus produk elegan memiliki identitas sendiri serta bebas dari cacat
seperti retak, perubahan warna dan kontaminasi.
Harus memiliki kekuatan untuk menahan kerasnya guncangan yang
dihadapi dalam produksi, kemasan, pengiriman dan pengeluaran.
Harus memiliki stabilitas fisik untuk mempertahankan atribut fisik dari
waktu ke waktu.
Harus mampu melepaskan agen obat di dalam tubuh dengan cara yang
diprediksi dan direproduksi.
Harus memiliki stabilitas kimia yang cocok dari waktu ke waktu sehingga
tidak memungkinkan perubahan agen obat pengeringan, pencampuran,
pelumasan, kompresi dan coating.
Selain itu, terdapat kelebihan dari sediaan tablet diantaranya sebagai
berikut (Guptal dan Mayur, 2013):
1. Tablet dapat diproduksi dalam skala besar dan dengan kecepatan produksi
yang sangat tinggi sehingga lebih murah
2. Memiliki ketepatan dosis tiap tablet/tiap unit pemakaian
3. Lebih stabil dan tidak mudah ditumbuhi mikroba karena dalam bentuk
kering dengan kadar air yang rendah
4. Dapat dibuat produk untuk berbagai profil pelepasan
5. Tablet bukan produk steril (kecuali implan/hipodermik tablet) sehingga
penanganan selama produksi, distribusi dan pemakaian lebih mudah
6. Mudah dalam pengepakan (blister atau strip) dan transportasi
7. Pasien dapat membawa kemanapun dengan mudah
8. Bau, rasa dan warna yang tidak menyenangkan dapat ditutupi dengan
penyalutan
9. Produk dengan mudah dapat diidentifikasi, dengan memberi tanda/logo di
punch atau dengan printing
10. Tablet tersedia dalam berbagai tipe yaitu: buccal, effervescent, dispersible
dan lain-lain
11. Dapat dengan mudah digunakan sendiri oleh pasien tanpa bantuan tenaga
medis
Sedangkan, kekurangan dari sediaan tablet diantaranya sebagai berikut
(Guptal dan Mayur, 2013):
1. Bahan aktif dengan dosis yang besar dan tidak kompresibel sulit dibuat
tablet karena tablet yang dihasilkan akan besar sehingga tidak acceptable
2. Terdapat kendala dalam memformulasikan zat aktif yang sulit terbasahi
dan tidak larut, serta disolusinya rendah
3. Onsetnya lebih lambat dibandingkan sediaan parenteral, larutan oral, dan
kapsul
4. Jumlah zat aktif dalam bentuk cairan yang dapat dijerat/trap ke dalam
tablet sangat kecil
5. Kesulitan menelan pada anak-anak, orang sakit parah, dan pasien lanjut
usia
6. Pasien yang menjalani radioterapi tidak dapat menelan tablet
Penggunaan metode granulasi basah, didasarkan pada sifat dari zat yang
akan digranulisasi. Metode granulasi basah didasarkan/diperuntukkan zat yang
tahan panas dan uap. Metode granulasi merupakan metode dimana serbuk
melakukan penambahan cairan yang mampu mengikat antar partikel dari serbuk.
Dimana penambahan larutan tersebut wajib mengandung pelarut yang wajib
mudah menguap, sehingga dapat dihilangkan dengan pengeringan, sehingga tidak
menjadi toksik (Jannat, et. al., 2016). Berikut gambaran kelebihan dan
kekurangan dari metode granulasi basah:
Kelebihan Kekurangan
Adanya peningkatan kekompakan dan Dikarenakan jumlah proses yang
kompresibilitas dari serbuk banyak, dibutuhkan area dengan
suhu dan kelembaban yang terjaga
Distribusi yang baik dan ukuran yang Membutuhkan sejumlah peralatan
seragam mahal yang juga memakan waktu
Berbagai macam bubuk dapat Adanya kemungkinan kerugian
dimasukkan dalam satu batch material selama pemrosesan
Sediaan lepas kontrol dapat dipenuhi karena transfer bahan dari satu
dengan adanya pemilihan zat pengikat unit ke unit lain dan memiliki
dan zat pelarut yang cocok kemungkinan kontaminasi asing.
1. Proses slugging
Proses slugging adalah pengompresan bubuk kering dari tablet yang
akan diformulasikan dengan penekan tablet dengan diameter yang
cukup besar dengan waktu yang relatif cepat. Akurasi kondisi kondisi
dari slug tidak terlalu penting, yang penting adalah keefektifan
pengempaan untuk mengubah sebuk menjadi bentuk yang lebih besar
(slug), setelah itu diperkecil lagi menjadi ukuran granul (Jannat, et.
al., 2016).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi seberapa baik bahan yang dibuat
dalam bentuk slug (Jannat, et. al., 2016):
a. Kompresibilitas dan kekohesifan dari bahan
b. Rasio kompressi dari bubuk
c. Densitas
d. Tipe mesin
e. Ukuran pemampat
f. Ketipisan slug
g. Kecepatan kompresi
h. Tekanan yang digunakan dalam memproduksi slug
Berikut kekurangan dan kelebih dari metode granulasi kering(Muralidhar,
et. al., 2016):
Kelebihan Kekurangan
Untuk obat yang sensitif terhadap Memakan waktu yang lama dan
panas, kelembaban atau keduanya biaya yang besar
3. Kadar Fines
Kadar fines dari granul ditentukan dengan metode analisis ayakan
yaitu dengan menggunakan alat Sieve Shaker. Sampel diayak melalui
sebuah susunan menurut besarnya lubang ayakan penguji yang disusun
keatas. Bahan yang akan diayak dibawa pada ayakan teratas dengan.
Granul ditimbang dan diayak selama 10 menit, jumlah partikel pada setiap
saringan diperoleh secara gravimetri dengan tujuan untuk mengetahui
jumlah fines yang berada dalam granul, fines adalah partikel-partikel yang
mempunyai ukuran < mesh 100 (Shet et al., 2014).
4. Kompresbilitas
Kompresbilitas merupakan pengukuran persen kemampatan. Pada
uji ini menggunakan gelas ukur bervolume besar, kemudian seluruh granul
dimasukkan ke dalam gelas ukur. Tinggi awal granul dicatat, kemudian
gelas ukur diketuk-ketukkan sebanyak 500 kali ketukan dengan kecepatan
konstan. Tingginya lulu diukur lagi dan dicatat Diukur persen (%)
kemampatan (K) dengan rumus sebagai berikut (Shet et al., 2014).
BJ mampat BJ nyata
%K 100%
BJ mampat
2.4.3 Evaluasi Tablet
1. Keseragaman Bobot
Keseragaman bobot dapat diterapkan pada beberapa bentuk
sediaan, yaitu sediaan padat seperti serbuk, granul, dan sediaan padat steril
dalam wadah dosis tunggal dengan atau tanpa zat tambahan yang
disiapkan dari larutan asal dan dikeringkan dalam wadah serta pada etiket
dicantumkan metode pembuatan. Berikut merupakan syarat keseragaman
bobot tablet (Sharma et al., 2017).
2. Keseragaman Kandungan
Uji kesergaman kandungan berdasarkan pada penetapan kadar
masing-masing kandungan zat aktif dalam sediaan untuk menentukan
apakah kandungan masingmasing terletak dalam batasan yang ditentukan
(Sharma et al., 2017).
3. Kekerasan Tablet
Kekerasan tablet adalah kekuatan yang diperlukan untuk memecah
tablet dalam uji kompresi. Secara umum tablet harus mempunyai
kekuatan, kekerasan, dan ketahanan yang cukup terhadap kerapuhan untuk
menahan guncangan selama proses penanganan, pembuatan, pengemasan
hingga pengiriman. Tekanan minimum untuk menghancurkan tablet
adalah 4 kg, dengan alat yang digunakan adalah hardness tester
monosanto. Saat melakukan uji tablet diletakkan diantara dua katup pada
alat kemudian tuas ditekan hingga tablet pecah, setelah itu catat angka
yang memecahkan tablet. Peningkatan tekanan dapat menyebabkan
laminasi pada tablet. Tablet yang baik adalah tablet yang mampu bertahan
terhadap guncangan selama proses penanganan, pembuatan hingga
pengiriman dan mudah hancur dalam saluran pencernaan (Ambore et al.,
2013).
4. Kerapuhan Tablet
Kerapuhan tablet merupakan uji mekanisme penentuan kekuatan
tablet dengan menggunakan alat friability tester. Tablet yang mudah
menjadi serbuk, menyerpih, dan pecah-pecah pada penanganannya, akan
kehilangan keindahannya serta konsumen enggan menerimanya, dan dapat
menimbulkan pengotoran pada tempat pengangkutan dan pengepakan juga
dapat menimbulkan variasi pada berat dan keseragaman isi tablet. Dimana
kehilangan berat menunjukkan kemampuan tablet menahan abrasi dalam
penanganan, pengemasan, dan pengiriman. Penurunan berat tablet
maksimal tidak lebih dari 1%, dengan rumus yang digunakan sebagai
berikut (Sharma et al., 2017).
Wo Wf
F 100%
Wo
5. Waktu Hancur Tablet
Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu
hancur yang tertera dalam masing-masing monografi, kecuali pada etiket
dinyatakan bahwa tablet atau kapsul digunakan sebagai tablet isap atau
kunyah serta dirancang untuk pelepasan kandungan obat secara bertahap
dalam jangka waktu tertentu atau melepaskan obat dalam dua periode
berbeda atau lebih dengan jarak waktu yang jelas di antara periode
pelepasan tersebut (Sharma et al., 2017).
6. Disolusi Tablet
Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan
persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk
sediaan tablet dan kapsul kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet
harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin
lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing-masing monografi. Bila pada
etiket dinyatakan bahwa sediaan bersalut enterik sedangkan dalam masing-
masing monografi uji disolusi atau uji waktu hancur tidak secara khusus
dinyatakan untuk sediaan lepas tunda, prosedur dan intepretasi yang tertera
pada sediaan lepas tunda dapat digunakan, kecuali dinyatakan lain pada
tiap monograf (Ambore et al., 2013).
KESIMPULAN
Tablet adalah bentuk sediaan satuan padat yang mengandung bahan aktif
dengan atau tanpa eksipien yang cocok untuk digunakan baik untuk tujuan
pengobatan lokal atau sistemik. Komonen tablet tablet berupa zat aktif, bahan
pengisi, pengikat, lubricant, disintegran, glidant, serta anti adheran (anti lekat).
Cara pembuatan tablet dapat dilakukan dengan cara granulasi basah, granulasi
kering, atau kempa langsung. Selain itu, tablet harus memenhi persyaratan
keseragaman ukuran, keseragaman bobot, memenuhi waktu hancur, keseragaman
kandungan serta memenuhi waktu larut. Dalam pembuatan tablet, juga terdapat
bebagai macam permasalahan, seperti Capping, Laminasi, Chipping, Cracking,
Sticking, Picking, Binding, dan Motling.
DAFTAR PUSTAKA
Adjei, F.K .,Yaa, A.O ., Noble, K., Kwaabena, O.K. 2017. Evaluation Of The
Disintegran Properties Of Native Starches Five New Cassava
Varieties In Paracetamol Tablet Formulations. Journal of
Pharmaceuties, Volume 17, Nomor 9 halaman 1-2.
Chan, H.K dan Nora, Y.K. 2014. Excipients : Powders and Solid Dosage Forms.
Encylopedia of Pharmaceutical Technology, Volume 10 , No 1
halaman 1647-1650.
Chattoraj, S., Patrick, D., Todd, Mc., Angela, O., Wyatt, J. R., Mike, T. 2018.
Sticking and Picking in Pharmaceutical Tablet Compression: An IQ
Consortium Review. L Journal of Pharmaceutical Sciences, Volume
4, Nomor 3, halaman 2-3.
Guptal, M.M., dan Mayur, M. 2013. Formulation Development And Evalution of
Immediate Release Tablet of Anti Hypertensive Drug Olmesartan
Medoxomile. The Pharma Innovation – Journal, Volume 2, Nomor 3,
halaman 67.
Harbir, Kaur. 2012. Processing Technologies for Pharmaceutical Tablets : A
Review. International Research Journal of Pharmay, Volume 3,
Nomor 7, halaman 20.
Jannat, Esratun, Abdullah Al Arif, Md. Mehdi Hasan, Abdullah Bin Zarziz dan
Harun Ar Rashid. 2016. Granulation Techniques and its Updates
Modules. The Pharma Innovation. Volume 5, Nomor 10, halaman
134-139.
Latha, S. M., N. Gayatri, D., N. Anusha., M. Sameera., N. Silpa., N. Mehar, L.
2016. Formulation and Comparative Evaluation of Aceclofenac
Tablets by Two Granulation Methods. International Journal of
Pharmaceutical and Clinical Research, Volume 8, Nomor 7, halaman
650.
Prasad, Deva V. 2017. Formulation and Modifying Drug Release from Hard and
Soft Gelatin Capsulesfor Oral Frug Delivery. International Journal of
Research and Development in Pharmacy and Life Science. Volume 6,
nomor 4, halaman 2663.
Rana, Abhinav. S., dan S.L. Hari, K. 2013. Manufacturing Defects Of Tablets - A
Review. Journal of Drug Delivery & Therapeutics, Volume 3, Nomor
6, halaman 200-206.
Sharma, D., M.D. Godbole., Ameya, L., Sushil, B. 2017. Formulation And
Evaluation Of Tablets Containing Poorly Water Soluble Drug By
Madg Method. World Journal of Pharmaceutical Research, Volume
6, Nomor 3, halaman 1530.