PENDAHULUAN
1
2
dipekerjakan sebagai PSK, kasus perceraian dan juga pada pada anak dengan
gangguan mental ataupun anak berkebutuhan khusus seperti anak Retardasi
mental, autis, ADHD, cacat fisik dan lain sebagainya. Semua kasus ini
berobjek pada anak yang tentu saja akan berdampak buruk pada
perkembangan dan kepribadian anak, baik fisik, maupun psikis dan jelas
mengorbankan masa depan anak (Suryani & Lesmana, 2009).
Kekerasan pada anak dengan gangguan mental terkadang tidak terdeteksi
karena banyak kasus yang tidak dilaporkan. Kekerasan pada anak dengan
gangguan keterbelakangan mental seperti retardasi mental, autisme, ADHD
dan lain-lain, biasanya terjadi penolakan dari lingkungan tempat ia tinggal,
pengabaian, dan bahkan kekerasan fisik, psikis, maupun seksual oleh orang
didekatnya. Bahkan Hukum di Indonesia belum memberikan perlindungan
sepenuhnya kepada korban perkosaan dengan mental illness, dimana pelaku
melakukan persetubuhan tanpa konsen dari korban karena status mentalnya di
bawah rata-rata usia normal. Dengan kata lain korban dengan mental illness
walaupun tanpa kekerasan dan ancaman seolah-olah mempunyai konsen
melakukan persetubuhan, sehingga pelaku tidak dapat dijerat dengan KUHP
pasal 285 mengenai perkosaan (Basbeth dkk, 2008).
Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh
tingkah laku anak yang tidak disukai orangtuanya, seperti anak nakal atau
rewel, menangis terus, minta jajan, buang air, kencing atau muntah
disembarang tempat, memecahkan barang berharga dan lain-lain. Beberapa
kasus kekerasan yang dialami anak diantaranya dengan dalih mendisiplinkan
anak. Cara yang ditempuh dengan cara melakukan perlakuan kekerasan fisik
dan aturan yang ketat. Oleh sebab itu beberapa kasus pelaku kekerasan fisik
adalah orang tua sendiri atau guru, orang yang seharusnya melindungi, akan
tetapi “salah” cara melindunginya.
stress saat menjadi orang tua dengan anak yang mengalami retardasi mental,
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya seperti dokter jiwa, dokter
anak, serta psikolog dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik untuk
mengatasi masalah yang terjadi pada anak retardasi mental yang mengalami
kekerasan (Smith and Maurer, 1995).
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum.
Untuk menjelaskan Konsep dan Pendekatan Asuhan Keperawatan Jiwa
dengan Perilaku Kekerasan Pada Anak Retardasi Mental.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari makalah ini adalah:
1.3.2.1 Untuk mengetahui Definisi Perilaku Kekerasan Pada Anak Retardasi
Mental.
1.3.2.2 Untuk mengetahui Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinik, Klasifikasi,
Faktor Resiko, Penatalaksanaan, Komplikasi dan Pemeriksaan Penunjang
Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Perilaku Kekerasan Pada Anak
Retardasi Mental.
1.3.2.3 Untuk mengetahui Pengkajian Asuhan Keperawatan Asuhan Keperawatan
Jiwa dengan Perilaku Kekerasan Pada Anak Retardasi Mental.
1.3.2.4 Untuk mengetahui Diagnosa keperawatan Asuhan Keperawatan Jiwa
dengan Perilaku Kekerasan Pada Anak Retardasi Mental.
1.3.2.5 Untuk mengetahui Intervensi keperawatan Asuhan Keperawatan Jiwa
dengan Perilaku Kekerasan Pada Anak Retardasi Mental.
1.3.2.6 Untuk mengetahui Implementasi Keperawatan Asuhan Keperawatan Jiwa
dengan Perilaku Kekerasan Pada Anak Retardasi Mental.
4
1.4 Manfaat.
1.4.1 Sebagai bahan pembelajaran tentang Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa
dengan Perilaku Kekerasan Pada Anak Retardasi Mental.
1.4.2 Sebagai bahan pembelajaran untuk menyusun Asuhan Keperawatan Jiwa
dengan Perilaku Kekerasan Pada Anak Retardasi Mental.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 TINJAUAN TEORITIS KEKERASAN
A. Pengertian
Agressions is harsh physical or verbal action that reflects rage,
hostility, and potential for physical or verbal destuctiveness (Varcarolis,
2006 : 490). Agresi adalah sikap atau perilaku kasar atau kata-kata yang
menggambarkan perilaku amuk, permusuhan, dan potensi untuk merusak
secara fisik atau dengan kata-kata.
Perilaku kekerasan merupakan respons terhadap stressor yang
dihadapi oleh seseorang, yang ditujukan dengan perilaku aktual
melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan, secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai
orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 2000)
Suatu keadaan dimana seorang individu mengalami perilaku yang
dapat melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain
(Towsend, 1998)
Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat
membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-
barang (Maramis, 2004)
B. Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan
1. Faktor Predisposisi
a. Teori Biologik
1) Neurologic factor, beragam komponen dari sistem syaraf seperti
synap, neurotransmitter, dendrit, axon terminalis mempunyai
peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan
yang akan memengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangan terlibat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respons
agresif.
2) Genetic factor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui
orangtua, menjadi potensi perilaku agresif. Menurut riser Kazuo
6
b. Penyebab perinatal
o Prematuritas
Dengan kemajuan teknik obstetri dan kemajuan perinatologi
menyebabkan meningkatnya keselamatan bayi dengan berat badan
lahir rendah sedangkan bayi-bayi tersebut mempunyai resiko besar
untuk mengalami kerusakan otak, sehingga akan didapatkan lebih
banyak anak dengan retardasi mental.
o Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin
sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat
dilahirkan.
o Kernikterus
Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin
tak terkonjugasi di dalam sel-sel otak.
o Hipoglikemia: menurunnya kadar gula dalam darah.
c. Penyebab postnatal
o Infeksi (meningitis, ensefalitis)
13
o Trauma fisik
o Kejang lama
o Intoksikasi (timah hitam, merkuri)
o Gangguan metabolisme, perkembangan atau gizi
o Penyakit otak yang nyata (setelah kelahiran)
Imbesillitas
(dungu) 36–51 RM sedang
20–35 RM berat
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita
retardasi mental,yaitu:
1. Kromosom kariotipe
2. EEG (Elektro Ensefalogram)
3. CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance
Imaging)
4. Titer virus untuk infeksi congenital
5. Serum asam urat (Uric acid serum)
6. Laktat dan piruvat
7. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
8. Serum seng (Zn)
9. Logam berat dalam darah
10. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
11. Serum asam amino atau asam organik
12. Plasma ammonia
13. Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsy kulit:
21
I. PENATALAKSANAAN
- Obat-obat psikotropika ( tioridazin,Mellaril untuk remaja dengan perilaku
yang membahayakan diri sendiri
- Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-tanda gangguan
konsentrasi/gangguan hyperaktif
- Antidepresan ( imipramin (Tofranil)
- Karbamazepin ( tegrevetol) dan propanolol ( Inderal )
- Meningkatkan perkembangan otak yang sehat dan penyediaan pengasuhan
dan lingkungan yang merangsang pertumbuhan
- Harus memfokuskan pada kesehatan biologis dan pengalaman kehidupan
awal anak yang hidup dalam kemiskinan dalam hal ini ; Perawatan
prenatal, pengawasan kesehatan regular, pelayanan dukungan keluarga
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
kerusakan fungsi kognitf.
2. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang
menderita retardasi mental.
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d kelainan fs. Kognitif
4. Gangguan komunikasi verbal b.d kelainan fs. kognitif
5. Risiko cedera b.d. perilaku agresif/ketidakseimbangan mobilitas fisik
6. Gangguan interaksi sosial b.d. kesulitan bicara /kesulitan adaptasi sosial
7. Gangguan proses keluarga b.d. memiliki anak RM
8. Defisit perawatan diri b.d. perubahan mobilitas fisik/kurangnya
kematangan perkembangan
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
kerusakan fungsi kognitf.
Intervensi keperawatan / rasional :
26
E. EVALUASI
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap evaluasi
dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif dan data
objektif yang akan menunjukkan apakah tujuan asuhan keperawatan sudah
tercapai sepenuhnya, sebagian atau belum tercapai. Serta menentukan masalah apa
yang perlu di kaji, direncanakan, dilaksanakan dan dinilai kembali.
Tujuan tahap evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencana
keperawatan, menilai, meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui
perbandingan asuhan keperawatan yang diberikan serta hasilnya dengan standar
yang telah di tetapkan lebih dulu. Pada tahap evaluasi yang perawat lakukan
adalah melihat apakah masalah yang telah diatasi sesuai dengan kriteria waktu
yang telah ditetapkan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS
An. R umur 6 tahun dibawa ibunya ke rumah sakit karena membuang dan
membanting barang-barang yang ada disekitarnya. Ibu R mengatakan anaknya
sering bersikap aneh misalnya sering membuang barang-barang yang ada di
sekitarnya dan sering mengancam jiwa orang lain. Ibu R mengatakan anaknya
sering menolak ketika diajak bermain oleh teman – temannya. Ibu R mengatakan
An. R belum bisa menulis, membaca dan melakukan aktivitasnya sendiri.
Saat dilakukan pengkajian respon An. R sangat lambat dan jawaban An. R juga
menyimpang dari pertanyaan yang diberikan oleh perawat. Ketika diamati tubuh
An. R terlihat kurus, kecil, tidak seperti anak umur 6 tahun pada umumnya. Saat
diberikan mainan oleh perawat An. R terlihat kurang berminat.
3.1 PENGKAJIAN
I. Identitas Klien
Nama klien : An.R
Umur : 6 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pelajar
Status pernikahan : Belum menikah
Alamat : Surabaya
Diagnosa Medis : Retardasi Mental
Tanggal masuk RS : 16 Oktober 2018
Penanggung jawab
Nama : Ibu R
Umur : 50 Tahun
30
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status pernikahan : Menikah
Alamat : Surabaya
Hub. dengan klien : Ibu Klien
IV. Fisik
RR : 32 x / menit. S : 36,5 o C. N : 110x/menit. . Ibu R mengatakan An.R tidak
memiliki keluhan pada fisiknya.
V. Psikososial
1. Konsep Diri
a. Gambaran Diri
Ibu R mengatakan An.R tidak memiliki masalah dalam gambaran diri.
31
b. Identitas Diri
Ibu R mengatakan An.R merupakan anak pertama dan satu-satunya dalam
keluarganya. Ibu R mengatakan An.R belum memasuki masa sekolah.
c. Peran
Ibu R mengatakan An.R belum memiliki kemampuan seperti anak-anak yang
memiliki umur yang sama dengan anaknya. Ibu R mengatakan An.R belum bisa
melaksanakn tugas seperti anak-anak yang sama dengan usianya.
d. Ideal Diri
Ibu R mengatakan An.R semoga cepat sembuh dan bisa bermain dengan teman-
temannya.
e. Harga Diri
Ibu R mengatakan An.R tidak mampu bersosialisasi dengan teman-teman yang
ada disekitarnya. Ibu R mengatakan An.R malu ketika akan bermain dengan
teman-temannya. Ibu R mengatakan An.R tidak pernah mendengarkan apa yang
dikatakan ibunya. Ibu R mengatakan orang lain tidak pernah menilai bahwa
An.R memiliki keterbelakangan mental.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah kronik
2. Hubungan Sosial
Ibu R mengatakan An.R lebih dekat dengan ayahnya. Ibu R mengatakan An.R
tidak mengikuti kegiatan kelompok yang ada didalam masyarakat.
Masalah Keperawatan : -
3. Spiritual
Ibu R mengatakan An.R selalu mengikuti ayahnya melakukan shalat di dalam
rumahnya.
Masalah Keperawatan : -
32
2. Pembicaraan
Pembicaraan An. R sangat lambat dan tidak dimengerti. Tidak dapat menjawab
pertanyaan perawat dengan jelas. Tidak kontak mata. An. R selalu gagap dalam
bicara. An. R sulit menyusun kata-kata. An.R sulit dalam bicara.
Masalah Keperawatan : Hambatan Komunikasi Verbal
3. Aktivitas Motortik
An. R terlihat sangat aktif dan An.R tidak mengalami kesulitan dalam
beraktivitas.
Masalah Keperawatan : -
4. Alam Perasaan
An. R tidak terlihat sedih. Klien tidak mengalami ketakutan. Dan klien tidak
mengalami kekhawatiran.
Masalah Keperawatan : -
5. Afek
Afek An.R tidak sesuai. Emosi yang tidak sesuai atau bertentangan dengan
stimulus yang ada.
Masalah Keperawatan : -
2. BAB / BAK
Sebelum dibawa ke rumah sakit An bisa BAK 5x sehari dengan konsistensi
warna urin kuning bening. Setelah dibawa ke rumah sakit anak N bisa BAK 3x
sehari dengan konsistensi warna urin kuning pekat.klien juga tidak terpasang
kateter. Sebelum dan setelah di bawa ke rumah sakit BAB klien Normal.
3. Mandi
Saat berada dirumah dan dirumah sakit An.R selalu mandi dengan cara dilap
oleh ibunya dengan menggunakan air hangat dengan frekuensi mandi 2 kali
sehari.
4. Berpakaian
Saat berpakain An.R selalu dibantu oleh ibunya. Ibu R mengatakan bahwa
anaknya selalu menyukai baju dengan motif warna yang cerah.
6. Pemeliharaan Kesehatan
Ibu R mengatakan selalu membawa anaknya ke rumah sakit apabila An. R
selalu mengalami hal-hal yang aneh.
34
DS : - Stresor Ansietas
DO : Domain : 9
Ketika diamati tubuh An. R Kelas : 2
terlihat gemetar dan gelisah Kode Diagnosis :
ketika ada perawat laki-laki 00146
yang mendekat, dan bahkan
berteriak histeris sambil
berkata takut.
3.4 INTERVENSI
.
2 Hambatan Setelah dilakukan 1. Anjurkan peningkatan
. penyesuaian tindakan keperawatan keterlibatan dalam
individu b.d selama 3 x 24 jam maka
hubungan yang sudah
gangguan hambatan penyesuaian
psikologis individu dapat teratasi mapan
dengan kriteria hasil : 2. Anjurkan kegiatan sosial
1. Berinteraksi dengan
dan masyarakat
orang tua (5)
3. Tingkatkan keterlibatan
2. Mempertahankan
dalam minat yang sama
perasaan akan
sekali baru
control diri (5)
4. Anjurkan partisipasi
3. Berpartisipasi dalam
dalam kelompok atau
interaksi sosial (5)
kegiatan reminiscence
4. Berinteraksi dengan
individu
teman sebaya (5)
5. Fasililitasi partisipasi
pasien dalam kelompok
mendongeng
6. Minta harapkan
komunikasi verbal
7. Berikan umpan balik
positif saat pasien
menjangkau orang lain
8. Anjurkan pasien untuk
mengubah lingkungan
seperti pergi ke luar untuk
jalan-jalan.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Retardasi mental adalah bentuk gangguan atau kekacauan fungsi mental
atau kesehatan mental yang disebabkan oleh kegagalan mereaksinya
mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan terhadap stimulus eksteren
dan ketegangan-ketegangan sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan
struktur dari suatu bagian, satu organ, atau sistem kejiwaan mental.
Retardasi mental bisa saja terjadi pada setiap individu / manusia karena
adanya faktor-faktor dari dalam maupun dari luar, gejala yang ditimbulkan
pada penderita retardasi mental umumnya rasa cemas, takut, halusinasi serta
delusi yang besar.
4.2 Saran
Disarankan kepada para ibu agar memperhatikan kesehatan dirinya seperti
memperhatikan gizi, hati-hati mengkonsumsi obat-obatan dan mengurangi
kebiasaan buruk seperti: minum-minuman keras dan merokok.
Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan perlu melakukan langkah
prepentif guna menanggulangi gangguan mental yang dapat membahayakan
kesehatan anak dan remaja caranya yaitu dengan menggalakkan penyuluhan
tentang retardasi mental kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Basbeth, et al. (2008). Tindak Pidana Kesusilaan Pada Retardasi Mental : Kasus
yang belum terjangkau oleh hukum. Journal of Legal and Forensi
Sciences 2008; 1(1): 13-16