Anda di halaman 1dari 45

LI 1 : ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL

A. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

Gambar 1.1 Anatomi Ginjal tampak dari depan

Dari gambar 1.1 di atas dapat dilihat anatomi ginjal tampak dari

depan, disini dapat diketahui bahwa ginjal terletak di rongga abdomen,

retroperitoneal kiri dan kanan kolumna vertebralis yang dikelilingi oleh

lemak dan jaringan ikat di belakang peritonium.


Gambar 1.2 Anatomi Ginjal tampak dari samping

Dari gambar 1.1 dan gambar 1.2 di atas dapat dijelaskan bentuk

ginjal menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap kemedial.

Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat sruktur-struktur pembuluh

darah, sistem limfatik, sistem syaraf dan ureter menuju dan meninggalkan

ginjal.

Ginjal terletak di rongga abdomen, retroperitoneal primer kiri dan

kanan kolumna vertebralis yang dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat di

belakang peritoneum. Batas atas ginjal kiri setinggi iga ke- 11 dan ginjal

kanan setingi iga ke- 12 dan batas bawah ginjal kiri setinggi vertebr

lumbalis ke-3. Setiap ginjal memiliki panjang 11- 25cm, lebar 5-7 cm, dan

tebal 2,5 cm. Ginjal kiri lebih panjang dari ginjal kanan. Berat ginjal pada

pria dewasa 150-170 gram dan pada wanita dewasa 115-155 gram dengan

bentuk seperti kacang, sisi dalamnya menghadap ke vertebra thorakalis,


sisi luarnya cembung dan di atas setiap ginjal terdapat kelenjar suprarenal

(Setiadi, 2007).

Struktur ginjal, setiap ginjal dilengkapi kapsul tipis dari jaringan

fibrus yang dapat membungkusnya ,dan membentuk pembungkus yang

halus. Didalamnya terdapat struktur ginjal, warnanya ungu tua dan terdiri

atas bagian korteks di sebelah luar dan bagian medulla di sebelah dalam.

Bagian medulla ini tersusun atas lima belas sampai enam belas massa

berbentuk piramid, yang disebut piramid ginjal. Puncak- puncaknya

langsung mengarah ke helium dan berakhir di kalies.kalies ini

menghubungkan ke pelvis ginjal.

Gambar 1.3 Anatomi nefron

Nefron, Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang

merupakan satuan – satuan fungsional ginjal,diperkirakan ada 1.000.000


nefron dalam setiap ginjal. Setiap nefron mulai berkas sebagai kapiler

(badan malphigi atau glumelurus) yang serta tertanam dalam ujung atas

yang lebar pada urineferus atau nefron. Dari sisni tubulus berjalan

sebagian berkelok–kelok dan dikenal sebagai kelokan pertama atau tubula

proximal tubula itu berkelok–kelok lagi, disebut kelokan kedua atau

tubula distal, yang bersambung dengan tubula penampung yang berjalan

melintasi kortek atau medulla untuk berakhir dipuncak salah satu

piramidis.

Pembuluh darah, Selain tubulus urineferus, struktur ginjal

mempunyai pembuluh darah. Arteri renalis membawa darah murni dari

aorta abdominalis ke ginjal, cabang-cabangnya beranting banyak di dalam

ginjal dan menjadi arteriola (artriola afferents) dan masing-masing

membentuk simpul dari kapiler-kapiler di dalam salah satu badan

malpighi, inilah yang disebut glumelurus. Pembuluh eferen kemudian

tampil sebagai arterial aferen (arteriola afferents) yang bercabang-cabang

membentuk jaringan kapiler di sekeliling tubulus uriniferus. Kapiler-

kapiler ini kemudian bergabung lagi membentuk vena renalis, yang

membawa darah dari ginjal kevena kava inferior (Evelin, 2000).

2. Fisiologi

a. Berbagai fungsi ginjal anatara lain adalah (Setiadi, 2007):

1) Mengekresikan sebagian terbesar produk akhir metabolisme

tubuh

(sisa metabolisme dan obat-obatan).


2) Mengontrol sekresi hormon-hormon aldosteron dan ADH

dalam mengatur jumlah cairan tubuh.

3) Mengatur metabolisme ion kalsium (Ca+) dan vitamin D.

4) Menghasilkan beberapa hormon antara lain:

a) Eritropoetin yangberfungsi sebagai pembentukan sel darah

merah.

b) Renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah serta

hormon prostaglandin.

b. Proses pembentukan urine

Ada 3 tahap proses pembentukan urine (Syefudin, 2001) :

1) Proses filtrasi : Terjadi di glumelurus, proses ini terjadi karena

permukaan aferent lebih besar dari permukan aferent maka

terjadi penyerapan darah, sedangkan bagian yang tersaring

adalah bagian cairan darah kecuali protein, cairan yang

tertampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa air

sodium klorida sulfat bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus

ginjal.

2) Proses reabsobsi : Pada proses ini penyerapan kembali

sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, fosfat dan

beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang

dikenal dengan obligator reabsopsi terjadi pada tubulus atas.

Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali

penyerapan dari sodium dan ion bikarbonat, bila diperlukan


akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian bawah,

penyerapannya terjadi secara aktif yang dikenal dengan

reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papil renalis.

3) Proses sekresi : Sisanya penyerapan kembali yang terjadi pada

tubulus dan diteruskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan ke

luar.

B. Etiologi

Glumerulonefritis, nefropati analgesik, nefropati refluk, ginjal

polikistik, nefropati diabetik, penyebab lain seperti hipertensi, obtruksi,

gout, dan tidak diketahui (Mansjoer Arif, 1999).

Pielonefritis obtruksi traktus urinarius lingkungan dan agen

berbahaya yang mempengaruhi gagal ginjal kronis mencangkup timah,

kadmium, merkuri, dan kromium (Smeltzer, 2001).

C. Patofisiologi

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang

normalnya diekresikan kedalam urin) tertimbun dalam darah, terjadi

uremia dan mempengaruhi sistem tubuh. Semakin banyak timbunan

produk sampah, maka setiap gejala semakin meningkat. Sehingga

menyebabkan hal-hal sebagai berikut:

Gangguan kliren renal, banyak masalah pada ginjal sebagai

akibat dari penurunan jumlah glumerulus yang berfungsi, yang

menyebabkan penurunan klirens subtsansi darah yang seharusnya

dibersihkan oleh ginjal.


Penurunan laju filtrasi gomerulus (GFR), dapat dideteksi

dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatitin.

Menurunya filtasi glumelurus (akibat tidak berfungsinya glumeluri)

klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat

selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin

serum merupakan indikator paling sensitif dari fungsi renal karena

substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya

dipengarui oleh penyakit renal tetapi juga oleh masukan protein dalam

diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC) dan medikasi seperti steroid.

Retensi cairan dan natrium, ginjal juga tidak mampu untuk

mengosentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit

ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan

cairan dan elektrolit sehari- hari, tidak terjadi pasien sering menahan

natrium dan cairan,meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung

kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis

renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi

aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan

garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah

dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium yang semakin

memperburuk status uremik.

Asidosis, dengan berkembangnya peyakit renal, terjadi asidosis

metabolik seiring ketidakmampuan ginjal mengesekresikan muatan asam

(H+) yang berlebihan. Sekresi asam terutama, akibat ketidakmampuan


tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan mengabsorpsi natrium

bikarbonat (NaCO3). Penurunan sekresi fosfat dan asam organik lain juga

terjadi.

Anemia, anemia terjadi karena akibat eritropoetin yang tidak

adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan

kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien,

terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu subtansi normal

yang diproduksi oleh ginjal menstimulasi sum-sum tulang untuk

menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin

menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, agina dan nafas

sesak.

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas utama

yang lain pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium

dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya

meningkat yang lain menurun. Dengan menurunnya filtrasi malalui

glumelurus ginjal terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya

penurunan kadar serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar

paratoid. Namun demikian pada gagal ginjal, tubuh tidak memiliki respon

secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya

kalsium di tulang menurun yang menyebabkan perubahan pada tulang dan

penyakit tulang, selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25

dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun seiring

dengan berkembangnya ginjal.


Penyakit tulang uremik, sering disebut osteodistrofienal, terjadi

dari perubahan komplek kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon.

Laju penurunan fungsi ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang

mendasari, ekresi protein dan urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang

mengekresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami

peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada

mereka yang tidak mengalami kondisi (Smeltzer, 2001).

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis (Smeltzer, 2001) meliputi:

1. Kardiovaskuler

Hipertensi, gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner.

2. Hermatologi

Rasa gatal yang parah (pruritis), butiran uremik.

3. Gastrointestinal

Mual, muntah dan cegukan.

4. Perubahan neuromuskuler mencangkup perubahan tingkat kesadaran,

tidak mampu berkonsentrasi, kedutan otot, dan kejang.

E. Komplikasi

Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan

Bare (2001) yaitu :

1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik,

katabolisme dan masukan diet berlebihan.


2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi

produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem

rennin-angiostensin-aldosteron.

4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel

darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan

kehilangan darah selama hemodialisis.

5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar

kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan

peningkatan kadar alumunium.

F. Penatalaksanaan

1. Tentukan dan tata laksananya.

2. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.

Biasanya diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat

dan terdapat edema betis ringan. Pada beberapa pasien, furosemid

dosis besar (2500-1000 mg/hari) atau deuretik loop (bumetamid, asam

etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan, sementara

pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau

natrium bikarbonat. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urin

dan pencatatan keseimbanan cairan (masukan melebihi keluaran

sekitar 500 ml).


3. Diet tinggi kalori dan rendah protein

Diet rendah protein (20-40 gram/hari) dan tinggi kalori

menghilangkan anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan

penurunan ureum dan perbaikan gejala.hindari masukan berlebih dari

kalium dan garam.

4. Kontrol hipertensi

Bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil gagal jantung

kiri. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal,keseimbangan

garam dan cairan diatur sendiri tanpa tergantung tekanan darah.

sering diperlukan diuretik loop, selain obat antihipertensi.

5. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit

Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk

mencegah hiperkalemia dihindari masukan kalium yang besar (batasi

hingga 60 mol/hari) deuretik hemat kalium, obat-obat yang

berhubungan dengan ekresi kalium (misalnya, penghambat ACE dan

obat anti inflamsinonosteroid) asidosis berat, atau kekurangan garam

yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam

kaliuresis. Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG. Gejala-

gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari

15mol/liter biasanya terjadi pada pasien yang sangat kekurangan

garam dan dapat diperbaiki spontan dengan dehidrasi. Namun

perbaikan yang cepat dapat berbahaya.


6. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal

Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti

aliminium hidroksida (300-1800mg) atau kalsium karbonat (500 –

300 mg) pada setiap makan. Namun hati – hati pada toksititas obat

tersebut.diberikan suplemen vitanin D dan dilakukan paratidektomi

atas indikasi.

7. Deteksi dini dan terapi infeksi

Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan

diterapi lebih ketat.

8. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal

Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena

metaboliknya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal misalna digoksin

aminoglikosid, analgesik opiat, amfoteresin dan alopurinol juga obat-

obatan yang meningkatkan katabolisme dan ureum darah misalnya

tetrasiklin, kortikosteroid, dan sitostatik.

9. Deteksi dan terapi komplikasi

Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis

neuropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan

yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk

bertahan, sehingga diperlukan dialisis.

10. Persiapkan dialisis dan program transplantasi


Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik diteteksi. Lakukan

dialisis biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas

meski telah dilakukan terapi konservatif, atau terjadi komplikasi (Arif

Mansjoer,1999).

G. Pengkajian Fokus

1. Aktifitas atau istirahat

a. Gejala : Kelelahan ektremitas,kelemahan, malaise gangguan tidur

(insomnia/gelisah atau somnolen).

b. Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang

gerak.

2. Sirkulasi

a. Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat.

b. Tanda : Hipertensi, DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan

piting pada kaki , telapak tangan dan disritmia jantung.

Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia,

yang jarang pada penyakit tahap akhir.Friction rub perikardial

(respon terhadap akumulasi sisa)

Pucat; kulit coklat kehijauan, kuning,kecenderungan perdarahan.

3. Integritas ego

a. Gejala : Faktor stres.

b. Tanda : Menolak ansietas, takut, marah, mudah terangsang,

perubahan kepribadian.
4. Eliminasi

a. Gejala : Penurunan frrekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap

lanjut), abdomen kembung, diare atau konstipasi.

b. Tanda : Perubahan warna urine, oliguria dapat menjadi anuria.

5. Makanan atau cairan

a. Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat

badan (malnutisi), anoreksia, nyeri uluhati, mual/ muntah,

rasametalik tak sedap pada mulut (pernafasan amonia).

b. Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesaran hati tahap

akhir,perubahan turgor kulit/kelembaban, edema, ulserasi gusi,

perdarahan gusi/ lidah, penurunan otot, penurunan lemak

subkutan, penampilan tak bertenaga.

6. Neurosensori

a. Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur kram otot/ kejang sindrom

kaki gelisah rasa terbakar pada telapak kaki, kebas kasemutan dan

kelemahan, khususnya ektremitas bawah.

b. Tanda : Gangguan status mental, kehilangan memori, kacau,

penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma.

7. Nyeri atau kenyamanan

a. Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki

(memburuk saat malam hari).

b. Tanda : Perilaku berhati – hati/distraksi, gelisah.


8. Pernafasan

a. Gejala : Nafas pendek, dispnea nokturnalparoksismal; batuk

dengan/tanpa sputum kental dan banyak.

b. Tanda : Takipnea, dispepnea, peningkatan

frekuensi/kedalaman(pernafasan kussmaul).

9. Keamanan

a. Gejala : Kulit gatal.

b. Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi).

10. Seksualitas

Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.

11. Interaksi sosial

Gejala : Kesulitan mementukan kondisi lingkungan (Doengoes,1999).

12. Pemeriksaan penunjang

a. Urine

Volume : Biasanya kurang dari 400ml/jam (oliguria) atau urine tak

ada (anuria).

Warna : Secara normal urine mungkin disebabkan oleh pus,

bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor kecoklatan

menunjukkan adanya darah Hb, miglobin, porfirin.

berat jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan

kerusakan ginjal berat).


Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan

tubular, am rasio urine / ureum sering 1:1.

Kliren kreatinin : Mungkin agak menurun.

Natrium : Lebih besar dari 40 Emq/L karena ginjal tidak mampu

mereabsopsi natrium.

Protein : Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat

menunjukkan kerusakan glumerulus bila SDM dan fregmen juga

ada.

b. Darah :

BUN/kreatinin : Meningkat, biasanya meningkat dalam

proporsi.kadar kreatinin10mg/dL diduga tahap akhir (mungkin

rendah yaitu 5).

Hitung darah lengkap : Ht : menurun pada adanya anemia. Hb

biasanya kurang dari 7- 8 g/dL.

SDM : Waktu hidup menurun pda defesiensi eritropoetin seperti

pada azotemia.

GDA: pH; penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi

karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksekresi

hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein.

Bikarbonat menurun PCO2 menurun.

Natrium serum : Mungkin rendah (bila ginjal ”kehabisan

natrium”atau normal (menunjukkan status dilusi hipernatremia).


kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan

perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan

(hemolisis SDM). Pada tahap akhir ,perubahan EKG mungkin

tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau lebih besar.

Magnesium: Fosfat meningkat.

Kalsium : Menurun.

Protein (khuusnya albumin): Kadar serum menurun dapat

menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan

cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena

kurang asam amino esensial.

c. Osmolalitas serum : Lebih besar dari 285 mosm/kg; sering sama

dengan urine.

d. Ultrasono ginjal adalah menentukan ukuran ginjal dan adanya

masa , kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.

e. Biopsi Ginjal adalah mungkin dilakukan secara endoskopik untuk

mementukan sel jaringan untuk diagnosis histologis.

f. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.

g. EKG adalah mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan.

elektrolit dan asam basa.

h. KUB foto adalah menunjukkan ukuran ginjal / ureter / kandung

kemih dan adanya obtruksi (batu).

i. Arteriogram ginjal adalah mengkaji sirkulasi ginjal dan

megidentifikasi ekstravaskuler, massa.


j. Pielogram retrograd : Menunjukkan abormalitas pelvis ginjal.

k. Sistouretrogram berkemih : Menunjukkan ukuran kandung kemih,

refluk kedalam ureter, retensi (Doengoes,1999).

H. Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang

meningkat.

2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema sekunder.

3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia mual muntah.

4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder.

5. Ganguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai O2 ke

jaringan menurun.

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi

produk sampah dan prosedur dialysis.

7. Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi

toksik dalam kulit dan gangguan turgor kulit (edema, dehidrasi),

gangguan status metabolik, sirkulasi (anemia dengan iskemia

jaringan), neuropati perifer.

8. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru/efusi

sekresi berlebihan / perdarahan akut.

9. Gangguan body image berhubungan dengan krisis situasi

Source : http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-gdl-hudiyantog-5460-2-babii.pdf :
LI 2 : ANATOMI DAN FISIOLOGI PARU

2.1 Sistem Respirasi

Sistem respirasi manusia merupakan suatu susunan yang sangat

kompleks. Setiap sel dan jaringan yang menyusunnya memiliki fungsi

dan peranannya tersendiri. Strukturnya yang begitu rumit menjadikan

sistem ini begitu istimewa untuk menopang kehidupan manusia.

Tujuan dari sistem respirasi adalah untuk memperoleh oksigen

dari udara ke jaringan tubuh dan membuang karbondioksida (Guyton

dkk., 2006). Pertukaran gas ini sangat penting. Seluruh sel tubuh

membawa oksigen dari respirasi sel untuk memproduksi ATP atau energi

yang dibutuhkan dan dimanfaatkan manusia untuk melakukan

aktivitasnya sehari-hari. Menurut Scanlon, et al., dalam bukunya

Essential of Anatomy and Physiology 5th edition (2007), sistem respirasi

manusia dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu sistem respirasi atas dan

sistem respirasi bawah. Bagian-bagian dari dua sistem respirasi manusia

adalah sebagai berikut:

1. Sistem Respirasi Atas, yang terdiri dari bagian luar rongga

dada yaitu hidung, rongga hidung, faring, laring, dan trakea

atas.

2. Sistem Respirasi Bawah, yang terdiri dari bagian dalam

rongga dada yaitu trakea bawah dan paru-paru, termasuk

pembuluh bronchial dan alveoli. Membran pleura dan otot

respirasi yang membentuk diafragma dan otot interkosta juga


merupakan bagian dari sistem respirasi.
Susunan sistem respirasi manusia ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Sistem Respirasi Manusia: (A) Tampak Anterior dari sistem
respirasi atas dan bawah; (B) Tampak mikroskopik dari alveoli dan
kapiler pulmonaris (Scanlon, 2007)

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Paru-paru

Paru-paru terletak pada rongga dada dekat dengan letak organ jantung dan

dilindungi oleh tulang rusuk. Pada rongga dada inilah tepatnya di bagian kanan

dan kiri, paru-paru manusia terletak dengan diselimuti oleh selaput ganda pleura

(Saladin, 2003). Paru-paru terdiri dari beberapa bagian, antara lain trakea, bronkus

primer, bronkiolus, dan alveoli yang merupakan unit fungsional dari paru-paru

yang berfungsi sebagai tempat pertukaran udara yaitu oksigen dan karbondioksida

dalam sistem respirasi.

Pada paru-paru, sebagian besar terdiri atas gelembung-gelembung

(alveoli), yang terdiri atas sel-sel epitel dan endotel (Wasripin, 2007). Paru-paru

...
pada bagian kiri memiliki dua buah lobus, sedangkan di bagian kanan memiliki

tiga lobus. Struktur anatomi paru-paru ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur Anatomi Paru-Paru (Ganong, 2005)

Paru-paru bekerja secara otonom, artinya tidak ada yang mempengaruhi

aktivitasnya. Kemampuan otonom yang dimiliki paru adalah sekitar 14-16 kali

pernapasan per menit. Satu kali pernapasan sama dengan satu kali inspirasi dan

satu kali ekspirasi (Ganong, 2005).

2.1.2 Mekanisme Pernapasan

Mekanisme pernapasan terdiri dari proses inspirasi dan ekspirasi. Pada

saat proses inspirasi (ketika udara masuk ke paru-paru), otot antar tulang rusuk

berkontraksi dan terangkat sehingga volume rongga dada bertambah besar,

...
sedangkan tekanan rongga dada menjadi lebih kecil dari tekanan udara luar.

Sehingga udara mengalir dari luar ke dalam paru-paru (Pramitra, 2006).

Sedangkan pada saat proses ekspirasi (ketika udara keluar dari paru-paru),

otot antar tulang rusuk akan kembali ke posisi semula (relaksasi), sehingga

volume rongga dada akan mengecil sedangkan tekanannya membesar. Tekanan

ini akan mendesak dinding paru-paru, sehingga rongga paru-paru membesar.

Keadaan inilah yang menyebabkan udara dalam rongga paru-paru terdorong ke

luar (Pramitra, 2006). Aksi dari otot respirasi ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Aksi dari otot respirasi: (A) Inhalasi: diafragma berkontraksi, otot
interkostal eksternal menarik tulang rusuk ke atas, paru-paru
mengembang; (B) Ekshalasi: diafragma relaksasi, tulang rusuk
turun ke bawah dan otot interkostal eksternal relaksasi, paru-paru
menyusut (Ganong, 2005)

2.2 Suara Paru-Paru

Suara paru-paru terjadi karena adanya aliran vertikal dan turbulensi udara

saat udara memasuki saluran pernapasan selama proses pernapasan berlangsung

(proses inspirasi dan ekspirasi) pada paru-paru (Moussavi, 2007). Turbulensi

disebabkan karena adanya udara mengalir dari saluran udara yang lebih lebar ke

...
saluran udara yang lebih sempit atau sebaliknya. Pada saat inspirasi, udara

mengalir dari saluran udara yang lebih luas ke saluran udara yang lebih sempit

sehingga turbulensi yang terjadi lebih kuat, sedangkan pada saat ekspirasi terjadi

sebaliknya. Ini menyebabkan pada saat inspirasi suara terdengar lebih keras

daripada saat ekspirasi (Pramitra, 2006).

2.2.1 Kategori Suara Paru-paru

Suara paru-paru dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu kategori normal

dan abnormal (adventif). Secara umum, suara paru-paru terjadi pada frekuensi

rendah yaitu 20 Hz – 1000 Hz (dimana rentang frekuensi pendengaran manusia

adalah 20 Hz – 20 kHz) (Pasterkamp, 2006). Suara paru normal biasanya terjadi di

bawah 500 Hz, sedangkan suara paru adventif adalah terdengar di atas 500 Hz.

Suara nafas paru-paru normal, dikategorikan menjadi 3 (tiga) berdasarkan

lokasinya yaitu Bronchial, Bronchovesicular, dan Vesicular.

1. Bronchial, adalah suara tubular yang menggema dengan pitch rendah.

Suara ini terjadi karena adanya turbulensi udara di dalam bronkus

kartilaginosa. Dalam keadaan normal, dapat terdengar di daerah

interskapular, dan di atas trakea. Bunyi bronchial biasanya terdengar

lebih keras dan bernada tinggi dibandingkan dengan bunyi vesicular.

Ada jeda singkat antara ekspirasi dan inspirasi, dimana ekspirasi lebih

panjang daripada inspirasi dengan perbandingan 3:1. Suara paru

bronchial diindikasikan tidak normal apabila terdengar di bagian paru-

...
paru perifer (Potter dkk, 2005). Gambar 2.4.(a) dan (b) menunjukkan

suara paru bronchial dan spektrum frekuensinya.

(a) (b)
Gambar 2.4 (a) Sinyal Suara Paru Bronchial; (b) Spektrum frekuensi
sinyal suara paru bronchial (MedEdu, 2014)

(b) Bronchovesicular, terdengar di atas dada anterior antara skapula dan

tulang dada, dan pada area utama bronkus serta area paru bagian

kanan atas posterior. Memiliki pitch dan intensitas tengah

karakteristik antara suara vesikular dan bronchial, dapat didengar

selama tahap inspirasi dan ekspirasi, yang masing-masing berlangsung

selama kurang lebih durasi yang sama dan tidak ada jeda atau

seimbang dengan perbandingan 1:1 (Potter dkk, 2005). Karakteristik

suara paru bronchovesicular dan spektrum frekuensinya ditunjukkan

pada Gambar 2.5.(a) dan (b).

(a) (b)
Gambar 2.5 (a) Sinyal Suara Paru Bronchovesicular; (b) Spektrum
frekuensi sinyal suara paru bronchovesicular (MedEdu, 2014)

...
(c) Vesicular, dapat terdengar pada sebagian besar area paru, suara

vesicular bernada rendah, lembut dan pendek saat ekspirasi dan

panjang saat inspirasi dengan perbandingan 1:3 (Potter dkk, 2005).

Gambar 2.6.(a) dan (b) menunjukkan karakteristik suara paru

vesicular dan spektrum frekuensinya.

(a) (b)
Gambar 2.6 (a) Sinyal Suara Paru Vesicular; (b) Spektrum frekuensi
sinyal suara paru vesicular (MedEdu, 2014)

Amplitudo suara paru-paru berbeda pada setiap orang dan tergantung pada

lokasi auskultasi. Lokasi paru-paru normal berada pada beberapa lokasi di dada

dan terbatas pada suara di bawah 500 Hz dan frekuensi di atas 1 kHz tidak terlihat

(Pasterkamp, 2006).

2.2.2 Suara Paru-paru terdistorsi Suara Jantung

Paru-paru terletak dekat dengan posisi jantung, sehingga suara paru-paru

yang dihasilkan karena adanya turbulensi udara selama pernapasan berlangsung

dapat terdistorsi oleh suara jantung yang berdetak. Rentang frekuensi suara

jantung berada pada frekuensi 20 Hz – 400 Hz sehingga terjadi overlap dengan

suara paru-paru (Kubangun, 2012). Sinyal suara paru-paru yang terdistorsi suara

...
jantung beserta spektrum frekuensinya pada posisi pengukuran anterior sebelah

kiri dapat ditunjukkan pada Gambar 2.7.(a) dan 2.7.(b).

(a)

(a)
Gambar 2.7 Hasil pengukuran sinyal pada anterior sebelah kiri: (a) Sinyal suara
paru-paru terdistorsi suara jantung; (b) Spektrum frekuensi sinyal
paru-paru terdistorsi suara jantung (Sapuan, 2012)

Source :

http://repository.unair.ac.id/30078/3/3.%20BAB%20II%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf
LI 3 : Anatomi dan Fisiologi Gastrointestinal
Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan

Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan

(faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.

Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran

pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai

dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang

berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan

energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang

bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses

tersebut dari tubuh.


Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan yaitu :

Gambar 2.1. Anatomi Sistem Pencernaan


Gambar 2.2. Fisiologi Sistem Pencernaan
1. Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air.

Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang

berakhir di anus. Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem

pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir.

Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan

lidah. Pengecapan sederhana terdiri dari manis, asam, asin dan pahit.

Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung, terdiri dari

berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan

(incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham),

menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari

kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut

dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga

mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah

protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan

dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

2. Tenggorokan ( Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.

Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe

yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan

terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan

jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung,

didepan ruas tulang belakang keatas bagian depan berhubungan


dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana,

keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan

lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior

yaitu bagian yang sama tinggi dengan hidung, bagian media yaitu

bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior yaitu

bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut

nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan

tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring,

bagian ini berbatas ke depan sampai di akar lidah. Bagian inferior

disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.

3. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang

dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam

lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan

menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus.

Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.

Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian

superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran

otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari

otot halus).

4. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga

bagian yaitu kardia, fundus dan antrium.


Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi

secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel

yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :

a) Lendir

Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam

lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa

menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya

tukak lambung.

b) Asam klorida (HCl)

Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang

diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung

yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi

dengan cara membunuh berbagai bakteri.

c) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

5. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang

terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan

pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui

vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus)

dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang

dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang

mencerna protein, gula dan lemak.


Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan

otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Usus halus

terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus

kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

a) Usus Dua Belas Jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus

yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus

kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian

terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan

berakhir di ligamentum treitz. Usus dua belas jari merupakan organ

retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput

peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada

derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara

saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Lambung

melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),

yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk

ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang

bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan

megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan

makanan.

b) Usus Kosong (Jejenum)

Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di

antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan


(ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara

2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan

usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.

Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan

terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus.

c) Usus Penyerapan (Illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.

Pada sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2-

4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan

oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau

sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-

garam empedu.

Gambar 2.3. Anatomi Kolon

6. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan

rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus
besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon

desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi

mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.

Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,

seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.

Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada

bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa

menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

7. Usus Buntu (Sekum)

Usus buntu atau sekum adalah suatu kantung yang terhubung pada

usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar

8. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.

Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.

Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan

membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi

rongga abdomen).

Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang

dewasa, umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi

dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi

ujung umbai cacing bisa berbeda - bisa di retrocaecal atau di pinggang

(pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.


9. Rektum dan Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar

(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi

sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini

kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada

kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke

dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).

Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di

dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan

untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali

material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air

akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang

lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan

anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak

yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang

penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung

saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian

anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari

usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses

dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) yang

merupakan fungsi utama anus.


10. Pankreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua

fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa

hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior

perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).

Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu asini yang berfungsi

menghasilkan enzim-enzim pencernaan dan pulau pankreas yang

berfungsi menghasilkan hormon. Pankreas melepaskan enzim

pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam

darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein,

karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam

bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk

inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran

pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium

bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara

menetralkan asam lambung.

11. Hati

Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia

dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan

dengan pencernaan. Organ ini berperan penting dalam metabolisme

dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan

glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Zat-zat gizi dari

makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh


darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke

dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada

akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi

menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang

masuk diolah. Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan

tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke

dalam sirkulasi umum.

12. Kandung empedu

Kandung empedu adalah organ berbentuk buah pir yang dapat

menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses

pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-

10 cm dan berwarna hijau gelap (bukan karena warna jaringannya,

melainkan karena warna cairan empedu yang dikandungnya). Organ

ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran

empedu. Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu membantu

pencernaan dan penyerapan lemak serta bererperan dalam pembuangan

limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal

dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.

( Syarifuddin, 1999 )
B. Etiologi

Penyebab dari diare akut antara lain :

1. Faktor Infeksi

a. Infeksi Internal : infeksi saluran pencernaan makanan yang

merupakan

penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi internal sebagai

berikut :

1) Infeksi Virus

a) Retovirus

Retovirus merupakan penyebab tersering diare akut pada

bayi, sering didahulu atau disertai dengan muntah. Biasanya

timbul sepanjang tahun terutama pada musim dingin.. Dapat

ditemukan demam atau muntah.

b) Enterovirus

Biasanya timbul pada musim panas.

c) Adenovirus

Sering timbul sepanjang tahun, menyebabkan gejala pada

saluran pencernaan/pernafasan.

2) Bakteri

a) Sigella

Semusim, puncaknya pada bulan Juli-September. Insiden

paling tinggi pada umur 1-5 tahun. Dapat dihubungkan


dengan kejang demam. Gejala muntah tidak menonjol.

Terdapat sel polos dalam feses dan sel batang dalam darah.

b) Salmonella

Biasanya menyerang semua umur tetapi lebih tinggi di bawah

umur 1 tahun. Bakteri menembus dinding usus. Gejala yang

sering muncul diantaranya feses berdarah, mukoid, mungkin

ada peningkatan temperature, muntah tidak menonjol,

terdapat sel polos dalam feses, masa inkubasi 6-40 jam,

lamanya 2-5 hari, organisme dapat ditemukan pada feses

selama berbulan-bulan.

c) Escherichia coli

Baik yang menembus mukosa (feses berdarah) atau yang

menghasilkan enterotoksin. Pasien (biasanya bayi) dapat

terlihat sangat sakit.

d) Campylobacter

Biasanya bersifat invasis (feses yang berdarah dan bercampur

mukus) pada bayi dapat menyebabkan diare berdarah tanpa

manifestasi klinik yang lain. Gejala yang sering timbul kram

abdomen yang hebat, muntah / dehidrasi jarang terjadi

e) Yersinia Enterecolitica

Gejala yang sering timbul adalah feses mukosa, sering

didapatkan sel polos pada feses, mungkin ada nyeri abdomen


yang berat, diare selama 1-2 minggu, sering menyerupai

apendicitis.

3) Infeksi Parasit

Cacing (ascaris, tricurus, oyyuris, strongyloides, protozoa, jamur)

b. Infeksi Parenteral

Ialah infeksi diluar alat pencernaan seperti otitis media akut (OMA),

tonsillitis, bronkopneumoni, ensefalitis dan lain-lain.

2. Faktor Non Infeksi

a. Malabsorbsi

1) Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi, laktosa, maltosa,

dan sukrosa), non sakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan

galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering

ialah intoleransi laktosa.

2) Malabsorbsi lemak

3) Malabsorbsi protein : asam amino, B-laktoglobulin.

b. Faktor makanan

Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan

c. Faktor Psikologis

Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang

besar)
d. Faktor Imun

Defisiensi imun terutama SIAg (Secretory Imunoglobulin A) yang

mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri / flora usus dan

jamur terutama candida

(Suharyono 2003, Mansyoer Arif 2000, Ngastiyah 1997)

C. Patofisiologi

Proses terjadinya diare dilihat dari beberapa faktor penyebab antara lain :

1. Faktor Kelainan pada Saluran Makanan

Kelainan pada lambung, usus halus dan usus besar yang disebabkan

untuk penyakit antara lain akilia gastrika, humor, pasca gastrektomi,

vagotomi, vistula intestinal. Obstruksi intestinal parsial, divertikulosis,

kolitis ulerosa, poliposis dan endotriatis dapat mengakibatkan

perubahan pergerakan pada dinding usus. Jika pergerakan dinding

unsur menurun (normal 5–30x/menit) hal ini menyebabkan

perkembang biakan bakteri bertambah dalam rongga usus atau jika

pergerakan dinding usus meningkat, peristaltik usus juga meningkat,

sehingga terjadi percepatan kontak makanan dengan permukaan usus,

makanan lebih cepat masuk kedalam lumen usus dan kolon, kolon

bereaksi cepat untuk mengeluarkan isinya sehingga terjadi hipersekresi

yang menambah keenceran tinja.


2. Faktor kelainan diluar saluran pencernaan

Kelainan diluar saluran pencernaan yang dapat mengakibatkan diare

dibagi atas :

a) Faktor penyakit

Faktor penyakit seperti pankreatitis, uremia, dan penyakit kolagen.

Kelainan endokrin (hipertiroidisme, DM, penyakit addison).

Berdasarkan dari sifat dan karakteristik penyakit ini dalam keadaan

bereaksi, saluran pencernaan berespon terhadap relaksi penyakit

tersebut yang menyebabkan gangguan pegerakan usus bisa

menurun atau meningkat normal 5–30x/menit sehingga terjadi

hipersekresi oleh usus yang mengakibatkan diare.

b) Faktor psikologis / neurologis

Adanya rasa cemas dan takut akan mempengaruhi hipotalamus

yang dapat mengakibatkan penyerapan makanan, air dan elektrolit

terganggu. Hal ini dapat mengakibatkan hiperperistaltaik pada

kolon sehingga terjadi penambahan jumlah cairan dalam kolon dan

mengakibatkan diare.

3. Faktor Infeksi

Parasit, bakteri, virus dan jamur yang masuk ke dalam lambung akan

dinetralisasi oleh asam lambung (HCL), mikroorganisme tersebut bisa

mati atau tetap hidup, jika masih hidup mikroorganisme tersebut akan

masuk ke dalam usus halus dan berkembang biak. Didalam usus halus

akan mengeluarkan toksin yang sifatnya merusak vili-vili usus dan


dapat meningkatkan peristaltis usus sehingga penyerapan

makanan, air, dan elektrolit terganggu, terjadilah

hipersekresi yang mengakibatkan diare.

4. Faktor Makanan

Makanan yang terkontaminasi, mengandung kimia beracun,

basi, masuk melalui mulut ke dalam lambung. Didalam

lambung makanan akan dinetralisir oleh asam lambung.

Apabila lolos, makanan yang mengandung zat kimia

beracun akan sulit diserap oleh usus halus dan bersifat

merusak, reaksi usus akan mengeluarkan cairan sehingga

terjadi peningkatan jumlah cairan dalam usus yang

mengakibatkan diare. ( Ngastiyah 2005, Syarifuddin 1999,

Barbara C Long 1999 )

Anda mungkin juga menyukai