Oleh:
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen bagiannya
adalah:
a) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus
(celah) dan girus (Ganong, 2003).
Otak diberi nutrisi oleh darah. Darah mengangkut zat asam, makanan dan
substansi lainnya yang diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Suplai
darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh-pembuluh darah yang
bercabang-cabang, berhubungan erat satu dengan yang lain sehingga dapat
menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel.
a) Peredaran Darah Arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan
arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk circulus
willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis
yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir
arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri communicans posterior
yang bersatu kearah kaudal dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri anterior
saling berhubungan melalui arteri communicans anterior. Arteri vertebralis kiri
dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan
merupakan cabang dari arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri
merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak
melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua
arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris.
b) Peredaran Darah Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater,
suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater. Sinus-
sinus duramater tidak mempunyai katup dan sebagian besar berbentuk triangular.
Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir ke dalam sinus longitudinalis
superior yang berada di medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah vena
anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior dan
vena anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-vena
serebri profunda memperoleh aliran darah dari basal ganglia (Wilson, et al.,
2002).
Stroke emboli adalah stroke yang terjadi oleh karena adanya gumpalan
darah atau bekuan darah yang berasal dari jantung, dan kemudian terbawa arus
darah sampai ke otak, kemudian menyumbat pembuluh darah di otak. Stroke
kardioemboli adalah suatu gangguan neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah, dimana secara mendadak atau cepat timbul gejala dan
tanda yang sesuai dengan daerah, fokal diotak, akibat suatu emboli yang berasal
dari jantung. Stroke kardioemboli awitannya dimulai dengan defisit neurologik
fokal yang dapat menjadi lebih berat, dasar diagnosa klinik dibuktikan dengan
adanya sumber emboli dari jantung dan tidak ditemukannya penyebab lain dari
strokenya (Japardi,2002).
Perbedaan antara CVA infark dan CVA Bleeding sebagai berikut:
b. Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO pada tahun 1999 diperkirakan 5,54 juta orang
meninggal akibat stroke. Jumlah ini merupakan 9,5% dari seluruh kematian di
dunia. Selain itu stroke juga mengakibatkan kecatatan. Pada tahun 1999, 50 juta
orang mengalami kecatatan akibat stroke (Bahrudin, 2013). Stroke merupakan
penyebab kematian nomer tiga di Amerika dan terdapat 750.000 orang terserang
stroke (Davis, 2005).
Data stroke di Indonesia menunjukan peningkatan terus baik dalam hal
kejadian, kecatatan, maupun kematian. Angka kematian berdasarkan umur adalah
sebesar 15,9% (umur 45-55 th) dan 26,8 % (umur 55-64 th), dan 23,5% (umur
>65th). Kejadian stroke sebesar 51,6/100.000 penduduk, dan kecatatan 4,3% dan
semakin memberat, penderita laki-laki lebih banyak daripada penderita
perempuan (Misbach dkk, 2011).
c. Etiologi
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan
yang dapat menimbulkan emboli (Japardi, 2002):
a) Faktor mekanis, perubahan fungsi mekanik dari atrium yang timbul setelah
ganggaun irama yang berkolerasi timbulnya emboli
b) Faktor aliran darah, Tidak hanya aliran darah yang ditandai dengan tidak
adanya gelombang pada echokardiografi adalah petunjuk yang penting pada
pembentukan emboli. Egeblad menunjukkan stagnasi darah yang tampak
pada echokardiografi adalah sumber emboli pada trombus atrium kiri. Ejeksi
fraksi yang rendah atau penyakit jantung kongestif dapat menimbulkan
emboli setelah atrial fibrilasi, miokard dapat menimbulkan emboli setelah
atrial fibrilasi, miokard infark, atau dilatasi kardiomiopati
c) Penyakit jantung, reumatik
d) Infark miokardium
e) Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil
yang dapat menyebabkan emboli cerebri
f) Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
g) Pemecahan trombus
d. Faktor Resiko
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non
hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan
yang dapat di modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto mengenai gambaran faktor-
faktor risiko penderita stroke menunjukan faktor risiko terbesar adalah
hipertensi 57,24%, diikuti dengan diabetes melitus 19,31% dan
hiperkolesterol 8,97%. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah
sebagai berikut :
1) Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan
meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun
dan hampir 13% berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking
Ritarwan (2002), dari penelitianya terhadap 45 kasus stroke didapatkan
yang mengalami stroke non hemoragik lebih banyak pada tentan umur
45-65 tahun.
2) Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum
pria lebih banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan
perbedaan angka kematianya masih belum jelas. Penelitian yang di
lakukan oleh Indah Manutsih Utami (2002) di RSUD Kabupaten
Kudus mengenai gambaran faktor-faktor risiko yang terdapat pada
penderita stroke menunjukan bahwa jumlah kasus terbanyak jenis
kelamin laki-laki 58,4% dari penelitianya terhadap 197 pasien stroke
non hemoragik.
3) Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh
darah, dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih
anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65
tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong
Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.
4) Rasa atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih.
Data sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari
pada suku Jawa (khususnya Yogyakarta)
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
1) Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam
waktu lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali
sebanyak 35% sampai 42%.
2) Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat
sampai enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan
risiko utama terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik.
Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan
tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90
mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar
karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh
darah, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau
perdarahan otak.
3) Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung,
paska oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling
sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena
memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas
hingga menyumbat pembuluh darah otak.
4) Diabetes melitus (DM)
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan
endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Menurut
penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan
desain case control, penderita diabetes melitus mempunyai risiko
terkena stroke 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak menderita
diabetes mellitus.
5) TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan
singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan
kecepatan dan tingkat penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam.
Satu dari seratus orang dewasa di perkirakan akan mengalami paling
sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka, jika diobati dengan benar,
sekitar 1/10 dari para pasien ini akan mengalami stroke dalam 3,5
bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke
dalam lima tahun setelah serangan pertama.
6) Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak
bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif
mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis.
Lipid tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat dengan protein
sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini menghasilkan
empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas
sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan
lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang
paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar
trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL.
Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau
trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini secara langsung atau
tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh
darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kadar
kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl,
trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk
plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di otak.
Menurut Dedy Kristofer (2010), dari penelitianya 43 pasien, di
dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%, hipertrigliserida 4,7%, HDL yang
rendah 53,5%, dan LDL yang tinggi 69,8%.
7) Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan
diabetes melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya
umur. Obesitas merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan
stroke. Mengukur adanya obesitas dengan cara mencari body mass
index (BMI) yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan
dalam meter dikuadratkan. Normal BMI antara 18,50-24,99 kg/m2,
overweight BMI antara 25-29,99 kg/m2 selebihnya adalah obesitas.
8) Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat,
dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin
dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada
dinding pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi
komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan
darah. Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam
Malik Medan kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke
sebesar empat kali.
e. Klasifikasi
Klasifikasi stroke dapat dibedakan menjadi stroke secara umum dan stroke
yang menjadi materi bahasan dalam laporan yakni stroke infark. Pembagian stroke
secara umum berdasarkan gambaran manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut:
1. TIA (Transient
Ischemic Attack)
Gambaran defisit neurologis secara tiba-tiba, defisit tersebut hanya
berlangsung sementara (tidak lebih dari 24 jam) dan disfungsi fokalnya
bersifat reversibel.
2. Stroke in Evolution
Menggambarkan perkembangan defisit neurologis yang berlangsung secara
bertahap dan berangsur-angsur dalam beberapa jam sampai 1 hari.
3. RIND (Reversible
Ischemic Neurological Deficit)
Disfungsi fokal yang reversibel dalam waktu lebih dari 24 jam.
4. Completed Stroke
Dibagi menjadi dua yaitu hemoragik dan non-hemoragik. Merupakan kasus
hemiplegia yang disajikan pada tahap dimana tubuh penderita sudah
mengalami kelumpuhan sesisi yang tidak memperlihatkan progresi lagi.
b. Pembagian stroke berdasar sifat gangguan aliran darah :
1. Non Hemoragik (infark/ iskemik): Dibagi
menjadi dua yaitu trombosis dan emboli. Stroke Infark/ Iskemik/ Non
Hemoragik adalah stroke yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu
atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat berupa
bekuan yang terbentuk dalam jantung/ pembuluh darah (trombus) maupun
benda asing berbentuk padat/ cair/ gas yang tersangkut dalam sirkulasi
darah (embolus) (Price, 2006). Selain itu, menurut Barret & Meschia
(2013), stroke infark adalah salah satu jenis stroke yang ditandai dengan
defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung akut pada pembuluh
darah serebrovaskular.
2. Hemoragik: Dibagi menjadi dua yaitu
subarachnoidal dan intraserebral. Stroke hemoragik merupakan suatu
gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya perdarahan
intra serebral atau perdarahan subarakhnoid yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah di dalam otak.
f. Patofisiologi
Gambar CT Scan kepala normal Gambar CT Scan untuk stroke infark
Menurut Japardi (2002), hampir 90% emboli yang berasal dari jantung
berakhir di otak, hal ini disebabkan karena:
a) Aliran darah ke otak berasal dari arkus aorta sehingga emboli yang lepas
dari ventrikel kiri akan disebarkan melalui aliran darah ke arteri karotis
komunis kiri dan arteri brakhiosefalik.
b) Jaringan otak sangat sensitif terhadap obstruksi aliran darah, sehingga
emboli yang berukuran 1 mm sudah dapat menimbulkan gangguan
neurologis yang berat, emboli dengan ukuran yang sama bila masuk ke
jaringan lain dapat tidak memberikan gejala sama sekali.
Emboli intra kranial terutama berada di hemister serebri, hal ini
disebabkan oleh karena jumlah darah yang melalui arteri karotis (300ml/menit)
jauh lebih banyak daripada yang melalui arteri vertebralis (100ml/menit), selain
itu juga disebabkan oleh karena aliran yang berkelok kelok dari arteri subklavia
untuk dapat mencapai sistem vertebralis. Emboli mempunyai predileksi pada
bifurkasio arteri terutama pada cabang a.cerebri media, bagian distal a.basilaris
dan a.cerebri posterior.
Kebanyakan emboli terdapat di arteri cerebri media, bahkan emboli ulang
pun memilih arteri ini juga, hal ini disebabkan karena arteri cerebri media
merupakan percabangan langsung dari arteri karotis interna, dan arteri cerebri
media akan menerima 80% darah yang masuk ke arteri karotis interna. Medula
spinalis jarang terserang emboli, tetapi emboli dari abdomen danaorta dapat
menimbulkan sumbatan aliran darah ke medulla spinalis dan menimbulkan gejala
defisit neurologis Berbeda dengan emboli pada atherosklerosis, emboli dari
jantung terdiri dari gumpalan darah (klot) yang lepas daya ikatnya dari dinding
pembuluh darah atau jantung, emboli ini dapat pecah dan pindah ke pembuluh
darah yang lebih distal sehingga bila dilakukan pemeriksaan angiografi setelah 48
jam emboli biasanya sudah tidak tampak. Besarnya infark kardioemboli
tergantung dari:
a) Ukuran emboli
b) Pembuluh darah arteri yang terkena
c) Stabilitas dari emboli
d) Sirkulasi kolateralnya
Kelainan yang ditimbulkan oleh emboli dapat berupa:
a) Obstruksi/sumbatan arteri, biasanya terdapat pada percabangan arteri,
karena lumennya lebih kecil dari pada lumen jaringan dibagian distalnya
dan siasis aliran darah, sehingga dapat terbentuk formasi rouleaux, yang
akan membentuk klot pada daerah stagnasi baik distal maupun proksimal.
Gejala neurologis dapat timbul segera dalam beberapa detik, bila
pembuluh darah kolateralnya tidak segera berfungsi maka akan segera
timbul perubahan irreversible maka fungsi neuron akan segera pulih.
b) Iritasi, yang akan menimbulkan vasospasme lokal. Vasospasme yang
masih dapat timbul sbg respons terhadap emboli yang kecil, terutama pada
orang muda dimana belum terjadi arterosklerosis.
g. Manifestasi Klinis
1) Lobus Frontal
a) Deficit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan
distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu menghitung,
memberi alasan atau berpikir abstrak.
b) Deficit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot bicara),
disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c) Deficit aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas emosional,
kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial, penurunan toleransi terhadap
stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan
keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.
2) Lobus Parietal
a) Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual terpotong sebagian besar
pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial
(sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon terhadap
proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
b) Defisit bahasa/komunikasi
(1) Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara
yang dapat dipahami)
(2) Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
(3) Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
(4) Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
(5) Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan).
(6) Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
(7) Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise)
(8) Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
(9) Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan objek-objak dengan
tepat)
(10) Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui
indra)
(11) Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
(12) Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
(13) Disorientasi kanan kiri
3) Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman
penglihatan, diplobia(penglihatan ganda), buta.
4) Lobus Temporal: defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh.
h. Pemeriksaan penunjang
1) Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri.
2) Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3) CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan besar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
5) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
6) Pemeriksaan laboratorium
a) Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b) Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. gula
darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-rangsur
turun kembali.
d) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
i. Penatalaksanaan
Beberapa penatalaksanaan medis/ fakrmakologis yang dapat diberikan pada
klien dengan stroke infark antara lain (Muttaqin, 2008):
a. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
b. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alterioma
c. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis atau
embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler
Bila terjadi peningkatan TIK antara lain: hal yang dilakukan:
a. Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
b. Osmoterapi antara lain :
1) Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30
menit, 4-6 kali/hari
2) Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
c. Posisi kepala head up (15-30)
d. Menghindari mengejan pada BAB
e. Hindari batuk
f. Meminimalkan lingkungan yang panas.
Sedangkan penatalaksanaan nonfarmakologis pada kondisi akut, dapat dilakukan
dengan menjaga kestabilan TTV dengan cara:
a. Pertahankan kepatenan saluran nafas
b. Kontrol tekanan darah
c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif
(Muttaqin, 2008).
3. Pathway Faktor risiko
Risiko
Suplai darah tidak dapat ketidakefektifan
disampaikan ke otak perfusi jaringan
serebral
Iskhemia
Gangguan
menelan
Infark jaringan otak
5. Diagnosa Keperawatan
a) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan penurunan suplai oksigen di otak
b) Ketidakefektifan pola berhubungan dengan kerusakan neurologis
ditandai dengan perubahan kedalaman napas, dispneu/ takipneu,
dan penggunaan otot pernapasan tambahan
c) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular ditandai dengan keterbatasan rentang pergerakan
sendi, pergerakan lambat, dan keterbatasan melakukan
keterampilan motorik halus dan kasar
d) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak ditandai dengan kesulitan mengekspresikan
pikiran secara verbal, sulit bicara, pelo, dan kesulitan menyusun
kata
e) Defisit perawatan diri mandi berhubungan dengan dengan
hemiparese/hemiplegi akibat gangguan neuromuscular ditandai
dengan ketidakmampuan mengakses kamar mandi
ketidakmampuan menjangkau sumber air, dan ketidakmampuan
membasuh tubuh
f) Ganggaun menelan berhubungan dengan gangguan saraf kraniall
g) Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan
h) Keletihan berhubungan dengan peningkatan kelemahan fisik
i) Ansietas berhubungan dengan informasi yang diterima tidak
jelas dan krisis situasi.
6. Rencana Tindakan Keperawatan
7. Disharge Planning
Stroke Prevention:
1. Kontrol TD (hipertensi)
2. Turunkan kolesterol: kurangi intake lemak (Saturated fat)
3. Hindari merokok
4. Kontrol DM
5. Jaga keseimbangan BB
6. OR teratur
7. Kelola stress
8. Hindari alkohol
9. Hindari minum sembarang obat
Diet sehat stroke, meliputi konsumsi:
1. Buah dan sayuran yang mengandung kalium, folat dan antioksidan
2. Serat
3. Calsium
4. Produk kacang-kacangan (kedelai)
5. Makanan yang mengandung omega 3
Latihan ROM pasif/aktif
Mekanisme koping positif
8. Referensi
1) _______. Penyakit Stroke Iskemik dan Stroke Hemoragik.
http://www.madupahit.com/penyakit-stroke-iskemik-dan-stroke-
hemoragik/ [diakses tanggal 29 Oktober 2016]
2) Batticaca, F.B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
3) Nanda International. 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC
4) Japardi, I. 2002. Patogenesis Stroke Infark Kardioemboli.
Medan: USU
5) Joanne McCloskey Dochterman&Gloria M. Bulechek. 2013.
Nursing Interventions Classification (NIC) Fourth Edition.
Mosby: United States America
6) Joanne McCloskey Dochterman&Gloria M. Bulechek. 2013.
Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. Mosby:
United States America
7) Rismanto. 2006. Gambaran faktor-faktor risiko penderita stroke
di instalasi rawat jalan Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto Tahun 2006. FKM UNDIP. Semarang.
http://www.fkm.undip.ac.id.
8) Smeltzer , Suzanna C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC
9) Wibowo, Andry. 2014. Stroke Infark The Another Silent Killer.
http://www.medicalera.com/3/652?thread=652 [diakses tanggal
30 Oktober 2016]