Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN INFARK EMBOLI

DI RUANG MELATI RUMAH SAKIT DAERAH


dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh:

Dina Amalia, S.Kep


NIM 122311101037

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2016
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Anatomi Fisiologi Sistem Sirkulasi Serebral

Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen bagiannya
adalah:
a) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus
(celah) dan girus (Ganong, 2003).

Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:


1) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi,
seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di
hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini mengandung pusat
pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer)
dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat
daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur
gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves
dkk, 2004).
2) Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang
berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura
parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur
daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan dan
perkembangan emosi.
3) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran
(White, 2008).
4) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari
nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf
lain & memori (White, 2008).
5) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi
dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian
atas susunan endokrin dan susunan otonom (White, 2008).
Gb. 1. Lobus-lobus pada Otak
b) Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang
penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori yang
diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output. Cerebellum terdiri
dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang menerima dan menyampaikan
informasi ke bagian lain dari sistem saraf pusat. Cerebellum merupakan pusat
koordinasi untuk keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-
otot volunter secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus anterior,
lobus medialis dan lobus fluccolonodularis (Purves, 2004).
3) Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan
medulla spinalis dibawahnya. Struktur- struktur fungsional batang otak yang
penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara medulla
spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial.
Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu: mesensefalon, pons
dan medulla oblongata.
Pada otak, juga terdapat ventrikel yakni sistem menghubungkan rongga
otak internal berisi cairan serebrospinal.

Adapun area pada ventrikel otak adalah sebagai berikut:


a. Sylvius Aqueduct - kanal yang
terletak antara ventrikel ketiga dan ventrikel keempat
b. Koroid pleksus - menghasilkan cairan
serebrospinal
c. Ventrikel Keempat - kanal yang
berjalan antara pons, medula oblongata, dan cerebellum
d. Ventrikel Lateral - terbesar dari
ventrikel dan terletak di kedua belahan otak otak
e. Ventrikel ketiga - menyediakan jalur
bagi aliran cairan otak

Gb. 2. Letak Ventrikel Otak


Otak terbagi menjadi Hemisfer kanan dan kiri. Hemisfer kanan bertugas
mengendalikan tubuh bagian kiri dan sebaliknya. Hemisfer otak mengandung
banyak nervus yang memiliki fungsi masing-masing dalam kehidupan. Adapun
letak nervus-nervus tersebut dalam hemisfer otak dapat dilihat pada gambar
berikut.
Gb. 3 Letak Nervus pada Hemisfer Otak

Otak diberi nutrisi oleh darah. Darah mengangkut zat asam, makanan dan
substansi lainnya yang diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Suplai
darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh-pembuluh darah yang
bercabang-cabang, berhubungan erat satu dengan yang lain sehingga dapat
menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel.
a) Peredaran Darah Arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan
arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk circulus
willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis
yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir
arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri communicans posterior
yang bersatu kearah kaudal dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri anterior
saling berhubungan melalui arteri communicans anterior. Arteri vertebralis kiri
dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan
merupakan cabang dari arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri
merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak
melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua
arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris.
b) Peredaran Darah Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater,
suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater. Sinus-
sinus duramater tidak mempunyai katup dan sebagian besar berbentuk triangular.
Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir ke dalam sinus longitudinalis
superior yang berada di medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah vena
anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior dan
vena anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-vena
serebri profunda memperoleh aliran darah dari basal ganglia (Wilson, et al.,
2002).

Gb. 4 Pereradaran Darah Otak

2. Proses terjadinya masalah


a. Pengertian
Stroke atau CVD (Cerebro Vascular Disease) merupakan salah satu
penyakit serebrovaskular yang mengacu pada setiap gangguan neurologis
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui
sistem suplai arteri otak (Price, 2006). Stroke infark adalah sindrom klinik yang
awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa defisit neurologi fokal atau
global yang berlangsung 24 jam terjadi karena trombositosis dan emboli yang
menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah
arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna
dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta
jantung (arcus aorta).

Gb. 5 Gambaran Stroke Iskemik

Stroke emboli adalah stroke yang terjadi oleh karena adanya gumpalan
darah atau bekuan darah yang berasal dari jantung, dan kemudian terbawa arus
darah sampai ke otak, kemudian menyumbat pembuluh darah di otak. Stroke
kardioemboli adalah suatu gangguan neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah, dimana secara mendadak atau cepat timbul gejala dan
tanda yang sesuai dengan daerah, fokal diotak, akibat suatu emboli yang berasal
dari jantung. Stroke kardioemboli awitannya dimulai dengan defisit neurologik
fokal yang dapat menjadi lebih berat, dasar diagnosa klinik dibuktikan dengan
adanya sumber emboli dari jantung dan tidak ditemukannya penyebab lain dari
strokenya (Japardi,2002).
Perbedaan antara CVA infark dan CVA Bleeding sebagai berikut:

Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan


Permulaan (awitan) Sub akut/kurang mendadak Sangat akut/mendadak
Waktu (saat serangan) Bangun pagi/istirahat Sedang aktifitas
Peringatan + 50% TIA -
Nyeri Kepala +/- +++
Kejang - +
Muntah - +
Kesadaran menurun Kadang sedikit +++

Koma/kesadaran menurun +/-


+++
Kaku kuduk -
++
Kernig -
+
pupil edema -
+
Perdarahan Retina -
+
Bradikardia hari ke-4
sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya aterosklerosis di
Hampir selalu hypertensi,
retina, koroner, perifer. Emboli
aterosklerosis, HHD
pada ke-lainan katub, fibrilasi,
bising karotis

b. Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO pada tahun 1999 diperkirakan 5,54 juta orang
meninggal akibat stroke. Jumlah ini merupakan 9,5% dari seluruh kematian di
dunia. Selain itu stroke juga mengakibatkan kecatatan. Pada tahun 1999, 50 juta
orang mengalami kecatatan akibat stroke (Bahrudin, 2013). Stroke merupakan
penyebab kematian nomer tiga di Amerika dan terdapat 750.000 orang terserang
stroke (Davis, 2005).
Data stroke di Indonesia menunjukan peningkatan terus baik dalam hal
kejadian, kecatatan, maupun kematian. Angka kematian berdasarkan umur adalah
sebesar 15,9% (umur 45-55 th) dan 26,8 % (umur 55-64 th), dan 23,5% (umur
>65th). Kejadian stroke sebesar 51,6/100.000 penduduk, dan kecatatan 4,3% dan
semakin memberat, penderita laki-laki lebih banyak daripada penderita
perempuan (Misbach dkk, 2011).

c. Etiologi
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan
yang dapat menimbulkan emboli (Japardi, 2002):
a) Faktor mekanis, perubahan fungsi mekanik dari atrium yang timbul setelah
ganggaun irama yang berkolerasi timbulnya emboli
b) Faktor aliran darah, Tidak hanya aliran darah yang ditandai dengan tidak
adanya gelombang pada echokardiografi adalah petunjuk yang penting pada
pembentukan emboli. Egeblad menunjukkan stagnasi darah yang tampak
pada echokardiografi adalah sumber emboli pada trombus atrium kiri. Ejeksi
fraksi yang rendah atau penyakit jantung kongestif dapat menimbulkan
emboli setelah atrial fibrilasi, miokard dapat menimbulkan emboli setelah
atrial fibrilasi, miokard infark, atau dilatasi kardiomiopati
c) Penyakit jantung, reumatik
d) Infark miokardium
e) Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil
yang dapat menyebabkan emboli cerebri
f) Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
g) Pemecahan trombus
d. Faktor Resiko
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non
hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan
yang dapat di modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto mengenai gambaran faktor-
faktor risiko penderita stroke menunjukan faktor risiko terbesar adalah
hipertensi 57,24%, diikuti dengan diabetes melitus 19,31% dan
hiperkolesterol 8,97%. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah
sebagai berikut :
1) Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan
meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun
dan hampir 13% berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking
Ritarwan (2002), dari penelitianya terhadap 45 kasus stroke didapatkan
yang mengalami stroke non hemoragik lebih banyak pada tentan umur
45-65 tahun.
2) Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum
pria lebih banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan
perbedaan angka kematianya masih belum jelas. Penelitian yang di
lakukan oleh Indah Manutsih Utami (2002) di RSUD Kabupaten
Kudus mengenai gambaran faktor-faktor risiko yang terdapat pada
penderita stroke menunjukan bahwa jumlah kasus terbanyak jenis
kelamin laki-laki 58,4% dari penelitianya terhadap 197 pasien stroke
non hemoragik.
3) Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh
darah, dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih
anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65
tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong
Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.
4) Rasa atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih.
Data sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari
pada suku Jawa (khususnya Yogyakarta)
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
1) Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam
waktu lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali
sebanyak 35% sampai 42%.
2) Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat
sampai enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan
risiko utama terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik.
Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan
tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90
mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar
karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh
darah, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau
perdarahan otak.
3) Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung,
paska oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling
sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena
memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas
hingga menyumbat pembuluh darah otak.
4) Diabetes melitus (DM)
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan
endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Menurut
penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan
desain case control, penderita diabetes melitus mempunyai risiko
terkena stroke 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak menderita
diabetes mellitus.
5) TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan
singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan
kecepatan dan tingkat penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam.
Satu dari seratus orang dewasa di perkirakan akan mengalami paling
sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka, jika diobati dengan benar,
sekitar 1/10 dari para pasien ini akan mengalami stroke dalam 3,5
bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke
dalam lima tahun setelah serangan pertama.
6) Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak
bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif
mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis.
Lipid tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat dengan protein
sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini menghasilkan
empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas
sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan
lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang
paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar
trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL.
Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau
trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini secara langsung atau
tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh
darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kadar
kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl,
trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk
plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di otak.
Menurut Dedy Kristofer (2010), dari penelitianya 43 pasien, di
dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%, hipertrigliserida 4,7%, HDL yang
rendah 53,5%, dan LDL yang tinggi 69,8%.
7) Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan
diabetes melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya
umur. Obesitas merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan
stroke. Mengukur adanya obesitas dengan cara mencari body mass
index (BMI) yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan
dalam meter dikuadratkan. Normal BMI antara 18,50-24,99 kg/m2,
overweight BMI antara 25-29,99 kg/m2 selebihnya adalah obesitas.
8) Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat,
dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin
dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada
dinding pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi
komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan
darah. Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam
Malik Medan kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke
sebesar empat kali.

e. Klasifikasi
Klasifikasi stroke dapat dibedakan menjadi stroke secara umum dan stroke
yang menjadi materi bahasan dalam laporan yakni stroke infark. Pembagian stroke
secara umum berdasarkan gambaran manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut:
1. TIA (Transient
Ischemic Attack)
Gambaran defisit neurologis secara tiba-tiba, defisit tersebut hanya
berlangsung sementara (tidak lebih dari 24 jam) dan disfungsi fokalnya
bersifat reversibel.
2. Stroke in Evolution
Menggambarkan perkembangan defisit neurologis yang berlangsung secara
bertahap dan berangsur-angsur dalam beberapa jam sampai 1 hari.
3. RIND (Reversible
Ischemic Neurological Deficit)
Disfungsi fokal yang reversibel dalam waktu lebih dari 24 jam.
4. Completed Stroke
Dibagi menjadi dua yaitu hemoragik dan non-hemoragik. Merupakan kasus
hemiplegia yang disajikan pada tahap dimana tubuh penderita sudah
mengalami kelumpuhan sesisi yang tidak memperlihatkan progresi lagi.
b. Pembagian stroke berdasar sifat gangguan aliran darah :
1. Non Hemoragik (infark/ iskemik): Dibagi
menjadi dua yaitu trombosis dan emboli. Stroke Infark/ Iskemik/ Non
Hemoragik adalah stroke yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu
atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat berupa
bekuan yang terbentuk dalam jantung/ pembuluh darah (trombus) maupun
benda asing berbentuk padat/ cair/ gas yang tersangkut dalam sirkulasi
darah (embolus) (Price, 2006). Selain itu, menurut Barret & Meschia
(2013), stroke infark adalah salah satu jenis stroke yang ditandai dengan
defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung akut pada pembuluh
darah serebrovaskular.
2. Hemoragik: Dibagi menjadi dua yaitu
subarachnoidal dan intraserebral. Stroke hemoragik merupakan suatu
gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya perdarahan
intra serebral atau perdarahan subarakhnoid yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah di dalam otak.
f. Patofisiologi
Gambar CT Scan kepala normal Gambar CT Scan untuk stroke infark

Menurut Japardi (2002), hampir 90% emboli yang berasal dari jantung
berakhir di otak, hal ini disebabkan karena:
a) Aliran darah ke otak berasal dari arkus aorta sehingga emboli yang lepas
dari ventrikel kiri akan disebarkan melalui aliran darah ke arteri karotis
komunis kiri dan arteri brakhiosefalik.
b) Jaringan otak sangat sensitif terhadap obstruksi aliran darah, sehingga
emboli yang berukuran 1 mm sudah dapat menimbulkan gangguan
neurologis yang berat, emboli dengan ukuran yang sama bila masuk ke
jaringan lain dapat tidak memberikan gejala sama sekali.
Emboli intra kranial terutama berada di hemister serebri, hal ini
disebabkan oleh karena jumlah darah yang melalui arteri karotis (300ml/menit)
jauh lebih banyak daripada yang melalui arteri vertebralis (100ml/menit), selain
itu juga disebabkan oleh karena aliran yang berkelok kelok dari arteri subklavia
untuk dapat mencapai sistem vertebralis. Emboli mempunyai predileksi pada
bifurkasio arteri terutama pada cabang a.cerebri media, bagian distal a.basilaris
dan a.cerebri posterior.
Kebanyakan emboli terdapat di arteri cerebri media, bahkan emboli ulang
pun memilih arteri ini juga, hal ini disebabkan karena arteri cerebri media
merupakan percabangan langsung dari arteri karotis interna, dan arteri cerebri
media akan menerima 80% darah yang masuk ke arteri karotis interna. Medula
spinalis jarang terserang emboli, tetapi emboli dari abdomen danaorta dapat
menimbulkan sumbatan aliran darah ke medulla spinalis dan menimbulkan gejala
defisit neurologis Berbeda dengan emboli pada atherosklerosis, emboli dari
jantung terdiri dari gumpalan darah (klot) yang lepas daya ikatnya dari dinding
pembuluh darah atau jantung, emboli ini dapat pecah dan pindah ke pembuluh
darah yang lebih distal sehingga bila dilakukan pemeriksaan angiografi setelah 48
jam emboli biasanya sudah tidak tampak. Besarnya infark kardioemboli
tergantung dari:
a) Ukuran emboli
b) Pembuluh darah arteri yang terkena
c) Stabilitas dari emboli
d) Sirkulasi kolateralnya
Kelainan yang ditimbulkan oleh emboli dapat berupa:
a) Obstruksi/sumbatan arteri, biasanya terdapat pada percabangan arteri,
karena lumennya lebih kecil dari pada lumen jaringan dibagian distalnya
dan siasis aliran darah, sehingga dapat terbentuk formasi rouleaux, yang
akan membentuk klot pada daerah stagnasi baik distal maupun proksimal.
Gejala neurologis dapat timbul segera dalam beberapa detik, bila
pembuluh darah kolateralnya tidak segera berfungsi maka akan segera
timbul perubahan irreversible maka fungsi neuron akan segera pulih.
b) Iritasi, yang akan menimbulkan vasospasme lokal. Vasospasme yang
masih dapat timbul sbg respons terhadap emboli yang kecil, terutama pada
orang muda dimana belum terjadi arterosklerosis.

g. Manifestasi Klinis
1) Lobus Frontal
a) Deficit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan
distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu menghitung,
memberi alasan atau berpikir abstrak.
b) Deficit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot bicara),
disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c) Deficit aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas emosional,
kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial, penurunan toleransi terhadap
stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan
keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.
2) Lobus Parietal
a) Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual terpotong sebagian besar
pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial
(sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon terhadap
proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
b) Defisit bahasa/komunikasi
(1) Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara
yang dapat dipahami)
(2) Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
(3) Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
(4) Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
(5) Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan).
(6) Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
(7) Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise)
(8) Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
(9) Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan objek-objak dengan
tepat)
(10) Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui
indra)
(11) Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
(12) Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
(13) Disorientasi kanan kiri
3) Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman
penglihatan, diplobia(penglihatan ganda), buta.
4) Lobus Temporal: defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh.

h. Pemeriksaan penunjang
1) Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri.
2) Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3) CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan besar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
5) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
6) Pemeriksaan laboratorium
a) Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b) Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. gula
darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-rangsur
turun kembali.
d) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

i. Penatalaksanaan
Beberapa penatalaksanaan medis/ fakrmakologis yang dapat diberikan pada
klien dengan stroke infark antara lain (Muttaqin, 2008):
a. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
b. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alterioma
c. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis atau
embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler
Bila terjadi peningkatan TIK antara lain: hal yang dilakukan:
a. Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
b. Osmoterapi antara lain :
1) Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30
menit, 4-6 kali/hari
2) Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
c. Posisi kepala head up (15-30)
d. Menghindari mengejan pada BAB
e. Hindari batuk
f. Meminimalkan lingkungan yang panas.
Sedangkan penatalaksanaan nonfarmakologis pada kondisi akut, dapat dilakukan
dengan menjaga kestabilan TTV dengan cara:
a. Pertahankan kepatenan saluran nafas
b. Kontrol tekanan darah
c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif
(Muttaqin, 2008).
3. Pathway Faktor risiko

Gangguan aliran darah pada arteri

Tebentuk emboli serebral

Risiko
Suplai darah tidak dapat ketidakefektifan
disampaikan ke otak perfusi jaringan
serebral

Iskhemia
Gangguan
menelan
Infark jaringan otak

Kerusakan Infark batang otak


Nekrosis jaringan
Neuromuskuler

Gangguan nervus Gangguan Reflek


Gangguan nervus optikus, pada mengunyah
glosofaring, vagus,
okulomotorius, troklearis medulla
hipoglosus (IX, X, XII)
(II, III, IV) oblongata
Tersedak
Afasia
Gg pernafasan Obstruksi
Perubahan persepsi jalan nafas
sensori
Hambatan Ketidakefektifan
komunikasi verbal pola nafas Ketidakefe
ktifan
bersihan
jalan nafas
Penurunan kekuatan Hambatan mobilitas
Fatigue dan ketahan otot fisik

Defisit perawatan diri


4. Data yang perlu dikaji
a) Identitas
Biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup
kemungkinan juga dapat dia alami oleh usia muda, jenis kelamin,
dan juga ras juga dapat mempengaruhi.
b) Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan kesadaran pasien.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,
d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
mellitus, penyakit jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-
obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat
(kokain).
e) Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
mellitus, atau adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu.
f) Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
Perubahan hubungan dan peran terjadi karena pasien kesulitan
untuk berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa cemas dan
takut akan terjadinya kecacatan serta gangguan citra diri.
g) Kebutuhan
1) Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah
pada fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah,
pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan
menelan, obesitas
2) Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih
seperti inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen
(distesi bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik),
pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus
3) Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, mudah lelah, gangguan tonus otot,
paralitik (hemiplegia)
4) Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena
kejang otot/nyeri otot
Pemeriksaan fisik nervus cranial :
1) Nervus olfaktorius diperiksa tajamnya penciuman dengan satu
lubang hidung pasien ditutup, sementara bahan penciuman
diletakan pada lubang hidung kemudian di suruh membedakan
bau.
2) Nervus optikus yang diperikasa adalah ketajaman penglihatan
dan pemeriksaan oftalmoskopi.
3) Nervus okulomotorius yang diperiksa adalah reflek pupil dan
akomodasi.
4) Nervus troklearis dengan cara melihat pergerakan bola mata
keatas, bawah, kiri, kanan, lateral, diagonal.
5) Nervus trigeminus dengan cara melakukan pemeriksaan reflek
kornea dengan menempelkan benang tipis ke kornea yang
normalnya pasien akan menutup mata, Pemeriksaan cabang
sensoris pasa bagian pipi, pemeriksaan cabang motorik pada
pipi.
6) Nervus abdusen dengan cara pasien di suruh menggerakan sisi
mata ke samping kiri dan kanan.
7) Nervus fasialis di dapatkan hilangnya kemampuan mengecap
pada dua pertiga anterior lidah, mulut kering, paralisis otot
wajah.
8) Nervus vestibulokoklearis yang di periksa adalah pendengaran,
keseimbangan, dan pengetahuan tentang posisi tubuh.
9) Nervus glosofaringeus di periksa daya pengecapan pada
sepertiga posterior lidah anestesi pada farings mulut kering
sebagian.
10) Nervus vagus dengan cara memeriksa cara menelan.
11) Nervus asesorius dengan cara memeriksa kekuatan pada
muskulus sternokleudomastoideus, pasien di suruh memutar
kepala sesuai tahanan yang di berikan si pemeriksa.
12) Nervus hipoglosus bisa dengan melihat kekuatan lidah, lidah di
julurkan ke luar jika ada kelainan maka lidah akan membelok ke
sisi lesi.

Pada pasien stroke infark, gangguan nervus cranial yang biasanya


terjadi adalah :

Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan


lesi
I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya daya
penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis (buta sesaat)
III: Okulomotorius Gerak mata; kontriksi Diplopia (penglihatan
pupil; akomodasi kembar), ptosis; midriasis;
hilangnya akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, kulit mati rasa pada wajah;
kepala, dan gigi; gerak kelemahan otot rahang
mengunyah
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi Hilangnya kemampuan
umum pada platum dan mengecap pada dua pertiga
telinga luar; sekresi anterior lidah; mulut
kelenjar lakrimalis, kering; hilangnya
submandibula dan lakrimasi; paralisis otot
sublingual; ekspresi wajah wajah
VIII: Pendengaran; Tuli; tinitus(berdenging
Vestibulokoklearis keseimbangan terus menerus); vertigo;
nitagmus (gerakan bola
mata yg cepat di luar
kemampuan)
IX: Glosofaringeus Pengecapan; sensasi Hilangnya daya
umum pada faring dan pengecapan pada sepertiga
telinga; mengangkat posterior lidah; anestesi
palatum; sekresi kelenjar pada farings; mulut kering
parotis sebagian
X: Vagus Pengecapan; sensasi Disfagia (gangguan
umum pada farings, laring menelan) suara parau;
dan telinga; menelan; paralisis palatum
fonasi; parasimpatis untuk
jantung dan visera
abdomen
XI: Asesorius Fonasi; gerakan kepala; Suara parau; kelemahan
Spinal leher dan bahu otot kepala, leher dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan
lidah

5. Diagnosa Keperawatan
a) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan penurunan suplai oksigen di otak
b) Ketidakefektifan pola berhubungan dengan kerusakan neurologis
ditandai dengan perubahan kedalaman napas, dispneu/ takipneu,
dan penggunaan otot pernapasan tambahan
c) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular ditandai dengan keterbatasan rentang pergerakan
sendi, pergerakan lambat, dan keterbatasan melakukan
keterampilan motorik halus dan kasar
d) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak ditandai dengan kesulitan mengekspresikan
pikiran secara verbal, sulit bicara, pelo, dan kesulitan menyusun
kata
e) Defisit perawatan diri mandi berhubungan dengan dengan
hemiparese/hemiplegi akibat gangguan neuromuscular ditandai
dengan ketidakmampuan mengakses kamar mandi
ketidakmampuan menjangkau sumber air, dan ketidakmampuan
membasuh tubuh
f) Ganggaun menelan berhubungan dengan gangguan saraf kraniall
g) Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan
h) Keletihan berhubungan dengan peningkatan kelemahan fisik
i) Ansietas berhubungan dengan informasi yang diterima tidak
jelas dan krisis situasi.
6. Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1 Risiko NOC: NIC:
ketidakefektifan 1) Monitor TTV
perfusi jaringan Setelah dilakukan 2) Monitor AGD, ukuran
serebral tindakan keperawatan pupil, ketajaman,
berhubungan selama ..x 24 jam klien kesimetrisan dan reaksi
dengan penurunan mampu mencapai: 3) Monitor adanya
suplai oksigen di diplopia, pandangan
otak a) Circulation status kabur, nyeri kepala
b) Neurologic status 4) Monitor level
c) Tissue perfusion kebingungan dan
orientasi
Kriteria hasil: 5) Monitor tonus otot
pergerakan
1) Tekanan systole dan 6) Monitor tekanan
diastole dalam rentang intrkranial dan respon
yang diharapka nerologis
2) Tidak ada hipertensi 7) Catat perubahan pasien
ortostati dalam merespon
3) Menunjukkan stimulus
konsentrasi dan 8) Pertahankan parameter
orientasi hemodinamik
4) Pupil seimbang dan 9) Tinggikan kepala 0-45
reaktif derajat tergantung pada
5) Bebas dari aktivitas konsisi pasien dan
kejang order medis.
6) Tidak mengalami
nyeri kepala

2 Ketidakefektifan NOC: NIC:


pola napas b.d Setelah dilakukan Oxygen Therapy:
kerusakan tindakan keperawatan 1) Observasi
neurologis ditandai selama 3 x 24 jam pasien kepatenan jalan
dengan perubahan dapat mempertahankan napas
kedalaman napas, a. Respiratory status: 2) Monitor kecepatan
dispneu/ takipneu, airway patency aliran oksigen
dan penggunaan b. Vital Sign Status 3) Pertahankan posisi
otot pernapasan dengan kriteria hasil: pasien
tambahan 1) Peningkatan 4) Atur peralatan
ventilasi dan oksigenasi
oksigenasi yang 5) Monitor adanya
adekuat kecemasan pasien
2) Memelihara terhadap
kebersihan paru dan oksigenasi
bebas dari tanda 6) Jelaskan pada
distress pernapasan pasien tentang
3) Mendemonstrasi perlunya
kan batuk efektif penggunaan terapi
dan suara napas oksigen
bersih, tidak ada 7) Kolaborasikan
sianosis dan dispneu dengan tenaga
4) Tanda-tanda vital kesehatan lain
dalam rentang untuk pengguanaan
normal terapi oksigen
selama beraktivitas
atau istirahat
Vital Sign Monitor:
1) Monitor TTV
sebelum dan
sesudah
beraktivitas
(latihan ROM)
2) Monitor, suhu,
warna, dan
kelembaban kulit.

3 Hambatan mobilitas NOC: NIC:


fisik b.d gangguan Setelah dilakukan Exercise therapy:
neuromuscular tindakan keperawatan ambulation
ditandai dengan selama x 24 jam klien 1) Kaji kekuatan otot klien
keterbatasan mampu mencapai: 2) Ubah posisi klien tiap 2
rentang pergerakan a. Joint movement: jam
sendi, pergerakan active 3) Lakukan gerak pasif
lambat, dan b. Mobility Level pada ekstrimitas yang
keterbatasan c. Selfcare: ADLs sakit
melakukan Kriteria hasil: 4) Ajarkan klien tentang
keterampilan pentingnya mobilisasi
motorik halus dan 1) Mengerti tujuan 5) Ajarkan untuk
kasar peningkatan mobilitas melakukan latihan
2) Meningkat dalam gerak aktif pada
aktivitas fisik ekstrimitas yang tidak
3) Memperagakan sakit
menggunakan alat 6) Berikan papan kaki pada
ekstrimitas dalam posisi
bantu mobilisasi
fungsionalnya.

4 Hambatan NOC: NIC:


komunikasi verbal Setelah dilakukan Communication
b.d penurunan tindakan keperawatan Enhancement: Speech
selama x 24 jam Deficit
sirkulasi ke otak
pasien dapat mencapai: 1) Dengarkan dengan
ditandai dengan a. Coping penuh perhatian
kesulitan b. Sensory Function: 2) Gunakan kartu baca,
mengekspresikan hearing & Vision kertas, pensil, bahasa
pikiran secara Kriteria hasil: tubuh untuk
verbal, sulit bicara, 1) Komunikasi ekspresif memfasilitasi
pelo, dan kesulitan komunikasi dua arah
menyusun kata dan reseptif 3) Ajarkan klien
2) Gerakan berkomunikasi secara
terkoordinasi: perlahan
menggunakan isyarat 4) Kolaborasikan dengan
3) Mampu memperoleh, tim medis terkait
mengatur dan kebutuhan terapi
menggunakan wicara.
informasi.

5. Defisit perawatan NOC: NIC:


diri mandi b.d Setelah dilakukan Self-care assistance
dengan tindakan keperawatan 1) Kaji kemampuan dan
hemiparese/hemiple selamax24 jam klien tingkat kekurangan
gi akibat gangguan dalam melakukan
mampu mencapai:
neuromuscular perawatan diri
ditandai dengan a. Selfcare deficit 2) Ajarkan pentingnya
ketidakmampuan hygiene perawatan diri
mengakses kamar b. Mobility: physical 3) Sediakan peralatan
mandi impaired kebersihan diri di
ketidakmampuan Kriteria hasil: samping tempat tidur
menjangkau sumber 1) Mampu 4) Kolaborasi dengan ahli
air, dan membersihkan tubuh fisioterapi/okupasi
ketidakmampuan secara mandiri tanpa/
membasuh tubuh dengan alat bantu
2) Mampu
mempertahankan
kebersihan dan
penampilan rapi
secara mandiri
a

7. Disharge Planning
Stroke Prevention:
1. Kontrol TD (hipertensi)
2. Turunkan kolesterol: kurangi intake lemak (Saturated fat)
3. Hindari merokok
4. Kontrol DM
5. Jaga keseimbangan BB
6. OR teratur
7. Kelola stress
8. Hindari alkohol
9. Hindari minum sembarang obat
Diet sehat stroke, meliputi konsumsi:
1. Buah dan sayuran yang mengandung kalium, folat dan antioksidan
2. Serat
3. Calsium
4. Produk kacang-kacangan (kedelai)
5. Makanan yang mengandung omega 3
Latihan ROM pasif/aktif
Mekanisme koping positif

8. Referensi
1) _______. Penyakit Stroke Iskemik dan Stroke Hemoragik.
http://www.madupahit.com/penyakit-stroke-iskemik-dan-stroke-
hemoragik/ [diakses tanggal 29 Oktober 2016]
2) Batticaca, F.B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
3) Nanda International. 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC
4) Japardi, I. 2002. Patogenesis Stroke Infark Kardioemboli.
Medan: USU
5) Joanne McCloskey Dochterman&Gloria M. Bulechek. 2013.
Nursing Interventions Classification (NIC) Fourth Edition.
Mosby: United States America
6) Joanne McCloskey Dochterman&Gloria M. Bulechek. 2013.
Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. Mosby:
United States America
7) Rismanto. 2006. Gambaran faktor-faktor risiko penderita stroke
di instalasi rawat jalan Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto Tahun 2006. FKM UNDIP. Semarang.
http://www.fkm.undip.ac.id.
8) Smeltzer , Suzanna C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC
9) Wibowo, Andry. 2014. Stroke Infark The Another Silent Killer.
http://www.medicalera.com/3/652?thread=652 [diakses tanggal
30 Oktober 2016]

Anda mungkin juga menyukai