Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN MULTIPLE SCLEROTIK

Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 2

Dosen Pembimbing:
Dr. Supriyanto, S.Kp., M.Kes

Disusun Oleh :
1. Dhea Putri Magfihro (P27820119013)
2. Dimasty Andy Setiawan (P27820119064)

TINGKAT III

PRODI DIII KEPERAWATAN SOETOMO


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT karena dengan rahmat dan nikmat-Nya makalah
ini dapat diselesaikan.
Asuhan Keperawatan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 2 berisi tentang “Multiple Sclerotik”. Penulis
menyadari bahwa apa yang tertuang di dalam asuhan keperawatan ini masih jauh
dari kata sempurna baik dari segi penulisan, segi redaksional maupun segi
pengkajian dan pemilihan bahan literatur sebagai landasan teori. Keadaan tersebut
disebabkan adanya keterbatasan dalam diri penulis sendiri.
Penyusunan asuhan keperawatan ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan
dari berbagai pihak. Penulis ucapkan terima kasih bagi mereka yang telah
memberikan bantuan dan pengarahan dalam penyelesaian makalah ini. Dan
penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Tegur sapa serta kritik membangun penulis terima dengan senang hati demi
perbaikan di masa depan.

Surabaya, 21 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................ii


DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................1
1.3 Tujuan ..................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI .........................................................................3
2.1 Laporan Pendahuluan Multiple Sclerosis ............................................3
2.1.1 Definisi .......................................................................................3
2.1.2 Etiologi ......................................................................................3
2.1.3 Klasifikasi ...................................................................................4
2.1.4 Manifestasi Klinis .......................................................................5
2.1.5 Patofisiologi ................................................................................10
2.1.6 Komplikasi .................................................................................10
2.1.7 Penatalaksanaan ..........................................................................11
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang ..............................................................12
2.1.9 Pathway ......................................................................................12
2.2 Asuhan Keperawatan Teori Multiple Sclerosis ...................................13
2.2.1 Pengkajian ..................................................................................13
2.2.2 Diagnosis Keperawatan ..............................................................19
2.2.3 Intervensi Keperawatan ..............................................................19
2.2.4 Implementasi Keperawtan ..........................................................21
2.2.5 Evaluasi Keperawatan.................................................................21
BAB III PENUTUP ........................................................................................22
3.1 Kesimpulan ..........................................................................................22
3.2 Saran ....................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Multiple sclerosis (MS) adalah suatu penyakit dimana syaraf-syaraf
dari sistim syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang atau spinal cord)
memburuk atau degenerasi. Myelin, yang menyediakan suatu penutup atau
isolasi untuk syaraf-syaraf, memperbaiki pengantaran (konduksi) dari
impuls-impuls sepanjang syaraf-syaraf dan juga adalah penting untuk
memelihara kesehatan dari syaraf-syaraf. Pada multiple sclerosis,
peradangan menyebabkan myelin akhirnya menghilang. Sebagai
konsekwensinya, impuls-impuls listrik yang berjalan sepanjang syaraf-
syaraf memperlambat, yaitu menjadi lebih perlahan. Sebagai tambahan,
syaraf-syaraf sendiri menjadi rusak. Ketika semakin banyak syaraf-syaraf
yang terpengaruh, seorang pasien mengalami suatu gangguan yang progresif
pada fungsi-fungsi yang dikontrol oleh sistim syaraf seperti penglihatan,
kemampuan berbicara, berjalan, menulis, dan ingatan.
Kira-kira 350,000 orang-orang di Amerika mempunyai multiple
sclerosis. Biasanya, seorang pasien didiagnosis dengan multiple sclerosis
berumur antara 20 dan 50 tahun wanita lebih rentan terjangkit MS daripada
pria, MS 50% lebih sering terjadi pada wanita daripada pria (3 berbanding
2). MS adalah penyakit orang dewasa muda; rata-rata usia terjadinya
serangan adalah 22-39 tahun, tetapi jangkauan serangan sebenarnya sangat
luas hingga mencapai kira-kira 10-59 tahun.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan multiple sclerosis ?
2. Apa etiologi dari multiple sclerosis ?
3. Apa saja klasifikasi dari multiple sclerosis ?
4. Apa manifestasi klinis dari multiple sclerosis ?
5. Bagaimana patofisiologis dari multiple sclerosis ?
6. Apa saja komplikasi dari multiple sclerosis ?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari multiple sclerosis?

1
2

8. Apa saja pemeriksaan penunjang dari multiple sclerosis ?


9. Bagaimana pathway dari multiple sclerosis ?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada klien dengan multiple
sclerosis ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang multiple sclerosis dan
konsep asuhan keperawatan pada klien dengan multiple sclerosis.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu menjelaskan definisi multiple sclerosis.
2. Mampu menjelaskan etologi dari multiple sclerosis.
3. Mampu menjelaskan klasifikasi dari multiple sclerosis.
4. Mampu menjelaskan manifestasi klinis dari multiple sclerosis.
5. Mampu menjelaskan patofisiologi dari multiple sclerosis.
6. Mampu menjelaskan komplikasi dari multiple sclerosis.
7. Mampu menjelaskan penatalaksanaan dari multiple sclerosis.
8. Mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang dari multiple
sclerosis.
9. Mampu menjelaskan pathway dari multiple sclerosis.
10.Mampu menjelaskan cara pembuatan asuhan keperawatan dengan
masalah multiple sclerosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Laporan Pendahuluan Multiple Sclerosis


2.1.1 Definisi Multiple Sclerosis
Sklerosis Multipel atau Multiple Sclerosis (MS) adalah penyakit
autoimun kronik yang menyerang mielin otak dan medula spinalis.
Penyakit ini menyebabkan kerusakan mielin dan juga akson yang
mengakibatkan gangguan transmisi konduksi saraf (Estiasari, 2014).
Sklerosis Multiple (Multiple Sclerosis) merupakan gangguan
yang dalam bentuk paling khasnya ditandai oleh lesi pada SSP yang
terpisah dalam hal waktu dan lokasi. Penyakit ini merupakan salah
satu kondisi neurologis kronik yang paling menyerang orang muda
(Ginsberg, 2007).
2.1.2 Etiologi Multiple Sclerosis
Etiologi penyakit ini diantaranya infeksi virus, bakteri, kelainan
oligodendroglia, diet, genetika, dan lain-lain. Untuk mendiagnosa
penyakit ini masih sulit, diperlukan pengalaman-pengalaman fase
awal penyakit. Pemeriksaan laboratorium akan membantu menunjang
diagnosa. Penyebab MS adalah suatu autoimmun yang menyerang
myelin dan myelin forming sel pada otak dan medula spinalis, akan
tetapi pada MS sebenarnya bukan suatu autoimun murni oleh karena
tidak adanya antigen respon immun yang abnormal.
Kausa MS terdiri dari:
1. Virus : infeksi retrovirus akan menyebabkan kerusakan
oligodendroglia.
2. Bakteri : reaksi silang sebagai respon perangsangan heat shock
protein sehingga menyebabkan pelepasan sitokin.
3. Defek pada oligodendroglia.
4. Lapisan merujuk pada destruksi myelin, lemak dan material protein
yang menutupi lapisan saraf tertentu dalam otak dan medulla

3
4

spinalis dimana Lapisan ini mengakibatkan gangguan transmisi


impuls saraf.
5. Perubahan inflamasi mengakibatkan jaringan parut (scar) yang
berefek terhadap lapisan saraf.
6. Diet : berhubungan dengan komposisi membran, fungsi makrofag,
sintesa prostaglandin.
7. Genetika : penurunan kontrol respon immune.
8. Mekanisme lain : toksin, endokrin, stress.
9. Penyebab tidak diketahui tetapi kemungkinan karena factor
predisposisi yang berhubungan dengan disfungsi autoimun,
kelainan genetik atau proses infeksi oleh virus
Multiple Sclerosis yang pasti sampai saat ini masih belum jelas
penyebabnya. Kemungkinan pemicu serangan Multiple Sclerosis
berhubungan dengan faktor imun, infeksi, trauma, stress, kelelahan
peningkatan suhu tubuh, reaksi abnormal dari obat atau vaksinasi, dan
factor-faktor herediter. (Lanning B, et al. Basic and Clinical Course,
Section 5: Neuro Ophthalmology; American Academy of
Ophthalmology, San Fransisco. 2010).
2.1.3 Klasifikasi Multiple Sclerosis
Menurut Basic Neurologi (Mc. Graw Hill, 2000), ada beberapa
kategori sklerosis multipel berdasarkan progresivitasnya adalah :
1. Relapsing Remitting Sklerosis Multipel
Ini adalah jenis MS yang klasik yang sering kali timbul pada akhir
usia belasan atau dua  puluhan  puluhan tahun diawali dengan suatu
serangan hebat yang kemudian diikuti dengan kesembuhan semu,
yang dimaksud dengan kesembuhan semu adalah setelah serangan
hebat  penderita terlihat pulih. Namun sebenarnya, tingkat
kepulihan itu tidak lagi sama dengan tingkat kepulihan sebelum
terkena serangan, sebenarnya kondisinya adalah sedikit demi
sedikit semakin memburuk jika sebelum terkena serangan hebat
pertama penderita memiliki kemampuan motorik dan sensorik.
Hampir 70% penderita sklerosis multipel pada awalnya mengalami
5

kondisi ini, setelah beberapa kali mengalami serangan hebat, jenis


sklerosis multipel ini akan berubah menjadi Secondary Progressiv
sklerosis multipel.
2. Primary Progresssiv MS
Pada jenis ini kondisi penderita terus memburuk ada saat - saat
penderita tidak mengalami penurunan kondisi, namun jenis
sklerosis multipel ini tidak mengenal istilah kesembuhan semu.
Tingkat progresivitasnya beragam pada tingakatan yang paling
parah,  penderita sklerosis multipel jenis ini biasa berakhir dengan
kematian.
3. Secondary Progressiv Sklerosis Multipel
Ini adalah kondisi lanjut dari Relapsing Remitting Sklerosis
Multipel. Pada jenis ini kondisi penderita menjadi serupa pada
kondisi penderita Primary Progresssiv Sklerosis Multipel.
4. Benign Sklerosis Multipel
Sekitar 20% penderita sklerosis multipel jinak ini. Pada jenis
sklerosis multipel ini  penderita menjalani kehidupan seperti orang
sehat tanpa bergantung pada siapapun. Serangan - serangan yang
diderita pun umumnya tidak pernah berat sehingga para penderita
sering tidak menyadari bahwa dirinya menderita sklerosis multipel.
2.1.4 Manifestasi Klinis Multiple Sclerosis
Sindrom klinis pada MS secara klasik ditemukan adanya
gangguan yang bersifat relaps dan remisi yang mengenai traktus-
traktus sistem saraf dengan onset pada usia muda, dengan variasi
gambaran klinis yang ditemukan sering beragam, variasi ini termasuk
dalam hal onset usia, manifestasi awal, frekuensi, berat berat
ringannya penyakit dan gejala sisa relaps, tingkat  progresifitas dan
banyaknya gejala neurology yang timbul.
Variasi gambaran klinis ini menggambarkan banyaknya atau
luasnya daerah system saraf  yang rusak (MS plak). Secara umum
seorang dokter mencurigai suatu kasus MS bila ditemukan gejala :
6

a. Pasien mendapat 2 serangan dari gangguan neurologi (tiap


serangan lebih dari 24 jam dan berlangsung lebih dari 1 bulan, atau
b. Perkembangan gejala yang progresif secara perlahan selama
periode paling sedikit 6  bulan
Multiple sclerosis memiliki kondisi yang sangat variabel dan
gejala-gejalanya bergantung pada area sistem syaraf pusat yang
terserang. Tidak ada pola khusus pada MS dan setiap penderita MS
memiliki kekhasan gejalanya sendiri-sendiri, yang bentuknya dari
waktu ke waktu bervariasi dan tingkat keparahan serta jangka
waktunya pun dapat berubah, dan semua variasi dan perubahan itu
dapat terjadi bahkan pada penderita yang sama. Gejala - gejala umum
tersebut adalah :
1. Gangguan Sensorik 
Gangguan sensorik merupakan gejala awal yang paling sering
ditemukan pada MS (21-55%) dan  berkembang/timbul hampir
pada semua pasien MS. Biasanya pasien sering datang dengan
keluhan rasa baal atau kesemutan dimulai pada satu kaki yang
merambat keatas (ascending) pada satu sisi kemudian kesisi yang
lain (kontra sisi).
a. Penglihatan kabur 
b. Penglihatan membayang (diplopia)
c. Neuritis optikal
d. Pergerakan mata yang tak terkontrol
e. Kebutaan (sangat jarang terjadi)
f. Hipestesi (baal), parestesi (kesemutan), disestesi (rasa terbakar).
Hipestesi merupakan gejala yang tersering muncul. Gangguan
ini dapat timbul disemua daerah distribusi, satu atau lebih dari
satu anggota gerak, wajah atau badan dari satu anggota gerak,
wajah atau badan (trunkal).
2. Gangguan Motorik 
7

Gejala awal motorik ditemukan pada 32-41% kasus MS dan lebih


dari 60% kasus MS dan mempunyai gejala motorik. Gangguan
motorik terjadi akibat terlibatnya traktus piramidalis yang
menyebabkan kelemahan, spastisitas, gangguan gerakan tangkas,
dan hiperfleksi. Gangguan ini dapat timbul akut atau kronik
progresif dengan kelemahan satu atau lebih anggota gerak,
kelemahan otot wajah, kekakuan tungkai yang dapat menyebabkan
gangguan dalam berjalan dan keseimbangan atau terjadi suatu
spastisitas. Latihan atau panas biasanya menyebabkan gejala
memburuk .
a. Hilang keseimbangan tubuh
b. Gemetar (tremor)
c. Ketidakstabilan kemampuan berjalan (ataksia)
d. Kekakuan anggota tubuh
e. Gangguan koordinasi
f. Perasaan lemah, pada kasus tertentu hal ini dapat mempengaruhi
kaki dan kemampuan berjalan
g. Kekakuan otot yang dapat mempengaruhi mobilitas dan cara
berjalan
3. Gangguan Indra Perasa
a. Perasaan geli di beberapa bagian tubuh
b. Perasaan seperti di tusuk-tusuk jarum
c. Kebas (paraesthesia)
d. Perasaan seperti terbakar
e. Nyeri dapat menyertai penyakit MS, contohnya, nyeri di wajah
(seperti trigeminal neuralgia), dan nyeri otot.
4. Gangguan Kemampuan Berbicara
a. Perlambatan cara berbicara
b. Berbicara seperti menggumam
c. Perubahan ritme berbicara
8

d. Sulit menelan (dysphagia)


5. Gangguan Berkemih dan BAB
Gangguan berkemih merupakan salah satu gejala MS yang sering
ditemukan. Pada saat awal terjadi “urgency dan frekuensi”
kemudian terjadi inkontinensia urin. Konstipasi lebih sering
ditemukan (39-53%) dibandingkan inkontinensia alvi. Hal diatas
merupakan masalah yang serius bagi penderita MS karena dapat
menyebabkan infeksi pada saluran kemih.
a. Gangguan kandung kemih meliputi : sering buang air kecil,
tidak dapat buang air kecil secara tuntas atau tidak bisa
menahan air kecil.
b. Gangguan usus meliputi : konstipasi / sembelit, dan kadang-
kadang diare.
6. Gangguan Seksual
Gangguan seksual terjadi lebih dari 70% pasien MS. Disfungsi
seksual merupakan gabungan dari berbagai masalah yang timbul
baik masalah motorik dan sensorik maupun masalah psikologis
penderita.
a. Impoten
b. Berkurangnya kemampuan seksual
c. Kehilangan gairah
7. Gangguan Kognitif dan Emosi
Masalah kognitif seperti kesulitan berkonsentrasi, gangguan
memori, dan gangguan mental terdapat pada 40-70% pasien MS.
Banyak penderita MS meninggalkan pekerjaannya akibat masalah
diatas. Pada ± 10% kasus, disfungsi mental berat dan demensia
dapat tejadi. Gangguan ini mungkin berhubungan dengan depresi
yang dilaporkan ditemukan pada 25 – 50% kasus MS. Ada
beberapa penelitian yang mengatakan bahwa depresi pada MS
bukan karena masalah  psikologi, umur atau lamanya menderita
penyakit tetapi dipengaruhi oleh jumlah lesi yang ditemukan pada
9

gambaran MRI (Swirsky-Sacchetti T, et al., 1992). Atrofi otak,


pembesaran ventrikel dan menipisnya korpus kalosum juga
penyebab gejala gangguan kognitif diatas.
8. Gangguan Nervus Cranialis
a. Gangguan Penciuman : Gangguan penciuman sering ditemukan
terjadi pada kasus MS.
b. Gangguan Penglihatan 
Neuritis Optika (ON) adalah gangguan penglihatan yang paling
sering terjadi 14-23% kasus dan 50% ,biasanya muncul secara
akut atau subakut dan unilateral dengan diikuti rasa nyeri pada
mata terutama dengan adanya gerakan bola mata. Neuritis
Optika bilateral sangat jarang terjadi, bila ditemukan biasanya
asimetris dan lebih berat pada satu mata. Neuritis optika
bilateral biasanya terjadi pada anak dan ras Asia.
c. Gangguan Gerakan Bola Mata
Gangguan gerakan bola mata sering terjadi pada pasien MS
biasanya berhubungan dengan gangguan saraf penggerak bola
mata, Nervus cranial VI, III dan jarang pada nervus VI.
Nistagmus adalah gejala yang paling sering muncul
(Dell'Osso,Daroff,Troost, 1990) berupa "jelly like nystagmus"
berupa gerakan cepat dengan amplitudo kecil, pendular.
Internuklear ophtalmoplegia (INO) juga sering ditemukan, dan
bila ditemukan bilateral biasanya didapatkan juga adanya
nistagmus vertical dan upward gaze.
d. Gangguan Nervus Kranial lain.
Gangguan sensasi pada wajah, subjektif maupun objektif sering
ditemukan. Ditemukannya trigeminal neuralgia pada dewasa
muda mungkin merupakan gejala awal dari MS. Hemifasial
spasme, paresis wajah tanpa adanya gangguan pengecap dapat
ditemukan. Vertigo dilaporkan menupakan gejala yang
ditemukan pada 30-50% kasus MS dan biasanya berhubungan
dengan kelainan nervus kranialis, biasanya ditemukan hipo atau
10

hiperakusis. Bisa juga terjadi gangguan pendengaran dan


biasanya unilateral. Gangguan yang berhubungan dengan
Nervus Kranial IX, X dan XII biasanya terjadi disfagia dan
biasan ya merupakan gejala akhir yang muncul.
2.1.5 Patofisiologi Multiple Sclerosis
Penyakit ini terutama mengenai subtansia alba otak dan medulla
spinalis, serta nervus optikus. Ditemukan sel inflamasi kronik dan
kerusakan myelin dengan akson yang relative masih baik. Pada
subtansia alba terdapat area yang relative tampak normal yang
berselang-seling dengan focus inflamasi dan demielinasi yang disebut
juga plak. Yang seringkali terletak dekat venula. Demielinasi
inflamasi jalur SSP menyebabkan penurunan dan gangguan kecepatan
hantar saraf dan akhirnya hilangnya penghantaran informasi oleh jaras
tertentu.
Plak inflamasi akan mengalami evolusi seiring dengan waktu.
Pada tahap awal terjadi perombakan lokal sawar darah-otak. Diikuti
inflamasi dengan edema, hilangnya myelin dan akhirnya jaringan
parut SSP yaitu gliosis. Hasil akhir akan menyebabkan area sklerosis
yang mengerut, yang berkaitan dengan deficit klinis minimal
dibandingkan saat plak masih aktif. Hal ini sebagian disebabkan oleh
remielinasi yang merupakan potensi SSP, dan juga memperjelas
kembalinya fungsi dengan resolusi inflamasi dan edema. Keadaan
patologis ini berhubungan dengan pola klinis relaps sklerosis multiple,
yaitu terjadi gejala untuk suatu periode tertentu yang selanjutnya
membaik secara parsial atau total. Lesi inflamasi lebih lanjut yang
terletak dekat lokasi kerusakan yang sudah ada sebelumnya akan
menyebabkan akumulasi deficit neurologis. Plak tidak harus
berhubungan dengan kejadian klinis spesifik, misalnya jika plak hanya
kecil dan terletak pada area SSP yang relative tenang
(Lionel Ginsberg, 2007).
2.1.6 Komplikasi Multiple Sclerosis
11

Komplikasi yang biasanya sering terjadi pada multipel sklerosis


adalah :
1. Disfungsi pernapasan
2. Infeksi kandung kemih, sistem pernapasan, sepsis
3. Komplikasi dari imobilitas
4. Defisit neurologi berat yang menckup hilangnya penglihatan,
peningkatan keletihan, dan deteriorasi intelektual dapat terjadi pada
proses penyakit
5. Depresi, kehilangan dukungan social stress keluarga dan pasangan,
dan masalah financial biasa terjadi (Batticaca, 2008).
2.1.7 Penatalaksanaan Multiple Sclerosis
Tujuan pengobatan adalah menghilangkan gejala dan membantu
fungsi klien. Penatalaksanaan meliputi penatalaksanaan pada serangan
akut dan kronik.
1. Penatalaksanaan serangan akut
a. Hormon kortikosteroid atau adrenokortikosteroid digunakan
untuk menurunkan inflamasi, kekambuhan dalam waktu singkat
atau eksaserbasi (exacerbation).
b. Imunosupresan (immunosuppressant) dapat menstabilkan
kondisi penyakit.
c. Beta interferon (Betaseron) digunakan untuk mempercepat
penurunan gejala.
2. Penatalaksanaan gejala kronik
a. Pengobatan spastik seperti bacloferen (Lioresal), dantrolene
(Dantrium), diazepam (Valium); terapi fisik; intervensi
pembedahan.
b. Kontrol kelelahan dengan namatidin (Simmetrel).
c. Pengobatan depresi dengan antidepresan dan konseling.
d. Penatalaksanaan kandung kemih dengan antikolinergik dan
pemasangan kateter tetap.
e. Penatalaksanaan BAB dengan laksatif dan supositoria.
12

f. Penatalaksanaan rehabilitasi dengan terapi fisik dan terapi


kerja.
g. Kontrol distonia dengan karbamazim (Treganol).
h. Penatalaksanaan gejala nyeri dengan karbamazepin (Tegratol),
fenitoin (Dilantin), perfenazin dengan amitriptilin (Triavili).
(Batticaca, 2008)
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang Multiple Sclerosis
1. Pemeriksaan elektroforesis terhadap GSS : untuk mengungkapkan
adanya ikatan oligoklonal (beberapa pita imunoglobulin G [IgG] ),
yang menunjukkan abnormalitas immunoglobulin.
2. Pemeriksaan potensial bangkitan : dilakukan untuk membantu
memastikan luasnya  proses penyakit dan dan memantau perubahan
penyakit.
3. CT scan : dapat menunjukkan atrofi serebral
4. MRI untuk memperlihatkan plak-plak kecil dan untuk
mengevaluasi perjalanan  penyakit dan efek pengobatan.
5. Pemeriksaan urodinamik untuk mengetahui disfungsi kandung
kemih
6. Pengujian neuropsikologik dapat diindikasikan untuk mengkaji
kerusakan kognitif. (Mutaqin, 2008).
2.1.9 Pathway Multiple Sclerosis
13

2.2 Asuhan Keperawatan Teori Multiple Sclerosis


2.2.1 Pengkajian
1. Biodata
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/ bangsa,
agama, pekerjaan, pendidikan, alamat, alamat dirawat, keluhan
utama, diagnosa medis, tanggal masuk rumah sakit, dan tanggal
pengkajian. Pada umunya terjadi pada orang-orang yang hidup diIntoleransi Aktivitas
daerah utara dengan temperatus tinggi, terutama pada dewasa muda
(20-40th) (Muttaqin, 2008).
2. Keluhan Utama Gangguan integritas
a. Riwayat Keluhan Utama kulit/jaringan

Defisit Perawatan Diri


Biasanya klien mengeluhkan kelemahan anggota gerak,
penurunan daya ingat, serta gangguan sensorik dan
pengelihatan.
b. Upaya yang telah dilakukan
14

Upaya yang dilakukan merupakan suatu usaha yang dilakukan


untuk mengatasi atau mengurangi masalah yang dihadapi.
c. Terapi/ Operasi yang pernah dilakukan
Terapi/ Operasi yang pernah dilakukan merupakan tindakan
sebelumnya yang pernah dilakukan oleh klien.
3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
infeksi virus pada masa kanak-kanak. Virus campak (rubella)
diduga sebagai virus penyebab penyakit ini.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien sering mengeluhkan parestesia(baal, perasaan geli,
perasaan “mati”, “tertusuk-tusuk jarum”), pengelihatan kabur,
lapang pandang semakin menyempit, dan mengeluh tungkainya
seakan-akan meloncat secara spontan terutama apabila sedang
berada di tempat tidur. Merasa lelah dan berat pada satu tungkai
dan pada waktu berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret
maju, dan pengontrolan kurang sekali (Muttaqin, 2008)
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit ini lebih banyak ditemukan di antara keluarga yang
pernah menderita penyakit tersebut, yaitu kira-kira 6-8 kali
lebih sering pada keluarga dekat.
d. Keadaan Kesehatan Lingkungan
Merupakan sesuatu yang megalami dan menggambarkan
kondisi lingkungan yang berada disekitar klien.
e. Riwayat Kesehatan Lainnya
Menggambarkan kondisi lain yang bisa mempengaruhi
penyakit klien. Pada klien dengan glaukoma biasanya akan
mempengaruhi kondisi jantung, pernapasan, atau neurologis.
f. Alat bantu yang dipakai
1) Kacamata
15

Umumnya menggunakan alat bantu kacamata karena


adanya gangguan pengelihatan.
2. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tatalaksana Hidup Sehat
Pola tentang bagaimana pandangan klien tentang pentingnya
kesehatan bagi klien dan penyakit yang dideritanya, kebiasaan
dalam sehari-hari serta status ekonomi. Pada klien ini tidak ada
gangguan pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat.
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pola yang menggambarkan asupan nutrisi, keseimbangan cairan
dan elektrolit, kondisi fisik seperti rambut kuku kulit.
Kebiasaan makan, nafsu makan, makanan pantangan, makanan
yang disukai dan banyaknya minum. Pada klien ini biasannya
sulit mengunyah/menelan.
c) Pola Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi, eksresi, perubahan dan gangguan
yang ada. Pada klien ini biasanya nokturia, retensi,
inkontinensia, konstipasi, infeksi saluran kemih.
d) Pola Tidur dan Istirahat
Merupakan kuantitas pola tidur yang dialami seseorang, pada
klien ini mengalami kesulitan tidur dikarenakan sering
merasakan nyeri/ sakit hebat yang menjalar sampai kepala.
e) Pola Aktivitas
Menggambarkan kemampuan beraktivitas sehari-hari, fungsi
napas, fungsi sirkulasi. Biasanya klien mengalami kelemahan,
intoleransi aktivitas, kebas, parastesia eksterna.
f) Pola Hubungan dan Peran
Pola hubungan peran fungsi klien dalam keluarga, sebelum dan
selama di rumah sakit, bagaimana hubungan klien dengan
lingkungan. Klien biasanya mempunyai hubungan yang baik
dengan keluarga, rekan kerja, maupun orang lain. Biasanya
16

klien ini mengalami gangguan peran dalam keluarga maupun


kerja dikarenakan sulit untuk beraktivitas.
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Menggambarkan pola kemampuan identitas diri, citra diri,
harga diri dan ideal diri. Klien ini biasanya mengalami HDR,
ansietas, putus asa, tidak berdaya, produktivitas menurun.
h) Pola Sensori dan Kognitif
Menggambarkan pola kemampuan klien untuk proses berpikir,
pola penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan
persepsi sensori nyeri serta kemampuan berkomunikasi dan
mengerti akan penyakit. Pada klien ini biasanya mengalami
kelemahan, paralysis otot, kebas, kesemutan, diplopia,
pandangan kabur, memori hilang, susah berkomunikasi, kejang.
i) Pola Reproduksi Seksual
Pola tentang masalah hubungan dengan pasangan, ada tidaknya
perubahan pada klien dan pasangan sebelum dan sesudah sakit,
berapa anak yang dimiliki. Biasanya klien ini mengalami
impotent, gangguan fungsi seksual.
j) Pola Koping Stres
Pola tentang apa yang dilakukan klien saat ada masalah.
Biasanya pada klien ini mempunyai reaksi psikologi negatif
seperti menarik diri.
k) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Pola bagaimana pengaruh agama terhadap klien, klien dalam
menghadapi penyakit yang diderita, ada tidaknya pantangan
agama dalam proses penyembuhan klien serta terganggunya
atau tidak aktivitas ibadah klien. Biasanya klien ini tidak
mengalami gangguan atau hambatan untuk melaksanakan
ibadah dan menerima dengan lapang dada atas penyakit yang
dideritanya.
3. Pemeriksaan Fisik
17

Mengkaji tentang keadaan penyakit, keadaran, suara bicara, status,


pernapasan, suhu tubuh, nadi dan tekanan.
a. Keadaan umum
Tidak mengalami penurunan kesadaran.
b. Struktur tubuh dan mobilitas
Tidak ada gangguan pada struktur tubuh tetapi dalam koordinasi
gerak/mobilasi terganggu karena kelemahan otot dan pandangan
kabur.
c. Tanda-tanda vital
Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi,
hipotensi, dan penurunan frekuensi pernapasan berhubungan
dengan bercak lesi di medula spinalis.
d. Status integument
Pada sistem integument biasanya normal dengan turgor kulit
baik.
e. B1 (Breathing)
Pada umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami
gangguan pada sistem pernapasan.pada beberapa klien yang
telah lama menderita mutiple sclerosis dengan tampak dari tirah
baring lama, mengalami gangguan fungsi pernapasan.
Pemeriksaan fisik yang didapat mencakup hal-hal sebagai
berikut:
Inspeksi umum : didapatkan klien batuk atau penurunan
kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum,
sesak nafas, dan penggunaan otot bantu napas.
Palpasi : taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru.
Auskultasi : bunyi napas tambahan seperti napas stridor, ronkhi
pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan
batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien saat
aktivitas.
f. B2 (Blood)
18

Pada umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami


gangguan pada sistem kardiovaskuler akibat dari tirah baring
lama dan inaktivitas biasanya klien mengalami hipotensi
postural.
g. B3 (Brain)

Pengkajian B3 (brain) merupakan pengkajian fokus atau lebih


lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Inspeksi
umum didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan
tingkahlaku.

h. B4 (Bladder)

Disfungsi kandung kemih. Lesi pada traktus kortokospinalis


menimbulkan gangguan pengaturan spingter sehingga timbul
keraguan, frekuensi dan urgensi yang menunjukkan
berkurangnya kapasitas kandung kemih yang spatis.selalin itu
juga timbul retensi dan inkontinensia.

i. B5 (Bowel)

Pemenuhan nutrisi berkurang berhubungan dengan asupan


nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum dan
perubahan status kognitif. Penurunan aktivitas umum klien
sering mengalami konstipasi.

j. B6 (Bone)
Pada keadaan pasien mutiple sclerosis biasanya didapatkan
adanya kesuliatan untuk beraktivitas karena kelemahan spastik
anggota gerak, kelemahan anggota gerak pada satu sisi tubuh
atau terbagi secara asimetris pada keempat anggota gerak,
merasa lelah dan berat pada satu tungkai, dan pada waktu
berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju, dan
pengontrolan yang kurang sekali. Klien dapat mengeluh
tungkainya seakan-akan meloncat secara spontan terutama
19

apabila ia sedang berada di tempat tidur, keadaan spatis yang


lebih berat disertai dengan spasme otot yang nyeri.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan elektroforesis terhadap GSS : untuk
mengungkapkan adanya ikatan oligoklonal (beberapa pita
imunoglobulin G [IgG] ), yang menunjukkan abnormalitas
immunoglobulin.
b. Pemeriksaan potensial bangkitan : dilakukan untuk membantu
memastikan luasnya proses penyakit dan dan memantau
perubahan penyakit.
c. CT scan : dapat menunjukkan atrofi serabral
d. MRI untuk memperlihatkan plak-plak kecil dan untuk
mengevaluasi perjalanan penyakit dan efek pengobatan.
e. Pemeriksaan urodinamik untuk mengetahui disfungsi kandung
kemih
f. Pengujian neuropsikologik dapat diindikasikan untuk mengkaji
kerusakan kognitif. (Muttaqin, 2008)
5. Terapi
Kortikosteroid, ACTH, Beta interferon (Betaseron), Baklofen
(Muttaqin, 2008).
2.2.2 Diagnosis Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d mengeluh lelah, lemah,
bradikardi, hipotensi (SDKI, D.0056)
2. Risiko Cedera d.d perubahan fungsi psikomotor (SDKI, D.0136)
3. Defisit perawatan diri (mandi dan berpakaian) b.d gangguan
neuromuskuler d.d tidak mampu mandidan berpakaian secara
mandiri (SDKI, D.0109)
2.2.3 Intervensi Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d mengeluh lelah, lemah,
bradikardi, hipotensi (SDKI, D.0056)
Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, maka
diharapkan toleransi aktivitas meningkat
20

Kriteria hasil : (SLKI, L.05047)


1) Keluhan lelah menurun
2) Perasaan lemah menurun
3) Frekuensi nadi meningkat
4) Tekan darah membaik
Intervensi : Manajemen Energi (SIKI, 1.05178)
1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
Rasional : untuk mengetahui penyebab kelelahan pada klien
2) Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
Rasional : untuk melatih alat gerak klien
3) Anjurkan tirah baring
Rasional : untuk mengurangi rasa lelah dan lemah.
2. Risiko Cedera d.d perubahan fungsi psikomotor (SDKI, D.0136)
Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, maka
diharapkan tingkat cedera menurun
Kriteria hasil : (SLKI, L.14136)
1) Toleransi aktivitas meningkat
2) Ketegangan otot menurun
3) Gangguan mobilitas menurun
Intervensi : Manajemen Keselamatan Lingkungan (SIKI, 1.14513)
1) Identifikasi kebutuhan keselamatan
Rasional : untuk mengetahui seperti apa keselamatan yang
dibutuhkan klien
2) Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan resiko
Rasional : untuk menjaga keselamatan klien
3) Sediakan alat bantu keamanan lingkungan
Rasional : membantu mobilitas klien
4) Ajarkan individu, keluarga, dan kelompok risiko tinggi bahaya
lingkungan
Rasional : untuk meminimalisir risiko terjadinya cedera pada
klien
21

3. Defisit perawatan diri (mandi dan berpakaian) b.d gangguan


neuromuskuler d.d tidak mampu mandi dan berpakaian secara
mandiri (SDKI, D.0109)
Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, maka
diharapkan mobilitas fisik meningkat
Kriteria hasil : (SLKI, L.05042)
1) Pergerakan ekstermitas meningkat
2) Kekuatan otot meningkat
3) Rentang gerak (ROM) meningkat
4) Kelemahan fisik menurun
Intervensi : Dukungan perawatan diri : mandi dan berpakaian
(SIKI, 1.11352 & 1.11350)
1) Identifikasi jenis bantuan yang dibutuhkan
Rasional : untuk mengetahui seperti apa bantuan yang
dibutuhkan klien
2) Monitor integritas kulit
Rasional : untuk mengetahui ada tidaknya kerusakan integritas
kulit akibat dari tirah baring yang lama
3) Fasilitasi mandi, sesuai kebutuhan
Rasional : membantu klien membersihkan tubuhnya
4) Ajarkan kepada keluarga cara memandikan pasien
Rasional : agar keluarga klien dapat membantu menjaga
kebersihan tubuh klien
5) Identifikasi usia dan budaya dalam membantu berpakaian
Rasional : agar dapat membantu klien berpakaian sesuai
dengan dirinya
6) Fasilitasi mengenakan pakaian
Rasional : agar klien dapat berpakaian
7) Ajarkan keluarga cara mengenakan pakaian pada pasien
Rasional : agar keluarga klien dapat membantu merawat klien
2.2.4 Implementasi Keperawatan
22

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana


keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pelaksanaan
merupakan langkah keempat dalam proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan. Tindakan ini berupa
tindakan individu (mandiri) dan tindakan kolaboratif dengan tenaga
medis lainnya (Setiadi, 2012).
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahapan dalam proses
keperawatan pada tahap evaluasi ini dilakukan kembali pengkajian
ulang mengenai respon pasien terhadap tindakan yang sudah diberikan
oleh perawat. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien
dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada
tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sklerosis Multipel atau Multiple Sclerosis (MS) adalah penyakit
autoimun kronik yang menyerang mielin otak dan medula spinalis. Penyakit
ini menyebabkan kerusakan mielin dan juga akson yang mengakibatkan
gangguan transmisi konduksi saraf (Estiasari, 2014).
Etiologi penyakit ini diantaranya infeksi virus, bakteri, kelainan
oligodendroglia, diet, genetika, dan lain-lain. Untuk mendiagnosa penyakit
ini masih sulit, diperlukan pengalaman-pengalaman fase awal penyakit.
Pemeriksaan laboratorium akan membantu menunjang diagnosa. Penyebab
MS adalah suatu autoimmun yang menyerang myelin dan myelin forming
sel pada otak dan medula spinalis, akan tetapi pada MS sebenarnya bukan
suatu autoimun murni oleh karena tidak adanya antigen respon immun yang
abnormal.
3.2 Saran
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini banyak memiliki
kekurangan dan jauh kata sempurna. Maka dari itu penulis membutuhkan
kritik dan saran yang membangun. Untuk tenaga kesehatan lebih
memberikan keperawatan dengan lebih baik dan selalu mencek ulang dari
obat-obatan non farmakologinya. Untuk masyarakat selalu berhati-hati dan
selalu menjaga kesehatan tubuhnya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Corwin, Elisabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi edisi 3. Jakarta: EGC

Estiasari, R. 2014. Sklerosis Multiple. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran, 41(6),


425-427. http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:K2233m7QWmYJ:www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/vi
ew/1130+&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-b-d [Diakses 21
September 2021].

Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes Neurologi, edisi 8. Jakarta: Erlangga

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Suwandari, R. 2014. Penatalaksanaan Okupasi Terapi Pada Ny. Ds Usia 61


Tahun dengan Kasus Triplegia et causa Multiple Sclerosis Tipe Progresif di
Unit Rawat Jalan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
https://dokumen.tips/documents/makalah-individu-multiple-sklerosis.html
(Diakses Pada tanggal 21 September 2021)

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi I. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi I Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi
I Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI

Widiasari, Putri dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Multiple Sklerosis.


https://www.academia.edu/11421157/MULTIPEL_SKLEROSIS (Diakses
Pada tanggal 21 September 2021)

Anda mungkin juga menyukai