Oleh
04084821618173
Pembimbing
2016
HALAMAN PENGESAHAN
2
Oleh:
Nikodemus S.P.L. Tobing, S. Ked
04084821618173
Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 11 Juli 2016 s.d 22 Juli
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan YME karena atas rahmat dan
berkat-Nya Telaah Ilmiah yang berjudul Lens Induced Glaucoma ini dapat
diselesaikan tepat waktu. Telaah Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat
ujian kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Prima Mayasari, Sp.M
atas bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih baik.
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Anatomi Bola Mata......................................................................................3
2. Anatomi Lensa.............................................................................................6
3. Tampilan lensa yang diperbesar menampakkan terminasi epitel
subkapsular (vertikal)...................................................................................
4. Jalur Aliran Humor Akuos..........................................................................11
5. Glaukoma Fakomorfik...............................................................................12
6. Laser Iridotomy..........................................................................................13
7. Glaukoma Ektopia Lentis...........................................................................15
8. Glaukoma Fakolitik....................................................................................17
9. Extracapsular Cataract Extraction..............................................................18
10. Glaukoma Partikel Lensa...........................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan telaah ilmiah ini yaitu:
1) Mengetahui klasifikasi Lens Induced Glaucoma
2) Mengetahui patofisiologi Lens Induced Glaucoma
3) Mengetahui Diagnosis Lens Induced Glaucoma
4) Mengetahui tatalaksana Lens Induced Glaucoma
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak
bagian belakang. Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu:
1. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus
2. Konjungtiva bulbi menutupi sklera
3. Konjungtiva forniks yang merupakan peralihan konjungtiva tarsal dengan
konjungtiva bulbi.
Secara histologi, konjungtiva terdiri dari tiga lapisan, mulai dari luar
kedalam terdiri dari lapisan epitel, lapisan adenoid dan lapisan fibrosa. Terdapat
dua jenis kelenjar yang terletak dikonjungtiva yaitu:
- Kelenjar penghasil musin. Diantaranya kelenjar penghasil musin tersebut
adalah sel goblet (terletak di lapisan epitel dan paling tebal di bagian
inferonasalis) dan kelenjar manz (terletak pada konjungtiva bulbar tepatnya
konjungtiva daerah limbus)
- Kelenjar lakrimal aksesorius. Terdiri dari kelenjar krause dan wolfring dan
telah dijelaskan dibagian atas.
8
b. Sklera
Sklera adalah jaringan fibrosa pelindung mata di bagian luar, yang hampir
seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat dan berwarna putih serta
berbatasan dengan kornea di sebelah anterior dan duramater nervus optikus di
posterior. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis
jaringan elastik halus, episklera, yang mengandung banyak pembuluh darah
yang memperdarahi sklera.
c. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan
terdiri atas lapis:
- Epitel - Membran descement
- Membran bowman - Endotel
- Stroma
d. Traktus Uvealis
- Iris
Iris terdiri dari otot polos yang tersusun sirkuler dan radier. Otot sirkuler bila
kontraksi akan mengecilkan pupil, dirangsang oleh cahaya sehingga melindungi
retina terhadap cahaya yang sangat kuat. Otot radier bila kontraksi menyebabkan
dilatasi pupil. Bila cahaya lemah, otot radier akan kontraksi, sehingga pupil
dilatasi untuk memasukkan cahaya lebih banyak. Iris berfungsi untuk mengatur
jumlah cahaya yang masuk ke mata dan dikendalikan oleh saraf otonom.
- Badan siliar
Badan siliar menghubungkan koroid dengan iris. Tersusun dalam lipatan-lipatan
yang berjalan radier ke dalam, menyusun prosesus siliaris yang mengelilingi tepi
lensa. Prosesus ini banyak mengandung pembuluh darah dan saraf. Badan
siliaris berfungsi untuk menghasilkan humor akuos.
- Koroid
Koroid adalah membran berwarna coklat, yang melapisi permukaan dalam
sklera. Koroid mengandung banyak pembuluh darah dan sel-sel pigmen yang
9
memberi warna gelap. Koroid berfungsi memberikan nutrisi ke retina dan badan
kaca, dan mencegah refleksi internal cahaya.
e. Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm.
Lensa tergantung pada zonula di belakang iris; zonula menghubungkannya
dengan korpus siliaris. Di sebelah anterior lensa terdapat humor akous; di
sebelah posteriornya terdapat vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran
semipermeabel (sedikit lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang
memperbolehkan air dan elektrolit masuk.5
Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih
keras daripada korteksnya. Seiring dengan bertambahnya usia, serat-serat
lamelar subepitel terus diproduksi sehingga lensa perlahan-lahan menjadi lebih
besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris
yang panjang. Garis-garis persambungan (suture line) yang terbentuk dari
persambungan tepi-tepi serat lamelar tampak seperti huruf Y dengan slit lamp.
Huruf Y ini tampak tegak di anterior dan terbalik di posterior.
g. Retina
Retina melapisi dua pertiga dinding bagian dalam bola mata. Retina terdiri
dari 10 lapisan dimulai dari sisi dalam keluar sebagai berikut:
1. Membran limitans retina
2. Lapisan serat saraf
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksiform dalam
5. Lapisan nukleus dalam
6. Lapisan pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
7. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan
batang
8. Membran limitan eksterna
9. Lapisan fotoreseptor, lapisan yang terdiri dari sel batang dan sel kerucut.
Lapisan ini merupakan modifikasi sel saraf yang mengandung badan sel
batang dan kerucut. Sel batang merupakan sel khusus yang ramping. Jumlah
sel batang lebih banyak dibandingkan sel kerucut dan terdiri dari segmen
luar yang berbentuk silindris dengan panjang 28 mikrometer mengandung
fotopigmen rhodopsin dan segmen dalam yang sedikit lebih panjang yaitu
sekitar 32 mikrometer. Keduanya mempunyai ketebalan 1,5 mikrometer.
Segmen luar dan dalam dihubungkan oleh suatu leher yang sempit. Dengan
mikroskop electron segmen luar tampak mengandung banyak lamel-lamel
membran dengan diameter yang seragam dan tersusun seperti tumpukan kue
dadar. Sel batang ini di sebelah dalam membentuk suatu simpul akhir yang
mengecil pada bagian akhirnya pada lapisan pleksiform luar yang disebut
sferul batang (rod spherule). Sel batang yang hanya teraktivasi dalam
keadaan cahaya redup (dim light) sangat sensitive terhadap cahaya. Sel ini
dapat menghasilkan suatu sinyal dari satu photon cahaya. Tetapi sel ini tidak
12
dapat menghasilkan sinyal dalam cahaya terang (bright light) dan juga tidak
peka terhadap warna.
10. Epitelium pigmen retina, merupakan lapisan sel poligonal yang teratur, ke
arah ora serrata. Inti sel berbentuk kuboid dengan sitoplasmanya kaya akan
butir-butir melanin. Fungsi epitel pigmen adalah sebagai berikut:
Menyerap cahaya dan mencegah terjadinya pemantulan.
Berperan dalam nutrisi fotoreseptor
Penimbunan dan pelepasan vitamin A
Berperan dalam proses pembentukan rhodopsin
Cahaya yang masuk ke dalam retina diserap oleh rhodopsin, suatu
protein yang tersusun dari opsin (protein transmembran) yang terikat pada
retinal. Penyerapan cahaya ini akan menyebabkan isomerisasi rhodopsin dan
memisahkan opsin dari ikatannya dengan retinal menjadi opsin bentuk aktif.
Opsin bentuk aktif kemudian memfasilitasi pengikatan guanosin
triphosphate (GTP) dengan protein transducin. Kompleks GTP-transducin
ini kemudian mengaktifkan enzim cyclic guanosin monophosphate
phosphodiesterase suatu enzim yang berperan dalam pembentukan senyawa
cyclic guanosin monophosphate (cGMP) yang berperan dalam pembukaan
kanal natrium di dalam plasmalema sel batang dan menyebabkan masuknya
natrium dari segmen luar sel batang menuju segmen dalam sel batang.
Keadaan ini akan menyebabkan hiperpolarisasi di segmen dalam sel batang
dan merangsang dilepaskannya neurotransmitter dari sel batang menuju ke
sel bipolar. Oleh sel bipolar rangsang kimiawi ini dirubah menjadi impuls
listrik yang akan diteruskan menuju ke sel ganglion untuk dikirim ke otak.
Sel-sel batang dan kerucut dilapisan fotoreseptor mampu mengubah
rangsang cahaya menjadi impuls saraf yang dihantarkan lapisan serat saraf
retina melalui saraf optikus hingga akhirnya ke korteks penglihatan. Makula
pada retina berfungsi umtuk penglihatan sentral dan warna (fotopik)
sedangkan bagian lainnya yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor
batang, digunakan untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).
Penglihatan siang hari diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, pada waktu
13
senja kombinasi sel kerucut dengan batang, dan penglihatan malam hari
diperantarai oleh fotoreseptor batang.
Saluran yang mengandung cairan camera oculi anterior dapat dilihat di daerah
limbus dan subkonjungtiva, yang dinamakan aqueus veins.
Humor akuos akan mengalir keluar dari sudut COA melalui dua jalur,
yakni :
- Outflow melalui jalur trabekular yang menerima sekitar 85% outflow
kemudian akan mengalir kedalan canalis Schlemm. Dari sini akan
dikumpulkan melalui 20-30 saluran radial ke pleksus vena episkleral (sistem
konvensional)
- Outflow melalui sistem vaskular uveoskleral yang menerima sekitar 15%
outflow, dimana akan bergabung dengan pembuluh darah vena
Patofisiologi
Diagnosis
Gambar 5. Glaukoma Fakomorfik
Dikutip dari: American Academy of Opthalmology
Glaucoma, Basic and Clinical Science Course 2014-2015
16
mata merah,
nyeri mata
edema kornea
Tatalaksana
Laser Iridotomy
Indikasi dari Laser Iridotomy adalah adanya blok pupil.
Bagaimanapun, terkadang laser iridtomy digunakan juga sebagai
diagnostik, selain sebagai terapetik. Sebagai contoh, diagnosis
plateau iris hanya bisa dikonfirmasi ketika pasien iridotomy, gagal
untuk merubah konfigurasi perifer iris dan menghilangkan sudut
bilik mata depan yang tertutup. Laser iridotomy juga
diindikasikan untuk mencegah blok pupil pada mata yang
berisiko.
Kontraindikasi dari Laser Iridotomy adalah pada pasien
yang mengidap rubeosis iridis pada mata dan pengguna
antikoagulan sistemik, seperti aspirin , karena dapat
meningkatkan resiko pendarahan.
Tatalaksana
Tatalaksana glaukoma disebabkan oleh Ektopia lentis
tergantung pada derajat dislokasi lensa dan adanya blokade pupil.
Dalam kasus subluksasi parsial tanpa blokade pupil, pengobatan
20
Tatalaksana
Tatalaksana awal pasien dengan glaukoma fakolitik adalah
cycloplegia topikal, steroid topikal, dan supresan akuos. Tujuan
22
obstruksi
outflow akuos.
Diagnosis
Presentasi
biasanya
tertunda selama
beberapa
minggu setelah peristiwa pemicu, tetapi mungkin terjadi bulan
atau tahun kemudian. Pada anamnesis, penting ditanyakan riwayat
pembedahan atau trauma dalam membuat diagnosis yang akurat.
Temuan klinis yaitu:
tekanan intraokular tinggi
bukti bahan lensa kortikal di ruang anterior
edema kornea
sinekia posterior dan sinekia anterior perifer
Tatalaksana
Terapi medis awalnya ditujukan untuk mengontrol tekanan
intraokular, steroid topikal dapat diberikan untuk mengurangi
peradangan, dan mydriatics untuk mencegah pembentukan
sinekia. Jika partikel lensa/ materi tidak menyerap, ada sejumlah
besar bahan lensa di ruang anterior dan tekanan intraokular yang
tidak dapat dikendalikan, operasi pengangkatan lensa dilakukan.
Diagnosis
Phacoantigenic glaukoma biasanya terjadi antara satu dan
empat belas hari setelah operasi katarak atau trauma. Temuan
klinis termasuk "endapan keratic", sel / reaksi flare di ruang
anterior, sinekia dan bahan lensa residual. Hal yang kurang umum
adalah adanya glaukoma optik neuropati.
Tatalaksana
Manajemen terapi awal adalah untuk mengontrol tekanan
intraokular dengan obat penurun tekanan intraokular dan untuk
mengurangi peradangan dengan steroid topikal. Jika perawatan
medis tidak berhasil, operasi pengangkatan bahan lensa residual
diindikasikan.
BAB III
KESIMPULAN
Lens induced glaucoma adalah salah satu bagian dari glaukoma sekunder yang
terjadi akibat kelainan atau gangguan pada lensa. Lens induced glaucoma dapat terjadi
sebagai glaukoma sekunder sudut tertutup atau glaukoma sekunder sudut terbuka. Sudut
tertutup dapat disebabkan oleh pembengkakan lensa (phacomorphic glaucoma) atau
lensa dislokasi (ectopia lentis). Sedangkan sudut terbuka berkaitan dengan kebocoran
25
protein lensa melalui kapsul dari katarak matur atau hipermature (phacolytic glaucoma),
obstruksi trabekular meshwork dengan ekstraksi katarak, capsulotomy, atau trauma
okular oleh fragmen yang dibebaskan dari bahan lensa (lens particel glaucoma), dan
hipersensitivitas terhadap protein lensa sendiri setelah operasi atau trauma tembus
(phacogenic glaukoma).
Secara umum, tatalaksana awal yang digunakan pada Lens induced glaukoma
adalah terapi medikamentosa untuk menurunkan tekanan intraokular dan mengurangi
reaksi peradangan. Selain itu, digunakan juga tindakan operatif seperti tindakan
iridotomi laser dan pengangkatan lensa
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2015. Situasi dan
Analisis Glaukoma. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
2. Dame, W. A. 2011. Glaucoma Caused Blindness with Its Characteristic in Cipto
Mangunkusumo Hospital. Jurnal Oftalmologi Indonesia (JOI). 7(5). 189-193
3. Krishnadas, R. And Ramakrishnan R. 2001. Secondary Glaucomas: The Tasks
Ahead. Community Eye Health Journal. 14(39). 40-42
4. Luna G dsn Rad B E. 2015. Lens Induced Glaucomas. Artikel dari American
Academy of Ophtalmology. (dalam http://eyewiki.aao.org pada 7 April 2016).
5. Ilyas SH dan Sri, RY. 2012. Anatomi dan fisiologi mata, Dalam: Ilmu Penyakit
Mata. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, hal. 1-12
6. Riordan-Eva Paul. 2007. Anatomi dan embriologi mata, Dalam: Vaughan & Asbury
Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta. EGC, hal. 8-19
7. Zorab, Richard, et al. 2014. American Academy of Opthalmology Glaucoma, Basic
and Clinical Science Course. San Fransisco: American Academy of Opthalmology.