Anda di halaman 1dari 25

Telaah Ilmiah

LENS INDUCED GLAUCOMA

Oleh

Nikodemus S.P.L. Tobing, S.Ked

04084821618173

Pembimbing

Dr. Prima Mayasari, Sp.M

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2016
HALAMAN PENGESAHAN
2

Judul Telaah Ilmiah


Lens Induced Glaucoma

Oleh:
Nikodemus S.P.L. Tobing, S. Ked
04084821618173

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 11 Juli 2016 s.d 22 Juli
2016

Palembang, Juli 2016

dr. Prima Mayasari, Sp.M


3

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan YME karena atas rahmat dan
berkat-Nya Telaah Ilmiah yang berjudul Lens Induced Glaucoma ini dapat
diselesaikan tepat waktu. Telaah Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat
ujian kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Prima Mayasari, Sp.M
atas bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih baik.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan


telaah Ilmiah ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan untuk penulisan yang lebih baik di masa yang akan datang.
4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................ii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................iii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1. Latar Belakang............................................................................................1
1.2. Tujuan ........................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................3


2.1 Anatomi Bola Mata......................................................................................3
2.2 Fisiologi Aquous Humor..............................................................................9
2.3 Lens Induced Glaucoma.............................................................................11
2.3.1 Definsi...............................................................................................11
2.3.2 Klasifikasi Lens Induced Glaukoma.................................................11
2.3.2.1 Sudut Tertutup................................................................................11
2.3.2.1.1 Glaukoma Fakomorfik...........................................................11
2.3.2.1.2 Ektopia Lentis........................................................................14
2.3.2.2 Sudut Terbuka................................................................................16
2.3.2.2.1 Glaukoma Fakolitik................................................................16
2.3.2.2.2 Glaukoma Partikel Lensa........................................................19
2.3.2.2.3 Phacoantigenic Glaukoma.....................................................20

BAB III KESIMPULAN......................................................................................22


DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23
5

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Anatomi Bola Mata......................................................................................3
2. Anatomi Lensa.............................................................................................6
3. Tampilan lensa yang diperbesar menampakkan terminasi epitel
subkapsular (vertikal)...................................................................................
4. Jalur Aliran Humor Akuos..........................................................................11
5. Glaukoma Fakomorfik...............................................................................12
6. Laser Iridotomy..........................................................................................13
7. Glaukoma Ektopia Lentis...........................................................................15
8. Glaukoma Fakolitik....................................................................................17
9. Extracapsular Cataract Extraction..............................................................18
10. Glaukoma Partikel Lensa...........................................................................20

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lens induced glaucoma adalah salah satu dari glaukoma sekunder, yaitu
glaukoma yang terjadi akibat dari penyakit mata lain. Lens induced glaucoma
merupakan glaukoma yang disebabkan kelainan atau gangguan pada lensa. Survei
Kesehatan Indera tahun 1993-1996 menunjukkan penduduk Indonesia mengalami
kebutaan akibat glaukoma sebesar 0,20%. Prevalensi glaukoma sekunder, hasil
Jakarta Urban Eye Health Study tahun 2008 adalah sebesar 0,16%.1
Penelitian yang dilakukan Dame tahun 2011 menunjukkan bahwa lens
induced glaucoma merupakan penyebab paling banyak pada glaukoma sekunder
(39%), yang termasuk didalamnya, glaukoma fakomorfik dan glaukoma fakolitik
yang memperlihatkan bahwa lensa yang mengalami katarak masih menjadi masalah
di Jakarta. Penelitian lain di Rumah Sakit Mata Aravind India Selatan tahun 2000
6

menunjukkan bahwa lens induced glaucoma merupakan penyebab utama dari


glaukoma sekunder dengan persentase sekitar 25% dari total kasus yang ada.2,3
Lens induced glaucoma dapat terjadi sebagai glaukoma sekunder sudut
tertutup atau glaukoma sekunder sudut terbuka. Sudut tertutup dapat disebabkan
oleh pembengkakan lensa (phacomorphic glaucoma) atau lensa dislokasi (ectopia
lentis). Sedangkan sudut terbuka berkaitan dengan kebocoran protein lensa melalui
kapsul dari katarak matur atau hipermature (phacolytic glaucoma), obstruksi
trabekular meshwork dengan ekstraksi katarak, capsulotomy, atau trauma okular
oleh fragmen yang dibebaskan dari bahan lensa (lens particel glaucoma), dan
hipersensitivitas terhadap protein lensa sendiri setelah operasi atau trauma tembus
(phacogenic glaukoma).4
Masyarakat Indonesia sendiri masih kurang mengenal penyakit glaukoma,
dikarenakan kerusakan yang terjadi pada syaraf optic hampir tidak menunjukkan
keluhan. Hal ini menyebabkan penderita sering datang terlambat pada dokter. Oleh
karena itu, perlu diketahui penyakit lens induced glaucoma, mengingat penyebab
lens induced glaucoma serta management atau penatalaksanaan yang bermacam-
macam.

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan telaah ilmiah ini yaitu:
1) Mengetahui klasifikasi Lens Induced Glaucoma
2) Mengetahui patofisiologi Lens Induced Glaucoma
3) Mengetahui Diagnosis Lens Induced Glaucoma
4) Mengetahui tatalaksana Lens Induced Glaucoma

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Bola Mata5,6


7

Gambar 1. Anatomi Bola Mata


(Dikutip dari Guyton, David, L. 2015)

a. Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak
bagian belakang. Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu:
1. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus
2. Konjungtiva bulbi menutupi sklera
3. Konjungtiva forniks yang merupakan peralihan konjungtiva tarsal dengan
konjungtiva bulbi.
Secara histologi, konjungtiva terdiri dari tiga lapisan, mulai dari luar
kedalam terdiri dari lapisan epitel, lapisan adenoid dan lapisan fibrosa. Terdapat
dua jenis kelenjar yang terletak dikonjungtiva yaitu:
- Kelenjar penghasil musin. Diantaranya kelenjar penghasil musin tersebut
adalah sel goblet (terletak di lapisan epitel dan paling tebal di bagian
inferonasalis) dan kelenjar manz (terletak pada konjungtiva bulbar tepatnya
konjungtiva daerah limbus)
- Kelenjar lakrimal aksesorius. Terdiri dari kelenjar krause dan wolfring dan
telah dijelaskan dibagian atas.
8

b. Sklera
Sklera adalah jaringan fibrosa pelindung mata di bagian luar, yang hampir
seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat dan berwarna putih serta
berbatasan dengan kornea di sebelah anterior dan duramater nervus optikus di
posterior. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis
jaringan elastik halus, episklera, yang mengandung banyak pembuluh darah
yang memperdarahi sklera.

c. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan
terdiri atas lapis:
- Epitel - Membran descement
- Membran bowman - Endotel
- Stroma

d. Traktus Uvealis
- Iris
Iris terdiri dari otot polos yang tersusun sirkuler dan radier. Otot sirkuler bila
kontraksi akan mengecilkan pupil, dirangsang oleh cahaya sehingga melindungi
retina terhadap cahaya yang sangat kuat. Otot radier bila kontraksi menyebabkan
dilatasi pupil. Bila cahaya lemah, otot radier akan kontraksi, sehingga pupil
dilatasi untuk memasukkan cahaya lebih banyak. Iris berfungsi untuk mengatur
jumlah cahaya yang masuk ke mata dan dikendalikan oleh saraf otonom.

- Badan siliar
Badan siliar menghubungkan koroid dengan iris. Tersusun dalam lipatan-lipatan
yang berjalan radier ke dalam, menyusun prosesus siliaris yang mengelilingi tepi
lensa. Prosesus ini banyak mengandung pembuluh darah dan saraf. Badan
siliaris berfungsi untuk menghasilkan humor akuos.

- Koroid
Koroid adalah membran berwarna coklat, yang melapisi permukaan dalam
sklera. Koroid mengandung banyak pembuluh darah dan sel-sel pigmen yang
9

memberi warna gelap. Koroid berfungsi memberikan nutrisi ke retina dan badan
kaca, dan mencegah refleksi internal cahaya.

e. Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm.
Lensa tergantung pada zonula di belakang iris; zonula menghubungkannya
dengan korpus siliaris. Di sebelah anterior lensa terdapat humor akous; di
sebelah posteriornya terdapat vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran
semipermeabel (sedikit lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang
memperbolehkan air dan elektrolit masuk.5
Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih
keras daripada korteksnya. Seiring dengan bertambahnya usia, serat-serat
lamelar subepitel terus diproduksi sehingga lensa perlahan-lahan menjadi lebih
besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris
yang panjang. Garis-garis persambungan (suture line) yang terbentuk dari
persambungan tepi-tepi serat lamelar tampak seperti huruf Y dengan slit lamp.
Huruf Y ini tampak tegak di anterior dan terbalik di posterior.

Gambar 2. Anatomi lensa


Dikutip dari Lang G. K. 2000. Glaucoma. Dalam: Lang G. K. 2000. Ophtalmology.
Thieme Stuttgart: New York. 167, 233-250
10

Masing-masing serat lamellar mengandung sebuah inti gepeng. Pada


pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas di bagian perifer lensa di dekat ekuator dan
berbatasan dengan lapisan epitel subkapsular.
Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal
sebagai zonula (zonula Zinnii), yang tersusun atas banyak fibril; fibril-fibril ini
berasal dari permukaan korpus siliaris dan menyisip ke dalam ekuator lensa.
Enam puluh lima persen lensa terdiri atas air, sekitar 35% nya protein
(kandungan proteinnya tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh). Selain itu,
terdapat sedikit sekali mineral seperti yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya.
Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain.
Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun
tereduksi.
Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, atau saraf di lensa. Karena lensa
bersifat avaskular dan tidak mempunyai persarafan, nutrisi lensa didapatkan dari
humor akuos. Metabolisme lensa bersifat anaerob akibat rendahnya kadar
oksigen terlarut di dalam humor akuos.

Gambar 3. Tampilan lensa yang diperbesar menampakkan terminasi epitel subkapsular


(vertikal).
Dikutip dari: Vaughan dkk, 2000
11

f. Sudut Bilik Mata Depan


Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan
pangkal iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis schwalbe, anyaman
trabekula (yang terletak di atas kanal schlemm), dan taji sclera (scleral spur).

g. Retina
Retina melapisi dua pertiga dinding bagian dalam bola mata. Retina terdiri
dari 10 lapisan dimulai dari sisi dalam keluar sebagai berikut:
1. Membran limitans retina
2. Lapisan serat saraf
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksiform dalam
5. Lapisan nukleus dalam
6. Lapisan pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
7. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan
batang
8. Membran limitan eksterna
9. Lapisan fotoreseptor, lapisan yang terdiri dari sel batang dan sel kerucut.
Lapisan ini merupakan modifikasi sel saraf yang mengandung badan sel
batang dan kerucut. Sel batang merupakan sel khusus yang ramping. Jumlah
sel batang lebih banyak dibandingkan sel kerucut dan terdiri dari segmen
luar yang berbentuk silindris dengan panjang 28 mikrometer mengandung
fotopigmen rhodopsin dan segmen dalam yang sedikit lebih panjang yaitu
sekitar 32 mikrometer. Keduanya mempunyai ketebalan 1,5 mikrometer.
Segmen luar dan dalam dihubungkan oleh suatu leher yang sempit. Dengan
mikroskop electron segmen luar tampak mengandung banyak lamel-lamel
membran dengan diameter yang seragam dan tersusun seperti tumpukan kue
dadar. Sel batang ini di sebelah dalam membentuk suatu simpul akhir yang
mengecil pada bagian akhirnya pada lapisan pleksiform luar yang disebut
sferul batang (rod spherule). Sel batang yang hanya teraktivasi dalam
keadaan cahaya redup (dim light) sangat sensitive terhadap cahaya. Sel ini
dapat menghasilkan suatu sinyal dari satu photon cahaya. Tetapi sel ini tidak
12

dapat menghasilkan sinyal dalam cahaya terang (bright light) dan juga tidak
peka terhadap warna.
10. Epitelium pigmen retina, merupakan lapisan sel poligonal yang teratur, ke
arah ora serrata. Inti sel berbentuk kuboid dengan sitoplasmanya kaya akan
butir-butir melanin. Fungsi epitel pigmen adalah sebagai berikut:
Menyerap cahaya dan mencegah terjadinya pemantulan.
Berperan dalam nutrisi fotoreseptor
Penimbunan dan pelepasan vitamin A
Berperan dalam proses pembentukan rhodopsin
Cahaya yang masuk ke dalam retina diserap oleh rhodopsin, suatu
protein yang tersusun dari opsin (protein transmembran) yang terikat pada
retinal. Penyerapan cahaya ini akan menyebabkan isomerisasi rhodopsin dan
memisahkan opsin dari ikatannya dengan retinal menjadi opsin bentuk aktif.
Opsin bentuk aktif kemudian memfasilitasi pengikatan guanosin
triphosphate (GTP) dengan protein transducin. Kompleks GTP-transducin
ini kemudian mengaktifkan enzim cyclic guanosin monophosphate
phosphodiesterase suatu enzim yang berperan dalam pembentukan senyawa
cyclic guanosin monophosphate (cGMP) yang berperan dalam pembukaan
kanal natrium di dalam plasmalema sel batang dan menyebabkan masuknya
natrium dari segmen luar sel batang menuju segmen dalam sel batang.
Keadaan ini akan menyebabkan hiperpolarisasi di segmen dalam sel batang
dan merangsang dilepaskannya neurotransmitter dari sel batang menuju ke
sel bipolar. Oleh sel bipolar rangsang kimiawi ini dirubah menjadi impuls
listrik yang akan diteruskan menuju ke sel ganglion untuk dikirim ke otak.
Sel-sel batang dan kerucut dilapisan fotoreseptor mampu mengubah
rangsang cahaya menjadi impuls saraf yang dihantarkan lapisan serat saraf
retina melalui saraf optikus hingga akhirnya ke korteks penglihatan. Makula
pada retina berfungsi umtuk penglihatan sentral dan warna (fotopik)
sedangkan bagian lainnya yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor
batang, digunakan untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).
Penglihatan siang hari diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, pada waktu
13

senja kombinasi sel kerucut dengan batang, dan penglihatan malam hari
diperantarai oleh fotoreseptor batang.

2.2 Fisiologi Humor Akuos


Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor akuos
dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor akuos adalah suatu
cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan posterior mata.
a.
Komposisi humor akuos
Humor akuos adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera okuli
anterior dan posterior mata, yang berfungsi memberikan nutrisi dan oksigen
pada kornea dan lensa. Volumenya adalah sekitar 250 L, dan kecepatan
pembentukannya, yang bervariasi diurnal, adalah 1,5 2 L/menit. Tekanan
osmotik sedikit lebih tinggi daripada plasma. Komposisi humor akuos serupa
dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat,
dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.
Tekanan intraokular normal rata-rata yakni 15 mmHg pada dewasa, dimana lebih
tinggi daripada rata-rata tekanan jaringan pada organ lain di dalam tubuh.
Tekanan yang tinggi ini penting dalam proses penglihatan dan membantu untuk
memastikan:
- Kurvatura dari permukaan kornea tetap halus dan seragam
- Jarak konstan antara kornea, lensa dan retina
- Keseragaman barisan fotoreseptor di retina dan epitel berpigmen di membran
Bruchs dimana normalnya rapi dan halus

b. Pembentukan dan Aliran Humor Akuos


Humor akuos diproduksi oleh badan siliar. Ultrafiltrat plasma yang
dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan
prosesus sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke kamera okuli posterior,
humor akuos mengalir melalui pupil ke kamera okuli anterior lalu ke jalinan
trabekular di sudut kamera anterior (sekaligus, terjadi pertukaran diferensial
komponen komponen dengan darah di iris), melalui jalinan trabekular ke kanal
schlemn menuju saluran kolektor, kemudian masuk kedalam pleksus vena, ke
jaringan sklera dan episklera juga ke dalam v.siliaris anterior di badan siliar.
14

Saluran yang mengandung cairan camera oculi anterior dapat dilihat di daerah
limbus dan subkonjungtiva, yang dinamakan aqueus veins.
Humor akuos akan mengalir keluar dari sudut COA melalui dua jalur,
yakni :
- Outflow melalui jalur trabekular yang menerima sekitar 85% outflow
kemudian akan mengalir kedalan canalis Schlemm. Dari sini akan
dikumpulkan melalui 20-30 saluran radial ke pleksus vena episkleral (sistem
konvensional)
- Outflow melalui sistem vaskular uveoskleral yang menerima sekitar 15%
outflow, dimana akan bergabung dengan pembuluh darah vena

Gambar 4. Jalur Aliran Humor Akueus


Dikutip dari: Vaughan dkk, 2000

2.3 Lens Induced Glaucoma


2.3.1. Definisi
Lens induced glaucoma termasuk jenis glaukoma sekunder, yaitu
glaukoma akibat adanya penyakit terdahulu, dimana pada hal ini terdapat
kelainan pada lensa mata.

2.3.2. Klasifikasi Lens Induced Glaucoma


15

Lens induced glaucoma terbagi atas glaukoma sekunder sudut tertutup


dan glaukoma sekunder sudut terbuka. Klasifikasi dari lens induced
glaucoma yaitu:
2.3.2.1. Sudut Tertutup
2.3.2.1.1. Glaukoma Fakomorfik

Patofisiologi

Glaukoma Fakomorfik adalah Lens induced glaukoma


sekunder sudut tertutup yang terjadi akibat pembentukan katarak
matur. Penyempitan dari sudut kornea-iris terjadi secara perlahan

bersama pembentukan katarak dengan mendorong iris ke depan


atau terjadi secara cepat dengan katarak intrumesen pada lensa
sehingga merusak aliran humor akuos antara batas pupil dan
kapsula anterior lensa.

Diagnosis
Gambar 5. Glaukoma Fakomorfik
Dikutip dari: American Academy of Opthalmology
Glaucoma, Basic and Clinical Science Course 2014-2015
16

Glaukoma Fakomorfik didiagnosis berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pada anamnesis dapat ditemukan, yaitu:

Keluahan terjadi secara akut dan cepat

mata merah,

nyeri mata

riwayat penurunan visus

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan:

edema kornea

bukti adanya pembentukan katarak matur


(pemeriksaan slit lamp)

sudut tertutup (gonioscopy)

peningkatan tekanan intraokular (pemeriksaan


tonometri) pada mata yang sakit.

Glaukoma primer sudut tertutup dan fakomorfik sudut


tertutup adalah terdapatnya pembengkakan pada lensa dan
terdapat cell dan flare. Panjang visual axial (biasanya pendek
pada fakomorfik) dan riwayat refraksi dapat digunakan untuk
membedakan kedua kondisi tersebut.
17

Tatalaksana

Tatalaksana awal pada Glaukoma Fakomorfik adalah


menurunkan tekanan intraokular dengan terapi medikamentosa,
seperti beta blocker topikal, karbonik anhidrase inhibitor dan agen
hiperosmotik seperti gliserin oral. Parasympathomimetic agents
harus digunakan secara hati-hati karena bisa mempercepat
penghalauan pupil. Jika tekanan intraokular tidak bisa diterapi
hanya dengan medikamentosa, digunakan Iridotomi Laser untuk
depresi kornea. Jika mata lainnya juga berisiko mengalami
glaukoma sekunder sudut tertutup, disarankan untuk melakukan
iridotomi laser sebagai profilaksis. Tatalaksana definitif adalah
Ekstraksi Katarak.

Gambar 6. Laser Iridotomy


Dikutip dari :
http://www.glaucomacare.com.au/services/glaucoma/glaucoma
-treatments
18

Laser Iridotomy
Indikasi dari Laser Iridotomy adalah adanya blok pupil.
Bagaimanapun, terkadang laser iridtomy digunakan juga sebagai
diagnostik, selain sebagai terapetik. Sebagai contoh, diagnosis
plateau iris hanya bisa dikonfirmasi ketika pasien iridotomy, gagal
untuk merubah konfigurasi perifer iris dan menghilangkan sudut
bilik mata depan yang tertutup. Laser iridotomy juga
diindikasikan untuk mencegah blok pupil pada mata yang
berisiko.
Kontraindikasi dari Laser Iridotomy adalah pada pasien
yang mengidap rubeosis iridis pada mata dan pengguna
antikoagulan sistemik, seperti aspirin , karena dapat
meningkatkan resiko pendarahan.

2.3.2.1.2. Glaukoma disebabkan oleh dislokasi lensa


Patofisiologi
Glaukoma sekunder sudut tertutup dapat terjadi jika lensa
dipindahkan dari posisi anatomi normal (Ektopia Lentis).
Perpindahan lensa ke depan dapat mengakibatkan penyempitan
sudut BMD dan pupil yang menyebabkan glaukoma sekunder
sudut tertutup. Ectopia Lentis dapat hadir sebagai akibat trauma
atau berhubungan dengan gangguan sistemik seperti sindrom
Weill-Marchesani, sindrom Marfan, homosistinuria, dan lain-lain.
Zat Biokimia juga dapat menyebabkan Ektopia lentis karena
mengakibatkan serat lensa yang rusak (serat zonula yang
menangguhkan lensa di posisi), sering menyebabkan
subluksasi/dislokasi lensa, sehingga meningkatkan risiko sudut
tertutup sekunder.
19

Gambar 7. Glaukoma akibat dislokasi lensa (Ektopia


Lentis)
Dikutip dari: American Academy of Opthalmology
Diagnosis
Glaucoma, Basic and Clinical Science Course 2014-2015
Presentasi klinis dari Ektopia lentis bervariasi sesuai
keadaan lensa masing-masing individual. Secara klinis, ektopia
lentis akan muncul secara akut dan menimbulkan keluhan seperti:
Nyeri pada mata
Mata merah
Penurunan visus
Riwayat kesulitan dengan akomodasi dan
penglihatan dekat
Riwayat trauma
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan:
Dislokasi/subluksasi lensa
Pemeriksaan gonioskopi didapatkan sudut tertutup
blokade pupil
Peningkatan tekanan intraokular pada mata yang
sakit.

Tatalaksana
Tatalaksana glaukoma disebabkan oleh Ektopia lentis
tergantung pada derajat dislokasi lensa dan adanya blokade pupil.
Dalam kasus subluksasi parsial tanpa blokade pupil, pengobatan
20

konservatif dengan monitoring tekanan intraokular bisa


dilakukan. Jika terdapat blokade pupil, biasanya merupakan
indikasi iridektomi laser. Bila total dislokasi anterior terjadi,
pengangkatan lensa adalah pengobatan definitif.

2.3.2.2. Sudut Terbuka


2.3.2.2.1. Glaukoma Fakolitik
Patofisiologi
Glaukoma fakolitik disebabkan proses inflamasi yang
disebabkan oleh kebocoran material lensa melalui kapsul dari
katarak matur. Material lensa tersebut terdiri atas protein lensa
yang telah berubah, makrofag, dan sel-sel inflamatori yang
menyebabkan obstruksi trabekula meshwork dan menimbulkan
glaukoma.
Berbeda dengan beberapa bentuk lens induced glaukoma
(glaukoma partikel lensa, glaukoma phacoantigenic), glaukoma
fakolitik terjadi di lensa-katarak dengan kapsul lensa utuh. Hal ini
menyebabkan obstruksi langsung jalur keluar oleh protein lensa
yang dilepaskan dari cacat mikroskopis dalam kapsul lensa yang
utuh. Protein dengan berat molekul tinggi yang ditemukan di
lensa-katarak menghasilkan obstruksi outflow dalam studi perfusi
eksperimental mirip dengan yang ditemukan pada glaukoma
phacolytic. Meskipun respon makrofag biasanya hadir, makrofag
diyakini respon alami untuk protein lensa di ruang anterior
daripada penyebab obstruksi.
Kemungkinan 2 bentuk glaukoma fakolitik adalah
presentasi yang lebih akut yang disebabkan oleh kebocoran cepat
protein lensa yang menutup jalan trabecular meshwork dan
presentasi yang lebih bertahap dengan makrofag yang dihasilkan
dari respon kekebalan untuk protein lensa di ruang anterior.
21

Gambar 8. Glaukoma Fakolitik


Sumber: American Academy of Opthalmology
Glaucoma, Basic and Clinical Science Course 2014-
Diagnosis 2015
Penegakan diagnosis pada glaukoma fakolitik, dilakukan
melalui anamnesis, pemeriskaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesis, didapatkan:
nyeri mata
fotofobia
penurunan penglihatan
mata merah
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan:
hyperemia konjungtiva yang parah.
Ditemukan sel menonjol atau bahan putih / partikel
di BMD
reaksi flare tanpa endapan keratin
edema kornea
peningkatan tekanan intraokular
bukti dari pseudohypopyon dewasa juga dapat
hadir (deposit protein lensa di sudut inferior).
Gonioscopi mengungkapkan sudut terbuka BMD.

Tatalaksana
Tatalaksana awal pasien dengan glaukoma fakolitik adalah
cycloplegia topikal, steroid topikal, dan supresan akuos. Tujuan
22

cepat dari terapi ini adalah untuk mengurangi peradangan dan


mengurangi tekanan intraokular.
Pengobatan definitif glaukoma fakolitik adalah ekstraksi
katarak. Ekstraksi katarak ekstrakapsular (misalnya,
fakoemulsifikasi) dengan implan lensa intraokular sebagian besar
telah menggantikan ekstraksi katarak intrakapsular sebagai
prosedur pilihan.

Gambar 9. Extracapsular Cataract Extraction


Dikutip dari: http://www.krishnaeyecentre.com

2.3.2.2.2. Glaukoma Partikel Lensa


Patofisiologi
Glaukoma partikel lensa, berbeda dengan glaukoma
phacolytic, adalah glaukoma sekunder untuk "gangguan dari
kapsul lensa", yang mungkin terjadi setelah operasi katarak,
cedera tembus lensa, atau kapsulotomi laser posterior. Material
partikel lensa yang terganggu di ruang anterior mengarah ke
23

obstruksi
outflow akuos.

Diagnosis
Presentasi
biasanya
tertunda selama
beberapa
minggu setelah peristiwa pemicu, tetapi mungkin terjadi bulan
atau tahun kemudian. Pada anamnesis, penting ditanyakan riwayat
pembedahan atau trauma dalam membuat diagnosis yang akurat.
Temuan klinis yaitu:
tekanan intraokular tinggi
bukti bahan lensa kortikal di ruang anterior
edema kornea
sinekia posterior dan sinekia anterior perifer

Tatalaksana
Terapi medis awalnya ditujukan untuk mengontrol tekanan
intraokular, steroid topikal dapat diberikan untuk mengurangi
peradangan, dan mydriatics untuk mencegah pembentukan
sinekia. Jika partikel lensa/ materi tidak menyerap, ada sejumlah
besar bahan lensa di ruang anterior dan tekanan intraokular yang
tidak dapat dikendalikan, operasi pengangkatan lensa dilakukan.

Gambar 10. Glaukoma Partikel Lensa


Sumber: American Academy of Opthalmology
Glaucoma, Basic and Clinical Science Course 2014-
2015
24

2.3.2.2.3. Phacoantigenic Glaukoma


Patofisiologi
Phacoantigenic glaukoma adalah reaksi inflamasi
granulomatosa ditujukan terhadap antigen lensa sendiri yang
menyebabkan obstruksi trabecular meshwork dan peningkatan
tekanan intraokular. Hal ini penting untuk disebutkan bahwa
phacoanaphylaxis bukanlah nama yang benar dari kondisi ini
karena bukan suatu alergi. Mekanisme yang menyebabkan reaksi
tampaknya merupakan reaksi imun kompleks Arthus yang
dimediasi oleh IgG dan sistem komplemen.

Diagnosis
Phacoantigenic glaukoma biasanya terjadi antara satu dan
empat belas hari setelah operasi katarak atau trauma. Temuan
klinis termasuk "endapan keratic", sel / reaksi flare di ruang
anterior, sinekia dan bahan lensa residual. Hal yang kurang umum
adalah adanya glaukoma optik neuropati.

Tatalaksana
Manajemen terapi awal adalah untuk mengontrol tekanan
intraokular dengan obat penurun tekanan intraokular dan untuk
mengurangi peradangan dengan steroid topikal. Jika perawatan
medis tidak berhasil, operasi pengangkatan bahan lensa residual
diindikasikan.
BAB III
KESIMPULAN

Lens induced glaucoma adalah salah satu bagian dari glaukoma sekunder yang
terjadi akibat kelainan atau gangguan pada lensa. Lens induced glaucoma dapat terjadi
sebagai glaukoma sekunder sudut tertutup atau glaukoma sekunder sudut terbuka. Sudut
tertutup dapat disebabkan oleh pembengkakan lensa (phacomorphic glaucoma) atau
lensa dislokasi (ectopia lentis). Sedangkan sudut terbuka berkaitan dengan kebocoran
25

protein lensa melalui kapsul dari katarak matur atau hipermature (phacolytic glaucoma),
obstruksi trabekular meshwork dengan ekstraksi katarak, capsulotomy, atau trauma
okular oleh fragmen yang dibebaskan dari bahan lensa (lens particel glaucoma), dan
hipersensitivitas terhadap protein lensa sendiri setelah operasi atau trauma tembus
(phacogenic glaukoma).
Secara umum, tatalaksana awal yang digunakan pada Lens induced glaukoma
adalah terapi medikamentosa untuk menurunkan tekanan intraokular dan mengurangi
reaksi peradangan. Selain itu, digunakan juga tindakan operatif seperti tindakan
iridotomi laser dan pengangkatan lensa

DAFTAR PUSTAKA

1. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2015. Situasi dan
Analisis Glaukoma. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
2. Dame, W. A. 2011. Glaucoma Caused Blindness with Its Characteristic in Cipto
Mangunkusumo Hospital. Jurnal Oftalmologi Indonesia (JOI). 7(5). 189-193
3. Krishnadas, R. And Ramakrishnan R. 2001. Secondary Glaucomas: The Tasks
Ahead. Community Eye Health Journal. 14(39). 40-42
4. Luna G dsn Rad B E. 2015. Lens Induced Glaucomas. Artikel dari American
Academy of Ophtalmology. (dalam http://eyewiki.aao.org pada 7 April 2016).
5. Ilyas SH dan Sri, RY. 2012. Anatomi dan fisiologi mata, Dalam: Ilmu Penyakit
Mata. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, hal. 1-12
6. Riordan-Eva Paul. 2007. Anatomi dan embriologi mata, Dalam: Vaughan & Asbury
Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta. EGC, hal. 8-19
7. Zorab, Richard, et al. 2014. American Academy of Opthalmology Glaucoma, Basic
and Clinical Science Course. San Fransisco: American Academy of Opthalmology.

Anda mungkin juga menyukai