Anda di halaman 1dari 5

Hayam Wuruk

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Hayam Wuruk

Penguasa monarki Kerajaan Majapahit

Masa kekuasaan Majapahit: 1350–1389

Dinobatkan 1350

Nama lengkap Maharaja Sri Rajasanagara

Gelar Rajasanagara

Tempat lahir Majapahit

Tempat wafat Majapahit

Pendahulu Tribhuwana Wijayatunggadewi

Pengganti Wikramawardhana
Ratu Sri Sudewi (Paduka Sori)

Pasangan Selir ? (Ibunda Wirabhumi)

Dinasti Wangsa Rajasa

Ayah Cakradhara

Ibu Tribhuwana Wijayatunggadewi

Agama Hinduisme

Mahkota Ulun Umbul yang diduga merupakan mahkota Hayam Wuruk yang ditemukan di Kampung
Leuwidulang, Desa Sukamaju, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, Tatar Pasundan. Selain itu
terdapat juga sebuah tongkat bermotif burung Galudra (Garuda). Artefak tersebut kini tersimpan di lemari
kaca ruang Kepala Sekolah SMA Pasundan Majalaya.

Hayam Wuruk adalah raja keempat Kerajaan Majapahit yang memerintah tahun 1350-1389,
bergelar Maharaja Sri Rajasanagara. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan
Majapahit mencapai puncak kejayaannya.

Daftar isi
[sembunyikan]

 1Silsilah Hayam Wuruk


 2Masa pemerintahan Hayam Wuruk
o 2.1Versi Pertama
o 2.2Versi Kedua
 3Pergantian Patih
 4Kematian
 5Sastra
 6Suksesor
 7Kepustakaan
 8Referensi
 9Lihat pula

Silsilah Hayam Wuruk[sunting | sunting sumber]


Nama Hayam Wuruk artinya "ayam yang terpelajar". Ia adalah putra pasangan Tribhuwana
Tunggadewi dan Sri Kertawardhana alias Cakradhara. Ibunya adalah putri Raden
Wijaya pendiri Majapahit, sedangkan ayahnya adalah raja bawahan di Singhasari bergelar Bhre
Tumapel.
Hayam Wuruk dilahirkan tahun 1334. Peristiwa kelahirannya diawali dengan gempa bumi di
Pabanyu Pindah dan meletusnya Gunung Kelud. Pada tahun itu pula Gajah Mada mengucapkan
Sumpah Palapa.
Hayam Wuruk memiliki adik perempuan bernama Dyah Nertaja alias Bhre Pajang, dan adik
angkat bernama Indudewialias Bhre Lasem, yaitu putri Rajadewi, adik ibunya.
Permaisuri Hayam Wuruk bernama Sri Sudewi bergelar Paduka Sori putri Wijayarajasa Bhre
Wengker. Paduka Sori adalah saudara kandung tiri Hayam Wuruk, Hayam Wuruk dan Paduka
Sori punya 1 ayah, beda ibu[1] [2].
Dari perkawinan itu lahir Kusumawardhani yang menikah dengan Wikramawardhana putra Bhre
Pajang. Hayam Wuruk juga memiliki putra dari selir yang menjabat sebagai Bhre Wirabhumi,
yang menikah dengan Nagarawardhani putri Bhre Lasem.

Diagram silsilah Wangsa Rajasa, keluarga kerajaan Singhasari dan Majapahit.


Masa pemerintahan Hayam Wuruk[sunting | sunting sumber]
Di bawah kekuasaan Hayam Wuruk, Majapahit menaklukkan Kerajaan Pasai dan Aru (kemudian
bernmama Deli, di era pemerintahan Hayam Wuruk menyimpan polemik dalam
pengangkatannya sebagai Raja. Hal itu dikarenakan Hayam Wuruk menjadi Raja Majapahit
untuk menggantikan ibunya (Tribhuwana Tunggadewi) yang menjadi Wali
Kerajaan/Makamanggalya, dikarenakan status ibunya sebagai Ratu Majapahit telah habis.
Habisnya status tersebut dikarenakan Gayatri (sebagai pemegang status kekuasaan yang sah)
telah meninggal)
Versi Pertama[sunting | sunting sumber]
Tahun 1351, Hayam Wuruk hendak menikahi puteri Raja Galuh/Pajajaran (di Jawa Barat), Dyah
Pitaloka Citraresmi. Pajajaran setuju asal bukan maksud Majapahit untuk mencaplok kerajaan
Galuh. Ketika dalam perjalanan menuju upacara pernikahan, Gajah Mada mendesak kerajaan
Galuh untuk menyerahkan puteri sebagai upeti dan tunduk kepada Majapahit. Kerajaan Galuh
menolak, akhirnya pecah pertempuran, Perang Bubat. Dalam peristiwa menyedihkan ini seluruh
rombongan kerajaan Galuh tewas, dan dalam beberapa tahun Galuh menjadi wilayah Majapahit.
"Kecelakaan sejarah" ini hingga sekarang masih dikenang terus oleh masyarakat Jawa
Barat dalam bentuk penolakan nama Hayam Wuruk dan Gajah Mada bagi pemberian nama jalan
di wilayah ini.
Versi Kedua[sunting | sunting sumber]

 Dyah Pitaloka itu sebenarnya masih saudara sedarah dengan Hayam Wuruk, karena Raden
Wijaya (penerus tahta kerajaan Sunda ke-26) adalah putra Rakyan Jayadarma yang
menikah dengan Dyah Lembu Tal yang merupakan keturunan Ken Arok
 Rakyan Jayadarma adalah putra mahkota kerajaan Pakuan dari Prabu Guru Dharmasiksaai
 Rakeyan Jayadarma mati diracun oleh saudara kandungnya sendiri untuk merebut tampuk
kekuasaan.
 Kemudian Dyah Lembu Tal membawa Raden Wijaya ke Jawa Timur
 Gajah Mada mengingatkan kepada Hayam Wuruk bahwa Dyah Pitaloka masih satu darah
dengan dia sehingga tidak boleh menikah. Namun, Hayam Wuruk bersikeras untuk menikahi
Dyah Pitaloka
 Gajah Mada yang menyampaikan kepada rombongan kerajaan Sunda bahwa tidak akan ada
perkawinan antara Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka
 Karena merasa dipermalukan maka rombongan kerajaan Sunda menyerang Majapahit demi
kehormatan.

Pergantian Patih[sunting | sunting sumber]


Pada tahun 1364, Mahapatih Gajah Mada meninggal tanpa keterangan jelas mengenai
penyebabnya.
Tahun 1367 Hayam Wuruk mengangkat Gajah Enggon sebagai patih.

Kematian[sunting | sunting sumber]


Tahun 1372, ibundanya meninggal. Ini adalah pukulan berat baginya.
Tahun 1377 kembali menundukkan Swarnabhumi karena pelanggaran yang dilakukan
penguasanya. Setelah ini, Majapahit memasuki era damai dengan menjalin hubungan baik
dengan negara tetangganya.
Tahun 1389 Hayam Wuruk mangkat dan dimakamkan di Tajung. Diganti oleh menantunya
Wikramawardhana.

Sastra[sunting | sunting sumber]


Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, kitab Kakawin Sutasoma (yang memuat
semboyan Bhinneka Tunggal Ikatan Hana Dharma Mangrwa) digubah oleh Mpu Tantular, dan
kitab Nagarakretagama digubah oleh Mpu Prapancapada tahun 1365.

Suksesor[sunting | sunting sumber]


Tahun 1389, Hayam Wuruk meninggal dengan dua anak: Kusumawardhani (yang
bersuami Wikramawardhana), serta Wirabhumi yang merupakan anak dari selirnya. Namun yang
menjadi pengganti Hayam Wuruk adalah menantunya, Wikramawardhana.

Kepustakaan[sunting | sunting sumber]


 Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai
Pustaka
 R.M. Mangkudimedja. 1979. Serat Pararaton Jilid 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
 Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
 Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara

Anda mungkin juga menyukai