Anda di halaman 1dari 3

Pusat Kerajaan Majapahit diperkirakan di daerah Trowulan sekarang, 10 km sebelah barat daya Kota

Mojokerto, Jawa Timur. Hal ini didasarkan temuan artefak berupa bekas tembok dan fondasi
bangunan, pintu gapura, candi, saluran air, dan tiang-tiang rumah. Tanggal pasti berdirinya Kerajaan
Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja (memerintah 1293-1309 M), yaitu 10
November 1293. Sumber utama para sejarawan mengenai Kerajaan Majapahit adalah Pararaton
(Kitab Raja-raja) dan Nagarakertagama. Pararaton tidak hanya menceritakan Ken Arok, tetapi juga
memuat sejarah ringkas lahirnya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi Jawa
Kuno yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah Hayam Wuruk. Apa yang terjadi setelah
masa itu tidak banyak yang tahu. Beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno ataupun catatan
sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain juga membantu menyingkapkan sejarah Majapahit.

Raden Wijaya menghargai semua orang yang berjasa terhadapnya dengan memberi mereka
kedudukan dalam pemerintahannya atau kekuasaan di daerah tertentu di Majapahit. Pengganti
Raden Wijaya adalah Jayanegara (memerintah 1309-1328 M), yang pada waktu itu masih berusia
sekitar 15 tahun. Berbeda dari ayahnya, Jayanegara tidak memiliki kecakapan memerintah, sehingga
ia mendapat julukan “Kala Gemet” yang berarti lemah dan jahat. Pemerintahan Jayanegara diwarnai
banyak pemberontakan. Dari seluruh pemberontakan tersebut, pemberontakan oleh salah seorang
kepercayaan dan penasihat raja (disebut golongan Dharmaputra) bernama Ra Kuti disebut-sebut
sebagai yang terbesar karena hampir berhasil menggulingkan Majapahit. Namun, Gajah Mada, yang
saat itu menjadi bhayangkara (sebutan untuk pasukan pengawal raja) berhasil memadamkannya. La
menyelamatkan Jayanegara dengan mengungsikannya sementara ke sebuah desa bernama
Badander Jayanegara akhirnya meninggal akibat operasi (penyakit) oleh seorang tabib bernama
Tancha, yang menaruh dendam terhadap Jayanegara. Tancha kemudian dibunuh oleh Gajah Mada.

Karena Jayanegara tidak berputra, ia digantikan oleh adiknya bernama Gayatri atau Bhre Kahuripan,
dengan gelar Tribhuwana Tunggadewi (memerintah 1328-1350 M). Pada masa pemerintahannya,
yaitu pada tahun 1331 M, terjadi pemberontakan di Sadeng dan Keta, keduanya berada di wilayah
Besuki, Jawa Timur. Pemberontakan ini dapat diatasi oleh Gajah Mada. Atas jasanya ini, ia diangkat
sebagai Mahapatih Hamengkubumi Majapahit. Pada saat pengangkatannya tahun 1336 M, Gajah
Mada mengucapkan sumpah terkenalnya, yang disebut Sumpah Palapa. Isinya: Gajah Mada pantang
bersenang- senang sebelum dapat menyatukan Nusantara. Kawasan yang dimaksud sebagai
Nusantara adalah pulau-pulau yang meliputi Malaka, Sumatra, Jawa, Madura, Bali, Kalimantan,
Sunda Kecil (Nusa Tenggara), dan Maluku. Gayatri meninggal tahun 1350 M dan digantikan oleh
putranya, Hayam Wuruk (memerintah 1350-1389 M).

Pada masa Hayam Wuruk, Majapahit mencapai puncak kejayaan: wilayahnya sangat luas, seluas
wilayah Indonesia sekarang, bahkan pengaruhnya sampai ke beberapa negara di wilayah Asia
Tenggara. Tidak dapat dimungkiri peran Gajah lain Mada sangat besar, yang konsisten mewujudkan
Sumpah Palapa- nya.

Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk pula karya sastra mengalami kemajuan pesat. Pada tahun
1365, ditulis kitab Nagarakertagama oleh Mpu Prapanca, demikian juga kitab- kitab lain, seperti
Sutasoma dan Arjunawijaya oleh Mpu Tantular. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika merupakan kutipan
dari kakawin Sutasoma. Sementara itu, seorang musafir Tiongkok, Ma-Huan, menulis pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk Majapahit telah

Mengenal kemajemukan budaya, agama, dan adat istiadat. Hat ini karena pada waktu itu Majapahit
juga dihuni oleh penduduk yang berasal dari Samudra Pasai dan Malaka, orang-orang Tionghoa yang
telah memeluk agama Islam, serta penduduk asti yang beragama Hindu dan Buddha. Kota Majapahit
adalah kawasan urban awal dalam sejarah Indonesia. Himpunan kompleks permukiman dikelilingi
oleh tembok bata berdenah kotak-kotak. Setiap blok kompleks dipisahkan oleh jalan, kebun, atau
kanal. Pola tata letak seperti ini masih dapat ditemukan di Bali. Kemungkinan besar ibu kota
Majapahit tersusun atas himpunan unit permukiman seperti ini. Kemakmuran Majapahit diduga
karena majunya pertanian lembah Sungai Berantas serta dikuasainya jalur perdagangan rempah-
rempah Maluku. Ekonomi Majapahit menjadi semakin kompleks sehingga memerlukan pecahan
uang receh untuk mendukung aktivitas ekonomi mikro di pasar. Karena kebutuhan itu, sejak 1300
Majapahit mengimpor banyak uang kepeng perunggu dari Tiongkok. Masyarakat Majapahit mulai
suka menabung. Peninggalan menarik adalah celengan berbentuk babi yang mungkin merupakan
asal usul istilah “celengan” karena kata “celeng” berarti “babi hutan Politik penyatuan Nusantara
Gajah Mada baru berakhir pada 1357 M dalam apa yang disebut Perang Bubat, yaitu perang antara
Kerajaan Pajajaran (Sunda) dan Kerajaan Majapahit. Latar belakangnya sebagai berikut: Pada tahun
1357, Hayam Wuruk berniat meminang putri Raja Pajajaran Sri Baduga Maharaja bernama Dyah
Pitaloka Citraresmi atau Citra Rashmi (1340-1357). Pihak Pajajaran menganggap lamaran ini sebagai
perjanjian persekutuan. Pada tahun 1357, rombongan raja Pajajaran beserta keluarga dan
pengawalnya bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri. Sri Baduga memerintahkan
pasukannya berkemah di lapangan Bubat menunggu Hayam Wuruk menjemput putrinya. Namun,
Gajah Mada melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa Kerajaan Sunda takluk. La melarang
Hayam Wuruk menjemput dan menginginkan Sri Baduga sendirilah yang datang sebagai tanda
takluk. Sri Baduga murka dan menolak mentah-mentah. Perang pun tidak terelakkan. Meski dengan
gagah berani memberikan perlawanan, Sri Baduga dan seluruh anggota pasukannya terbunuh. Dyah
Pitaloka melakukan bela pati atau bunuh diri untuk membela kehormatan kerajaannya.

Gajah Mada meninggal tahun 1364. Selama tiga tahun berikutnya, jabatan mahapatih mangkubumi
dibiarkan kosong. Baru pada tahun 1367, diangkatlah Gajah Enggon sebagai penggantinya.

Pada tahun 1389, Hayam Wuruk wafat. Sepeninggal Hayam Wuruk dan setelah mencapai puncak
kejayaannya pada abad XIV, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah, terutama akibat
konflik perebutan takhta.

Pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra (dari selirnya) bernama
Wirabhumi, yang juga menuntut hak atas takhta. Sebetulnya, Wirabhumi telah diberi kekuasaan
sebagai raja di Blambangan, di bagian timur Jawa Timur sekarang. Diperkirakan pada tahun 1405-
1406 terjadi perebutan takhta antara Wirabhumi dan Wikramawardhana, yang dikenal dengan nama
Perang Paregreg. Perang ini berakhir dengan kemenangan Wikramawardhana, sementara
Wirabhumi ditangkap dan dipancung. Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit
atas daerah-daerah taklukannya. Negara-negara kecil yang selama ini menjadi taklukan Majapahit
satu per satu melepaskan diri. Kondisi ini tertulis dengan jelas dalam kitab Pararaton dan dalam
beberapa prasasti di Sawentar Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Wikramawardhana meninggal pada
1429, setelah sebelumnya mengangkat Dewi Suhita, anak Bhre Wirabumi menjadi raja. Hal ini
dilakukan untuk mengobati kekecewaan Bhre Wirabumi yang tidak berhasil menjadi raja di
Majapahit. Pada tahun 1444, Suhita meninggal, dan digantikan oleh Dyah Kertawijaya; demikian
selanjutnya Majapahit masih terus berganti-ganti raja tanpa mampu mengembalikan zaman
keemasannya. Pada 1456, Majapahit diperintah oleh Bhre Wengker dan setelah itu masih tercatat
pemerintahan Bhre Ranawijaya (Brawijaya) hingga kemudian Majapahit dikuasai oleh Demak,
kerajaan Islam pertama di Indonesia yang muncul pada tahun 1522.

Pusat Kerajaan Majapahit diperkirakan di daerah Trowulan sekarang, 10 km sebelah barat daya Kota
Mojokerto, Jawa Timur. Hal ini didasarkan temuan artefak berupa bekas tembok dan fondasi
bangunan, pintu gapura, candi, saluran air, dan tiang-tiang rumah. Tanggal pasti berdirinya Kerajaan
Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja (memerintah 1293-1309 M), yaitu 10
November 1293. Sumber utama para sejarawan mengenai Kerajaan Majapahit adalah Pararaton
(Kitab Raja-raja) dan Nagarakertagama. Pararaton tidak hanya menceritakan Ken Arok, tetapi juga
memuat sejarah ringkas lahirnya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi Jawa
Kuno yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah Hayam Wuruk. Apa yang terjadi setelah
masa itu tidak banyak yang tahu. Beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno ataupun catatan
sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain juga membantu menyingkapkan sejarah Majapahit.

Anda mungkin juga menyukai