Anda di halaman 1dari 28

Majapahit

Kemaharajaan Majapahit 
ꦤ ꦒꦫꦶꦏꦫꦗꦤ꧀
ꦩꦗꦥꦻꦠ꧀ (Jawa)
满 者 伯 夷  (Mandarin)
विल्व तिक्त (Sanskerta)
मजापहित साम्राज्य (Hindi)

1293–1527

Bendera Surya Majapahit

Semboyan
Mitreka Satata
(Jawa Kuna: "Persaudaraan
yang satu dengan dasar
persamaan derajat")

Peta wilayah kekuasaan Majapahit


berdasarkan Nagarakertagama;
keakuratan wilayah kekuasaan
Majapahit menurut
penggambaran orang Jawa masih
diperdebatkan.[1]

Ibu Mojokerto (masa
kota Raden
Wijaya), Trowulan(mas
a
Jayanegara), Kediri (m
asa Girindrawardhana)

Baha Jawa
sa Kuna (utama), Kawi (alt
ernatif), Sanskerta

Agam Siwa-Buddha 
a (Hindudan Buddha), Ke
jawen, Animisme

Bentu Monarki
k
peme
rintah
an

Mahar
aja

 1293- Kertarajasa
-1309 Jayawardhana
 

 1309- Jayanagara
-1328
 

 1328- Tribhuwana
-1350 Wijayatunggadewi
 

 1350- Rajasanagara
-1389
 

 1389- Wikramawardhana
-1429
 

 1429- Dyah Ayu Kencana


-1447 Wungu
 

 1447- Brawijaya I
-1451
 

 1451- Brawijaya II
-1453
 

 1453- Brawijaya III


-1466
 

 1466- Brawijaya IV
-1468
 

 1468- Brawijaya V
-1478
 

Maha
patih

 1336– Gajah Mada


-1364
 

Sejar
ah

 Peno
-batan
 Rade
n
Wijay 10 November 1293
a 1293
 Invasi 
-Dema
 k 1527

Mata Koin emas dan perak,


uang kepeng (koin perunggu
yang diimpor dari
Tiongkok)

Sekar  Indonesia
ang  Malaysia
bagia  Singapura
n dari  Brunei Darussalam
 Thailand
 Timor Leste
 Filipina

Sumber frasa Mitreka Satata


berasal dari Kakawin
Sutasoma karangan Mpu
Tantular pada zaman keemasan
kerajaan Majapahit. Semboyan
Mitreka Satata dipakai oleh
Mahapatih Gajah Mada.
Sebagai landasan dalam
menjalankan politik luar negeri
Majapahit yang bersifat
kekerabatan, hidup
berdampingan secara damai
dengan negara-negara di
kawasan Asia Tenggara.

Kerajaan Majapahit (Jawa: ꦤꦒꦫꦶꦏꦫꦗꦤ꧀ꦩꦗꦥꦻꦠ꧀; Nagari Karajan


Mɔjɔpait, Sanskerta: विल्व तिक्त; Wilwatikta) adalah
sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah
berdiri sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak
kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang
luas di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa
dari tahun 1350 hingga 1389.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang
menguasai Nusantara dan dianggap sebagai kerajaan terbesar
dalam sejarah Indonesia.[2] Menurut Negarakertagama, kekuasaannya
terbentang dari Jawa, Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan,
hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih
diperdebatkan.[3]

Historiografi
Hanya terdapat sedikit bukti fisik dari sisa-sisa Kerajaan Majapahit, [4] dan
sejarahnya tidak jelas.[5] Sumber utama yang digunakan oleh para
sejarawan adalah Pararaton ('Kitab Raja-raja') dalam bahasa
[6]
Kawi dan Nagarakretagama  dalam bahasa Jawa Kuno.
[7]
Pararaton terutama menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan
Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai
terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan
puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah
pemerintahan Hayam Wuruk. Kakawin Nagarakretagama pada tahun
2008 diakui sebagai bagian dalam Daftar Ingatan Dunia (Memory of the
World Programme) oleh UNESCO.[8] Setelah masa itu, hal yang terjadi
tidaklah jelas.[9] Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa
Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara
lain.[9]
Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa tersebut dipertentangkan.
Tidak dapat disangkal bahwa sumber-sumber itu memuat unsur non-
historis dan mitos. Beberapa sarjana seperti C.C. Berg menganggap
semua naskah tersebut bukan catatan masa lalu, tetapi memiliki arti
supernatural dalam hal dapat mengetahui masa depan. [10] Namun,
banyak pula sarjana yang beranggapan bahwa garis besar sumber-
sumber tersebut dapat diterima karena sejalan dengan catatan sejarah
dari Tiongkok, khususnya daftar penguasa dan keadaan kerajaan yang
tampak cukup pasti.[5] Tahun 2010 sekelompok pengusaha Jepang
dipimpin Takajo Yoshiaki membiayai pembuatan kapal Majapahit
atau Spirit of Majapahit yang akan berlayar ke Asia. Menurut Takajo, hal
ini dilakukan untuk mengenang kerjasama Majapahit dan Kerajaan
Jepang melawan Kerajaan China (Mongol) dalam perang di Samudera
Pasifik.[11]Menurut Guru Besar Arkeologi Asia Tenggara National
University of Singapore John N. Miksic jangkauan kekuasaan Majapahit
meliputi Sumatera dan Singapura bahkan Thailand yang dibuktikan
dengan pengaruh kebudayaan, corak bangunan, candi, patung dan seni.
[12]
 Bahkan ada perguruan silat bernama Kali Majapahit yang berasal
dari Filipina dengan anggotanya dari Asia dan Amerika. Silat Kali
Majapahit ini mengklaim berakar dari Kerajaan Majapahit kuno yang
disebut menguasai Filipina, Singapura, Malaysia dan Selatan Thailand.
[13]

Sejarah
Berdirinya Majapahit

Arca Harihara (paduan Siwa dan Wisnu) perwujudan Kertarajasa dari


Candi Simping, Blitar, kini koleksi Museum Nasional.
Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling
kuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti
Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chi[14] ke
Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan
Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan
mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan
memotong telinganya.[14][15] Kubilai Khan marah dan lalu
memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan
membunuh Kertanegara. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang
memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya,
menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian,
Wiraraja mengirim utusan ke Daha, yang membawa surat berisi
pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin mengabdi kepada
Jayakatwang.[16] Jawaban dari surat di atas disambut dengan senang
hati.[16] Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu
dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya
diambil dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika
pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk
bertempur melawan Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan
Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya
sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara
kalang-kabut karena mereka berada di negeri asing. [17][18] Saat itu juga
merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap
angin musonagar dapat pulang, atau mereka terpaksa harus menunggu
enam bulan lagi di pulau yang asing.
Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan
Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu
tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang bertepatan dengan
tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama
resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi masalah.
Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe, Sora,
dan Nambi memberontak melawannya, meskipun pemberontakan
tersebut tidak berhasil. Pemberontakan Ranggalawe ini didukung oleh
Panji Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra Jaran Waha, Ra Lintang, Ra Tosan,
Ra Gelatik, dan Ra Tati. Semua ini tersebut disebutkan dalam
Pararaton.[19] Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha lah
yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang tepercaya
raja, agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan.
Namun setelah kematian pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha
ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum mati. [18] Wijaya meninggal
dunia pada tahun 1309.
Putra dan penerus Wijaya
adalah Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang berarti
"penjahat lemah". Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun pemerintahan
Jayanegara, seorang pendeta Italia, Odorico da
Pordenone mengunjungi keraton Majapahit di Jawa. Pada tahun 1328,
Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri
Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih
mengundurkan diri dari istana dan menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk
anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu
Majapahit. Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah
Mada sebagai Mahapatih, pada saat pelantikannya Gajah Mada
mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan rencananya untuk
melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah
kemaharajaan. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit
berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di kepulauan Nusantara.
Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun
1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.
Kejayaan Majapahit

Perkembangan Kemaharajaan Majapahit, bermula di Trowulan,


Majapahit, Jawa Timur, pada abad ke-13, kemudian mengembangkan
pengaruhnya atas kepulauan Nusantara, hingga surut dan runtuh pada
awal abad ke-16.
Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari
tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak
kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah
perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak
wilayah.
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan
Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung
Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa
Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian
kepulauan Filipina.[20] Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus
puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.
Namun, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah
kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan
terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh
perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja. [21]Majapahit juga
memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian
selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.
[2][21]

Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga


menempuh jalan diplomasi dan menjalin persekutuan. Kemungkinan
karena didorong alasan politik, Hayam Wuruk berhasrat
mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan
[22]
Sundasebagai permaisurinya.  Pihak Sunda menganggap lamaran ini
sebagai perjanjian persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda
beserta keluarga dan pengawalnya bertolak ke Majapahit mengantarkan
sang putri untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi Gajah
Mada melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa kerajaan Sunda
takluk di bawah Majapahit. Pertarungan antara keluarga kerajaan Sunda
dengan tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak terelakkan. Meski
dengan gagah berani memberikan perlawanan, keluarga kerajaan
Sunda kewalahan dan akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh rombongan
keluarga kerajaan Sunda dapat dibinasakan secara kejam. [23] Tradisi
menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan hati remuk redam
melakukan "bela pati", bunuh diri untuk membela kehormatan
negaranya.[24] Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama dalam
naskah Kidung Sunda yang disusun pada zaman kemudian di Bali dan
juga naskah Carita Parahiyangan. Kisah ini disinggung
dalam Pararaton tetapi sama sekali tidak disebutkan dalam
Nagarakretagama.
Kakawin Nagarakretagama yang disusun pada tahun 1365
menyebutkan budaya keraton yang adiluhung, anggun, dan canggih,
dengan cita rasa seni dan sastra yang halus dan tinggi, serta sistem
ritual keagamaan yang rumit. Sang pujangga menggambarkan
Majapahit sebagai pusat mandala raksasa yang membentang
dari Sumatera ke Papua, mencakup Semenanjung Malaya dan Maluku.
Tradisi lokal di berbagai daerah di Nusantara masih mencatat kisah
legenda mengenai kekuasaan Majapahit. Administrasi pemerintahan
langsung oleh kerajaan Majapahit hanya mencakup wilayah Jawa
Timur dan Bali, di luar daerah itu hanya semacam pemerintahan
otonomi luas, pembayaran upeti berkala, dan pengakuan kedaulatan
Majapahit atas mereka. Akan tetapi segala pemberontakan atau
tantangan bagi ketuanan Majapahit atas daerah itu dapat mengundang
reaksi keras.[25]
Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada,
Majapahit melancarkan serangan laut untuk menumpas pemberontakan
di Palembang.[2]
Meskipun penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada
berbagai pulau dan kadang-kadang menyerang kerajaan tetangga,
perhatian utama Majapahit nampaknya adalah mendapatkan porsi
terbesar dan mengendalikan perdagangan di kepulauan Nusantara.
Pada saat inilah pedagang muslim dan penyebar agama Islam mulai
memasuki kawasan ini.
Jatuhnya Majapahit

Bidadari Majapahit, arca emas apsara gaya Majapahit menggambarkan


zaman kerajaan Majapahit sebagai "zaman keemasan" Nusantara.

Terakota wajah yang dipercaya sebagai potret Gajah Mada.


Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit
berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada
tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik
perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota
Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri,
pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra
dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta.
[5]
 Perang saudara yang disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi
pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana.
Perang ini akhirnya dimenangi Wikramawardhana, semetara Wirabhumi
ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya perang saudara ini
melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di
seberang.
Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi
laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang
jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu
1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah
menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota
pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tuban,
dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa.
[26]

Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh


putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447.
Ia adalah putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga
putri kedua Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan
dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga
tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja
dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat
pada tahun 1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat
krisis pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta
pada 1456. Ia kemudian wafat pada 1466 dan digantikan oleh
Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran Kertabhumi
memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan mengangkat
dirinya sebagai raja Majapahit.[9]
Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama
sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal
abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang.
Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang
berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian
barat Nusantara.[27] Di bagian barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini,
Majapahit tak kuasa lagi membendung kebangkitan Kesultanan
Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai Selat
Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu
beberapa jajahan dan daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di
Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan
Majapahit.
Sebuah tampilan model kapal Majapahit di Museum Negara
Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia. Kapal yang ditampilkan ini
berjenis kapal Borobudur.
Setelah mengalami kekalahan dalam perebutan kekuasaan dengan
Bhre Kertabumi, Singhawikramawardhana mengasingkan diri ke
pedalaman di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri) dan terus
melanjutkan pemerintahannya di sana hingga digantikan oleh
putranya Ranawijaya pada tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya
mengalahkan Kertabhumi dengan memanfaatkan ketidakpuasan umat
Hindu dan Budha atas kebijakan Bhre Kertabumi serta mempersatukan
kembali Majapahit menjadi satu kerajaan. Ranawijaya memerintah pada
kurun waktu 1474 hingga 1498 dengan gelar Girindrawardhana hingga
ia digulingkan oleh Patih Udara. Akibat konflik dinasti ini, Majapahit
menjadi lemah dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan Demak yang
didirikan oleh keturunan Bhre Wirabumi di pantai utara Jawa.
Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu
tahun 1478 (tahun 1400 saka, berakhirnya abad dianggap sebagai
waktu lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan [28])
hingga tahun 1518.
Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang
berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun
berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun
1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah
kemakmuran bumi”. Namun yang sebenarnya digambarkan oleh
candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11
Majapahit, oleh Girindrawardhana.[29] Raden Patah yang saat itu adalah
adipati Demak sebetulnya berupaya membantu ayahnya dengan
mengirim bala bantuan dipimpin oleh Sunan Ngudung, tetapi mengalami
kekalahan bahkan Sunan Ngudung meninggal di tangan Raden
Kusen adik Raden Patah yang memihak Ranawijaya hingga para dewan
wali menyarankan Raden Fatah untuk meneruskan pembangunan
masjid Demak.
Hal ini diperkuat oleh prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku
bahwa ia telah mengalahkan Kertabhumi [29] dan memindahkan ibu kota
ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara Ranawijaya
dengan Kesultanan Demak, karena penguasa Demak adalah keturunan
Kertabhumi. Sebenarnya perang ini sudah mulai mereda ketika Patih
Udara melakukan kudeta ke Girindrawardhana dan mengakui kekuasan
Demak bahkan menikahi anak termuda Raden Patah, tetapi peperangan
berkecamuk kembali ketika Prabu Udara meminta bantuan Portugis.
Sehingga pada tahun 1518, Demak melakukan serangan ke Daha yang
mengakhiri sejarah Majapahit[30] dan ke Malaka. Sejumlah besar abdi
istana, seniman, pendeta, dan anggota keluarga kerajaan mengungsi ke
pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan besar untuk menghindari
pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama ini mereka
mendukung Ranawijaya melawan Kertabhumi.
Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1518,
kekuatan kerajaan Islam pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan
sisa kerajaan Majapahit.[31] Demak di bawah pemerintahan Raden
(kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui sebagai penerus
kerajaan Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak,
legitimasi Raden Patah karena ia adalah putra raja Majapahit Brawijaya
V dengan seorang putri China.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia
(Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan
Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus,
penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.[29]
Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi
kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah
keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa
hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan
Sunda yang beribukota di Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan
Islam mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke
pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat
Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan Tengger,
kawasan Bromo dan Semeru.
Kebudayaan

Bendera Majapahit

Gapura Bajang Ratu, gerbang masuk salah satu kompleks bangunan


penting di ibu kota Majapahit. Bangunan ini masih tegak berdiri
di Trowulan.
"Dari semua bangunan, tidak ada tiang yang luput dari ukiran halus dan
warna indah" [Dalam lingkungan dikelilingi tembok] "terdapat pendopo
anggun beratap ijuk, indah bagai pemandangan dalam lukisan...
Kelopak bunga katangga gugur tertiup angin dan bertaburan di atas
atap. Atap itu bagaikan rambut gadis yang berhiaskan bunga,
menyenangkan hati siapa saja yang memandangnya".
— Gambaran ibu kota Majapahit kutipan dari Nagarakertagama.
Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan
anggun, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus, serta sistem ritual
keagamaan yang rumit. Peristiwa utama dalam kalender tata negara
digelar tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April) ketika semua utusan
dari semua wilayah taklukan Majapahit datang ke istana untuk
membayar upeti atau pajak. Kawasan Majapahit secara sederhana
terbagi dalam tiga jenis: keraton termasuk kawasan ibu kota dan
sekitarnya; wilayah-wilayah di Jawa Timur dan Bali yang secara
langsung dikepalai oleh pejabat yang ditunjuk langsung oleh raja; serta
wilayah-wilayah taklukan di kepulauan Nusantara yang
menikmati otonomi luas.[32]
Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal
dengan perayaan besar keagamaan yang diselenggarakan setiap
tahun. Agama Buddha, Siwa, dan Waisnawa (pemuja Wisnu) dipeluk
oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha,
Siwa, maupun Wisnu. Nagarakertagama sama sekali tidak menyinggung
tentang Islam, akan tetapi sangat mungkin terdapat beberapa pegawai
atau abdi istana muslim saat itu.[2]
Walaupun batu bata telah digunakan dalam candi pada masa
sebelumnya, arsitek Majapahitlah yang paling ahli menggunakannya.
[33]
 Candi-candi Majapahit berkualitas baik secara geometris dengan
memanfaatkan getah tumbuhan merambat dan gula merah sebagai
perekat batu bata. Contoh candi Majapahit yang masih dapat ditemui
sekarang adalah Candi Tikus dan Gapura Bajang Ratu di Trowulan,
Mojokerto. Beberapa elemen arsitektur berasal dari masa Majapahit,
antara lain gerbang terbelah candi bentar, gapura paduraksa (kori
agung) beratap tinggi, dan pendopo berdasar struktur bata. Gaya
bangunan seperti ini masih dapat ditemukan dalam arsitektur Jawa dan
Bali.
".... Raja [Jawa] memiliki bawahan tujuh raja bermahkota. [Dan]
pulaunya berpenduduk banyak, merupakan pulau terbaik kedua yang
pernah ada.... Raja pulau ini memiliki istana yang luar biasa
mengagumkan. Karena sangat besar, tangga dan bagian dalam
ruangannya berlapis emas dan perak, bahkan atapnya pun bersepuh
emas. Kini Khan Agung dari China beberapa kali berperang melawan
raja ini; akan tetapi selalu gagal dan raja ini selalu berhasil
mengalahkannya."
— Gambaran Majapahit menurut Mattiussi (Pendeta Odorico da
Pordenone).[34]
Catatan yang berasal dari sumber Italia mengenai Jawa pada era
Majapahit didapatkan dari catatan perjalanan Mattiussi, seorang pendeta
Ordo Fransiskan dalam bukunya: "Perjalanan Pendeta Odorico da
Pordenone". Ia mengunjungi beberapa tempat di Nusantara: Sumatera,
Jawa, dan Banjarmasin di Kalimantan. Ia dikirim Paus untuk
menjalankan misi Katolik di Asia Tengah. Pada 1318 ia berangkat dari
Padua, menyeberangi Laut Hitam dan menembus Persia, terus hingga
mencapai Kolkata, Madras, dan Srilanka. Lalu menuju kepulauan
Nikobar hingga mencapai Sumatera, lalu mengunjungi Jawa dan
Banjarmasin. Ia kembali ke Italia melalui jalan darat lewat Vietnam,
China, terus mengikuti Jalur Sutra menuju Eropa pada 1330.
Di buku ini ia menyebut kunjungannya di Jawa tanpa menjelaskan lebih
rinci nama tempat yang ia kunjungi. Disebutkan raja Jawa menguasai
tujuh raja bawahan. Disebutkan juga di pulau ini terdapat
banyak cengkeh, kemukus, pala, dan berbagai rempah-rempah lainnya.
Ia menyebutkan istana raja Jawa sangat mewah dan mengagumkan,
penuh bersepuh emas dan perak. Ia juga menyebutkan
raja Mongol beberapa kali berusaha menyerang Jawa, tetapi selalu
gagal dan berhasil diusir kembali. Kerajaan Jawa yang disebutkan di sini
tak lain adalah Majapahit yang dikunjungi pada suatu waktu dalam kurun
1318-1330 pada masa pemerintahan Jayanegara.

Ekonomi

Celengan zaman Majapahit, abad 14-15 Masehi Trowulan, Jawa Timur.


(Koleksi Museum Gajah, Jakarta)
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus
[21]
negara perdagangan.  Pajak dan denda dibayarkan dalam uang tunai.
Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8
pada masa kerajaan Medang yang menggunakan butiran dan keping
uang emas dan perak. Sekitar tahun 1300, pada masa pemerintahan
raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter penting terjadi:
keping uang dalam negeri diganti dengan uang "kepeng" yaitu keping
uang tembaga impor dari China. Pada November 2008 sekitar 10.388
keping koin China kuno seberat sekitar 40 kilogram digali dari halaman
belakang seorang penduduk di Sidoarjo. Badan Pelestarian Peninggalan
Purbakala (BP3) Jawa Timur memastikan bahwa koin tersebut berasal
dari era Majapahit.[35] Alasan penggunaan uang logam atau koin asing ini
tidak disebutkan dalam catatan sejarah, akan tetapi kebanyakan ahli
menduga bahwa dengan semakin kompleksnya ekonomi Jawa, maka
diperlukan uang pecahan kecil atau uang receh dalam sistem mata
uang Majapahit agar dapat digunakan dalam aktivitas ekonomi sehari-
hari di pasar Majapahit. Peran ini tidak cocok dan tidak dapat dipenuhi
oleh uang emas dan perak yang mahal.[36]
Beberapa gambaran mengenai skala ekonomi dalam negeri Jawa saat
itu dikumpulkan dari berbagai data dan prasasti. Prasasti Canggu yang
berangka tahun 1358 menyebutkan sebanyak 78 titik perlintasan berupa
tempat perahu penyeberangan di dalam negeri (mandalaJawa).
[32]
 Prasasti dari masa Majapahit menyebutkan berbagai macam
pekerjaan dan spesialisasi karier, mulai dari pengrajin emas dan perak,
hingga penjual minuman, dan jagal atau tukang daging. Meskipun
banyak di antara pekerjaan-pekerjaan ini sudah ada sejak zaman
sebelumnya, namun proporsi populasi yang mencari pendapatan dan
bermata pencarian di luar pertanian semakin meningkat pada era
Majapahit.
Menurut catatan Wang Ta-Yuan, pedagang Tiongkok,
komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain,
dan burung kakak tua, sedangkan komoditas impornya
adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang
dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah
hitam, dan tembaga.[37] Selain itu, catatan Odorico da Pordenone,
biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada
tahun 1321, menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan
perhiasan emas, perak, dan permata.[38]
Kemakmuran Majapahit diduga karena dua faktor. Faktor pertama;
lembah sungai Brantas dan Bengawan Solo di dataran rendah Jawa
Timur utara sangat cocok untuk pertanian padi. Pada masa jayanya
Majapahit membangun berbagai infrastruktur irigasi, sebagian dengan
dukungan pemerintah. Faktor kedua; pelabuhan-pelabuhan Majapahit di
pantai utara Jawa mungkin sekali berperan penting sebagai pelabuhan
pangkalan untuk mendapatkan komoditas rempah-rempah Maluku.
Pajak yang dikenakan pada komoditas rempah-rempah yang melewati
Jawa merupakan sumber pemasukan penting bagi Majapahit. [32]
Nagarakretagama menyebutkan bahwa kemashuran penguasa
Wilwatikta telah menarik banyak pedagang asing, di antaranya
pedagang dari India, Khmer, Siam, dan China. Pajak khusus dikenakan
pada orang asing terutama yang menetap semi-permanen di Jawa dan
melakukan pekerjaan selain perdagangan internasional. Majapahit
memiliki pejabat sendiri untuk mengurusi pedagang
dari India dan Tiongkok yang menetap di ibu kota kerajaan maupun
berbagai tempat lain di wilayah Majapahit di Jawa. [39]
Struktur pemerintahan
Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang
teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur
dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama perkembangan
sejarahnya.[40] Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia
memegang otoritas politik tertinggi.
Aparat birokrasi
Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan
pemerintahan, dengan para putra dan kerabat dekat raja memiliki
kedudukan tinggi. Perintah raja biasanya diturunkan kepada pejabat-
pejabat di bawahnya, antara lain yaitu:

 Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-putra raja


 Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang
melaksanakan pemerintahan
 Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan
 Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan
Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang
terpenting yaitu Rakryan Mapatih atau Patih Hamangkubhumi.
Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana menteri yang bersama-
sama raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan.
Selain itu, terdapat pula semacam dewan pertimbangan kerajaan
yang anggotanya para sanak saudara raja, yang disebut Bhattara
Saptaprabhu.
Pembagian wilayah

Kawasan inti Majapahit dan provinsinya (Mancanagara) di kawasan


Jawa Timur dan Jawa Tengah, termasuk pulau Madura dan Bali.
Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan
Singhasari,[18] terdiri atas beberapa kawasan tertentu di bagian timur
dan bagian tengah Jawa. Daerah ini diperintah oleh uparaja yang
disebut Paduka Bhattara yang bergelar Bhre atau "Bhatara i". Gelar
ini adalah gelar tertinggi bangsawan kerajaan. Biasanya posisi ini
hanyalah untuk kerabat dekat raja. Tugas mereka adalah untuk
mengelola kerajaan mereka, memungut pajak, dan mengirimkan
upeti ke pusat, dan mengelola pertahanan di perbatasan daerah yang
mereka pimpin.
Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s.d. 1389) ada 12
wilayah di Majapahit, yang dikelola oleh kerabat dekat raja. Hierarki
dalam pengklasifikasian wilayah di kerajaan Majapahit dikenal
sebagai berikut:

1. Bhumi: kerajaan, diperintah oleh Raja


2. Nagara: diperintah oleh rajya (gubernur), atau natha (tuan),
atau bhre (pangeran atau bangsawan)
3. Watek: dikelola oleh wiyasa,
4. Kuwu: dikelola oleh lurah,
5. Wanua: dikelola oleh thani,
6. Kabuyutan: dusun kecil atau tempat sakral.

Arca dewi Parwati sebagai perwujudan


anumerta Tribhuwanattunggadewi, ratu Majapahit ibunda Hayam
Wuruk.
Sedangkan dalam Prasasti Wingun Pitu (1447 M) disebutkan
bahwa pemerintahan Majapahit dibagi menjadi 14 daerah
bawahan, yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre.
[41]
 Daerah-daerah bawahan tersebut yaitu:
 Kahurip  Wengk  Kabal  Jagara  Singh
an (no. 1) er (no. 4) an (no. ga apura
 Daha (n  Matahu 8)  Keling  Tanju
o. 2) n (no. 5)  Kemb  Keling ngpura
 Tumape  Wirabu ang gapura
l (no. 3) mi (no. 6) Jenar (no
. 10)
 Pajan
g (no.
11)
Saat Majapahit memasuki era kemaharajaan Thalasokrasi saat
pemerintahan Gajah Mada, beberapa negara bagian di luar negeri
juga termasuk dalam lingkaran pengaruh Majapahit, sebagai
hasilnya, konsep teritorial yang lebih besar pun terbentuk:

 Negara Agung, atau Negara Utama, inti kerajaan. Area awal


Majapahit atau Majapahit Lama selama masa pembentukannya
sebelum memasuki era kemaharajaan. Yang termasuk area ini
adalah ibukota kerajaan dan wilayah sekitarnya dimana raja
secara efektif menjalankan pemerintahannya. Area ini meliputi
setengah bagian timur Jawa, dengan semua provinsinya yang
dikelola oleh para Bhre (bangsawan), yang merupakan kerabat
dekat raja.
 Mancanegara, area yang melingkupi Negara Agung. Area ini
secara langsung dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa, dan
wajib membayar upeti tahunan. Akan tetapi, area-area tersebut
biasanya memiliki penguasa atau raja pribumi, yang
kemungkinan membentuk persekutuan atau menikah dengan
keluarga kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit
menempatkan birokrat dan pegawainya di tempat-tempat ini
dan mengatur kegiatan perdagangan luar negeri mereka dan
mengumpulkan pajak, namun mereka menikmati otonomi
internal yang cukup besar. Wilayah Mancanegara termasuk di
dalamnya seluruh daerah Pulau Jawa lainnya, Madura, Bali,
dan
juga Dharmasraya, Pagaruyung, Lampung dan Palembang di 
Sumatra.
 Nusantara, adalah area yang tidak mencerminkan kebudayaan
Jawa, tetapi termasuk ke dalam koloni dan mereka harus
membayar upeti tahunan. Mereka menikmati otonomi yang
cukup luas dan kebebasan internal, dan Majapahit tidak
merasa penting untuk menempatkan birokratnya atau tentara
militernya di sini; akan tetapi, tantangan apa pun yang terlihat
mengancam ketuanan Majapahit atas wilayah itu akan menuai
reaksi keras. Termasuk dalam area ini adalah kerajaan kecil
dan koloni di Maluku, Kepulauan Nusa
Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.
Ketiga kategori itu masuk ke dalam lingkaran pengaruh Kerajaan
Majapahit. Akan tetapi Majapahit juga mengenal lingkup keempat
yang didefinisikan sebagai hubungan diplomatik luar negeri:

 Mitreka Satata, yang secara harafiah berarti "mitra dengan


tatanan (aturan) yang sama". Hal itu menunjukkan negara
independen luar negeri yang dianggap setara oleh Majapahit,
bukan sebagai bawahan dalam kekuatan Majapahit. Menurut
Negarakertagama pupuh 15, bangsa asing
adalah Syangkayodhyapura (Ayutthaya di Thailand), Dharmma
nagari (Kerajaan Nakhon Si
Thammarat), Marutma, Rajapura dan Sinhanagari (kerajaan
di Myanmar), Kerajaan Champa, Kamboja (Kamboja),
[42]
dan Yawana(Annam).  Mitreka Satata dapat dianggap
sebagai aliansi Majapahit, karena kerajaan asing di luar negeri
seperti China dan India tidak termasuk dalam kategori ini
meskipun Majapahit telah melakukan hubungan luar negeri
dengan kedua bangsa ini.
Pola kesatuan politik khas sejarah Asia Tenggara purba seperti ini
kemudian diidentifikasi oleh sejarahwan modern sebagai
"mandala", yaitu kesatuan yang politik ditentukan oleh pusat atau
inti kekuasaannya daripada perbatasannya, dan dapat tersusun
atas beberapa unit politik bawahan tanpa integrasi administratif
lebih lanjut.[43] Daerah-daerah bawahan yang termasuk dalam
lingkup mandala Majapahit, yaitu wilayah Mancanegara dan
Nusantara, umumnya memiliki pemimpin asli penguasa daerah
tersebut yang menikmati kebebasan internal cukup luas. Wilayah-
wilayah bawahan ini meskipun sedikit-banyak dipengaruhi
Majapahit, tetap menjalankan sistem pemerintahannya sendiri
tanpa terintegrasi lebih lanjut oleh kekuasaan pusat di ibu kota
Majapahit. Pola kekuasaan mandala ini juga ditemukan dalam
kerajaan-kerajaan sebelumnya, seperti Sriwijaya dan Angkor,
serta mandala-mandala tetangga Majapahit yang
sezaman; Ayutthaya dan Champa.
Raja-raja Majapahit

Silsilah wangsa Rajasa, keluarga penguasa Singhasari dan


Majapahit. Penguasa ditandai dalam gambar ini. [44]
Para penguasa Majapahit adalah penerus dari keluarga kerajaan
Singhasari, yang dirintis oleh Sri Ranggah Rajasa,
pendiri Wangsa Rajasa pada akhir abad ke-13. Berikut adalah
daftar penguasa Majapahit. Perhatikan bahwa terdapat periode
kekosongan antara pemerintahan Rajasawardhana (penguasa ke-
8) dan Girishawardhana yang mungkin diakibatkan oleh krisis
suksesi yang memecahkan keluarga kerajaan Majapahit menjadi
dua kelompok[9].

Nama Raja Gelar Tahun

Kertarajasa
Raden Wijaya 1293 - 1309
Jayawardhana

Kalagamet Sri Jayanagara 1309 - 1328

Tribhuwana
Sri Gitarja 1328 - 1350
Wijayatunggadewi

Hayam Wuruk Sri Rajasanagara 1350 - 1389

Wikramawardhana 1389 - 1429

Dyah Ayu Kencana


Suhita 1429 - 1447
Wungu

Kertawijaya Brawijaya I 1447 - 1451

Rajasawardhana Brawijaya II 1451 - 1453

Purwawisesa
Brawijaya III 1456 - 1466
atau Girishawardhana

Bhre Pandansalas,
Brawijaya IV 1466 - 1468
atau Suraprabhawa

Bhre Kertabumi Brawijaya V 1468 - 1478


Girindrawardhana Brawijaya VI 1478 - 1498

Patih Udara 1498 - 1518

Warisan sejarah

Arca pertapa Hindu dari masa Majapahit akhir. Koleksi Museum


für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.
Majapahit telah menjadi sumber inspirasi kejayaan masa lalu bagi
bangsa-bangsa Nusantara pada abad-abad berikutnya.
Legitimasi politik
Kesultanan-kesultanan Islam Demak, Pajang,
dan Mataram berusaha mendapatkan legitimasi atas kekuasaan
mereka melalui hubungan ke Majapahit. Demak menyatakan
legitimasi keturunannya melalui Kertabhumi; pendirinya, Raden
Patah, menurut babad-babad keraton Demak dinyatakan sebagai
anak Kertabhumi dan seorang Putri Cina, yang dikirim ke luar
istana sebelum ia melahirkan. Penaklukan Mataram
atas Wirasaba tahun 1615 yang dipimpin langsung oleh Sultan
Agung sendiri memiliki arti penting karena merupakan lokasi
ibukota Majapahit. Keraton-keraton Jawa Tengah memiliki tradisi
dan silsilah yang berusaha membuktikan hubungan para rajanya
dengan keluarga kerajaan Majapahit — sering kali dalam bentuk
makam leluhur, yang di Jawa merupakan bukti penting — dan
legitimasi dianggap meningkat melalui hubungan tersebut. Bali
secara khusus mendapat pengaruh besar dari Majapahit, dan
masyarakat Bali menganggap diri mereka penerus sejati
kebudayaan Majapahit.[33]
Para penggerak nasionalisme Indonesia modern, termasuk
mereka yang terlibat Gerakan Kebangkitan Nasional di awal abad
ke-20, telah merujuk pada Majapahit, disamping Sriwijaya,
sebagai contoh gemilang masa lalu Indonesia. Majapahit kadang
dijadikan acuan batas politik negara Republik Indonesia saat ini.
[21]
 Dalam propaganda yang dijalankan tahun 1920-an, Partai
Komunis Indonesia menyampaikan visinya tentang masyarakat
tanpa kelas sebagai penjelmaan kembali dari Majapahit yang
diromantiskan.[45] Sukarno juga mengangkat Majapahit untuk
kepentingan persatuan bangsa, sedangkan Orde
Baru menggunakannya untuk kepentingan perluasan dan
konsolidasi kekuasaan negara.[46] Sebagaimana Majapahit, negara
Indonesia modern meliputi wilayah yang luas dan secara politik
berpusat di pulau Jawa.
Beberapa simbol dan atribut kenegaraan Indonesia berasal dari
elemen-elemen Majapahit. Bendera kebangsaan Indonesia "Sang
Merah Putih" atau kadang disebut "Dwiwarna" ("dua warna"),
berasal dari warna Panji Kerajaan Majapahit. Demikian pula
bendera armada kapal perang TNI Angkatan Laut berupa garis-
garis merah dan putih juga berasal dari warna Majapahit.
Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka Tunggal Ika", dikutip
dari "Kakawin Sutasoma" yang ditulis oleh Mpu Tantular, seorang
pujangga Majapahit.
Arsitektur

Sepasang patung penjaga gerbang abad ke-14 dari kuil Majapahit


di Jawa Timur (Museum of Asian Art, San Francisco)
Majapahit memiliki pengaruh yang nyata dan berkelanjutan dalam
bidang arsitektur di Indonesia. Penggambaran bentuk paviliun
(pendopo) berbagai bangunan di ibukota Majapahit dalam
kitab Negarakretagama telah menjadi inspirasi bagi arsitektur
berbagai bangunan keraton di Jawa serta Pura dan kompleks
perumahan masyarakat di Bali masa kini. Meskipun bata merah
sudah digunakan jauh lebih awal, para arsitek Majapahitlah yang
menyempurnakan teknik pembuatan struktur bangunan bata ini.
Beberapa elemen arsitektur kompleks bangunan di Jawa dan Bali
diketahui berasal dari masa Majapahit. Misalnya gerbang
terbelah candi bentar yang kini cenderung dikaitkan dengan
arsitektur Bali, sesungguhnya merupakan pengaruh Majapahit,
sebagaimana ditemukan pada Candi Wringin Lawang, salah satu
candi bentar tertua di Indonesia. Demikian pula dengan
gapura paduraksa (kori agung) beratap tinggi,
dan pendopo berlandaskan struktur bata. Pengaruh citarasa
estetika dan gaya bangunan Majapahit dapat dilihat pada
kompleks Keraton Kasepuhan di Cirebon, Masjid Menara Kudus di
Jawa Tengah, dan Pura Maospait di Bali. Tata letak kompleks
bangunan berupa halaman-halaman berpagar bata yang
dihubungkan dengan gerbang dan ditengahnya terdapat pendopo,
merupakan warisan arsitektur Majapahit yang dapat ditemukan
dalam tata letak beberapa kompleks keraton di Jawa serta
kompleks puri (istana) dan pura di Bali.
Persenjataan
Pada zaman Majapahit terjadi perkembangan, pelestarian, dan
penyebaran teknik pembuatan keris berikut fungsi sosial dan
ritualnya. Teknik pembuatan keris mengalami penghalusan dan
pemilihan bahan menjadi semakin selektif. Keris pra-Majapahit
dikenal berat namun semenjak masa ini dan seterusnya, bilah
keris yang ringan tetapi kuat menjadi petunjuk kualitas sebuah
keris. Penggunaan keris sebagai tanda kebesaran
kalangan aristokrat juga berkembang pada masa ini dan meluas
ke berbagai penjuru Nusantara, terutama di bagian barat.

Meriam Cetbang Majapahit


Selain keris, berkembang pula teknik pembuatan dan
penggunaan tombak dan meriam kapal sederhana yang
disebut Cetbang. Saat ini salah satu koleksi Cetbang Majapahit
tersebut berada di The Metropolitan Museum of Art, New York,
Amerika.

Kapal lancaran dari Madura. Terlihat 3 meriam di haluan dan 2 di


samping buritan.
Cetbang dipasang sebagai meriam tetap atau meriam putar,
cetbang ukuran kecil dapat dengan mudah dipasang di kapal kecil
yang disebut Penjajap (Portugis: Pangajauaatau Pangajava) dan
juga Lancaran. Meriam ini dipergunakan sebagai senjata anti
personil, bukan anti kapal. Pada zaman ini, bahkan sampai abad
ke 17, prajurit angkatan laut Nusantara bertempur di panggung
yang biasa disebut Balai (lihat gambar kapal). Menurut Anthony
Reid, jika ditembakan pada kumpulan prajurit dengan
peluru scattershot, meriam seperti ini pasti sangat efektif.[47]

Perbandingan ukuran kapal djong dengan kapal galiung Eropa.


Untuk angkatan laut, armada Majapahit menggunakan jong
secara besar-besaran sebagai kekuatan lautnya. Pada
puncaknya, Majapahit mempunyai sekitar 400 jong besar dalam 5
armada perang. Setiap kapal berukuran panjang sekitar 70 meter,
berat sekitar 500 ton dan dapat membawa 600 orang. Kapal ini
dipersenjatai meriam sepanjang 3 meter, dan
[48]
banyak cetbang berukuran kecil. Sebelum tragedi Bubat tahun
1357, raja Sunda dan keluarganya datang di Majapahit setelah
berlayar di laut Jawa menggunakan kapal-kapal jong hibrida Cina-
Asia tenggara bertingkat sembilan (Bahasa Jawa kuno: Jong
sasanga wagunan ring Tatarnagari tiniru). Kapal hibrida ini
mencampurkan teknik China dalam pembuatannya, yaitu
menggunakan paku besi selain menggunakan pasak kayu. [49]

Anda mungkin juga menyukai