Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerajaan Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur,
Indonesia, yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M.
Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang
menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam
Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389. Kerajaan Majapahit
adalah Kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan
dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia.
Menurut Negarakertagama, kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra,
Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah
kekuasaannya masih diperdebatkan.
Hanya terdapat sedikit bukti fisik dari sisa-sisa Kerajaan Majapahit, dan
sejarahnya tidak jelas. Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan
adalah Pararaton (‘Kitab Raja-raja’) dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagaa
dalam bahasa Jawa Kuno. Pararaton terutama menceritakan Ken Arok (pendiri
Kerajaan Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai
terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi
Jawa Kuno yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah
pemerintahan Hayam Wuruk. Kakawin Nagarakretagama pada tahun 2008
diakui sebagai bagian dalam Daftar Ingatan Dunia (Memory of the World
Programme) oleh UNESCO. Setelah masa itu, hal yang terjadi tidaklah jelas.
Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun
catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.
Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa tersebut dipertentangkan. Tidak
dapat disangkal bahwa sumber-sumber itu memuat unsur non-historis dan
mitos. Beberapa sarjana seperti C.C. Berg menganggap semua naskah tersebut
bukan catatan masa lalu, tetapi memiliki arti supernatural dalam hal dapat
mengetahui masa depan. Namun, banyak pula sarjana yang beranggapan

ii
bahwa garis besar sumber-sumber tersebut dapat diterima karena sejalan
dengan catatan sejarah dari Tiongkok, khususnya daftar penguasa dan keadaan
kerajaan yang tampak cukup pasti. Tahun 2010 sekelompok pengusaha Jepang
dipimpin Takajo Yoshiaki membiayai pembuatan kapal Majapahit atau Spirit
Majapahit yang akan berlayar ke Asia.
Menurut Takajo, hal ini dilakukan untuk mengenang kerjasama Majapahit
dan Kerajaan Jepang melawan Kerajaan China (Mongol) dalam perang di
Samudera Pasifik. Menurut Guru Besar Arkeologi Asia Tenggara National
University of Singapore John N. Miksic jangkauan kekuasaan Majapahit
meliputi Sumatera dan Singapura bahkan Thailand yang dibuktikan dengan
pengaruh kebudayaan, corak bangunan, candi, patung dan seni. Bahkan ada
perguruan silat bernama Kali Majapahit yang berasal dari Filipina dengan
anggotanya dari Asia dan Amerika. Silat Kali Majapahit ini mengklaim
berakar dari Kerajaan Majapahit kuno yang disebut menguasai Filipina,
Singapura, Malaysia dan Selatan Thailand.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah kehidupan politik dan pemerintahan kerajaan majapahit?
2. Bagaimanakah kehidupan sosial dan kemasyarakatan kerajaan majapahit?
3. Bagaimanakah ekonomi dan mata pencaharian kerajaan majapahit?
4. kehidupan religi dan sosial budaya kerajaan majapahit?
5. bagaimanakah struktur pemerintahan kerajaan majapahit?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui kehidupan politik dan pemerintahan
2. Untuk mengetahui kehidupan sosial dan kemasyarakatan
3. Untuk mengetahui ekonomi dan mata pencaharian
4. Untuk mengetahui kehidupan religi dan sosial budaya
5. Untuk mengetahui struktur pemerintahan kerajaan majapahit

ii
D. Manfaat Makalah
1. Sebagai bahan pembelajaran siswa
2. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan siswa

ii
BAB II
PEMBAHASAN

Perkembangan Kerajaan Majapahit


A. Kehidupan Politik dan Pemerintahan
1. Raden Wijaya
Berdirinya Kerajaan Majapahit sangat berhubungan dengan runtuhnya
Kerajaan Singasari. Kerajaan Singasari runtuh setelah salah satu raja
vasalnya yaitu Jayakatwang mengadakan pemberontakan. Kerajaan
Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya yang merupakan menantu dari
Raja Singasari terakhir yaitu Kertanegara. Raden Wijaya beserta istri dan
pengikutnya dapat meloloskan diri ketika Singasari diserang Jayakatwang.
Raden Wijaya meloloskan diri dan pergi ke Madura untuk menemui dan
meminta perlindungan Bupati Sumenep dari Madura yaitu Aryawiraraja.
Berkat Aryawiraraja juga, Raden Wijaya mendapat pengampunan dari
Jayakatwang, bahkan Raden Wijaya sendiri diberi tanah di hutan Tarik
dekat Mojokerto yang kemudian daerah itu dijadikan sebagai tempat
berdirinya kerajaan Majapahit.
Raden Wijaya kemudian menyusun kekuatan di Majapahit dan mencari
saat yang tepat untuk menyerang balik Jayakatwang. Untuk itu, dia
mencoba mencari dukungan kekuatan dari raja-raja yang masih setia pada
Singasari atau raja yang kurang senang pada Jayakatwang. Kesempatan
untuk menghancurkan Jayakatwang akhirnya muncul setelah tentara
Mongol mendarat di Jawa untuk menyerang Kertanegara. Keadaan seperti
ini dimanfaatkan oleh Raden Wijaya dengan cara memperalat mereka
untuk menyerang Jayakatwang. Raden Wijaya bersama-sama dengan
pasukan Kubhilai Khan berhasil mengalahkan pasukan Jayakatwang.
Begitu pula Jayakatwang berhasil ditangkap dan lalu dibunuh oleh
pasukan Kubhilai Khan.
Setelah Jayakatwang terbunuh, lalu Raden Wijaya melakukan
serangan balik terhadap pasukan Kubhilai Khan. Raden Wijaya berhasil

ii
memukul mundur pasukan Kubhilai Khan, sehingga mereka terpaksa
menyelamatkan diri keluar Jawa. Setelah berhasil mengusir pasukan
Kubhilai Khan, Raden Wijaya dinobatkan menjadi raja Majapahit pada
tahun 1293 M dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana.
Sebagai seorang raja yang besar, Raden Wijaya memperistri empat
putri Kertanegara sebagai permaisurinya. Dari Tribuana, ia mempunyai
seorang putra yang bernama Jayanegara. Sedangkan dari Gayatri, ia
mempunyai dua orang putri, yaitu Tribuanatunggadewi dan Rajadewi
Maharajasa.
Para pengikut Raden Wijaya yang setia dan berjasa dalam mendirikan
kerajaan Majapahit, diberi kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan.
Tetapi ada saja yang tidak puas dengan kedudukan yang diperolehnya. Hal
ini menimbulkan pemberontakan di sana-sini. Pada tahun 1309 M, Raden
Wijaya meninggal dunia dan didarmakan di Antahpura, dekat Blitar.
Setelah Raden Wijaya meninggal dunia, Kerajaan Majapahit dipimpin oleh
Jayanegara dengan gelar Sri Jayanegara.
2. Jayanegera
Pada masa pemerintahannya, Jayanegara dirongrong oleh serentetan
pemberontakan. Pemberontakan-pemberontakan ini datang dari
Ranggalawe (1309), Lembu Sora (1311), Juru Demung dan Gajah Biru
(1314), Nambi (1316), dan Kuti (1320).
Pemberontakan Kuti merupakan pemberontakan yang paling
berbahaya karena Kuti berhasil menduduki ibu kota Majapahit, sehingga
raja Jayanegara terpaksa melarikan diri ke daerah Badandea. Jayanegara
diselamatkan oleh pasukan Bhayangkari di bawah pimpinan Gajah Mada.
Berkat ketangkasan dan siasat jitu dari Gajah Mada, pemberontakan Kuti
berhasil ditumpas. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Gajah Mada
diangkat menjadi Patih di Kahuripan pada tahun 1321 M dan Patih di
Daha (Kediri).
Pada tahun 1328, Jayanegara tewas dibunuh oleh Tabib Israna
Ratanca, ia didharmakan di dalam pura di Sila Petak dan Bubat.

ii
Jayanegara tidak mempunyai putra, maka takhta kerajaan digantikan oleh
adik perempuannya yang bernama Tribhuanatunggadewi. Ia dinobatkan
menjadi raja Majapahit dengan gelar Tribhuanatunggadewi Jaya Wisnu
Wardhani.
3. Tribhuanatunggadewi
Pada masa pemerintahannya, terjadi pemberontakan Sadeng dan Keta
pada tahun 1331. Pemberontakan ini dapat dipadamkan oleh Gajah Mada.
Sebagai penghargaan atas jasanya, Gajah Mada diangkat menjadi
mahapatih di Majapahit oleh Tribhuanatunggadewi.
Di hadapan raja dan para pembesar Majapahit, Gajah Mada
mengucapkan sumpah yang terkenal dengan nama Sumpah Palapa. Isi
sumpahnya, ia tidak akan Amukti Palapa sebelum ia dapat menundukkan
Nusantara, yaitu Gurun, Seran, Panjungpura, Haru, Pahang, Dompo,
Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik.
Dalam rangka mewujudkan cita-citanya, Gajah Mada menaklukkan
Bali pada tahun 1334, kemudian Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi,
Maluku, Sumatra, dan beberapa daerah di Semenanjung Malaka. Seperti
yang tercantum dalam kitab Negarakertagama, wilayah kekuasaan
Kerajaan Majapahit sangat luas, yakni meliputi daerah hampir seluas
wilayah Republik Indonesia sekarang.
Tribhuanatunggadewi memerintah selama dua puluh dua tahun. Pada
tahun 1350, ia mengundurkan diri dari pemerintahan dan digantikan oleh
putranya yang bernama Hayam Wuruk. Pada tahun 1350 M, putra mahkota
Hayam Wuruk dinobatkan menjadi raja Majapahit dengan gelar Sri
Rajasanagara dan ia didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada.
4. Hayam Wuruk
Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk. Wilayah kekuasaan Majapahit meliputi
seluruh Nusantara. Pada saat itulah cita-cita Gajah Mada dengan Sumpah
Palapa berhasil diwujudkan.

ii
Usaha Gajah Mada dalam melaksanakan politiknya, berakhir pada
tahun 1357 dengan terjadinya peristiwa di Bubat, yaitu perang antara
Pajajaran dengan Majapahit. Pada waktu itu, Hayam Wuruk bermaksud
untuk menikahi putri Dyah Pitaloka. Sebelum putri Dyah Pitaloka dan
ayahnya beserta para pembesar Kerajaan Pajajaran sampai di Majapahit,
mereka beristirahat di lapangan Bubat. Di sana terjadi perselisihan antara
Gajah Mada yang menghendaki agar putri itu dipersembahkan oleh raja
Pajajaran kepada raja Majapahit. Para pembesar Kerajaan Pajajaran tidak
setuju, akhirnya terjadilah peperangan di Bubat yang menyebabkan semua
rombongan Kerajaan Pajajaran gugur.
Pada tahun 1364 M, Gajah Mada meninggal dunia. Hal itu merupakan
kehilangan yang sangat besar bagi Majapahit. Kemudian pada tahun 1389
Raja Hayam Wuruk meninggal dunia. Hal ini menjadi salah satu penyebab
surutnya kebesaran Kerajaan Majapahit di samping terjadinya
pertentangan yang berkembang menjadi perang saudara.
Setelah Hayam Wuruk meninggal, takhta Kerajaan Majapahit diduduki
oleh Wikramawardhana. Ia adalah menantu Hayam Wuruk yang menikah
dengan putrinya yang bernama Kusumawardhani. Ia memerintah Kerajaan
Majapahit selama dua belas tahun.
Pada tahun 1429 M, Wikramawardhana meninggal dunia. Selanjutnya
raja-raja yang memerintah Majapahit setelah Wikramawardhana adalah:
a. Suhita (1429 M 1447 M), putri Wikramawardhana;
b. Kertawijaya (1448 M 1451 M), adik Suhita;
c. Sri Rajasawardhana (1451 M 1453 M);
d. Girindrawardhana (1456 M 1466 M), anak dari Kertawijaya;
e. Sri Singhawikramawardhana (1466 M 1474 M);
f. Girindrawardhana Dyah Ranawijaya.
Runtuhnya Kerajaan Majapahit pada tahun 1400 Saka (1478 M)
dijelaskan dalam Chandra Sengkala yang berbunyi, “Sirna ilang
Kertaning-Bhumi” dengan adanya peristiwa perang saudara antara Dyah

ii
Ranawijaya dengan Bhre Kahuripan. Selain itu, keruntuhan Majapahit
disebabkan karena serangan dari Kerajaan Islam Demak.

B. Kehidupan Sosial dan Kemasyarakatan


Pola tata masyarakat Majapahit dibedakan atas lapisan-lapisan masyarakat
yang perbedaannya lebih bersifat statis. Walaupun di Majapahit terdapat
empat kasta seperti di India, yang lebih dikenal dengan catur warna, tetapi
hanya bersifat teoritis dalam literatur istana.
Pola ini dibedakan atas empat golongan masyarakat, yaitu brahmana,
ksatria, waisya, dan sudra. Namun terdapat pula golongan yang berada di luar
lapisan ini, yaitu Candala, Mleccha, dan Tuccha, yang merupakan golongan
terbawah dari lapisan masyarakat Majapahit.
Brahmana (kaum pendeta) mempunyai kewajiban menjalankan enam
dharma, yaitu: mengajar; belajar; melakukan persajian untuk diri sendiri dan
orang lain; membagi dan menerima derma (sedekah) untuk mencapai
kesempurnaan hidup; dan bersatu dengan Brahman (Tuhan). Mereka juga
mempunyai pengaruh di dalam pemerintahan, yang berada pada bidang
keagamaan dan dikepalai oleh dua orang pendeta tinggi, yaitu pendeta dari
agama Siwa (Saiwadharmadhyaksa) dan agama Buddha
(Buddhadarmadyaksa). Saiwadyaksa mengepalai tempat suci (pahyangan)
dan tempat pemukiman empu (kalagyan). Buddhadyaksa mengepalai tempat
sembahyang (kuti) dan bihara (wihara). Menteri berhaji mengepalai para
ulama (karesyan) dan para pertapa (tapaswi).
Semua rohaniawan menghambakan hidupnya kepada raja yang disebut
sebagai wikuhaji. Para rohaniawan biasanya tinggal di sekitar bangunan
agama, yaitu: mandala, dharma, sima, wihara, dan sebagainya.
Kaum Ksatria merupakan keturunan dari pewaris tahta (raja) kerajaan
terdahulu, yang mempunyai tugas memerintah tampuk pemerintahan.
Keluarga raja dapat dikatakan merupakan keturunan dari kerajaan Singasari-
Majapahit yang dapat dilihat dari silsilah keluarganya dan keluarga-keluarga
kerabat raja tersebar ke seluruh pelosok negeri, karena mereka melakukan

ii
sistem poligami secara meluas yang disebut sebagai wargahaji atau
sakaparek. Semua anggota keluarga raja masing-masing diberi nama atas
gelar, umur, dan fungsi mereka di dalam masyarakat. Pemberian nama pribadi
dan nama gelar terhadap para putri dan putra raja didasarkan atas nama daerah
kerajaan yang akan mereka kuasai sebagai wakil raja.
Waisya merupakan masyarakat yang menekuni bidang pertanian dan
perdagangan. Mereka bekerja sebagai pedagang, peminjam uang, penggara
sawah, dan beternak.
Kemudian kasta yang paling rendah dalam catur warna adalah kaum sudra
yang mempunyai kewajiban untuk mengabdi kepada kasta yang lebih tinggi,
terutama pada golongan brahmana.
Golongan terbawah yang tidak termasuk dalam catur warna dan sering
disebut sebagai pancama (warna kelima), yaitu:
1. Candala merupakan anak dari perkawinan campuran antara laki-laki
(golongan sudra) dengan wanita (dari ketiga golongan lainnya: brahmana,
waisya, dan waisya). Sehingga sang anak mempunyai status yang lebih
rendah dari ayahnya.
2. Mleccha adalah semua bangsa di luar Arya tanpa memandang bahasa dan
warna kulit, yaitu para pedagang-pedagang asing (Cina, India, Champa,
Siam, dll.) yang tidak menganut agama Hindu.
3. Tuccha ialah golongan yang merugikan masyarakat, salah satu contohnya
adalah para penjahat. Ketika mereka diketahui melakukan tatayi, maka
raja dapat menjatuhi hukuman mati kepada pelakunya. Perbuatan tatayi
adalah membakar rumah orang, meracuni sesama, mananung, mengamuk,
merusak, dan memfitnah kehormatan perempuan.
4. Dari aspek kedudukan dalam masyarakat Majapahit, wanita mempunyai
status yang lebih rendah dari para lelaki. Hal ini terlihat pada kewajiban
mereka untuk melayani dan menyenangkan hati para suami mereka saja.
Wanita tidak boleh ikut campur dalam urusan apapun, selain mengurusi
dapur rumah tangga mereka. Dalam undang-undang Majapahit pun para
wanita yang sudah menikah tidak boleh bercakap-cakap dengan lelaki

ii
lain, dan sebaliknya. Hal ini bertujuan untuk menghindari pergaulan bebas
antara kaum pria dan wanita.

C. Ekonomi dan Mata Pencaharian


Majapahit merupakan negara agraris dan juga sebagai negara maritim.
Kedudukan sebagai negara agraris tampak dari letaknya di pedalaman dan
dekat aliran sungai. Kedudukan sebagai negara maritim tampak dari
kesanggupan angkatan laut kerajaan itu untuk menanamkan pengaruh
Majapahit di seluruh nusantara. Dengan demikian, kehidupan ekonomi
masyarakat Majapahit menitikberatkan pada bidang pertanian dan pelayaran.
Udara di Jawa panas sepanjang tahun. Panen padi terjadi dua kali dalam
setahun, butir berasnya amat halus. Terdapat pula wijen putih, kacang hijau,
rempah-rempah, dan lain-lain kecuali gandum. Buah-buahan banyak jenisnya,
antara lain pisang, kelapa, delima, pepaya, durian, manggis, langsa, dan
semangka. Sayur mayur berlimpah macamnya. Jenis binatang juga banyak.
Untuk membantu pengairan pertanian yang teratur, pemerintah Majapahit
membangun dua buah bendungan, yaitu Bendungan Jiwu untuk persawahan
dan Bendungan Trailokyapur untuk mengairi daerah hilir.
Majapahit memiliki mata uang sendiri yang bernama gobog. Gobog
merupakan uang logam yang terbuat dari campuran perak, timah hitam, timah
putih, dan tembaga. Bentuknya koin dengan lubang di tengahnya.
Dalam transaksi perdagangan, selain menggunakan mata uang gobog,
penduduk Majapahit juga menggunakan uang kepeng dari berbagai dinasti.
Menurut catatan Wang Ta-yuan seorang pedagang dari Tiongkok, komoditas
ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua.
Sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang
keramik, dan barang dari besi.

D. Kehidupan Religi dan Sosial Budaya


Pada masa Kerajaan Majapahit berkembang agama Hindu Syiwa dan
Buddha. Kedua umat beragama itu memiliki toleransi yang besar sehingga

ii
tercipta kerukunan umat beragama yang baik. Raja Hayam Wuruk beragama
Syiwa, sedangkan Gajah Mada beragama Buddha. Namun, mereka dapat
bekerja sama dengan baik.
Rakyat ikut meneladaninya, bahkan Empu Tantular menyatakan bahwa
kedua agama itu merupakan satu kesatuan yang disebut Syiwa–Buddha. Hal
itu ditegaskan lagi dalam Kitab Sutasoma dengan kalimat Bhinneka Tunggal
Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa. Artinya, walaupun beraneka ragam, tetap
dalam satu kesatuan, tidak ada agama yang mendua.
Urusan keagamaan diserahkan kepada pejabat tinggi yang disebut
Dharmmaddhyaksa. Jabatan itu dibagi dua, yaitu Dharmmaddhyaksa Ring
Kasaiwan untuk urusan agama Syiwa dan Dharmmaddhyaksa Ring Kasogatan
untuk urusan agama Buddha. Kedua pejabat itu dibantu oleh sejumlah pejabat
keagamaan yang disebut dharmmaupatti. Pejabat itu, pada zaman Hayam
Wuruk yang terkenal ada tujuh orang yang disebut sang upatti sapta. Di
samping sebagai pejabat keagamaan, para upatti juga dikenal sebagai
kelompok cendekiawan atau pujangga. Misalnya, Empu Prapanca adalah
seorang Dharmmaddhyaksa dan juga seorang pujangga besar dengan kitabnya
Negarakertagama.
Untuk keperluan ibadah, raja juga melakukan perbaikan dan pembangunan
candi-candi. Pada masa Majapahit bidang seni budaya berkembang pesat,
terutama seni sastra. Karya seni sastra yang dihasilkan pada masa zaman awal
Majapahit, antara lain sebagai berikut:
1. Kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca pada tahun 1365.
Isinya menceritakan hal-hal sebagai berikut:
a. Sejarah raja-raja Singasari dan Majapahit dengan masa
pemerintahannya.
b. Keadaan kota Majapahit dan daerah-daerah kekuasaannya.
c. Kisah perjalanan Raja Hayam Wuruk ketika berkunjung ke daerah
kekuasaannya di Jawa Timur beserta daftar candi-candi yang ada.

ii
d. Kehidupan keagamaan dengan upacara-upacara sakralnya, misalnya
upacara Srrada untuk menghormati roh Gayatri dan menambah
kesaktian raja.
2. Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular. Kitab tersebut berisi riwayat
Sutasoma, seorang anak raja yang menjadi pendeta Buddha.
3. Kitab Arjunawijaya karangan Empu Tantular. Kitab tersebut berisi
tentang riwayat raja raksasa yang berhasil ditundukkan oleh Raja
Arjunasasrabahu.
4. Kitab Kunjarakarna dan Parthayajna, tidak jelas siapa pengarangnya.
Kitab itu berisi kisah raksasa Kunjarakarna yang ingin menjadi manusia,
dan pengembaraan Pandawa di hutan karena kalah bermain dadu dengan
Kurawa.
Sedangkan, karya seni sastra yang dihasilkan pada zaman akhir
Majapahit antara lain, sebagai berikut:
a. Kitab Pararaton, isinya menceritakan riwayat raja-raja Singasari dan
Majapahit.
b. Kitab Sudayana, isinya tentang Peristiwa Bubat.
c. Kitab Sorandakan, isinya tentang pemberontakan Sora.
d. Kitab Ranggalawe, isinya tentang pemberontakan Ranggalawe.
e. Kitab Panjiwijayakrama, isinya riwayat R.Wijaya sampai dengan
menjadi Raja Majapahit.
f. Kitab Usana Jawa, isinya tentang penaklukan Bali oleh Gajah Mada
dan Aryadamar.
g. Kitab Tantu Panggelaran, tentang pemindahan gunung Mahameru ke
Pulau Jawa oleh Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa.
Di samping seni sastra, seni bangunan juga berkembang pesat.
Bermacam-macam candi didirikan dengan ciri khas Jawa Timur,
yaitu dibuat dari bata, misalnya Candi Panataran, Candi Tigawangi,
Candi Surawana, Candi Jabung, dan Gapura Bajang Ratu.

ii
E. Struktur Pemerintahan Kerajaan Majapahit
Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang
teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan tampak struktur dan
birokrasi tersebut tidak banyak berubahselama perkembangan sejarahnya.Raja
dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan pemerintahan
dengan para putra dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi. Perintah
raja biasanya diturunkan kepada pejabat-pejabat dibawah, antara lain :
1. Rakryan Mahamantri Katrini biasa dijabat putra-putra raja
2. Rakryan Mantri Pakiran dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan
3. Dharmmadhyaksa para pejabat hukum keagamaan
4. Dharmmaupapatti para pejabat keagaamaan

ii
F. Gambar Perkembangan Kerajaan Maja Pahit

ii
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang
teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan
birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama perkembangan sejarahnya.
Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang otoritas
politik tertinggi.
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan.
Pajak dan denda dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian
mengenal mata uang sejak abad ke-8 pada masa kerajaan Medang yang
menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak. Sekitar tahun 1300,
pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter
penting terjadi: keping uang dalam negeri diganti dengan uang “kepeng” yaitu
keping uang tembaga impor dari China.

B. Saran
Saran untuk para siswa agar jangan melupakan sejarah bangsa kita, dan
berusaha menjaga dan melestarikan peninggalan sejarah yang ada di
Indonesia.

ii
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena telah
melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayahnya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah sejarah "Perkembangan Kerajaan Majapahit".
Makalah ini saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi penyusunan maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
kami berharap kepada semua pihak agar memberikan saran dan kritik, agar dapat
memperbaiki makalah ini .
Akhir kata, saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan mafaat
dan inspirasi bagi pembaca.

Bangko, September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 2
C. Tujuan Makalah.............................................................................. 2
D. Manfaat Makalah............................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN
A. Kehidupan politik dan pemerintahan.............................................. 4
B. Kehidupan sosial dan kemasyarakatan........................................... 8
C. Ekonomi dan mata pencaharian...................................................... 10
D. Kehidupan religi dan sosial budaya................................................ 10
E. Struktur pemerintahan kerajaan majapahit..................................... 11
F. Gambar Perkembangan Kerajaan Maja Pahit................................. 14

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan..................................................................................... 15
B. Saran............................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

ii
DAFTAR PUSTAKA

Mulyana, Slamet. (2006). Tafsir Sejarah Nagarakretagama. Jakarta: PT. LKiS


Pelangi Aksara.
Komandoko, Gamal. (2009). Gajah Mada: Menangkis Ancaman Pemberontakan
Ra Kuti: Kisah
Ketangguhan Seorang Patih Majapahit Dalam Menjaga Keutuhan Takhta Sang
Raja. Jakarta: Narasi.
https://id.wikipedia.org/wiki/Majapahit

ii

Anda mungkin juga menyukai