Anda di halaman 1dari 16

TUGAS SEJARAH INDONESIA TENTANG

KERJAAN MAJAPAHIT
D
I
S
U
S
U
N
OLEH : KOLOMPOK 7
JONATHAN
M. LUTFI
RYADH
WIDYA

JL. TENTARA PELAJAR, EMPANGSARI, TAWANG, TASIKMALAYA, JAWA


BARAT 46113

DAFTAR ISI :
1. Pengertian Kerajaan Majapahit

2. Sumber Sejarah Kerajaan Majapahit

A. Prasasti

B. Kidung

C. Kitab

D. Candi

3. Perkembangan Pemerintahan Kerajaan Majapahit


A. Perkembangan Politik Kerajaan Majapahit

B. Perkembangan Ekonomi Kerajaan Majapahit

C. Perkembangan Sosial Budaya Kerajaan majapahit

D. Perkembangan Agama Kerajaan Majapahit

4. Peninggalan Kerajaan Majapahit

A.

Pengertian Kerajaan Majapahit

Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri dari
sekitar tahun 1293 hingga1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang
menguasai wilayah yang luas di Nusantarapada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari
tahun 1350 hingga 1389.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap
sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Menurut Negarakertagama, kekuasaannya
terbentang di Jawa, Sumatra,Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah
kekuasaannya masih diperdebatkan.

B.

Sumber Sejarah Kerajaan Majapahit

Ada banyak sumber sejarah nan dapat kita pelajari dari peninggalan-peninggalan kerajaan Majapahit.
Sumber sejarah tersebut di antaranya:

1. Prasasti
Seperti halnya kerajaan di Nusantara, prasasti peninggalan kerajaan merupakan hal generik nan
dijumpai jika kita ingin mengetahui tentang sebuah kerajaan masa lalu. Kerajaan Majapahit sendiri memiliki
prasasti nan diberi nama Prasasti Butok.
Prasasti ini dikeluarkan oleh Raden Wijaya pada saat ia sukses naik tahta kerajaan. Prasasti ini sebagai
bukti peristiwa keruntuhan kerajaan Singasari, serta kisah nan menceritakan bagaimana perjuangan Raden
Wijaya buat mendirikan kerajaan.
Sebenarnya Majapahit memiliki prasasti nan jumlahnya sangat banyak, yaitu Prasasti Kudadu, Prasasti
Sukamerta, dan Prasasti Balawi, Prasasti Waringin Pitu, Prasasti Canggu, Prasasti Karang Bogem, Prasasti
Katiden I, Prasasti Alasantan, Prasasti Kamban, Prasasti Hara-hara, Prasasti Wurare, Prasasti Maribong,
Prasasti Canggu.

Prasasti Butok
Tidak seperti Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Majapahit cenderung sedikit meninggalkan
prasasti. Entah karena banyak yang belum ditemukan atau memang Kerajaan ini cenderung tak
memikirkan pesan untuk masa depan. Yang jelas, hanya ada beberapa prasasti yang bisa menjadi
sumber sejarah. Adapun salah satunya adalah prasasti butok (1244 M). Prasasti yang juga dikenal
dengan nama Prasasti Gunung Butak ini, dipercaya dikeluarkan oleh Raden Wijaya. Setelah Raden
Wijaya berhasil naik tahta, prasasti ini dibuat untuk mengenang peristiwa runtuhnya kerajaan Singasari
dan

perjuangan

sang

Rade

dalam

mendirikan

kerajaan.

2. Kidung
Kidung merupakan nyanyian, lagu atau syair nan dinyanyikan. Adalah Kidung Harsawijaya dan Kidung
Panji Wijayakrama nan menjadi sumber sejarah akan keberadaan Majapahit. Adapun kedua kidung ini
menceritakan kisah Raden Wijaya dalam menghadapi musuh dari Kediri. Kidung-kidung ini juga memuat kisah
mengenai sejarah awal perkembangan kerajaan Majapahit.

Kidung Harsawijaya dan Kidung Panji Wijayakrama


Kidung Harsawijaya menceritakan keruntuhan Kerajaan Singasari yang merupakan cikal bakal
kerajaann Majapahit, sedangkan Kidung Panji Wijayakrama menceritakan menceritakan perjuangan
Raden Wijaya saat menghadapi musuh dari beberapa kerajaan di masa-masa awal ia mendirikan
Kerajaan.

3. Kitab
Ada beberapa kitab nan berisi sejarah mengenai kerajaan Majapahit. Yang paling terkenal tentu saja
kitab Negarakertagama. Sebuah kitab nan menceritakan mengenai perjalanan Hayam Wuruk menuju Jawa
Timur.
Sedangkan kitab Pararaton berisi kisah mengenai pemerintahan nan dijalankan oleh raja-raja baik dari
kerajaan Majapahit maupun kerajaan Singasari. Selain itu ada beberapa kitab lagi, yaitu Kitab Sutasoma
karangan Mpu Tantular, Kitab Arjunawiwaha karangan Mpu Tantular, Kitab Kunjarakarna, Kitab Parhayajna.

Kitab Pararaton
Kitab Pararaton atau Kitab Pustaka Raja adalah sebuah kitab sastra Jawa yang memuat cerita
tentang pemerintahan kerajaan Singasari dan Majapahit. Kitab ini berisi naskah yang cukup singkat
yaitu sekitar 32 halaman seukuran kertas folio. menceritakan tentang pemerintahan raja-raja Singasari
dan Majapahit. Pararaton yang berbahasa Jawa Kuno ini diperkitan berasal dari tahun 1481.

4. Candi
Seperti halnya kerajaan-kerajaan Hindu-Budha, kerajaan Majapahit juga mendirikan beberapa candi di
antaranya Candi Penataran (Blitar), Candi Tegalwangi, dan candi Tikus (Trowulan).

C.

Perkembangan Pemerintahan (Sosial,


Polotik, dan Ekonomi)
1. Perkembangan Politik Kerajaan Majapahit

Kehidupan politik Kerajaan Majapahit berhubungan pemerintahan dan kepemimpinan rajanya. Raja-raja itu
antara lain

A. Raden Wijaya
Berdirinya Kerajaan Majapahit sangat berhubungan dengan runtuhnya Kerajaan Singasari. Kerajaan
Singasari runtuh setelah salah satu raja vasalnya yaitu Jayakatwang mengadakan pemberontakan.
Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya yang merupakan menantu dari Raja Singasari terakhir yaitu
Kertanegara. Raden Wijaya beserta istri dan pengikutnya dapat meloloskan diri ketika Singasari diserang
Jayakatwang. Raden Wijaya meloloskan diri dan pergi ke Madura untuk menemui dan meminta
perlindungan Bupati Sumenep dari Madura yaitu Aryawiraraja. Berkat Aryawiraraja juga, Raden Wijaya
mendapat pengampunan dari Jayakatwang, bahkan Raden Wijaya sendiri diberi tanah di hutan Tarik dekat
Mojokerto yang kemudian daerah itu dijadikan sebagai tempat berdirinya kerajaan Majapahit.
Raden Wijaya kemudian menyusun kekuatan di Majapahit dan mencari saat yang tepat untuk
menyerang balik Jayakatwang. Untuk itu, dia mencoba mencari dukungan kekuatan dari raja-raja yang
masih setia pada Singasari atau raja yang kurang senang pada Jayakatwang. Kesempatan untuk

menghancurkan Jayakatwang akhirnya muncul setelah tentara Mongol mendarat di Jawa untuk menyerang
Kertanegara. Keadaan seperti ini dimanfaatkan oleh Raden Wijaya dengan cara memperalat mereka untuk
menyerang Jayakatwang. Raden Wijaya bersama-sama dengan pasukan Kubhilai Khan berhasil
mengalahkan pasukan Jayakatwang. Begitu pula Jayakatwang berhasil ditangkap dan lalu dibunuh oleh
pasukan Kubhilai Khan.
Setelah Jayakatwang terbunuh, lalu Raden Wijaya melakukan serangan balik terhadap pasukan
Kubhilai Khan. Raden Wijaya berhasil memukul mundur pasukan Kubhilai Khan, sehingga mereka terpaksa
menyelamatkan diri keluar Jawa. Setelah berhasil mengusir pasukan Kubhilai Khan, Raden Wijaya
dinobatkan menjadi raja Majapahit pada tahun 1293 M dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana.
Sebagai seorang raja yang besar, Raden Wijaya memperistri empat putri Kertanegara sebagai
permaisurinya. Dari Tribuana, ia mempunyai seorang putra yang bernama Jayanegara. Sedangkan dari
Gayatri, ia mempunyai dua orang putri, yaitu Tribuanatunggadewi dan Rajadewi Maharajasa.
Para pengikut Raden Wijaya yang setia dan berjasa dalam mendirikan kerajaan Majapahit, diberi
kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan. Tetapi ada saja yang tidak puas dengan kedudukan yang
diperolehnya. Hal ini menimbulkan pemberontakan di sana-sini. Pada tahun 1309 M, Raden Wijaya
meninggal dunia dan didarmakan di Antahpura, dekat Blitar. Setelah Raden Wijaya meninggal dunia,
Kerajaan Majapahit dipimpin oleh Jayanegara dengan gelar Sri Jayanegara.

B. Jayanegera.
Pada

masa

pemerintahannya,

Jayanegara

dirongrong

oleh

serentetan

pemberontakan.

Pemberontakan-pemberontakan ini datang dari Ranggalawe (1309), Lembu Sora (1311), Juru Demung dan
Gajah Biru (1314), Nambi (1316), dan Kuti (1320).
Pemberontakan Kuti merupakan pemberontakan yang paling berbahaya karena Kuti berhasil
menduduki ibu kota Majapahit, sehingga raja Jayanegara terpaksa melarikan diri ke daerah Badandea.
Jayanegara diselamatkan oleh pasukan Bhayangkari di bawah pimpinan Gajah Mada. Berkat ketangkasan
dan siasat jitu dari Gajah Mada, pemberontakan Kuti berhasil ditumpas. Sebagai penghargaan atas jasajasanya, Gajah Mada diangkat menjadi Patih di Kahuripan pada tahun 1321 M dan Patih di Daha (Kediri).
Pada tahun 1328, Jayanegara tewas dibunuh oleh Tabib Israna Ratanca, ia didharmakan di dalam pura
di Sila Petak dan Bubat. Jayanegara tidak mempunyai putra, maka takhta kerajaan digantikan oleh adik
perempuannya yang bernama Tribhuanatunggadewi. Ia dinobatkan menjadi raja Majapahit dengan gelar
Tribhuanatunggadewi Jaya Wisnu Wardhani.

C. Tribhuanatunggadewi
Pada masa pemerintahannya, terjadi pemberontakan Sadeng dan Keta pada tahun 1331.
Pemberontakan ini dapat dipadamkan oleh Gajah Mada. Sebagai penghargaan atas jasanya, Gajah Mada
diangkat menjadi mahapatih di Majapahit oleh Tribhuanatunggadewi.
Di hadapan raja dan para pembesar Majapahit, Gajah Mada mengucapkan sumpah yang terkenal
dengan nama Sumpah Palapa. Isi sumpahnya, ia tidak akan Amukti Palapa sebelum ia dapat menundukkan
Nusantara, yaitu Gurun, Seran, Panjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik.

Dalam rangka mewujudkan cita-citanya, Gajah Mada menaklukkan Bali pada tahun 1334, kemudian
Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Sumatra, dan beberapa daerah di Semenanjung Malaka.
Seperti yang tercantum dalam kitab Negarakertagama, wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit sangat luas,
yakni meliputi daerah hampir seluas wilayah Republik Indonesia sekarang.
Tribhuanatunggadewi memerintah selama dua puluh dua tahun. Pada tahun 1350, ia mengundurkan diri
dari pemerintahan dan digantikan oleh putranya yang bernama Hayam Wuruk. Pada tahun 1350 M, putra
mahkota Hayam Wuruk dinobatkan menjadi raja Majapahit dengan gelar Sri Rajasanagara dan ia
didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada.

D.

Hayam Wuruk
Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Wilayah

kekuasaan Majapahit meliputi seluruh Nusantara. Pada saat itulah cita-cita Gajah Mada dengan Sumpah
Palapa berhasil diwujudkan.
Usaha Gajah Mada dalam melaksanakan politiknya, berakhir pada tahun 1357 dengan terjadinya
peristiwa di Bubat, yaitu perang antara Pajajaran dengan Majapahit. Pada waktu itu, Hayam Wuruk
bermaksud untuk menikahi putri Dyah Pitaloka. Sebelum putri Dyah Pitaloka dan ayahnya beserta para
pembesar Kerajaan Pajajaran sampai di Majapahit, mereka beristirahat di lapangan Bubat. Di sana terjadi
perselisihan antara Gajah Mada yang menghendaki agar putri itu dipersembahkan oleh raja Pajajaran
kepada raja Majapahit. Para pembesar Kerajaan Pajajaran tidak setuju, akhirnya terjadilah peperangan di
Bubat yang menyebabkan semua rombongan Kerajaan Pajajaran gugur.
Pada tahun 1364 M, Gajah Mada meninggal dunia. Hal itu merupakan kehilangan yang sangat besar
bagi Majapahit. Kemudian pada tahun 1389 Raja Hayam Wuruk meninggal dunia. Hal ini menjadi salah satu
penyebab surutnya kebesaran Kerajaan Majapahit di samping terjadinya pertentangan yang berkembang
menjadi perang saudara.
Setelah Hayam Wuruk meninggal, takhta Kerajaan Majapahit diduduki oleh Wikramawardhana. Ia
adalah menantu Hayam Wuruk yang menikah dengan putrinya yang bernama Kusumawardhani. Ia
memerintah Kerajaan Majapahit selama dua belas tahun.
Pada tahun 1429 M, Wikramawardhana meninggal dunia. Selanjutnya raja-raja yang memerintah
Majapahit setelah Wikramawardhana adalah:

Suhita (1429 M 1447 M), putri Wikramawardhana;

Kertawijaya (1448 M 1451 M), adik Suhita;

Sri Rajasawardhana (1451 M 1453 M);

Girindrawardhana (1456 M 1466 M), anak dari Kertawijaya;

Sri Singhawikramawardhana (1466 M 1474 M);

Girindrawardhana Dyah Ranawijaya.


Runtuhnya Kerajaan Majapahit pada tahun 1400 Saka (1478 M) dijelaskan dalam Chandra Sengkala

yang berbunyi, Sirna ilang Kertaning-Bhumi dengan adanya peristiwa perang saudara antara Dyah
Ranawijaya dengan Bhre Kahuripan. Selain itu, keruntuhan Majapahit disebabkan karena serangan dari
Kerajaan Islam Demak.

2. Perkembangan Ekonomi Kerajaan Majapahit


Majapahit merupakan negara agraris dan juga sebagai negara maritim. Kedudukan sebagai negara
agraris tampak dari letaknya di pedalaman dan dekat aliran sungai. Kedudukan sebagai negara maritim
tampak dari kesanggupan angkatan laut kerajaan itu untuk menanamkan pengaruh Majapahit di seluruh
nusantara. Dengan demikian, kehidupan ekonomi masyarakat Majapahit menitikberatkan pada bidang
pertanian dan pelayaran.
Udara di Jawa panas sepanjang tahun. Panen padi terjadi dua kali dalam setahun, butir berasnya amat
halus. Terdapat pula wijen putih, kacang hijau, rempah-rempah, dan lain-lain kecuali gandum. Buah-buahan
banyak jenisnya, antara lain pisang, kelapa, delima, pepaya, durian, manggis, langsa, dan semangka. Sayur
mayur berlimpah macamnya. Jenis binatang juga banyak.
Untuk membantu pengairan pertanian yang teratur, pemerintah Majapahit membangun dua buah
bendungan, yaitu Bendungan Jiwu untuk persawahan dan Bendungan Trailokyapur untuk mengairi daerah
hilir.
Majapahit memiliki mata uang sendiri yang bernama gobog. Gobog merupakan uang logam yang
terbuat dari campuran perak, timah hitam, timah putih, dan tembaga. Bentuknya koin dengan lubang di
tengahnya.
Dalam transaksi perdagangan, selain menggunakan mata uang gobog, penduduk Majapahit juga
menggunakan uang kepeng dari berbagai dinasti. Menurut catatan Wang Ta-yuan seorang pedagang dari
Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua. Sedangkan
komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi.
Peningagalan dari segi Ekomnomi :

Ini adalah sebuah celengan berbentuk babi dari peninggalan kerajaan majapahit

3. Perkembangan Sosial Budaya Kerajaan Majapahit

Pola tata masyarakat Majapahit dibedakan atas lapisan-lapisan masyarakat yang perbedaannya lebih
bersifat statis. Walaupun di Majapahit terdapat empat kasta seperti di India, yang lebih dikenal dengan catur
warna, tetapi hanya bersifat teoritis dalam literatur istana.
Pola ini dibedakan atas empat golongan masyarakat, yaitu brahmana, ksatria, waisya, dan sudra.
Namun terdapat pula golongan yang berada di luar lapisan ini, yaitu Candala, Mleccha, dan Tuccha, yang
merupakan golongan terbawah dari lapisan masyarakat Majapahit.
Brahmana (kaum pendeta) mempunyai kewajiban menjalankan enam dharma, yaitu: mengajar; belajar;
melakukan persajian untuk diri sendiri dan orang lain; membagi dan menerima derma (sedekah) untuk mencapai
kesempurnaan hidup; dan bersatu dengan Brahman (Tuhan). Mereka juga mempunyai pengaruh di dalam
pemerintahan, yang berada pada bidang keagamaan dan dikepalai oleh dua orang pendeta tinggi, yaitu pendeta
dari agama Siwa (Saiwadharmadhyaksa) dan agama Buddha (Buddhadarmadyaksa). Saiwadyaksa mengepalai
tempat suci (pahyangan) dan tempat pemukiman empu (kalagyan). Buddhadyaksa mengepalai tempat
sembahyang (kuti) dan bihara (wihara). Menteri berhaji mengepalai para ulama (karesyan) dan para pertapa
(tapaswi).
Semua rohaniawan menghambakan hidupnya kepada raja yang disebut sebagai wikuhaji. Para
rohaniawan biasanya tinggal di sekitar bangunan agama, yaitu: mandala, dharma, sima, wihara, dan sebagainya.
Kaum Ksatria merupakan keturunan dari pewaris tahta (raja) kerajaan terdahulu, yang mempunyai
tugas memerintah tampuk pemerintahan. Keluarga raja dapat dikatakan merupakan keturunan dari kerajaan
Singasari-Majapahit yang dapat dilihat dari silsilah keluarganya dan keluarga-keluarga kerabat raja tersebar ke
seluruh pelosok negeri, karena mereka melakukan sistem poligami secara meluas yang disebut sebagai
wargahaji atau sakaparek. Semua anggota keluarga raja masing-masing diberi nama atas gelar, umur, dan
fungsi mereka di dalam masyarakat. Pemberian nama pribadi dan nama gelar terhadap para putri dan putra raja
didasarkan atas nama daerah kerajaan yang akan mereka kuasai sebagai wakil raja.
Waisya merupakan masyarakat yang menekuni bidang pertanian dan perdagangan. Mereka bekerja
sebagai pedagang, peminjam uang, penggara sawah, dan beternak.
Kemudian kasta yang paling rendah dalam catur warna adalah kaum sudra yang mempunyai kewajiban
untuk mengabdi kepada kasta yang lebih tinggi, terutama pada golongan brahmana.
Golongan terbawah yang tidak termasuk dalam catur warna dan sering disebut sebagai pancama
(warna kelima), yaitu:

Candala merupakan anak dari perkawinan campuran antara laki-laki (golongan sudra) dengan
wanita (dari ketiga golongan lainnya: brahmana, waisya, dan waisya). Sehingga sang anak
mempunyai status yang lebih rendah dari ayahnya.

Mleccha adalah semua bangsa di luar Arya tanpa memandang bahasa dan warna kulit, yaitu para
pedagang-pedagang asing (Cina, India, Champa, Siam, dll.) yang tidak menganut agama Hindu.

Tuccha ialah golongan yang merugikan masyarakat, salah satu contohnya adalah para penjahat.
Ketika mereka diketahui melakukan tatayi, maka raja dapat menjatuhi hukuman mati kepada
pelakunya. Perbuatan tatayi adalah membakar rumah orang, meracuni sesama, mananung,
mengamuk, merusak, dan memfitnah kehormatan perempuan.

Dari aspek kedudukan dalam masyarakat Majapahit, wanita mempunyai status yang lebih rendah dari
para lelaki. Hal ini terlihat pada kewajiban mereka untuk melayani dan menyenangkan hati para suami mereka
saja. Wanita tidak boleh ikut campur dalam urusan apapun, selain mengurusi dapur rumah tangga mereka.
Dalam undang-undang Majapahit pun para wanita yang sudah menikah tidak boleh bercakap-cakap dengan
lelaki lain, dan sebaliknya. Hal ini bertujuan untuk menghindari pergaulan bebas antara kaum pria dan wanita.
Pada masa Majapahit bidang seni budaya berkembang pesat, terutama seni sastra. Karya seni sastra
yang dihasilkan pada masa zaman awal Majapahit, antara lain sebagai berikut:
A.

Kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca pada tahun 1365. Isinya menceritakan hal-hal sebagai
berikut:
1.

Sejarah raja-raja Singasari dan Majapahit dengan masa pemerintahannya.

2.

Keadaan kota Majapahit dan daerah-daerah kekuasaannya.

3.

Kisah perjalanan Raja Hayam Wuruk ketika berkunjung ke daerah kekuasaannya di Jawa Timur beserta
daftar candi-candi yang ada.

4.

Kehidupan keagamaan dengan upacara-upacara sakralnya, misalnya upacara Srrada untuk


menghormati roh Gayatri dan menambah kesaktian raja.

B.

Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular. Kitab tersebut berisi riwayat Sutasoma, seorang anak raja yang
menjadi pendeta Buddha.

C.

Kitab Arjunawijaya karangan Empu Tantular. Kitab tersebut berisi tentang riwayat raja raksasa yang berhasil
ditundukkan oleh Raja Arjunasasrabahu.

D.

Kitab Kunjarakarna dan Parthayajna, tidak jelas siapa pengarangnya. Kitab itu berisi kisah raksasa
Kunjarakarna yang ingin menjadi manusia, dan pengembaraan Pandawa di hutan karena kalah bermain
dadu dengan Kurawa.

Sedangkan, karya seni sastra yang dihasilkan pada zaman akhir Majapahit antara lain, sebagai berikut:
A.

Kitab Pararaton, isinya menceritakan riwayat raja-raja Singasari dan Majapahit.

B.

Kitab Sudayana, isinya tentang Peristiwa Bubat.

C.

Kitab Sorandakan, isinya tentang pemberontakan Sora.

D.

Kitab Ranggalawe, isinya tentang pemberontakan Ranggalawe.

E.

Kitab Panjiwijayakrama, isinya riwayat R.Wijaya sampai dengan menjadi Raja Majapahit.

F.

Kitab Usana Jawa, isinya tentang penaklukan Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar.

G.

Kitab Tantu Panggelaran, tentang pemindahan gunung Mahameru ke Pulau Jawa oleh Dewa Brahma,
Wisnu, dan Siwa.
Di samping seni sastra, seni bangunan juga berkembang pesat. Bermacam-macam candi didirikan

dengan ciri khas Jawa Timur, yaitu dibuat dari bata, misalnya Candi Panataran, Candi Tigawangi, Candi
Surawana, Candi Jabung, dan Gapura Bajang Ratu.

4. Perkembangan Agama Kerajaan Majapahit


Pada masa Kerajaan Majapahit berkembang agama Hindu Syiwa dan Buddha. Kedua umat beragama
itu memiliki toleransi yang besar sehingga tercipta kerukunan umat beragama yang baik. Raja Hayam Wuruk
beragama Syiwa, sedangkan Gajah Mada beragama Buddha. Namun, mereka dapat bekerja sama dengan baik.

Rakyat ikut meneladaninya, bahkan Empu Tantular menyatakan bahwa kedua agama itu merupakan
satu kesatuan yang disebut SyiwaBuddha. Hal itu ditegaskan lagi dalam Kitab Sutasoma dengan kalimat
Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa. Artinya, walaupun beraneka ragam, tetap dalam satu
kesatuan, tidak ada agama yang mendua.
Urusan keagamaan diserahkan kepada pejabat tinggi yang disebut Dharmmaddhyaksa. Jabatan itu
dibagi dua, yaitu Dharmmaddhyaksa Ring Kasaiwan untuk urusan agama Syiwa dan Dharmmaddhyaksa Ring
Kasogatan untuk urusan agama Buddha. Kedua pejabat itu dibantu oleh sejumlah pejabat keagamaan yang
disebut dharmmaupatti. Pejabat itu, pada zaman Hayam Wuruk yang terkenal ada tujuh orang yang disebut sang
upatti sapta. Di samping sebagai pejabat keagamaan, para upatti juga dikenal sebagai kelompok cendekiawan
atau pujangga. Misalnya, Empu Prapanca adalah seorang Dharmmaddhyaksa dan juga seorang pujangga besar
dengan kitabnya Negarakertagama.

D.

Peninggalan Kerjaan Majapahit

1. Candi Sukuh
Candi Sukuh adalah sebuah kompleks candi agama Hindu yang terletak di wilayah Kabupaten
Karanganyar, Jawa Tengah. Candi ini dikategorikan sebagai candi Hindu karena ditemukannya obyek pujaan
lingga dan yoni. Candi ini digolongkan kontroversial karena bentuknya yang kurang lazim dan karena banyaknya
obyek-obyek lingga dan yoni yang melambangkan seksualitas. Candi Sukuh telah diusulkan ke UNESCO untuk
menjadi salah satu Situs Warisan Dunia sejak tahun 1995.

2. Candi Cetho
Candi Cetho merupakan sebuah candi bercorak agama Hindu peninggalan masa akhir pemerintahan
Majapahit (abad ke-15). Laporan ilmiah pertama mengenainya dibuat oleh Van de Vlies pada 1842. A.J. Bernet
Kempers juga melakukan penelitian mengenainya. Ekskavasi (penggalian) untuk kepentingan rekonstruksi
dilakukan pertama kali pada tahun 1928 oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda. Berdasarkan keadaannya ketika
reruntuhannya mulai diteliti, candi ini memiliki usia yang tidak jauh dengan Candi Sukuh. Lokasi candi berada di
Dusun Ceto, Desa Gumeng,Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, pada ketinggian 1400m di atas
permukaan laut.

3. Candi Pari
Candi Pari adalah sebuah peninggalan Masa Klasik Indonesia di Desa Candi Pari, Kecamatan Porong,
Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur. Lokasi tersebut berada sekitar 2 km ke arah barat laut pusat
semburan lumpur PT Lapindo Brantas saat ini.
Dahulu, di atas gerbang ada batu dengan angka tahun 1293 Saka = 1371 Masehi. Merupakan peninggalan
zaman Majapahit pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk 1350-1389 M.

4. Candi Jabung
Candi hindu ini terletak di Desa Jabung, Kecamatan Paiton,Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
Struktur bangunan candi yang hanya dari bata merah ini mampu bertahan ratusan tahun. Menurut keagamaan,
Agama Budha dalam kitab Nagarakertagama Candi Jabung di sebutkan dengan nama Bajrajinaparamitapura.
Dalam kitab Nagarakertagama candi Jabung dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk pada lawatannya keliling Jawa
Timur pada tahun 1359 Masehi. Pada kitabPararaton disebut Sajabung yaitu tempat pemakaman Bhre Gundal
salah seorang keluarga raja.
Arsitektur bangunan candi ini hampir serupa dengan Candi Bahal yang ada di Bahal, Sumatera Utara.

5. Gapura Wringin Lawang


Dalam bahasa Jawa, Wringin Lawang berarti 'Pintu Beringin'. Gapura agung ini terbuat dari bahan bata
merah dengan luas dasar 13 x 11 meter dan tinggi 15,5 meter. Diperkirakan dibangun pada abad ke-14. Gerbang
ini lazim disebut bergaya candi bentar atau tipe gerbang terbelah. Gaya arsitektur seperti ini diduga muncul pada
era Majapahit dan kini banyak ditemukan dalam arsitektur Bali.

6. Gapura Bajang Ratu


Bangunan ini diperkirakan dibangun pada abad ke-14 dan adalah salah satu gapura besar pada zaman
keemasan Majapahit. Menurut catatan Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala Mojokerto, candi / gapura ini
berfungsi sebagai pintu masuk bagi bangunan suci untuk memperingati wafatnya Raja Jayanegara yang
dalamNegarakertagama disebut "kembali ke dunia Wisnu" tahun 1250 Saka (sekitar tahun 1328 M). Namun
sebenarnya sebelum wafatnya Jayanegara candi ini dipergunakan sebagai pintu belakang kerajaan. Dugaan ini
didukung adanya relief "Sri Tanjung" dan sayap gapura yang melambangkan penglepasan dan sampai sekarang
di daerah Trowulan sudah menjadi suatu kebudayaan jika melayat orang meninggal diharuskan lewat pintu
belakang.

7. Candi Brahu
Nama candi ini, yaitu 'brahu', diduga berasal dari kata wanaru atau warahu. Nama ini didapat dari
sebutan sebuah bangunan suci yang disebut dalam Prasasti Alasantan. Prasasti tersebut ditemukan tak jauh dari
Candi Brahu.

8. Candi Tikus
Candi ini terletak di kompleks Trowulan, sekitar 13 km di sebelah tenggara kota Mojokerto. Candi Tikus yang
semula telah terkubur dalam tanah ditemukan kembali pada tahun 1914. Penggalian situs dilakukan berdasarkan
laporan bupati Mojokerto, R.A.A. Kromojoyo Adinegoro, tentang ditemukannya miniatur candi di sebuah
pekuburan rakyat. Pemugaran secara menyeluruh dilakukan pada tahun 1984 sampai dengan 1985. Nama
Tikus hanya merupakan sebutan yang digunakan masyarakat setempat. Konon, pada saat ditemukan, tempat
candi tersebut berada merupakan sarang tikus.

9. Candi Surawana
Candi Surawana adalah candi Hindu yang terletak di Desa Canggu, Kecamatan Pare, Kabupaten
Kediri, sekitar 25 km arah timur laut dari Kota Kediri. Candi yang nama sesungguhnya adalah
Wishnubhawanapura ini diperkirakan dibangun pada abad 14 untuk memuliakan Bhre Wengker, seorang raja
dari Kerajaan Wengker yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Raja Wengker ini mangkat pada
tahun 1388 M. Dalam Negarakertagamadiceritakan bahwa pada tahun 1361 Raja Hayam Wuruk dari Majapahit
pernah berkunjung bahkan menginap di Candi Surawana. Candi Surawana saat ini keadaannya sudah tidak
utuh. Hanya bagian dasar yang telah direkonstruksi.

10. Candi Waringin Branjang


Candi Wringin Branjang terletak di Blitar, Jawa Timur. Candi yang terbuat dari batu andesit ini memiliki
bentuk yang sangat sederhana. Struktur bangunannya tidak memiliki kaki candi, tetapi hanya mempunyai tubuh
dan atap candi saja, dengan ukuran panjang 400 cm, lebar 300 cm dan tingginya 500 cm. Sedangkan pintu
masuknya berukuran lebar 100 cm, tingginya 200 cm dan menghadap ke arah selatan. Pada bagian dinding
tidak terdapat relief atau hiasan lainnya, tetapi dinding-dinding ini memiliki lubang ventilasi yang sederhana.
Bentuk atap candi menyerupai atap rumah biasa, dan diduga bangunan candi ini merupakan tempat
penyimpanan alat-alat upacara dari zaman Kerajaan Majapahit yakni pada abad ke 15 M.

Daftar Pustaka
http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/05/4-sumber-berita-sejarah-kerajaan.html
http://lailameika13.blogspot.co.id/2015/03/kehidupan-politik-ekonomi-sosial-budaya.html

Anda mungkin juga menyukai